BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penerus keturunan keluarga. Kehamilan menurut Manuaba (2010) adalah

harus mengerti juga model-model komunikasi yang ada sehingga kita bisa menilai apakah selama ini sudah berkomunikasi dengan baik atau belum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

Kalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya hasil konsepsi dari dalam rahim. Kehamilan membawa perubahan

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari salah satu peristiwa tersebut adalah kehamilan. Kehamilan dan persalinan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. hamil, pencegahan, pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Program ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual terhadap wanita merupakan. salah satu bentuk kekerasan yang sebenarnya berat dan

BAB I PENDAHULUAN. Proses persalinan selalu memiliki potensi risiko-risiko kesehatan. Risiko persalinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyebab sepertiga kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kalender Doa Proyek Hana Agustus 2014 Berdoa Bagi Korban Sunat Pada Bayi Wanita Atau Fistula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

Bentuk Kekerasan Seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu kejadian yang ditunggu-tunggu oleh pasangan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Klinik Bersalin Ramini Medan Tahun apabila anda tidak bersedia maka saya akan tetap mengahargainya.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang

Kalender Doa Proyek Hanna Mei 2013 Berdoa Untuk Pengantin Anak

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. persalinan. Selama proses tersebut seorang ibu akan mengalami berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada awal kehamilan (trimester pertama), seperti berakhirnya

BAB II TINJAUAN TEORITIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami perubahan dalam dirinya baik fisik maupun psikologis. Dua

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Kalender Doa TWR Women of Hope Maret 2017 Berdoa Bagi Wanita Agar Berdampak Bagi Kebutuhan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu anugerah yang menyenangkan bagi

Oktober Berdoa Untuk Wanita Di Seluruh Dunia

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence) adalah sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah kekerasan berasal dari kata keras yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan ke maka akan menjadi kata kekerasan yang berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain. Tindak kekerasan terutama terhadap perempuan, bagi masyarakat Indonesia bukanlah hal yang baru. Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang mengatakan bahwa 11,4 % dari 217 juta penduduk Indonesia atau 24 juta terutama di pedesaan pernah mengalami kekerasan dan terbesar adalah kekerasan dalam rumah tangga. Menurut catatan Mitra Perempuan, hanya 15,2% perempuan yang mengalami kekerasan menempuh jalur hukum, dan mayoritas (45,2 %) memutuskan pindah rumah dan 10,9% memilih diam. Berdasarkan studi kasus persoalan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang masuk di 1

Rifka Annisa Women s Crisis Center pada tahun 1998, dari 125 kasus KTI, 11% diantaranya mengakhiri perkawinannya dengan perceraian, 13 % mengambil jalan keluar dengan cara melaporkan suami ke polisi, ke atasan suami, atau mengajak berkonseling, dan mayoritas korban (76%) mengambil keputusan kembali kepada suami dan menjalani perkawinannya yang penuh dengan kekerasan (Hayati, 2002). Studi yang dilakukan oleh London School of Hygiene dan Tropical Medicine serta beberapa organisasi di beberapa negara menemukan bahwa tindak kekerasan terhadap seorang wanita yang dilakukan oleh pasangannya dapat berakibat bagi kesehatan. Wanita yang menjadi korban kekerasan menderita masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mengalami kekerasan. Hal ini termasuk keinginan dan perilaku bunuh diri, tekanan mental dan gangguan fisik seperti pusing, nyeri lemas dan gangguan fungsi vagina (Dunia Wanita, 2007). Lembaga Departemen Kesehatan di ASEAN dan kerjasama dengan Inggris dibantu oleh EACH dan Pukaar (2009) meneliti mengenai perempuan ASEAN yang mengalami tindak kekerasan. Mereka meneliti 1100 wanita dan anak gadis ASEAN yang mengalami kekerasan dan berakibat pada kesehatan mental. Hasil penelitian mereka antara lain ; (1) Wanita Asia terjebak pada budaya yang menetapkan wanita sebagai golongan nomor dua dan wajib menjaga nama baik keluarga sehingga banyak tindak kekerasan tidak terungkap dan tidak berani mencari bantuan di luar, (2) Pernikahan menentukan reputasi sehingga wanita Asia tidak berani keluar rumah dan bercerai serta tidak berani menceritakan perlakuan yang dia alami. Konsekuensi dari

kekerasan yang dialami adalah kecemasan dalam bentuk : ketakutan akan bahaya, ancaman dan pelecehan/kekerasan ; diserang ketakutan ketika ia mengingat perlakuan yang ia terima ; kegairahan atau terlalu waspada ; rasa lemas berlebihan dan ketegangan ; nyeri tanpa alasan; cemas akan masa depan ; takut masyarakat luas. Tindak kekerasan banyak terjadi di Indonesia, namun hingga saat ini Indonesia belum mempunyai data nasional untuk tindak kekerasan sebab wanita yang jadi korban kekerasan tidak semua melaporkannya. Pencatatan data status tindak kekerasan dapat ditelusuri dari sejumlah institusi yang layanannya terkait dengan perempuan. Pada tahun 2007 Mitra Perempuan Women s Crisis Centre (WCC) mencatat bahwa pada tahun 2006 di Jakarta ada 336 (82,75%) perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami atau mantan suami. Fakta juga menunjukkan bahwa ada sembilan dari sepuluh wanita mengalami gangguan kesehatan jiwa, 12 orang mencoba bunuh diri ; 13,12% dari mereka menderita gangguan kesehatan reproduksinya. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan dan dilayani oleh 258 lembaga di 32 Propinsi di Indonesia. Di Jakarta kasus kekerasan terbanyak di layani 74 % (7.020 kasus) dan Jawa Tengah (4.878 kasus). Pada tahun 2008 sampai tahun 2010 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tercatat 8.326 kasus, Sumatera Utara pada tahun 2010 tercatat 80 kasus yang dilaporkan kepada pihak yang berwewenang. Tahun 2011 kasus mencuat di ranah domestik dan publik. Dari 113.878 kasus ranah domestik, lebih dari 97% (110.468) adalah kekerasan terhadap istri dan ada 1405

kasus kekerasan dalam pacaran. Kekerasan paling banyak adalah kekerasan psikis yaitu sebanyak 103.691 kasus, kekerasan ekonomi 3.222 kasus, kekerasan fisik 2.790 kasus serta kekerasan seksual 1.398 kasus. Sementara kasus pada Januari sampai April 2012 sudah mencapai 29 kasus kekerasan dalam rumah tangga (Komnas Perempuan, 2012). Collinson (2009) menyatakan bahwa sebagai penyebab lain dari pada perempuan sering menjadi korban tindak kekerasan adalah oleh harga diri yang rendah. Semakin rendah harga diri seorang perempuan maka semakin rentan untuk menerima perlakuan tindak kekerasan oleh pasangannya. Mereka tidak berani untuk meninggalkan pasangannya yang bertindak kasar. Seorang wanita yang memiliki harga diri tinggi dapat juga mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga namun mereka lebih memiliki citra diri yang kuat untuk berani meninggalkan pasangannya yang melakukan tindak kekerasan pada dirinya. Pelaku kekerasan yaitu pasangan mereka sendiri selalu memangsa wanita dengan menanamkan pada wanita tersebut bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selaian bila ada suaminya walau mereka mendapat perlakuan yang kasar. Selain itu, wanita yang memiliki harga diri yang rendah lebih percaya pada perkataan pasangan mereka yang mengatakan bahwa mereka sangat dicintai dan akhirnya selalu di dominasi pasangannya. Penelitian yang dilakukan oleh Hakimi dalam Huriyani (2008) tentang kekerasan terhadap istri dan kesehatan perempuan di Jawa Tengah memperlihatkan data tentang perempuan yang ayahnya pernah memukul ibu mereka, atau mertuanya tega memukul istrinya, lebih mungkin dianiaya oleh suaminya. Ditemukan bahwa

perempuan yang tak terlindungi terhadap kekerasan semasa kecilnya mungkin akan melihatnya sebagai suatu kejadian yang normal, dan karenanya tak pernah memperhatikan tanda-tanda peringatan dari suami penganiaya. Di sisi lain, jika seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya memukul ibunya, dia akan belajar bahwa hal itu adalah jalan terbaik untuk memperlakukan perempuan, dan karena itu dia lebih mungkin untuk kemudian menganiaya istrinya sendiri. Ini disebut sebagai penularan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violence). Rasa lemah dan tidak percaya diri serta rendahnya dukungan dari keluarga dan teman. Kemudian pandangan masyarakat terhadap janda juga membuat wanita korban kekerasan tetap mempertahankan perkawinannya. Perempuan sering mengalami kekerasan, karena perempuan masih sering di tempatkan pada posisi yang terpinggirkan dan di rugikan, yang mengakibatkan status perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki, termasuk dalam fungsi reproduksinya. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan hak reproduksi perempuan kurang dihargai, antara lain dalam menentukan kapan ia ingin hamil, menentukan jumlah anak yang diinginkan, pengambilan keputusan kesertaan dalam berkeluarga berencana (KB) dan menentukan jenis alat kontrasepsi yang dipilih, pemeriksaan ante natal care (ANC) dan Pemeriksaan Pasca Persalinan/PPC (Depkes RI, 2007). Tindak kekerasan dalam rumah tangga secara fisik dan seksual atau kekerasan secara psikologis pada perempuan yang sedang hamil akan menyebabkan kematian ibu dan bayi yang masih dalam kandungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam suatu survei yang dilakukan oleh The Center for Disease Control,

ditemukan bahwa wanita hamil lebih mendapat perlakuan kekerasan dari pasangan sebesar 60,6% dari pada wanita yang tidak hamil. Kekerasan akan membawa komplikasi yang lebih besar dari pada penyakit diabetes, darah tinggi atau penyakit serius lainnya. Sebagian besar alasan pada bertambahnya risiko kekerasan selama kehamilan adalah bahwa ayah atau laki-laki pasangan merasakan suatu ketegangan yang tinggi menanti kelahiran. Stress atau ketegangan tersebut dimanifestasikan sebagai frustrasi, yang mana ditujukan kepada istri dan anak yang belum lahir. Hampir 10% dari ibu-ibu muda mengalami kekerasan ketika mereka sedang mengandung (WHO, 1999). Sepantasnya wanita yang hamil dilindungi oleh suami dan orang-orang terdekat dengan dirinya, namun studi Faiz (2007) menunjukkan antara 4%-12% wanita hamil melaporkan, bahwa mereka mendapatkan perilaku kekerasan selama kehamilannya. Lebih dari 90% para wanita tersebut mendapat kekerasan dari pasangannya dan sering berupa kekerasan fisik berupa tendangan dan pukulan di bagian perut. Tindak kekerasan mengarah pada fisik, seksual atau kekerasan secara psikologis selalu dilakukan oleh pasangan atau bekas pasangan. Kekerasan selama kehamilan lebih sering terjadi daripada komplikasi masalah kebidanan, termasuk preeklamsia dan diabetes selama kehamilan (Bacchus dkk, 2003). Tindak kekerasan selain menyebabkan akibat fisik maka dapat juga menyebabkan gangguan psikologis. Wanita hamil yang menerima perlakuan kekerasan dari pasangannya lebih tinggi untuk berisiko stress, depresi dan kecanduan rokok, alcohol dan obat terlarang. Wanita akan mengalami empat kali lebih menderita

penyiksaan sebagai akibat dari kehamilan yang tidak diharapkan atau yang tidak diinginkan. Data menunjukkan bahwa kehamilan tersebut ditolak sebagai akibat dari kekerasan seksual, perkosaan atau sengaja menolak untuk mengontrol kelahiran. Biasanya kekerasan pada ibu hamil tidak hanya pada satu daerah pemukulan tetapi pada banyak tempat yaitu daerah payudara, perut dan alat kelamin (Heise, 1993 ; Bewley et al, 1994). Tindak kekerasan terhadap perempuan hamil memiliki efek yang langsung dan berkepanjangan dapat berakibat cedera langsung pada wanita, kehamilan dan bayinya. Mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga biasanya memiliki tanda-tanda, antara lain terlambat dalam mencari perawatan pre natal dan kurangnya pendidikan pra lahir. Sebagian besar perempuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi dan ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih berisiko mengalami kesehatan emosi yang negatif baik bagi si ibu maupun bagi calon bayi (Weiss, 2009 ; Senanayake, 2011). Perubahan fisik yang terjadi akan mempengaruhi aspek psikologis ibu hamil dan sebaliknya. Hal tersebut akan membuat ibu hamil akan mengalami trauma yang juga akan mempengaruhi janin terutama pada trimester pertama. Trauma kehamilan dapat disebabkan oleh trauma mekanis, seperti akibat benda tumpul, tikaman, kekerasan dalam rumah tangga (Adelaar, 2011). Berbagai bentuk tindak kekerasan yang terjadi tentu saja menimbulkan berbagai dampak negatif bagi diri korban dan anak-anaknya. Kekerasan fisik umumnya berakibat langsung dan dapat dilihat mata seperti cidera, luka, cacat pada

tubuh dan atau kematian. Kekerasan emosional atau psikologis umumnya sulit terlihat dan jarang diperhatikan tetapi membawa dampak yang jauh lebih serius dibanding bentuk kekerasan yang lain. Akibat psikis ringan yang dialami antara lain ketakutan, perasaan malu, terhina dan terasing. Sedangkan akibat psikis yang lain yang dialami antara lain perasaan rendah diri, hilangnya konsep diri dan kehilangan rasa percaya diri. Akibat-akibat psikis tersebut tentu saja tidak baik bagi perkembangan mental para korban karena menghambat potensi-potensi diri yang seharusnya berkembang. Kekerasan seksual dapat menimbulkan gangguan pada fungsi reproduksi, haid tidak teratur, sering mengalami keguguran, dan kesulitan menikmati hubungan seksual. Bacchus, et al (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa wanita hamil yang mengalami tindak kekerasan akan tidak peduli atau terlambat dalam melakukan pemeriksaan ANC. Akibat dari pengalaman mereka terhadap kekerasan adalah mereka sering depresi, mengabaikan diri. Ditemukan bahwa satu dari lima wanita akan mengalami gejala depresi. Hal tersebut membuat mereka kurang peduli pada dirinya sendiri dan janin yang dikandung namun mereka tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami terhadap pihak yang berwewenang. Salah satu Klinik Bersalin yang berada di wilayah Kecamatan Medan Selayang, ditemukan bahwa selama bulan Juli-Desember tahun 2012 ada sebanyak 48 (empat puluh delapan) orang perempuan hamil memeriksakan kehamilannya dan melahirkan, dengan perincian 42 (empat puluh dua) orang memiliki suami dan tiga orang ditinggalkan suaminya ketika hamil (dua dari tiga perempuan hamil tersebut pernah datang sudah dengan bercak darah sedikit sebab mereka mau menggugurkan

sendiri dengan cara minum jenis jamu yang untuk menggugurkan namun kehamilannya tetap utuh) dan tiga orang adalah remaja yang sedang sekolah tapi dihamili oleh temannya atau laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ada juga beberapa orang perempuan hamil minta untuk menggugurkan bayinya namun ditolak oleh Bidan di Klinik Bersalin. Perempuan hamil yang mengalami pelecehan dari pasangannya tersebut tidak ada satupun yang berani melaporkan diri ke pihak yang berwenang, alasan mereka hal tersebut merupakan aib dan memalukan diri. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Mengapa dan apa penyebab ibu hamil mengalami kekerasan dalam tangga? 2. Bagaimanakah kondisi kehamilan pada ibu yang mengalami tindak kekerasan di daerah Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2013? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ibu hamil yang mengalami kekerasan dan efeknya terhadap kesehatan reproduksi serta janin yang ada dalam kandungan sehingga dapat memperoleh gambaran dan pemahaman bagaimana kondisi kehamilan ibu yang mengalami kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2013

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai akibat dari tindak kekerasan pada ibu hamil. 2. Manfaat Teoritis Sebagai bahan informasi dan pembelajaran tentang tindak kekerasan sehingga dapat memberikan arahan kepada masyarakat bila mengalaminya.