BAB I PENDAHULUAN. bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan. konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya keidupan modern masyarakat khususnya di perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. juga perlu mengkomunikasikan produk kepada para konsumennya.

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju belakangan ini menyebabkan jenis, mutu, dan harga barang yang dijual

BAB I LATAR BELAKANG. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. hypermarket di Indonesia terbilang pesat, jika tahun 2003 baru 43 unit maka pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin modern perkembangan zaman menyebabkan timbulnya berbagai. usaha bisnis yang tentu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya Negara Indonesia yang dapat dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

ANALISIS PENYEBAB KONSUMEN BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL (STUDI KASUS DI PASAR TRADISIONAL SUNTER KIRANA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang baik, dan bisa menciptakan kepercayaan pada pembeli.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan maka perlu mempelajari karakteristik yang dimiliki konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 68 juta US$. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi target market dari setiap jenis usaha yang ada. sampai menggunakan fasilitas teknologi tinggi sehingga mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga (Ma ruf, 2006:7). Bisnis ritel saat ini perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia dengan pendapatan kelas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Aktivitas bisnis ritel adalah aktivitas dimana produsen menjual produk secara

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengusaha baru yang masuk ke bisnis ritel, baik dalam skala kecil

I. PENDAHULUAN. gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam, juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tercatat menempati peringkat ketiga pasar retail terbaik di Asia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang ingin berhasil dalam persaingan pada era milenium harus

BAB I PENDAHULUAN. cepat. Pasar modern berkonsep toko ritel banyak berdiri di kota-kota besar,

BAB I PENDAHULUAN. para peritel asing. Salah satu faktornya karena penduduk Indonesia adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. ini biasanya didapatkan dari berhutang kepada pihak luar seperti bank.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. (Perpres hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf. Diakses Tanggal 25 November 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat kita berbelanja di supermarket, hypermarket maupun minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang relatif mudah untuk dimasuki sehingga tidak heran belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB I PENDAHULUAN. persaingan pasar yang ketat ini sebuah bisnis atau perusahaan dituntut untuk

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengarah pada yang terkuat yang tetap bertahan. Keberhasilan akan dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan semakin tampak jelas dengan banyak berdiri pusat. perbelanjaan dalam konsep supermarket dan hypermart.

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Dalam periode enam tahun

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel modern merupakan industri yang memiliki kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir perkembangan ekonomi di Indonesia sudah

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

ANALISIS PEMASARAN PERTEMUAN PERTAMA. 6/11/2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH IN-STORE PROMOTION TERHADAP KEPUTUSAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN GIANT HYPERMARKET. Oleh ADE YUSRIYANTI H

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan bertambahnya jumlah produk dan pesaing berarti tidak kekurangan barang, namun kekurangan konsumen. Ini membuat konsumen menjadi raja, konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi. Fenomena persaingan antara perusahaan yang ada telah membuat setiap perusahaan menyadari suatu kebutuhan untuk memaksimalkan asetaset perusahaan demi kelangsungan perusahaan yang menghasilkan produk private label. Salah satu aset untuk mencapai keadaaan tersebut adalah melalui merek. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya dengan tercukupi kebutuhannya. Merek berfungsi mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain 1. Bagi banyak perusahaan, merek dan segala yang diwakilinya merupakan aset yang paling penting, karena sebagai dasar keunggulan kompetitif dan sumber penghasilan masa depan 2. 1 Kotler dan Amstrong, 2004, Prinsip-prinsip Marketing, Edisi Ketujuh, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.p 67 2 Muafi., dan Irhas Effendi. 2001. Mengelola Ekuitas Merek: Upaya Memenangkan Persaingan di Era Global. Jurnal. EKOBIS, Vol. 2, No. 3, September 2001, p\p. 129-139 1

2 Di Indonesia perkembangan hypermarket mulai sejak awal 1990-an dimana saat itu orang masih melihat Makro sebagai hypermarket yang eksklusif dari Belanda terutama karena ada sistem keanggotaan untuk bisa belanja di sana diikuti kehadiran Continent dan Carrefour secara hampir bersamaan tahun 1998, yang kemudian keduanya merger menjadi Carrefour. Sekarang, terlihat pemandangan baru: begitu banyak hypermarket bermunculan. Selain Carrefour dan Makro yang terus membiakkan diri (memiliki 15 gerai), kini ada Giant, Hypermart, Alfa, dan The Club Store. Hypermarket Giant yang dimiliki Grup Hero dan Dairy Farm sebut saja, hanya dalam waktu dua tahun (mulai beroperasi 2 Agustus 2002) sudah memiliki 10 gerai. Kini gerai Giant tersebar di Serpong, Bekasi, Ciledug, Cimanggis, Bandung, Surabaya dan juga Jakarta (Plaza Semanggi). Antusiasme dan agresivitas para pemain hypermarket tentu didorong oleh potensi pasar di Indonesia yang memang amat besar. Dengan jumlah penduduk sebesar 220 juta dan kenyataan pasar tradisional yang masih dominan (73%), menunjukkan bahwa peluang ritel modern terbuka lebar, termasuk buat hypermarket tentunya. Belum lagi melihat kenyataan perputaran uang di bisnis ritel yang memang luar biasa besar. Tahun 2004, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menghitung, market size pasar ritel senilai Rp. 330 triliun, meningkat dari tahun 2003 (Rp 300 triliun). Biro riset AC Nielsen juga menunjukkan, tren belanja di ritel modern memang semakin meningkat. Nilai penjualan tiap tahun

3 meningkat hingga tiga kali lipat. Jika tahun 2002 cuma 12% konsumen yang belanja di gerai ritel modern, tahun 2003 meningkat menjadi 38%. Data Aprindo tersebut paralel dengan hasil temuan AC Nielsen. Lebih lanjut Farquar Sterling, Direktur Pengelola AC Nielsen Asia Tenggara, menjelaskan pertumbuhan ritel hypermarket paling tinggi dibanding jenis ritel lain di Indonesia, mencapai 15%. Angka ini sama dengan pertumbuhan minimarket. Sementara supermarket adalah ritel modern yang pertumbuhannya paling kecil, hanya 7%. Yang paling menderita pasar tradisional, karena justru turun 8,1%. Jadi, secara tak langsung bisa dikatakan hypermarket telah menggerogoti potensi yang seharusnya dimakan supermarket dan pasar tradisional (wet market). Sterling yang pernah menjabat Direktur Pengelola AC Nielsen Indonesia itu juga menjelaskan, kenaikan hypermarket khususnya karena didukung pertumbuhan konsumen urban berpendapatan Rp. 1,25-1,8 juta. Tahun 2004 persentase kelompok ini mencapai 27%. Konsumen kelas ini jumlahnya mencapai 22 juta orang, 3 Data meningkatnya peran ritel modern khususnya hypermarket, juga ditunjukkan Handaka Santoso, Ketua Umum Aprindo yang juga Dirut PT Panen Lestari (Sogo). Saat ini pangsa pasar yang dikuasai ritel modern di Indonesia senilai Rp. 35 triliun. Ini hanya untuk total omset ritel modern dari para peritel yang menjadi anggota Aprindo, Handaka menegaskan. Yang jelas dari tahun ke tahun kontribusi atau peran 3 Sterling pada presentasi bertajuk Consumer Spending Power, Oktober 2004.

4 hypermarket memang makin besar. Saat ini pangsa pasar hypermarket dari seluruh ritel modern sekitar 20%-25%, tambah Handaka. Ketika daya beli konsumen lesu darah, private label terbukti ampuh mendongkrak penjualan. Beragam produk yang dikemas dengan merek toko itu menjadi penyelamat perusahaan ritel kala krisis. Hypermart memiliki banyak produk yang dikemas dalam satu private label yaitu value plus, berikut ini adalah data perbandingan antara harga harga produk value plus dengan harga produk sejenis dengan merek lain. Tabel 1.1 Perbandingan Harga Produk Value plus dengan Produk Sejenis Oktober November 2011 Produk Value Plus Merek Lain Gula pasir 500 g 5.550 6500 Kacang hijau 500 g 12.550 13000 Beras Setra ramos 20 kg 197700 215000 Juice 500ml 8900 11350 Baby wipes 24lb 4700 7025 Hanky compact 6x10s 2200 3600 Facial tissue 4700 5900 Facial tisue kiloan 14500 19500 RC toilet tissue 10 pcs 8500 19975 Sabun cair 450 ml 10.500 11975 Hand soap 450 ml 3100 8750

5 Detergent pelembut 1 kg 11900 18900 Container 89900 159900 Kecap manis 600ml 7950 11995 Sumber : katalog hypermart Oktober November 2011 Melihat dari daftar diatas terlihat bahwa harga harga produk dengan merek value plus jauh lebih murah dibandingkan produk serupa dengan merek berbeda. Adapun macam produk value plus juga sangat beragam dari produk konsumsi seperti gula, beras dan kecap hingga produk pembersih seperti sabun dan tissue. Jika dicermati lebih jauh lagi produk value plus yang memiliki variasi paling banyak adalah produk tissue yang terdiri dari facial tissue, tissue basah hingga RC toilet. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen melakukan pembelian produk private label Hypermart (Value plus). B. Identifikasi Masalah Masalah yang terjadi pada produk value plus adalah: 1. Banyak berkembangnya private label 2. Konsumen belum banyak yang tahu bahwa produk value plus adalah private label dari Hypermart 3. Terus bertumbuhnya supermarket-supermarket di Indonesia 4. Masyarakat yang menginginkan harga murah namun berkualitas

6 C. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini hanya akan membahas: 1. Variabel-variabel yang berupa produk, harga, tempat, promosi yang akan dilihat apakah benar faktor-faktor didalam variabel ini yang mendorong konsumen untuk membeli produk Value Plus. 2. Penelitian dilakukan pada konsumen Hypermart Supermall Karawaci. 3. Penelitian hanya pada produk groceries food & non food. D. Rumusan Masalah Melihat fenomena persaingan dalam bisnis saat ini, khususnya perusahaan bersaing melakukan berbagai cara untuk dapat menghasilkan produk yang menarik bagi konsumen. Perusahaan juga berusaha mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya Dari identifikasi masalah diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor didalam variabel produk, harga, promosi, dan tempat menentukan keputusan pembelian konsumen terhadap produk Value Plus? 2. Faktor apa yang paling dominan dalam menentukan keputusan pembelian produk Value Plus?

7 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menguji dan menganalisis sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah faktor-faktor didalam variabel produk, harga, promosi, dan tempat menentukan keputusan konsumen untuk membeli produk Value Plus. 2. Mengetahui faktor apa yang paling dominan dalam menentukan keputusan pembelian produk Value Plus. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan a. Bagi Penulis Mengaplikasikan teori yang sudah didapat dengan kenyataan di lapangan terutama yang berhubungan dengan teori teori pemasaran. b. Bagi Perusahaan Menjadi bahan masukan untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang menentukan keputusan membeli produk private label mereka.

8 F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi mengenai materi dan hal yang dibahas dalam tiap-tiap bab. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian, yang berupa produk, harga, promosi, tempat dan keputusan pembelian. Selanjutnya dari konsep tersebut akan dirumuskan hipotesis dan akhirnya terbentuk suatu kerangka penelitian teoritis yang melandasi penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menguraikan tentang variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data untuk mencapai tujuan penelitian.

9 BAB IV PROFIL OBJEK PENELITIAN Pada bab ini berisikan selintas mengenai Hypermart, produk value plus dan gambaran responden yang berupa pendidikan, banyaknya kedatangan ke Hypermart dalam satu bulan dan banyaknya produk value plus yang dibeli setiap bulannya BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian secara sistematis kemudian dianalisis dengan metode analisis data yang ditetapkan dan selanjutnya dilakukan pembahasan tentang analisis tersebut. BAB VI PENUTUP Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.