Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis Algoritma Nearest Feature Midpoint

dokumen-dokumen yang mirip
Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis Algoritma Nearest Feature Midpoint

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE

UJI KINERJA FACE RECOGNITION MENGGUNAKAN EIGENFACES

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

Pengenalan Wajah dengan Metode Subspace LDA (Linear Discriminant Analysis)

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

PENGENALAN WAJAH MANUSIA DENGAN METODE PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS (PCA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

PEMANFAATAN GUI DALAM PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK PENGENALAN CITRA WAJAH MANUSIA MENGGUNAKAN METODE EIGENFACES

SISTEM PENGENALAN WAJAH 3-D MENGGUNAKAN PENAMBAHAN GARIS CIRI PADA METODE PERHITUNGAN JARAK TERPENDEK DALAM RUANG EIGEN

Penerapan Metode Phase Congruency Image (PCI) dalam Pengenalan Citra Wajah secara Otomatis

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE LINEAR DISCRIMINANT ANALYSIS DAN K NEAREST NEIGHBOR

Menurut Ming-Hsuan, Kriegman dan Ahuja (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah sistem pengenalan wajah dapat digolongkan sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini mengacu pada tahapan proses yang ada pada sistem

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

Principal Component Analysis

TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR

Kombinasi KPCA dan Euclidean Distance untuk Pengenalan Citra Wajah

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI

SISTEM PINTU OTOMATIS BERDASARKAN PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE NEAREST FEATURE LINE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE EIGENFACE DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

ABSTRAK. Kata kunci: Citra wajah manusia, Principal Component Analysis (PCA), Eigenfaces, Euclidean Distance. ABSTRACT

ANALISA PENGUKURAN SIMILARITAS BERDASARKAN JARAK MINIMUM PADA PENGENALAN WAJAH 2D MENGGUNAKAN DIAGONAL PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGEMBANGAN SISTEM PENENTU SUDUT PANDANG WAJAH 3-D DENGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN JARAK TERPENDEK PADA GARIS CIRI DALAM RUANG EIGEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor

PERBANDINGAN METODE MINIMUM DISTANCE PATTERN CLASSIFIER DAN NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION DALAM MENGENALI WAJAH MANUSIA DENGAN EKSPRESI YANG BERBEDA

BAB 2 PENGENALAN IRIS, PENENTUAN LOKASI IRIS, DAN PEMBUATAN VEKTOR MASUKAN

Identifikasi Telapak Tangan Menggunakan 2DPCA plus PCA dan K-Nearest Neighbour

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE

BAB I PENDAHULUAN. Sistem biometrik merupakan penerapan teknologi yang mempelajari

IMPLEMENTASI ALGORITMA FRACTAL NEIGHBOUR DISTANCE UNTUK FACE RECOGNITION

Implementasi Pengenalan Citra Wajah dengan Algoritma Eigenface pada Metode Principal Component Analysis (PCA)

Aplikasi Principle Component Analysis (PCA) Untuk Mempercepat Proses Pendeteksian Obyek Pada Sebuah Image

BAB 2 LANDASAN TEORI

g(x, y) = F 1 { f (u, v) F (u, v) k} dimana F 1 (F (u, v)) diselesaikan dengan: f (x, y) = 1 MN M + vy )} M 1 N 1

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3. ANALISIS dan RANCANGAN. eigenfaces dan deteksi muka dengan color thresholding akan mempunyai proses

Pengenalan wajah dengan algorithma Eigen Face Oleh: Hanif Al Fatta

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam

BAB 2 DENGAN MENGGUNAKAN INTERPOLASI INTERPOLASI SPLINE LINIER DAN INTERPOLASI SPLINE

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS TEKNIK PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DAN LINE EDGE MAP BERBASIS CITRA DIGITAL

PENGENALAN SESEORANG MENGGUNAKAN CITRA GARIS TANGAN

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS SISTEM. Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi anggota

Verifikasi Citra Wajah Menggunakan Metode Discrete Cosine Transform Untuk Aplikasi Login

BAB V KESIMPULAN. Wajah pada Subruang Orthogonal dengan Menggunakan Laplacianfaces

SISTEM PENGAMANAN HANDPHONE MENGGUNAKAN FACE RECOGNITION BERBASIS ANDROID

Hasil Ekstraksi Algoritma Principal Component Analysis (PCA) untuk Pengenalan Wajah dengan Bahasa Pemograman Java Eclipse IDE

UNJUK KERJA METODE KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) DENGAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) PADA APLIKASI PENGENALAN WAJAH

RANCANGAN AWAL SISTEM PRESENSI KARYAWAN STMIK BANJARBARU DENGAN PENDEKATAN EIGENFACE ALGORITHM

PENGEMBANGAN SISTEM PENGENALAN EKSPRESI WAJAH MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS PADA DATABASE MUG)

Pengembangan Perangkat Lunak untuk Pengenalan Wajah dengan Filter Gabor Menggunakan Algoritma Linear Discriminant Analysis (LDA)

Korelasi Jarak Wajah Terhadap Nilai Akurasi Pada Sistem Pengenalan Wajah Menggunakan Stereo Vision Camera

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Citra, Pengolahan Citra, dan Pengenalan Pola

Desain dan Implementasi Sistem Pengolahan Citra untuk Lumen Robot Sosial Humanoid sebagai Pemandu Pameran pada Electrical Engineering Days 2015

PERBANDINGAN METODE KDDA MENGGUNAKAN KERNEL RBF, KERNEL POLINOMIAL DAN METODE PCA UNTUK PENGENALAN WAJAH AKIBAT VARIASI PENCAHAYAAN ABSTRAK

Pengenalan Wajah Dengan Algoritma Canonical Correlation Analysis (CCA)

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) DENGAN ALGORITMA FUZZY C-MEANS (FCM)

JURNAL SISTEM IDENTIFIKASI CITRA TANDA TANGA MENGGUNAKAN METODE 2D-PCA (TWO DIMENSIONAL PRINCIPAL COMPONENT ANALISYS)

SISTEM KONTROL AKSES BERBASIS REAL TIME FACE RECOGNITION DAN GENDER INFORMATION

Percobaan 1 Percobaan 2

BAB II LANDASAN TEORI

EKSTRAKSI FITUR BERBASIS 2D-DISCRETE COSINE TRANSFORM DAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK PENGENALAN CITRA WAJAH

SISTEM VERIFIKASI ONLINE MENGGUNAKAN BIOMETRIKA WAJAH

PENGEMBANGAN SISTEM PENCATAT PEMAKAIAN KOMPUTER LAB DENGAN BIOMETRIKA PENGENAL WAJAH EIGENFACE. Oleh

ANALISIS CITRA WAJAH DENGAN HIMPUNAN FUZZY EIGEN TERBESAR

PENGENALAN POLA BENTUK BUNGA MENGGUNAKAN PRINCIPLE COMPONENT ANALYSIS DAN K-NN

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

STUDI ANALISIS EIGENFACE DAN EIGEN FUZZY SET UNTUK EKSTRAKSI CIRI BIBIR PADA SISTEM IDENTIFIKASI WAJAH

Klasifikasi Identitas Wajah Untuk Otorisasi Menggunakan Deteksi Tepi dan LVQ

Pengenalan Wajah Menggunakan Two Dimensional Linier Discriminant Analysis Berbasis Feature Fussion Strategy

Calculati Alfi Jannati Mujiono Pembimbing : Dr. Singgih Jatmiko, SSi., MSc

IMPLEMENTASI PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE EIGENFACE PADA SISTEM ABSENSI

ANALISIS DAN SIMULASI SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE FISHERFACE BERBASIS OUTDOORVIDEO.

PENGENALAN CITRA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE 2DPCA DAN EUCLIDEAN DISTANCE

Human Face Detection by using eigenface method for various pose of human face

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN SELF ORGANIZING MAPS

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching. Abstraksi

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN MATRIKS INTERVAL MENGGUNAKAN METODE PANGKAT

BAB 4 IMPLEMENTASI DATA SPEKTROFOTOMETER DAN ANALISA DENGAN BACKPROPAGATION DAN ALGORITMA PCA

BAB 3 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS(PCA) DAN IMPROVED BACKPROPAGATION

KLASIFIKASI BUNGA EUPHORBIA BERDASARKAN KELOPAK DENGAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

Implementasi Pengenalan Wajah Berbasis Algoritma Nearest Feature Midpoint Diana Purwitasari, Rully Soelaiman, Mediana Aryuni dan Hanif Rahma Hakim Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya E-mail : rully@its-sby.edu Abstrak Sistem pengenalan wajah yang baik adalah sistem yang mampu mengatasi variasi yang timbul saat pengambilan citra wajah. Variasi ini bisa berupa ekspresi wajah, aksesoris yang dipakai, tingkat pencahayaan dan arah pengambilan citra. Variasi tersebut akan ditangkap oleh garis-garis maya yang dibuat dari setidaknya dua prototype dalam sebuah kelas. Garis maya tersebut akan mengeneralisasi variasi yang mungkin terjadi dari kedua prototype. Proses identifikasi wajah akan dilakukan dengan mencari jarak terpendek antara wajah yang akan dikenali dengan semua variasi hasil ekstrapolasi dan interpolasi prototype pada tiap kelas. Implementasi dari metode ini bisa mencapai tingkat akurasi lebih dari 90% dengan waktu eksekusi 0.5 detik pada kondisi optimal. Kata Kunci: pengenalan wajah, eigenface, principal component analysis, nearest feature line, nearest feature midpoint 1. Pendahuluan Pengenalan wajah adalah salah satu bidang kaji dalam pengenalan pola yang selalu mengalami pengembangan. Kehandalan sebuah metode bisa dilihat dari proses perhitungan dengan biaya minimal dan hasil perhitungan dengan tingkat kesalahan yang relatif kecil. Sebuah sistem pengenalan wajah yang handal harus tetap bisa bekerja dan mampu menangani masukan citra wajah dengan berbagai variasi terutama dalam sudut pengambilan, ekspresi, pencahayaan dari citra yang dijadikan masukan. Dari ketiga variasi tersebut, variasi wajah yang sama dalam pencahayaan dan sudut pan-dang pada saat pengambilan citra biasanya jauh lebih besar dari pada ekspresi wajah yang sama. Nearest Feature Midpoint (NFM) adalah salah satu metode dalam pengenalan wajah yang dinyatakan sebagai metode perbaikan dari pengenalan wajah dengan metode Nearest Feature Line (NFL) [1]. Diharapkan dengan menggunakan metode ini bisa dibangun sebuah aplikasi pengenalan wajah yang relatif lebih baik dibandingkan dengan metode NFL. Secara umum, klasifikasi menggunakan NFL dan NFM dilakukan dengan mencari jarak minimum antara feature point yang di-query-kan (wajah yang akan dikenali) dengan semua feature line yang ada [1]. Feature line adalah garis virtual yang menghubungkan dua prototype dalam sebuah kelas (satu orang) sedangkan feature midpoint adalah titik tengah antara dua prototype dalam sebuah kelas yang sama. Dengan demikian, perbendaharaan wajah akan diperbanyak dengan melakukan ekstrapolasi atau interpolasi feature point pada tiap feature line yang ada dalam feature space [2]. Untuk melakukan klasifikasi berbasis feature line ini, sebagai representasi awal dari citra akan digunakan metode pembentukan eigenface. Secara umum dengan membentuk eigenface space, dimensi-dimensi yang kurang signifikan dalam citra wajah akan direduksi sehingga hanya menyisakan dimensi yang penting saja. Pembentukan eigenface space tidak lepas dari penggunaan Principal Component Analysis (PCA) sebagai alat pereduksi dimensi. 2. Principal Component Analysis dan Eigenface PCA adalah sebuah metode untuk mengidentifikasi pola dalam sebuah himpunan data untuk kemudian mengekspresikan data-data tersebut sedemikian hingga bisa terlihat perbedaan dan persamaan antara data-data tersebut. Keuntungan dari PCA adalah mengecilkan ukuran data dengan cara mengurangi dimensi dari data tanpa banyak menghilangkan informasi penting dari himpunan data sehingga sering digunakan dalam kompresi citra [3]. Langkah-langkah penggunaan PCA adalah sbb: (a) Mendapatkan himpunan data Data yang akan menjadi bahan masukan PCA bisa berupa data numerik apapun yang telah disusun menjadi vektor-vektor data dengan dimensi sejumlah elemen pada sebuah vektor. Pada pembentukan eigenface, data ini berupa citra wajah dengan jumlah dimensi sama dengan jumlah pixel dalam citra. (b) Menormalisasi data

Normalisasi data dilakukan dengan mencari vektor ratarata data, kemudian mengurangkan vektor rata-rata tersebut pada himpunan data awal D a (persamaan (1)). D a = D a avg(d a ) (1) (c) Menghitung matriks kovarian Matriks kovarian C mxn dibutuhkan untuk mengukur nilai keterhubungan antar dimensi pada himpunan data. Matriks kovarian didapat dengan mencari nilai kovarian untuk tiap dimensi terhadap semua dimensi dalam himpunan data pada persamaan (2). C mxn = (c i,j =cov(dim i, Dim j )) (2) (d) Mencari eigenvector dan eigenvalue Secara singkat, eigenvector x dari sebuah matriks A adalah sebuah vektor khusus yang memiliki sifat pada persamaan (3). Dengan adalah eigenvalue dari x sehingga bisa dicari dengan menyelesaikan persamaan (4). Dari matriks kovarian berukuran N x N akan didapatkan N buah eigenvector dan eigenvalue. Optimasi perhitungan tersebut pada persamaan (5) dilakukan dengan mencari eigenvector dari matriks T = A T x A ordo M x M [4]. Optimasi sangat mempengaruhi kompleksitas perhitungan karena biasanya M << N. Ax = x (3) (A - I)x = 0 (4) T = A T x A Tv i = λ i v i (5) A T Av i = λ i v i AA T Av i = A λ i v i AA T (Av i ) = λ i (Av i ) (6) (e) Memilih komponen utama data Proses ini dilakukan dengan mengurutkan eigenvectoreigenvector tersebut sesuai dengan eigenvalue-nya dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dengan demikian diperoleh himpunan eigenvector terurut berdasarkan tingkat kekuatan hubungan antar dimensinya. Dari sini, tentukan P eigenvector terbesar yang mewakili data. P eigenvector yang dipilih kemudian dipisahkan untuk membentuk vektor fitur yaitu vektor-vektor yang digunakan untuk merepresentasikan data. Vektor-vektor ini dikumpulkan dalam matriks sebagai kolom-kolom dalam matriks (persamaan (7)). FeatureVector = (eig 1,eig 2,...,eig P ) (7) Pada proses pengenalan wajah, eigenvector eigen - vector inilah yang disebut sebagai eigenface. Dari percobaan yang dilakukan didapati bahwa pada penggunaan 15 eigenface dengan eigenvalue terbesar, proses pengenalan wajah mencapai nilai error yang bisa diterima. (f) Membentuk himpunan data baru Himpunan data baru didapat dari perkalian vektor fitur. Yakni mengalikan vektor fitur yang ditranspose (vektor fitur menjadi vektor baris) dengan transpose data asli yaitu data yang telah dinormalisasi (persamaan (8)). databaru = FeatureVector T x DataAdjusted T (8) Operasi di persamaan (8) menghasilkan transpose data asli yang diproyeksikan ke vektor fitur terpilih. Pada sistem pengenalan wajah, operasi tersebut akan menghasilkan citra-citra wajah asal yang telah berubah karena terjadi pengurangan dimensi (informasi). 3. Nearest Feature Line (NFL) Algoritme klasifikasi NFL [2] mengasumsikan untuk tiap kelas setidaknya terdapat dua prototype yang berbeda. Oleh karena itu terdapat dua anggota yang berbeda dalam tiap kelas. Selanjutnya prototype akan disebut sebagai point. Metode NFL menggunakan sebuah model linier untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi tiap pasang point dari sebuah kelas yang sama. Dari kedua point ini, ditarik sebuah garis yang mengeneralisasi kapasitas representasi kedua point tersebut. Garis yang menghubungkan dua point dalam satu kelas yang sama ini disebut dengan Feature Line garis fitur. Secara virtual garis fitur akan menyediakan pointpoint fitur yang tak terbatas dari kelas point tersebut sehingga kapasitas himpunan prototype dalam sebuah kelas akan bertambah. Untuk sebuah kelas c dengan jumlah anggota N c >1 akan terbentuk K c =N c (N c - 1) /2 buah garis yang bisa digunakan sebagai representasi dari kelas tersebut. Misalkan untuk lima protoype dalam sebuah kelas, maka representasi kelas tersebut bisa diperbanyak menjadi 10 jumlah garis fitur yang bisa dibangun. Jumlah total garis fitur dari M kelas yang akan digunakan dalam proses NFL ditunjukkan pada persamaan (9). M N total K c c1 (9) Jika diimplementasikan pada citra wajah, perubahan perubahan diantara dua point tersebut bisa berupa variasi posisi muka, pencahayaan dan ekspresi saat pengambilan citra. Proses klasifikasi dalam NFL dilakukan dengan menghitung jarak minimal antara point fitur yang diuji ke garis fitur. Hasil dari klasifikasi juga akan memberikan posisi relatif dari point fitur yang diuji terhadap dua point terdekat dalam kelas memben-tuk garis fitur. Jarak Garis Fitur, feature line distance Misalkan terdapat variasi wajah dari z 1 ke z 2 dalam ruang citra beserta variasi yang timbul karenanya dalam ruang fitur (ruang eigenface) dari x 1 ke x 2. Besar dari perubahan tersebut bisa dihitung sebagai z = z 2 z 1 atau x = x 2 x 1. Ketika z 0 maka x 0. Setiap perubahan posisi x karena perubahan variasi point bisa

diperkirakan dengan cukup baik mengunakan sebuah garis lurus yang membentang antara x 1 dan x 2. Sehing-ga untuk tiap perubahan variasi diantara kedua titik tersebut bisa dilakukan interpolasi sebuah titik pada garis tersebut. Hal ini juga berlaku untuk perubahan yang posisinya berada disisi luar dari garis x 1 dan x 2. Pada kasus ini model linier akan mengekstrapolasi posisi perubahan terhadap garis fitur. Sebuah garis lurus yang melewati x 1 dan x 2 pada kelas yang sama disebut garis fitur dari kelas tersebut. Fitur point x yang diuji akan diproyeksikan terhadap garis fitur pada titik p. Jarak antara garis fitur dan x didefinisikan pada persamaan (10) dengan a merupakan nilai panjang dari vektor a. Kemudian titik proyeksi p dihitung melalui persamaan (11) dengan R menunjukkan parameter posisi titik p pada garis fitur dari x 1. Nilai bisa didapatkan dari nilai x, x 1, atau x 2. Catatan, notasi garis fitur pada x 1 dan x 2 adalah: x 1 x2. d x, x x x (10) p 1 2 1 x2 x1 p x (11) Persamaan (12) terbentuk karena kondisi tegak lurus px x 1 x2. p x x2 x1 0 x1 x2 x1 x x2 x1 0 x x1 x2 x1 x x x x (12) Notasi. merupakan notasi untuk operasi dot product. Parameter μ menunjukkan posisi p relatif terhadap x 1 dan x 2. Beberapa kemungkinan nilai μ: (1) μ = 0 maka p=x 1, (2) μ=1 maka p=x 2, (3) 0<μ<1 maka p merupakan titik interpolasi antara x 1 dan x 2, (4) μ>1 maka p merupakan ekstrapolasi maju pada sisi x 2, dan (5) μ < 0 maka p merupakan ekstrapolasi mundur pada sisi x 1. Perubahan variasi antara dua titik dalam sebuah kelas bisa diperkirakan dengan baik oleh garis fitur karena kemampuannya untuk menginterpolasi posisi parameter perubahan. Klasifikasi Berbasis NFL Klasifikasi berbasis NFL dilakukan dengan mencari jarak garis fitur terdekat antara x dan semua garis fitur yang mungkin. Misal x i c dan x j c merupakan dua prototype yang akan diuji. Proses klasifikasi menghasilkan N total jarak garis fitur yang kemudian diurutkan menaik beserta atribut kelas, point yang membentuk garis fitur dan μ. Jarak NFL adalah urutan pertama dari jarak garis fitur yang telah terurut (lihat persamaan (13)). 2 1 2 1 c c c c x min d x, x i j i x j (13) 1cM 1i jnc d x, x min Urutan pertama dari jarak garis fitur memberikan hasil klasifikasi NFL terdiri dari kelas tercocok c serta dua prototype i dan j yang merupakan prototype termirip dengan prototype uji. Parameter posisi μ menunjukkan posisi dari titik proyeksi p relatif terhadap: c j c x i x. 4. Nearest Feature Midpoint (NFM) NFM adalah metode klasifikasi yang merupakan perbaikan dari NFL. NFM mengasumsikan setidaknya akan terdapat dua prototype berbeda pada sebuah kelas. Didalam NFM sebuah sub ruang fitur dibentuk untuk tiap kelas yang terdiri dari titik tengah fitur (feature midpoint) antara tiap dua prototype pada kelas yang sama, x 1 dan x 2, dan dinotasikan sebagai m x1x2. Prototype pada kelas yang sama akan digeneralisasi oleh titik tengah fitur untuk merepresentasikan variasi dari kelas sehing-ga kemampuan pengklasifikasi melakukan generalisasi juga akan meningkat. Jarak NFM adalah jarak eucli-dean terkecil antara objek yang diuji dengan semua titik tengah yang mungkin dibangun. Semua titik pada garis fitur antara x 1 dan x 2 bisa ditunjukkan sebagai x 1 + ( x 2 x 1 ) dengan < < 0. Ketika =0.5 maka m x1x2 = 0.5(x 1 + x 2 ) adalah titik tengah fitur dari garis fitur. Persamaan (14) adalah jarak titik tengah fitur antara feature point yang diuji x dan m x1x2 dengan. berarti operasi pencarian panjang vektor. d x, mx 1x x m 2 x1 x 2 (14) Untuk sebuah kelas c dengan jumlah anggota N c >1 akan terbentuk K c =N c (N c - 1) /2 titik tengah yang bisa digunakan sebagai representasi dari kelas tersebut. Sama dengan NFL, jumlah total titik tengah dari M kelas yang terbentuk ditunjukkan pada persamaan (9) serta proses klasifikasi dilakukan dengan menghitung jarak minimal antara point fitur yang diuji dan jarak titik tengah. d x, m c c min min d x, m x x 1 c M 1 i j N i j c c c xi x j (15) Jarak titik tengah juga akan diurutkan secara menaik seperti klasifikasi dengan NFL pada persamaan (15). Jika ukuran populasi tak mendekati berhingga maka nilai ekspektasi dari populasi adalah nilai mean. Dianalogikan untuk penentuan titik proyeksi citra uji pada garis fitur, maka titik proyeksi pada proses pengenalan akan mendekati titik tengah dari garis fitur. Asumsi bahwa dimensi wajah sangat banyak. Oleh karena itu pada titik tengah (midpoint) klasifikasi berbasis NFL maupun NFM akan medapatkan tingkat akurasi

Gambar 1. Grafik error rate penggunaan titik proyeksi beragam. Gambar 2. Grafik hubungan penggunaan jumlah eigenface dengan rata-rata error rate. Gambar 3. Grafik hubungan jumlah citra latih yang digunakan dengan error rate. yang relatif sama. Titik tengah tersebut digunakan pada NFM sebagai titik ukur jarak. 5. Implementasi dan Analisis Hasil Uji coba dilakukan dengan dua skenario. (1) untuk mendapatkan konfigurasi optimal dari sistem pengenalan wajah, dan (2) untuk membanding-kan kinerja metode NFL dan NFM. Basis data yang digunakan dalam pengujian adalah: basis data Bern 1 (28 subjek, 10 citra tiap subjek), ORL (40 subjek, 10 citra tiap subjek), dan Yale 2 (15 subjek, 11 citra tiap subjek). Basis data Bern memiliki karakteristik adanya perubahan yang relatif kecil pada ekspresi wajah (facial expression) serta perubahan posisi kepala kearah kiri, kanan, atas dan bawah sebesar 30 derajat. Citra yang digunakan terlebih dahulu akan dinor-malisasi dengan melakukan reduksi ukuran citra asal (cropping) menjadi citra berukuran 64x91. Subyek bervariasi terhadap jenis kelamin, ekspresi wajah, pencahayaan dan aksesoris wajah (misalnya kacamata) pada data Yale. Citra yang digunakan terlebih dahulu akan dinormalisasi 1 ftp://iamftp.unibe.ch/pub/images/faceimages/ 2 http://cvc.yale.edu/projects/yalefaces/yalefaces.html

Time (s) Akurasi (%) (1) Titik proyeksi yang diuji µ = -1.0, µ = -0.5, µ = 0, µ = 0.25, µ = 0.5 (NFM), µ = 0.75, µ = 1.0, µ =1.5, µ = 2.0, dan menggunakan metode NFL (menghitung parameter µ). (2) Jumlah citra latih dimulai dari dua (syarat pembentukan FL) sampai jumlah citra per kelas 2 (sebagai citra uji). Gambar 4. Grafik hubungan penggunaan jumlah citra latih dan waktu eksekusi pada proses training. dengan melakukan reduksi ukuran citra asal menjadi berukuran 64x88. Sedangkan pada data ORL, subyek bervariasi terhadap orientasi wajah dan se-dikit variasi pada ekspresi wajah. Citra yang digunakan terlebih dahulu akan dinormalisasi dengan melakukan reduksi ukuran ci-tra asal menjadi berukuran 92x112. Skenario 1. Proses pengenalan wajah dilakukan untuk mencoba semua kemungkinan konfigurasi. Dilakukan perulangan untuk mendapatkan hasil yang representatif sebanyak 10 kali. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah: Tabel 1. Tingkat akurasi pengujian dari skenario 2. Pengamatan Basis data Ratarata (%) BERN ORL YALE NFL 91.429 94.05 86.155 90.545 NFM 90.386 92.98 86.733 90.033 Perbaikan 98.859 98.862 100.67 99.464 NFL 0,305 0.785 0.173 0.4212 NFM 0.129 0.3493 0.078 0.1855 Perbaikan 42.318 44.495 45.002 43.938 (3) Jumlah eigenface yang diuji = 3, 5, 8, 10, 15, 20, 30, 40, 60 dan 70. Untuk pengamatan atas titik proyeksi di Gambar 1 terlihat penggunaan FP6 (pada titik 0.75FL), FP5 (NFM), FP4 (pada titik 0.25FL) dan NFL (hasil pencarian parameter proyeksi citra uji pada FL) diperoleh tingkat kesalahan kurang dari 20%. Sebagai catatan, FL adalah feature point atau garis fitur. Tampak dari grafik pada Gambar 2 bahwa untuk semua basis data dan proyeksi titik citra uji ke FL ratarata errornya akan semakin kecil dengan bertambahnya eigenface yang digunakan. Tampak juga bahwa pertambahan akurasi pada penggunaan setidaknya lima belas eigenface tidak signifikan. Pada Gambar 3 tampak bahwa pemakaian citra latih berpengaruh pada tingkat akurasi. Berkurangnya nilai error paralel dengan bertambahnya citra latih yang digunakan. Namun pengaruh ini kurang signifikan setelah penggunaan setidaknya lima citra latih. Sedang-kan Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu eksekusi un-tuk pelatihan akan bertambah seiring dengan bertam-bahnya citra latih yang digunakan. Fenomena itu juga terjadi untuk waktu eksekusi pengujian. Skenario 2. Pengujian pada skenario dua dilakukan hanya menggunakan konfigurasi optimal dan perulangan sebanyak 50 kali. Dari pengujian diperoleh prosentase tingkat akurasi yang ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk memastikan perbedaan tingkat akurasi dan waktu eksekusi metode NFL dan NFM, maka hasil akurasi dan waktu eksekusi kedua metode tersebut akan diuji dengan Uji-t. Diasumsikan ukuran sampel kurang dari 30, populasi berdistribusi normal dan terdiri dari dua sampel yang saling bebas dan berpasangan. Peng-ujian dilakukan pada taraf keberartian 0.05 atau confi-dence interval 95% dengan aplikasi bantu SPSS v.10. Dari hasil analisis terlihat bahwa untuk hipotesa H0: rata-rata akurasi kedua metode identik, t hitung =0.028 < t (11,0.025) =1.80 dengan df (degree of freedom) n-1 = 11 dan 0.025 adalah setengah dari α(0.05)=0.025. Dikarenakan t hitung (0.028)<t tabel (1.80) maka H0 diterima sehingga pernyataan rataan akurasi kedua meto-de sama adalah benar. Keputusan juga bisa diambil de-ngan

melihat nilai significant Sig.(2-tailed) = 0.978 > setengah α = 0.025 maka H0 diterima. Analisis uji H1: rata-rata waktu kedua metode identik menghasilkan nilai t hitung =2.617 > t (11,0.025) =1.80. Karena t hitung (2.617) > t tabel (1.80) maka H1 ditolak sehingga pernyataan rataan waktu eksekusi kedua metode sama adalah salah. Dikarenakan juga nilai Sig.(2-tailed) = 0.016 < setengah α = 0.025 maka H1 ditolak. Berdasarkan analisa H0 dan H1 terbukti bahwa NFM memperbaiki waktu eksekusi dari algoritma NFL. 6. Simpulan Pengenalan wajah bisa dilakukan menggunakan metode Nearest Feature Line yang diperbaiki dengan midpoint dari Feature Line atau garis fitur pada metode Nearest Feature Midpoint. Perbaikan yang diberikan oleh NFM adalah peningkatan kecepatan eksekusi 43.93% dari penggunaan NFL dengan tingkat akurasi hampir sama. Meskipun demikian, konfigurasi optimal dengan hasil tingkat akurasi yang bisa diterima (90.545% untuk NFL dan 90.033% untuk NFM) adalah sebagai berikut: (a) titik proyeksi yang diuji adalah penggunaan proyeksi citra ke FL (NFL) dan titik tengah dari FL (NFM), (b) jumlah eigenface minimal yang digunakan adalah 15, (c) jumlah citra latih berpengaruh pada akurasi namun dengan pemakaian setidaknya lima citra latih sehingga akurasi yang dicapai bisa diterima dengan waktu eksekusi relatif cukup pendek. Kedua metode masih sangat bergantung pada citra masukan. Variasi yang berlebih pada latar belakang dan besar ukuran citra akan mempengaruhi hasil akurasi. Kekurangan ini bisa diminimalkan dengan melakukan proses pendahuluan pada citra yang akan digunakan meliputi cropping dan resizing. Daftar Pustaka [1] Zhou, Zonglin, Kwoh Chee Keong, ''The Nearest Feature Midpoint: A Novel Approach for Pattern Classification'', Intl. Journal of Information Technology, Vol. 11, No. 1. [2] Li,Stan Z, Lu Juwei, ''Face Recognition Using the Nearest Feature Line Methode'', IEEE Transactions on Neural Networks, Vol. 10, No. 2, hal. 439 443, 1999. [3] Soelaiman, Rully, ''Sistem Pengenalan Wajah dengan Penerapan Algoritma Genetika pada Optimasi Basis Eigenface dan Proyeksi Fisherface'', Tesis master, Depok, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2003. [4] Turk, M, Pentland A., ''Eigenfaces for Recognition'', Journal of Cognitive Neuroscience, Vol. 3, No. 1, hal: 71 86, 1991.