BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMICU TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP ANAK. hari kita masih mendengar rintihan anak-anak yang disiksa dan

dokumen-dokumen yang mirip
Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

CENDEKIA Jurnal Ilmu Administrasi Negara

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak. anak akhir (late childhood), yaitu usia tahun.

II. TINJAUAN PUSTAKA. psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tudingan sumber permasalahan dalam upaya mengurangi praktek prostitusi

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

Perlakuan Salah Pada Anak (Child Abuse)

BAB II TINJAUAN UMUM. Perlindungan Korban dan Saksi, bahwa yang dimaksud dengan korban adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

A. Faktor-Faktor Timbulnya Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BABI PENDAHULUAN. Kekerasan da1am Rumah Tangga merupakan suatu persoa1an yang serius.

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

(25,5%), di sekolah (10%), tempat umum (22%), tempat kerja (5,8%), dan tempat lainnya (3 6,6%). Sedangkan berdasarkan kategori usia, kekerasan fisik t

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB II KAJIAN TEORI. adalah bercintaan atau berkasih-kasihan sehingga dapat disimpulkan. perempuan, adanya komitmen dari kedua belah pihak biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

Saat ini masyarakat mengalami depresi sosial skala tinggi. Depresi ini lahir karena tidak ada pegangan hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan child abuse disebut juga child maltreatment merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN. pelepah dasar terbentuknya kepribadian seorang anak. Kedudukan dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ibu NN, ibu SS dan ibu HT mendapatkan kekerasan dari suami. lain yaitu kakak kandung dan kakak iparnya.

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

KEKERASAN TERHADAP ANAK BOM WAKTU MASA DEPAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

POLA ASUH KELUARGA BROKEN HOME DALAM PROSES PERKEMBANGAN ANAK DI DESA SUMBEREJO, KECAMATAN MADIUN, KABUPATEN MADIUN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kesejahteraan anak. 1. Negara Republik

Transkripsi:

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMICU TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP ANAK 1.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Perilaku keji, tidak sewenang-wenang orang tua maupun orang dewasa lainnya masih terjadi dan luput dari pengamatan kita. Setiap hari kita masih mendengar rintihan anak-anak yang disiksa dan dianiaya bahkan hingga ada yang terbunuh. Permasalahan anak di Indonesia belum dapat ditangani secara serius dan komprehensif, dimana masih terjadi kesenjangan antara harapan (das sollen) dan kenyataan (das seins). Kekerasan terhadap anak atau child abuse adalah perbuatan yang disengaja menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan dasar anak 1. Sementara pihak lain mengatakan, kekerasan terhadap anak merupakan tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak 1 Kusnadi Rusmil, Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak, Makalah disampaikan pada Seminar Sehari, Bandung, 2004. 1

terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, bisanya dilakukan oleh para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak 2. Abuse adalah kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah terhadap anak maupun perempuan. Dalam The Social Work Dictionary mendefinisikan kekerasan merupakan perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya fisik, psikologis, atau finansial. Kekerasan adalah kekuatan fisik atau perbuatan fisik yang menyebabkan orang lain secara fisik tidak berdaya, tidak mampu melakukan perlawanan dan pembelaan. Dalam tindak pidana perkosaan, kekerasan ini dilakukan oleh pelaku sebagai upaya untuk mewujudkan maksud atau niatnya untuk memperkosa. 3 Kekerasan atau ancaman kekerasan pada perkosaan tidak harus dilakukan oleh laki-laki yang menyetubuhi dapat saja dilakukan oleh pihak ketiga yang penting ialah bahwa antara upaya kekerasan atau ancaman kekerasan memang terdapat hubungan kausalitas, artinya pelaku memang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan demi tercapainya niat jahatnya. Dengan kata lain kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan kekerasan yang disertai dengan pemaksaan yang dapat menimbulkan 2 James W. Neckel, op. Cit h. 104 3 Ibid h. 61 2

luka fisik seperti lecet, memar atau lebam, dan juga mengakibatkan rusaknya mental atau psikis anak yang akan menghambat perkembangan anak yang secara wajar dan normal. Terry E. Lowson, seorang Psikiater anak mengklasifiksikan kekerasan terhadap anak (Child Abuse) menjadi empat macam, yaitu : emotional abuse, verbal absue, physcial abuse, dan sexual abuse. Sementara itu, Suharto mengelompokkan child abuse menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologis, kekerasan secara sosial dan kekerasan secara seksual, keempat bentuk kekerasan anak dapat dijelaskan sebagai berikut 4 : 1. Kekerasan anak secara fisik, adalah penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau hingga kematian pada anak. Bentuk luka dari kekerasan fisik berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, cubitan bahkan bekas gigitan. 2. Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku atau gambar film pornografi pada anak. 3. Kekerasan anak secara seksual, yakni dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih dewasa 4 Edi Suharto, Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial, Bandung, 1997, h. 365-366 3

(melalui kata, sentuhan, gambar visual) maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (i ncest, perkosaan, eksploitasi seksual). 4. Kekerasan anak secara sosial, dimana dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak, misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, dan tidak diberikan pendidikan, perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenangwenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat. Sebagai contoh, yakni memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial tanpa memperhatikan hak - hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri khas, perbuatan seseorang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik, karena adanya paksaan, kekerasan fisik seperti penganiayaan, pembunuhan, perampokan, hologanisme, pemerkosaan terhadap anak gadis di bawah umur, bahkan hingga sodomi. 4

Menurut Marzuki Umar Sa abah bahwa seksualitas manusia ternyata tidak sederhana yang dibayangkan atau tidak seperti yang dipahami masyarakat umum, pembahasan seksualitas telah dikebiri pada masalah nafsu dan keturunan. Seolah hanya ada dua katagori seksualitas manusia, yaitu seksualitas bermoral dan seksualitas imoral yang cenderung pada sakit dan jahat. 5 Seksual (sexual violence), yang artinya hubungan seks itu dilakukan dengan cara-cara kekerasan, di luar ikatan perkawinan yang sah. 6 Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. 7 Pada pasal 1 deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, mental atau psikologis, pemaksaan atau perampokan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi. 5 Abdul Wahid, Muhadam Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Rafika, Bandung, 2001., h.31 6 Ibid hal 32 7 Ibid 5

1.2 Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan anak akan berdampak negatif bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental dan sosial anak. Seorang psikiater terkenal, yakni Dadang Hawari berpendapat bahwa tumbuh kembang anak seutuhnya dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu : faktor organobiologik, psiko-edukatif, sosial-budaya, dan spiritual (agama). Anak akan tumbuh dan berkembang secara sehat apabila keempat faktor tersebut terpenuhi dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian sehat oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, 1984), yang menyebutkan bahwa yang disebut sehat itu adalah sehat dalam fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. 8 Interaksi dari keempat faktor tersebut antara lain : 1. Faktor Organobiologik Perkembangan mental-intelektual (taraf kecerdasan) dan mental emosional (taraf kesehatan jiwa) banyak ditentukan sejauh mana perkembangan susunan saraf pusat (otak) dan kondisi fisik organ tubuh lainnya. Tumbuh kembang anak secara fisik sehat, memerlukan gizi yang baik dan bermutu. 8 Abu Huraerah op.cit h. 28 6

2. Faktor Psiko-Edukatif Tumbuh kembang anak secara kejiwaan (mental intelektual dan mental emosional yaitu IQ dan EQ), yang dipengaruhi oleh sikap cara, dan kepribadian orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Dimana dalam tumbuh kembang anak terjadi proses imitasi dan identifikasi anak terhadap kedua orangtuanya. Tumbuh kembang anak memerlukan makanan yaitu makanan yang bergizi untuk pertumbuhan otak dan fisiknya, gizi mental yaitu berupa kasih-sayang, perhatian, pendidikan dan pembinaan yang bersifat kejiwaan atau psikologi (non fisik). 3. Faktor Sosial Budaya Faktor ini penting bagi tumbuh kembang anak dalam proses pembentukan kepribadian kelak di kemudian hari. Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konskuunsi globalissi, modernisasi, industrialisasi, sains, dan teknologi telah mengakibatkan perubahan pada nilai kehidupan sosial budaya, yakni perubahan pada nilai moral, etik, kaidah agama dalam pendidikan anak di rumah, pergaulan serta dalam perkawinan, dan pada akhirnya terjadi pergeseran pada hidup dari semula bercorak sosial religius kepada pola individual materialistis dan sekuler. 7

4. Faktor Agama Meskipun perubahan sosial budaya tersebut terjadi, maka pendidikan agama hendaknya tetap diutamakan. Sebab di dalam pendidikan agama terkandung nilai-nilai moral, etik dan pedoman hidup sehat yang universal dan abadi sifatnya. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar bagi pertumbuhan anaknya. Di samping beberapa faktor tersebut di atas, terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi demikian kompleks, seperti yang dijelaskan oleh beberapa pendapat berikut. Menurut Suharto, kekerasan terhadap anak umumnya disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak itu sendiri maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat, seperti. 1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketiaktahuan anak akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa. 2. Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, banyak anak. 3. Keluarga tunggal atau keluarga pecah (broken home), misalnya perceraian, ketiadaaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga 8

tanpa ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi. 4. Faktor keluarga yang kurang matang secara psikologi, ketidaktahuan cara mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), serta anak yang lahir di luar nikah. 9 5. Gangguan mental pada salah satu atau kedua orangtua, sehingga tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional, depresi. 6. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya paham ekonomi upah, lemahnya perangkat hukum dan tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil. Sementara menurut Rusmil, penyebab atau resiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak di bagi ke dalam tiga faktor, yaitu faktor orang tua, keluarga, faktor lingkungan sosial komunitas, serta faktor anak itu sendiri. 1. Faktor Orang Tua / Keluarga Faktor ini memegang peranan penting terhadap terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak, faktor yang 9 Ibid. h.40 9

menyebabkan orang tua melakukan kekerasan pada anak yaitu : praktek budaya yang merugikan anak, dibesarkan dengan penganiayaan, gangguan mental, belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, serta pecandu minuman keras dan obat. 2. Faktor Lingkungan Sosial / Komunitas Kondisi lingkungan sosial juga dapat menyebakan terjadinya kekerasan pada anak. Faktor ini terdiri dari : kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis, kondisi sosial ekonomi rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orangtua sendiri, status wanita yang dipandang rendah dan nilai masyarakat yang terlalu individualistis. 3. Faktor Anak Itu Sendiri Faktor ini meliputi penderitaan gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis yang disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya, serta prilaku menyimpang pada anak. Menurut Moore dan Parton yang dikutip Fentini Nugroho mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap anak lebih disebabkan oleh faktor individual akan tetapi juga ada yang 10

berpendapat bahwa faktor struktur sosial yang lebih penting. Bahwa faktor individual mengatakan orangtua itu berbakat untuk menganiaya anak, mempunyai karakteristik tertentu seperti : orangtua mempunyai latar belakang (masa kecil) yang juga penuh kekerasan yang terbiasa menerima kekerasan, pukulan, caci maki atau perlakuan kasar lainnya. 10 Kemudian Moore dan Parton menjelaskan bahwa mereka yang berpendapat bahwa perspektif sosial lebih penting, bahwa seorang individu tidak mungkin dapat dipahami tanpa memahami konteks sosialnya. Dalam kasus kekerasan, mungkin saja terjadi karena seseorang tidak mempunyai jaringan sosial yang memuaskan, yang tidak cukup mendukung dalam menghadapi masalah. Selain itu hubungan suami istri juga sering mempengaruhi tindakan kekerasan terhadap anak, semua faktor sosial mempengaruhi perilaku individu. Sedangkan menurut Richard J. Gelles, bahwa kekerasan terhadap anak terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu personal, sosial dan cultural, faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 10 Fentini Nugroho, Studi Eksploratif Mengenai Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga, Dalam Jurnal Sosiologi Masyarakat, PT. Gramedia Pustaka Media, Yakarta, 1992, h. 41 11

1. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi Bahwa anak pada dasarnya belajar kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi dari generasi ke generasi. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri dengan kekerasan akan menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. 2. Stres Sosial Stres ini ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial yang meningkatkan resiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi ini mencakup pengangguran penyakit, kondisi perumahan buruk, ukuran keluarga besar dari rata-rata, kematian seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus kekerasan yang dilaporkan berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan (proverty). Penggunaan alkohol pada umumnya orangtua yang melakukan tindakan kekerasan mungkin memperbesar stres dan merangsang perilaku kekerasan, karakteristik tertentu dari anak-anak seperti kelemahan mental, atau kecacatan perkembangan atau fisik juga 12

meningkatkan stres dari orangtua dan meningkatkan resiko tindakan kekerasan. 3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung tersosialisasi secara sosial dan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. Kekurangan keterlibatan sosial ini menghilangkan sistem dukungan dari orangtua yang bertindak keras, yang akan membantu mereka mengatasi stres keluarga atau sosial dengan baik. Dalam budaya dengan tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang rendah, perawatan anak biasanya dianggap sebagai tanggung jawab masyarakat yaitu tetangga, kerabat dan teman yang akan membantu perawatan anak jika orang tua tidak sanggup atau tidak mampu merawatnya 4. Struktur Keluarga Sebagian keluarga tertentu memiliki resiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua yang lengkap. Keluarga-keluarga yang sering bertengkar secara kronis mempunyai tingkat tindakan kekerasan 13

terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tanpa masalah. Dalam hal kekerasan seksual disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Berbagai faktor itu terjadi dengan posisi korban dalam hubungannya dengan pelakunya. Yang artinya sudah terjadi relasi lebih dulu antara korban dengan pelakunya. Hubungan tersebut telah dimanfaatkan oleh pihak laki-laki untuk bereskeperimen melakukan dan membenarkan perbuatan kontra produktif. 11 Menurut Lidya Suryani W dan Sri Wardani, bahwa kekerasan seksual, perkosaan dapat terjadi karena berbagai macam sebab, seperti adanya rasa dendam pelaku pada korban, korban sebagai kompensasi perasaan tertekan atau stres pelaku atas berbagai permasalahan yang dihadapinya, karena adanya rangsangan lingkungan seperti film atau gambar porno, keinginan pelaku menyalurkan dorongan seksualnya yang sudah tidak dapat di tahan, juga karena didukung oleh situasi lingkungan maupun pelaku dan korban yang memungkinkan dilakukan perkosaan atau kekerasan seksual lainnya. 12 Selain karena adanya rasa dendam, emosi, perbuatan itu juga dapat terjadi karena situasi yang mendukung untuk melakukan 11 Abdul Wahid op.cit h. 66 12 Ibid h. 67 14

perkosaan, perempuan menjadi subjek sosial yang dikorbankan oleh lawan jenisnya, dan menempatkan kaum perempuan sebatas sebagai subordinasi dan objek kepentingan (kebutuhan, kepuasan, serta keserakahan seksual) kaum laki-laki. 1.3 Akibat Dari Adanya Kekerasan Terhadap Anak Manusia sebagai pribadi akan memiliki arti serta dapat mengembangkan hidupnya apabila ia bersama-sama dengan manusia lainnya sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial tentunya membawa konsekuensi perlunya diciptakan suatu hubungan yang harmonis antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak pernah disadari oleh masyarakat umum mengenai luasnya pengaruh kekerasan terhadap anak (child abuse), hal ini seperti yang diungkapkan oleh Valerie Bivens, yang merupakan anggota Social Worker For Child Protective Service, California. Menurut Rusmil, sebagai akibat dari pengaruh kekerasan terhadap anak seperti eksploitasi, pelecehan., penelantaran, maka anak beresiko mengalami usia yang lebih pendek, kesehatan fisik dan mentalnya yang buruk, masalah pendidikan kemampuan yang terbatas sebagai orangtua kelak, dan menjadi gelandangan. 13 13 Abu Huraerah Opcit h. 45 15

Sementara menurut Yayasan Kesejahteraan Anak kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupannya, dan kemudian akan berdampak sangat serius dalam kehidupan anak di kemudian hari, yakni berupa : 1. Cacat tubuh yang permanen dalam artian luka tersebut tidak dapat disembuhkan dengan sempurna. 2. Kegagalan belajar dalam masa pendidikan 3. Gangguan emosional yang mengakibatkan anak mengalami gangguan kepribadian. 4. Konsep diri anak yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain. 5. Bersifat pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru atau bersosialisasi dengan orang lain.. 6. Agresif dan terkadang anak juga dapat melakukan tindakan kriminal 7. Menjadi orang yang keras atau suka menganiaya orang lain 8. Menggunakan obat-obatan terlarang atau alkohol 9. Mengakibatkan kematian terhadap anak Kemudian menurut Richard J. Gelles, bahwa konsekuensi dari tindakan kekerasan dan penelantaran anak dapat menimbulkan kerusakan dan akibat lainnya yang lebih luas, luka fisik, seperti : memar-memar (bruises), goresan-goresan (scrapes), serta luka bakar 16

(burns), hingga terjadinya kerusakan otak (brain damage), cacat permanen (permanent disabilities), dan kematian (death). Selain itu juga terjadi efek psikologis pada anak korban kekerasan dan penganiayaan bisa seumur hidup, misalnya rasa harga diri sang anak merasa rendah, ketidakmampuan berhubungan dengan teman sebaya, masa tereduksi, dan gangguan belajar. Dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak juga dapat mengakibatkan gangguangangguan kejiwaan, seperti : depresi, kecemasan anak yang berlebihan, atau gangguan identitas disosiatif, dan juga bertambahnya resiko bunuh diri yang dilakukan oleh anak yang mengalami kekerasan. Pendapat lain mengemukakan tentang akibat dari adanya tindakan kekerasan pada anak, yakni pada penganiayaan fisik secara umum dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi. 14 Serta ada yang menjadi sangat pasif dan apatis. Dan ada juga yang tidak mempunyai kepribadian sendiri apa yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah memenuhi keinginan orang tuanya, mereka tidak mampu menghargai dirinya sendiri, ada pula yang sulit menjalin relasi dengan individu lain, dan yang lebih parah adalah timbulnya rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya karena merasa hanya dirinyalah yang selalu bersalah 14 Ibid h. 46 17

sehingga menyebabkan penyiksaan terhadap dirinya, dan kemudian anak akan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa pemukulan yang bersifat fisik dapat menyebutkan kerusakan emosional anak. Berkaitan dengan hal itu, Hofeller dan La Rossa dalam Fentini Nugroho menjelaskan akibat dari adanya kekerasan terhadap psikologi anak. Bahwa anak-anak yang masih kecil sering mengalami susah tidur dan bangun di tengah malam kemudian menjerit ketakutan mereka juga ada yang menderita psikomatik. Dampak yang menyedihkan adalah bahwa anak perempuan merasa anak pria atau laki-laki itu cenderung menyakiti, karena pada umumnya anak perempuan yang dominan mengalami kekerasan, seperti pelecehan seksual, pemukulan, hingga di eksploitasi. Sebagai wadah sosialisasi primer, dimana anak belajar untuk pertama kalinya mengenal nilai-nilai dan cara bertingkah laku, perilaku orang tua sering mempengaruhi perilaku anak-anaknya kelak. Jika kekerasan bagitu dominan, tidaklah mengherankan jika anak - anak kemudian melakukannya dan terbawa hingga dewasa karena menganggap hal yang sudah terbiasa. 18