BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nia Nurlina, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Muhammad Rizki, 2015

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini tentunya membuat jumlah

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia tampak masih cukup kokoh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila. Salah satu cara mencapai keadaan tersebut diprioritaskan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Analisis Isu-Isu Strategis

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN an dimana terjadi krisis ekonomi. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) demikian UKM tidak dapat dipandang sebelah mata.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada sebuah pembangunan dapat mendatangkan dampak berupa manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

2015 PENGARUH MOD AL KERJA D AN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHAD AP PEND APATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

BAB I PENDAHULUAN. kota ataupun kabupaten untuk berlomba-lomba mengembangkan daerahnya di

99,37 % Kecil dan Menengah Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Khususnya bagi industri-industri, perusahaan dan pelaku ekonomi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah banyak mencurahkan perhatiannya terhadap isu sentral keberadaan industri kecil. Para pelaku industri kecil telah mendominasi lebih dari 99% dalam struktur perekonomian nasional. Keberadaan industri kecil pada saat ini telah banyak menjadi tumpuan dan harapan sebagian besar rakyat untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan. Namun di sisi lain, keberadaan industri kecil masih menghadapi banyak masalah dan kendala yang cukup dilematis. Memang cukup berat tantangan yang dihadapi industri kecil untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Karena disadari bahwa industri kecil ini banyak menghadapi kendala. Seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajerial sumber daya manusia, kecilnya struktur permodalan, lemahnya memperbesar peluang pasar, keterbatasan jaringan kerjasama, iklim usaha yang kurang kondusif dan pembinaan yang dilakukan masih kurang (Kuncoro, 2007:35). Sebagai suatu kelompok, keberadaan industri kecil di Indonesia telah terjebak dalam berbagai permasalahan klasik seperti di atas dan sering dihadapkan pada keterbatasan permodalan, pemasaran, teknologi produksi, manajemen usaha serta pengetahuan dan informasi. Mantan presiden B.J Habibie telah menyatakan prioritas yang harus dibangun oleh pemerintah pada saat ini dan ke depan adalah lapangan kerja dan industri kecil. Sementara, pemerintah SBY-Boediono beserta kabinet Indonesia bersatu-nya, telah berjanji akan menciptakan proyek padat karya dan menjadikan tahun 2010 sebagai tahun keuangan industri kecil. Selain itu perhatian terhadap keberadaan industri kecil di Indonesia ini semakin meningkat karena berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat yang telah menjadi target Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai

2 bangsa Indonesia pada tahun 2015 menadatang. Sementara itu, kajian teori ekonomi industri kecil telah berkembang di Indonesia belum ada yang baku dan standar, sehingga kurang cocok jika diterpakan secara paksa untuk mengatasi seluruh permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor informal yang menjadi tumpuan hidup masyarakat Indonesia pada saat terjadinya krisis yang melanda pada tahun 1997 silam bahkan sampai sekarang. Setiap sektor informal yang ada di Indonesia setidaknya menyumbangkan lapangan pekerjaan dan pendapatan pada pembangaunan nasional pada negeri ini. Sektor informal ini dapat direalisasikan dengan pembentukan usaha-usaha kecil yang dibuat oleh para pelaku ekonomi. Keberadaan industri kecil harus tetap dipertahankan dan dikembangkan agar dapat terus berperan dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Kedudukan usaha kecil di tengah-tengah kehidupan masyarakat telah mendapat tempat yang mantap, banyak menyerap tenaga kerja, mampu berdampingan dengan perusahaan besar dan ikut memperlancar kegiatan perekonomian Negara. Industri kecil Indonesia memiliki julukan sebagai tulang punggung perekonomian. Andil industri kecil ternyata terlihat dari jumlah usaha mencapai 51 juta unit, dan bandingkan dengan usaha besar yang hanya 4200 unit usaha. Kita perlu bangga dengan ketangguhan pengusaha industri kecil di Indonesia yang sanggup bertahan ditengah badai krisis ekonomi di era tahun 1997-an dan krisis global ekonomi tahun 2008 yang melanda seluruh dunia. Industri kecil bukan hanya tetap berdiri bahkan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menyumbangkan PDB yang besar, berbeda jauh dengan usaha besar yang gulung tikar sehingga menimbulkan krisis yang berkepanjangan. Jika kita lihat data-data perbandingan antara sektor industri kecil dan sektor usaha besar, ternyata sejak krisis berlangsung industri kecil semakin bertambah jumlahnya. Menurut data BPS serta publikasi Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Terdapat sekitar 51,03 juta unit usaha mikro, kecil dan menengah atau mencapai 99,9% dibandingkan dengan usaha besar yang hanya

3 4.171 unit. Demikian juga dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 85,42 juta orang atau 99,18% pada industri kecil sedangkan usaha besar berjumlah 3,38 juta orang. Lebih jauh lagi apabila ditinjau dari nilai sumbangan produk domestik bruto nasional sebesar Rp 1.846,65 triliun, maka sektor industri kecil menyumbangkan PDB atas dasar harga konstan tahun 2000, sebesar Rp 1.032,57 triliun (55,92%) sedangkan usaha besar nilai PDB-nya sebesar Rp 814,08 triliun (44,08). Pada saat ini jumlah ekspor industri kecil mencapai Rp 122,20 triliun (15,70%) dari total ekspor nasional sedangkan volume ekspor usaha besar 84,3%. Berdasarkan uraian di atas, berarti telah ada kesenjangan baik secara teoritis dan empiris berkaitan dengan issue sentral keberadaan industri kecil tersebut. Oleh karena itu, permasalahan industri ini masih aktual dan penting untuk diteliti lebih lanjut berkaitan dengan kondisi dan keberadaan industri kecil itu sendiri. Industri kecil pada umumnya mempunyai karakteristik sebagai suatu entinitas bisnis yang berskala kecil, baik dalam pengertian pendanaan, maupun jumlah tenaga kerja yang dipergunakan dalam organisasi bisnis tersebut. Karena ukurannya, industri kecil sebagian besar bergerak di pasar bersifat persaingan sempurna (perfect competition) maupun persaingan monopolistik (monopolistic competition). Untuk mengetahui banyak sedikitnya industri kecil yang berkembang maka kita dapat lihat melalui perkembangan industri kecil melalui tabel berikut: Tabel 2.1 Pertumbuhan Jumlah Industri Kecil Tahun 2005-2012 Tahun Jumlah Industri Kecil Pertumbuhan Persentase 2005 37.913.608 - - 2006 38.725.960 812.352 2.10 2007 38.906.774 180.814 0.46 2008 40.766.742 1.859.968 4.56 2009 42.390.749 1.624.007 3.83 2010 43.224.007 833.258 1.93 2011 47.109.555 3.885.548 8.25 2012 48.936.480 1.826.925 3.73 Rata-rata 1.574.696 3.55

4 Sumber : BPS, data diolah Berdasarkan data di atas, bahwa jumlah industri kecil secara total mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Rata-rata kenaikan jumlah unit usaha industri sebesar 3,55 persen atau sebesar 1.574.696 tiap tahunnya. Namun yang paling besar pengaruhnya terlihat pada tahun 2011 sebesar 8.25 persen atau sebesar 3.885.548 dari 47.109.555 unit usaha industri kecil. Sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terbesar dalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Jasa-jasa; serta (5) Pengangkutan dan Komunikasi dengan perkembangan masing-masing sektor tercatat sebesar53,57 persen, 27,19 persen, 6,58 persen, dan 5,52 persen. Banyak bidang informal yang berpotensi untuk diangkat dan digali menjadi salah satu bidang usaha yang menghasilkan keuntungan dan pendapatan keluarga sekaligus dapat menyerap tenaga kerja. Usaha berdagang merupakan salah satu alternatif lapangan kerja informal, yang ternyata banyak menyerap tenaga kerja. Dari data tersebut sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi bagi pendapatan Negara dan penyerapan tenaga kerja. Salah satu usaha industri pengolahan dalam usaha kecil dan menengah ini adalah usaha industri paving blok di Kecamatan. Kawasan industri paving blok ini terletak di Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Kawasan ini sebelum memproduksi paving blok mengalami beberapa perubahan, yang berawal dari pembuatan tegel pada tahun 1980-an namun banyak warga yang gulung tikar karena tidak dapat mempertahankan usahanya. Setelah itu pengusaha beralih dari memproduksi tegel menjadi produksi genting namun lagi-lagi tidak dapat berlangsung lama yang dikarenakan daerah Cisayong sudah tidak mudah lagi mendapatkan tanah liat sebagai bahan dasar pembuatan genting. Akhirnya untuk menyelamatkan

5 masyarakat, para pengusaha beralih ke pembuatan paving block. Ini dilakukan karena tidak ingin melihat masyarakat Cisayong menjadi pengangguran yang dikarenakan industri tegel dan genting gulung tikar. Namun dengan pengalihan industri dari genting ke paving blok tidak semulus pada saat industri tegel yang dikarenakan adanya kesulitan pada bahan baku yang cukup mahal sehingga para pengusaha kesulitan dalam menetapkan harga jual pada konsumen. Dari hal tersebut membuat para pengusaha paving blok khawatir kendala tersebut akan menyebabkan usaha paving blok akan mengalami kegagalan seperti sebelumnya. Dari kendala tersebut industri paving blok yang semula hampir semua penduduk di Kecamatan Cisayong memproduksi paving blok saat ini hanya terdapat sekitar 30 pengusaha yang bergerak dalam industri pengolahan paving blok dan mayoritas pemilik dan tenaga kerja dari industri paving blok ini adalah penduduk asli dari kecamatan Cisayong dan selebihnya dari itu sudah mengalami gulung tikar. Berdasarkan permasalahan tersebut dan penelitian awal yang dilakukan oleh penulis yang dikumpulkan secara kumulatif mengenai pendapatan pengusaha pada bulan Oktober 2012- Februari 2013 yang mengalami fluktuatif yang cenderung menurun, maka dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada para pengusaha paving blok di kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Setelah melakukan pendataan pendapatan industri paving blok di Kecamatan Cisayong pada bulan Oktober 2012- Februari 2013 maka penulis merata-ratakan jumlah pendapatan pada pengusaha paving blok pada bulan Oktober 2012- Februari 2013 yaitu sebagai berikut:

6 Tabel 2.2 Perkembangan Rata-rata Pendapatan Pengusaha Paving Blok di Kecamatan Cisayong Periode Oktober 2012-Februari 2013 No Bulan Pendapatan Rata-rata Perkembangan 1. Oktober Rp 16.327.975-2. November Rp 15.760.950-3,47% 3. Desember Rp 16.445.907 4.34% 4. Januari Rp 15.795.200-3.95% 5. Februari Rp 14.411.378-8.76% Sumber : Hasil Pra Penelitian, data diolah Dari data perkembangan rata-rata pendapatan di atas, dapat kita lihat bahwa pendapatan pengusaha paving blok yang cenderung menurun, pada bulan Januari 2013 mengalami penurunan drastis dari perkembangan yang turun dari persentase sebesar (-) 3.95% turun kembali sebesar (-) 8,76% pada bulan Februari 2013. Setelah penulis menanyakan kepada para pemilik industri mengenai masalah hasil pendapatan dari tiap bulan ke bulannya yang berfluktuatif dan cnederung menurun mayoritas dari para pemiliki industri tersebut menjawab bahwa hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti diferensiasi produk dan lingkungan persaingan. Faktor pertama yang mempengaruhi pendapatan yaitu faktor diferensiasi produk dimana dengan banyaknya jenis paving blok yang diproduksi pada tiap industrinya yang berbeda-beda maka hal ini juga akan mempengaruhi hasil pendapatan pada setiap industrinya. Misalnya dari 20 jenis paving blok, industri A memproduksi 5 jenis sedangkan industri B hanya 3 jenis maka pendapatan dari industri A cenderung akan lebih banyak dibandingkan di industri B. Faktor kedua yang mempengaruhi pendapatan adalah lingkungan persaingan, persaingan yang tidak sehat sering terjadi yaitu dengan kecurangan dalam penggunaan bahan baku yang seharusnya tidak layak digunakan tetapi tetap digunakan demi mendapatkan harga yang murah dan akan lebih banyak menarik konsumen untuk membeli paving blok di tempatnya. Namun bagi para pemilik

7 industri yang lebih mengutamakan kualitas sudah dapat mengatasi masalah ini yaitu dengan lebih transparan kepada para konsumen dalam pembuatan paving bloknya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dari banyaknya faktor yang mempengaruhi pendapatan seperti promosi, pelayanan, harga jual, lingkungan persaingan, diferensiasi produk, kualitas produk dan lain sebagainya maka dari hasil wawancara dengan para pemilik industri tersebut penulis menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pendapatan pada industri paving blok ini adalah diferensiasi produk dan lingkungan persaingan. Dari faktor pertama yaitu kualitas bahan baku yang dipergunakan oleh bamsing-masing pengusaha paving blok. Pengusaha yang menggunakan bahan baku kualitas tinggi yaitu dengan menggunakan pasir beton dan semen holcim akan menghasilkan paving blok yang berkualitas baik pula dan jelas dengan kualitas yang baik maka harga yang ditetapkan pada paving blok itu juga senderung mahal dan sebaliknya pengusaha yang menggunakan bahan baku kualitas rendah dan cenderung kurang baik yaitu dengan menggunakan pasir lokal (pasir galunggung) atau pasir giling yang akan menghasilkan paving blok yang berkualitas rendah dan tentu saja dengan harga yang murah. Dari hal tersebut maka yang akan selanjutnya terjadi adalah persaingan harga dan terkadang dari adanya faktor tersebut timbul terjadinya persaingan yang tidak sehat yaitu dengan kecurangan dalam penggunaan bahan baku yang seharusnya tidk layak digunakan tetapi tetap digunakan demi mendapatkan harga yang murah dan akan lebih banyak menarik konsumen untuk paving blok di tempatnya. Namun bagi para pemilik usaha paving blok yang lebih mengutamakan kualitas sudah dapat mengatasi masalah ini yaitu dengan lebih transparan kepada para konsumen dalam pembuatan paving bloknya. Faktor lain yang mempengaruhi pendapatan yaitu faktor diferensiasi produk dimana dengan banyaknya jenis paving blok yang diproduksi pada tiap pengusaha yang berbedabeda maka hal ini juga akan mempengaruhi hasil pendapatan pada setiap pengusahanya. Misalnya dari 20 jenis paving blok, pengusaha A memproduksi 5

8 jenia sedangkan pengusaha B hanya 3 jenis maka pendapatan dari pengusaha A cenderung akan lebih banyak dibandingkan di pengusaha B. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dari banyaknya faktor yang mempengaruhi pendapatan seperti promosi, pelayanan, harga jual, lingkungan persaingan, diferensiasi produk, kualitas produk, dan lain sebagainya maka dari hasil wawancara dengan para pemilik usaha paving blk tersebut penulis menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pendapatan pada pengusaha paving blok ini adalah diferensiasi produk dan lingkungan persaingan. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tersebut dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pengusaha Paving Blok Di Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahan dalam bentuk rumusan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh diferensiasi produk terhadap pendapatan pengusaha paving blok di Kecamatan? 2. Bagaimana pengaruh lingkungan persaingan terhadap pendapatan pengusaha paving blok di Kecamatan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh diferensiasi produk terhadap pendapatan pengusaha paving blok di Kecamatan. 2. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan persaingan terhadap pendapatan pengusaha paving blok di Kecamatan.

9 1.4 Manfaat Penelitian Adapun kegunaan atau manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Secara Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang ekonomi, khususnya ekonomi mikro dan dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya. (2) Secara Praktis Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan gambaran kepada pengusaha paving blok, PEMDA, Dinas KUKM dan Disperindag di Kabupaten Tasikmalaya mengenai pengaruh diferensiasi produk dan lingkungan persaingan terhadap pendapatan pengusaha paving blok di Kecamatan.