BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 1. Diagram TS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

Variabilitas Temporal Eddy di Perairan Makassar Laut Flores

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

berada di sisi pantai dan massa air hangat berada di lepas pantai. Dari citra yang diperoleh terlihat bahwa rrpweliit7g dapat dengan jelas terlihat

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

VARIABILITAS ANGIN DAN PARAS LAUT SERTA INTERAKSINYA D1 PERAIRAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA EKO PUTRA SAKTI SKRIPSI

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa

Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Physics Communication

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

IDENTIFIKASI VARIABILTAS UPWELLING BERDASARKAN INDIKATOR SUHU dan KLOROFIL-A DI SELAT LOMBOK Randy Yuhendrasmiko, Kunarso, Anindya Wirasatriya

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

p-issn : e-issn : Accreditation Number: 766/AU3/P2MI-LIPI/10/2016

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN

Relationship between variability mixed layer depth T=0.5 o C criterion and distribution of tuna in the eastern Indian Ocean

Kewaspadaan Dini Terhadap Sebaran Polutan Bahan Radio Aktif Akibat Kerusakan Reaktor Nuklir Fukushima Jepang Tanggal 11 Maret 2011

KETERKAITAN KONDISI PARAMETER FISIKA DAN KIMIA PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA

POKOK BAHASAN : ANGIN

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Cahaya

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.4

6. TlNGGl PARAS LAUT

I. INFORMASI METEOROLOGI

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala bulanan, dapat diketahui bahwa selama tahun 2007 hingga 2011 terbentuk arus eddy di perairan selatan Jawa-Bali. Arus eddy yang terbentuk dalam satu bulan dapat mencapai 3 kejadian, yaitu di sekitar perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur-Bali. Namun, arus eddy ini tidak selalu terbentuk setiap bulannya. 4.1.1 Perairan Selatan Jawa Barat Selama tahun 2007 hingga 2011 terbentuk sebanyak 12 kejadian arus eddy di perairan selatan Jawa Barat dengan arah putaran searah jarum jam kecuali pada bulan Januari 2009 dan Maret 2011 (Tabel 3, Lampiran 3). Tabel 3. Kejadian arus eddy di perairan selatan Jawa Barat Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Januari - - 1* - - 1 Februari 1-1 - 1 3 Maret - - - - 1* 1 April 1 - - - 1 2 Mei - - - 1-1 Juni 1 1-1 - 3 Juli - - - - - - Agustus - - - - - - September - - - - - - Oktober - - 1 - - 1 November - - - - - - Desember - - - - - - Jumlah 3 1 3 2 3 12 * arah putaran berlawanan arah jarum jam 21

22 Arus eddy yang terbentuk pada bulan Januari tahun 2009 memiliki titik pusat di sekitar 107.9 BT dan 10.2 LS (Tabel 4). Arus eddy ini memiliki diameter sepanjang 326 km (Lampiran 5a), dan kecepatan rata-rata 22.58 cm/s (Lampiran 6a), sedangkan pada bulan Maret 2011 titik pusat arus eddy berada di sekitar 105.6 BT dan 10.8 LS dengan kecepatan rata-rata 40.94 cm/s dan diameter mencapai 384 km. Tabel 4. Titik pusat arus eddy di perairan selatan Jawa Barat Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 BT LS BT LS BT LS BT LS BT LS Januari - - - - 107.9 10.2 - - - - Februari 106.1 9.6 - - 108 9.9 - - 105 10.7 Maret - - - - - - - - 105.6 10.8 April 107.2 9.4 - - - - - - 107.8 9.8 Mei - - - - - - 106.2 9.8 - - Juni 107 8.2 106.5 7.9 - - 106.5 9.2 - - Juli - - - - - - - - - - Agustus - - - - - - - - - - September - - - - - - - - - - Oktober - - - - 106.9 10 - - - - November - - - - - - - - - - Desember - - - - - - - - - - Pada bulan Februari tahun 2007 terbentuk arus eddy yang bergerak searah jarum jam di perairan selatan Jawa Barat dengan titik pusat di sekitar 106.1 BT dan 9.6 LS dengan diameter mencapai 394 km dan kecepatan rata-rata 16.45 cm/s. Pada bulan yang sama tahun 2009 dan 2011 juga terbentuk arus eddy masing-masing di titik pusat 108 BT dan 9.9 LS dengan diameter 399.6 km, serta di 105 BT dan 10.7 LS dengan diameter 213 km. Arus eddy di perairan selatan Jawa Barat yang terbentuk pada bulan April tahun 2007 dan 2011 memiliki titik pusat di sekitar 107.2-107.8 BT dan 9.4-9.8 LS. Diameter kedua arus eddy ini masing-masing mencapai 365 km dan 443 km. Selanjutnya pada bulan Mei tahun 2010 terbentuk arus eddy di sekitar 106.2

23 BT dan 9.2 LS dengan diameter mencapai 421.8 km dan kecepatan rata-rata 30.15 cm/s. Jumlah kejadian arus eddy di perairan ini paling banyak ditemukan pada bulan Juni yaitu pada tahun 2007, 2008, dan 2010. Titik pusat arus eddy pada bulan Juni tahun 2007 berada di sekitar 107.2 BT dan 9.4 LS, sedangkan pada tahun 2008 dan 2010 berada di sekitar 106.5 BT dan 7.9-9.2 LS. Diameter arus eddy ini mencapai 255.3 km di tahun 2008. 4.1.2 Perairan Selatan Jawa Tengah Sebanyak 21 kejadian arus eddy terbentuk di perairan selatan Jawa Tengah selama tahun 2007 hingga 2011 (Tabel 5). Arus eddy ini memiliki arah putaran searah jarum jam kecuali pada bulan Februari tahun 2011, dimana arus eddy yang terbentuk berputar berlawanan arah jarum jam, dan memiliki diameter mencapai 388.5 km dengan titik pusat di sekitar 108.9 BT dan 10 LS. Tabel 5. Kejadian arus eddy di perairan selatan Jawa Tengah Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Januari - - - - 1 1 Februari - - - - 1* 1 Maret - - - - - - April - - 1 - - 1 Mei - 1 1 - - 2 Juni 1 1 - - 1 3 Juli 1 1 1 - - 3 Agustus - 1 1-1 3 September 1 1-1 - 3 Oktober 1 1 - - - 2 November - 1 - - 1 2 Desember - - - - - - Jumlah 4 7 4 1 5 21 * arah putaran berlawanan arah jarum jam Arus eddy yang terbentuk pada bulan Mei tahun 2008 memiliki titik pusat di sekitar 109.4 BT dan 8.3 LS, sedangkan pada tahun 2009 titik pusatnya bergeser lebih ke selatan yaitu di sekitar 108.7 BT dan 9.5 LS. Pergeseran ini

24 diduga terjadi karena Arus Pantai Jawa menguat pada bulan Mei tahun 2009, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Arus eddy pada bulan Mei ini memiliki diameter berkisar antara 310.8 km hingga 410.7 km (Lampiran 5b). Gambar 9. Arus eddy yang terlihat dari pola arus geostropik perairan selatan Jawa-Bali bulan Mei 2008 dan 2009 (ditandai oleh lingkaran hitam) Pada bulan Juni tahun 2007, 2008, dan 2011, terbentuk arus eddy dengan diameter berkisar antara 222 km hingga 244.2 km di perairan ini. Titik pusatnya pada tahun 2007 berada di 109.2 BT dan 8.5 LS, lalu bergeser ke 8.2 LS pada tahun 2008, dan kembali ke 8.5 LS pada tahun 2011 (Tabel 6). Arus eddy ini juga terbentuk pada bulan Juli tahun 2007, 2008, dan 2009, bulan Agustus tahun 2008, 2009, dan 2011, bulan Oktober tahun 2007, 2008, dan 2011, serta bulan November tahun 2008 dan 2011. Tabel 6. Titik pusat arus eddy di perairan selatan Jawa Tengah Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 BT LS BT LS BT LS BT LS BT LS Januari - - - - - - - - 110 12.2 Februari - - - - - - - - 108.9 10 Maret - - - - - - - - - - April - - - - 110.2 9 - - - - Mei - - 109.4 8.3 108.7 9.5 - - - - Juni 109.2 8.5 109.2 8.2 - - - - 108.8 8.4 Juli 109 8.5 108.8 8.5 109 8.5 - - - - Agustus - - 109 8.8 109.1 8.9 - - 109.3 8.5

25 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 BT LS BT LS BT LS BT LS BT LS September 109.2 8.5 109.3 8.9 109.2 9.5 109.2 8.8 - - Oktober 108.7 8.6 109.2 8.7 - - - - 108.7 9.2 November - - 109.2 9.6 - - - - 108.8 8.7 Desember - - - - - - - - - - 4.1.3 Perairan Selatan Jawa Timur-Bali Arus eddy di selatan Jawa-Bali paling banyak terbentuk di perairan sekitar selatan Jawa Timur-Bali. Selama tahun 2007 hingga 2011, di perairan ini terbentuk sebanyak 41 kejadian arus eddy yang ditemukan hampir sepanjang tahun (Tabel 7, Lampiran 3). Pembentukan arus eddy di perairan ini diindikasikan terkait dengan ARLINDO yang juga terjadi sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukaan oleh Godfrey (2001) bahwa ARLINDO yang masuk ke Samudera Hindia melalui Selat Lombok ini kemudian bertemu dengan arus kuat yang mengalir ke arah barat, yaitu Arus Khatulistiwa Selatan, dimana arus eddy kemudian berkembang di daerah tersebut. Pada bulan Januari hingga Maret, arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Timur-Bali memiliki diameter berkisar antara 213-355 km (Lampiran 5c) dengan titik pusat seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8. Selanjutnya pada bulan April hingga September, diameter arus eddy ini berkembang hingga mencapai 555 km pada bulan Agustus. Kecepatan rata-rata Arus eddy di perairan ini cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan rata-rata arus eddy yang terbentuk di wilayah perairan selatan Jawa Tengah dan perairan selatan Jawa Barat (Lampiran 6). Kisaran kecepatan rata-rata arus eddy di perairan ini sekitar 22.1-50.1 cm/s pada bulan Januari hingga April, lalu meningkat menjadi 30.9-64.27 cm/s pada bulan Mei hingga Agustus, dan kembali menurun pada bulan September hingga Desember menjadi 27.24-59.8 cm/s. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mann dan Lazier (2006) bahwa kecepatan pusaran arus eddy yang dekat dengan arus utama

26 cenderung lebih tinggi, dimana menurut Godfrey (2001), arus utama yang membentuk arus eddy di perairan selatan Jawa Timur-Bali adalah Arus Khatulistiwa Selatan dan ARLINDO. Tabel 7. Kejadian arus eddy di perairan selatan Jawa Timur-Bali Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Januari 1 1 1 1-4 Februari 1-1 1-3 Maret 1 - - - - 1 April 1 1 1-1 4 Mei 1 1 1 1 1 5 Juni - 1 1 1 1 4 Juli 1 1 1 1 1 5 Agustus 1-1 1 1 4 September - 1 - - 1 2 Oktober - 1-1 - 2 November 1 2 1 - - 4 Desember 1-1 - 1 3 Jumlah 9 9 9 7 7 41 Tabel 8. Titik pusat arus eddy di perairan selatan Jawa Timur-Bali Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 BT LS BT LS BT LS BT LS BT LS Januari 114.8 9.9 115 10 115 10 112.2 10.5 - - Februari 114.8 10.1 - - 114.5 10 115 10 - - Maret 114.8 10.1 - - - - - - - - April 115 10 115 10 114.8 10 - - 114.8 10 Mei 115 10 115 9.5 115 10 115 10 115 10 Juni - - 114 9.2 115 10 114.8 9.8 114.7 9.8 Juli 114.6 10 114.8 9.8 114.6 9.8 114 9.8 113 9.7 Agustus 114.8 10 - - 114 9.8 115 10 114.8 9.5 September - - 114.8 9.9 - - - - 113.7 10.1 Oktober - - 114.8 10 - - 114.8 10 - - November 114.8 10 114.8 10 114.2 9.6 - - - - Desember 115 10 - - 115 10 - - 112.5 10.2

27 Berdasarkan hasil pengolahan data arus geostropik dan tinggi paras laut dalam skala bulanan, secara umum arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa-Bali berputar searah jarum jam. Arus eddy yang memiliki arah putaran searah jarum jam ini pusatnya memiliki tinggi paras laut hingga 16 cm lebih rendah jika dibandingkan dengan ketinggian muka laut perairan diluar arus eddy tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Tinggi paras laut arus eddy yang bergerak searah jarum jam di perairan selatan Jawa-Bali ditandai lingkaran hitam Sebaliknya, pusat arus eddy yang bergerak berlawanan arah jarum jam memiliki ketinggian muka laut yang lebih tinggi dari perairan diluar arus eddy tersebut (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stewart (2008) bahwa arus eddy yang bergerak berlawanan arah jarum jam di belahan bumi selatan, ketinggian air di pusatnya akan lebih tinggi, sedangkan arus eddy yang bergerak searah jarum jam ketinggian air di pusatnya akan lebih rendah.

28 Gambar 11. Tinggi paras laut arus eddy yang bergerak berlawanan arah jarum jam di perairan selatan Jawa-Bali ditandai lingkaran hitam 4.2 Distribusi Temporal Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Skala Temporal arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa-Bali tidak dapat diketahui secara pasti melalui penelitian ini karena diperlukan penelitian dengan data arus harian untuk menentukannya. Berdasarkan pengamatan distribusi spasial bulanan dapat diindikasikan bahwa satu arus eddy di perairan ini dapat berlangsung selama satu hingga beberapa bulan. Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Barat dapat berlangsung selama satu bulan (Tabel 3). Pada tahun 2007 terbentuk arus eddy di perairan ini pada bulan Februari namun hilang pada bulan Maret. Arus eddy kembali terbentuk pada bulan April namun tidak ditemukan pada bulan Mei dan kembali terbentuk pada bulan Juni namun dengan posisi yang lebih mendekati pesisir. Arus eddy kembali ditemukan pada bulan Juni Tahun 2008. Selanjutnya pada bulan Januari 2009 terbentuk arus eddy yang bergerak berlawanan arah jarum jam di perairan selatan Jawa Barat dan berlangsung hanya satu bulan karena pada bulan Februari arus eddy yang terbentuk berputar searah jarum jam. Pada bulan Mei tahun 2010 ditemukan arus eddy yang bergerak searah jarum jam di perairan selatan Jawa Barat. Arus ini kembali ditemukan pada bulan Juni namun dengan posisi lebih ke utara 0.3 dan dengan diameter yang jauh lebih kecil. Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Tengah dapat ditemukan hingga 6 bulan berturut-turut pada bulan Mei hingga Oktober tahun 2008 (Tabel 5). Tahun 2007, arus eddy ini terbentuk pada bulan Juni dan

29 mencapai diameter tertinggi pada bulan Oktober. Namun, arus eddy ini bergeser sekitar 1 ke selatan pada bulan November. Pada tahun 2010 arus eddy di selatan Jawa Tengah hanya terjadi pada bulan Mei dan menghilang pada bulan Juni. Arus eddy kembali terbentuk pada bulan September 2010 namun kembali menghilang pada bulan berikutnya. Sedangkan pada tahun 2011, arus eddy ini terbentuk pada bulan Januari hingga Februari dan kembali terbentuk pada bulan Oktober dan November. Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Timur-Bali terbentuk hampir sepanjang tahun, namun kejadiannya berkurang pada bulan September hingga November. Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa-Bali ini juga dapat dianalisa per musim dari tahun 2007 hingga 2011 sebagai berikut: 4.2.1 Musim Barat Pada Musim Barat yaitu sekitar bulan Desember hingga Februari, arus eddy cenderung terbentuk di perairan selatan Jawa Timur-Bali dan beberapa kejadian juga ditemukan di perairan selatan Jawa Barat (Gambar 12). Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Barat pada musim ini selalu berada di bawah 9 LS. Hal ini diindikasikan terjadi karena pada musim ini mengalir Arus Pantai Jawa (APJ), sehingga arus eddy selalu terbentuk di bawah batas selatan APJ yang mencapai 9 LS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeriaatmadja (1957) dan Hamon (1956) dalam Mbay (2009) bahwa arus yang bergerak sepanjang selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumbawa berkembang pada bulan November sampai Juni dengan melebar ke selatan sekitar 100-160 km dari pantai pada kedalaman 125-250 meter.

30 Longitude Keterangan label: 2-07 menerangkan bulan 2 tahun 2007 Gambar 12. Titik pusat arus eddy pada Musim Barat tahun 2007-2011 4.2.2 Musim Peralihan I Arus eddy di perairan selatan Jawa Timur-Bali mulai konstan terbentuk pada Musim Peralihan I yaitu sekitar bulan April. Pada musim ini juga terbentuk arus eddy di perairan selatan Jawa Barat (Gambar 13). Jumlah kejadian arus eddy yang lebih sedikit pada musim ini diduga terkait dengan pergerakan angin yang tidak tentu karena masih dalam masa pergantian dari Musim Barat menjadi Musim Timur. Ketidakstabilan pergerakan dan kecepatan angin ini kemudian akan mempengaruhi kestabilan arah dan kecepatan arus permukaan.

31 Longitude Keterangan label: 4-07 menerangkan bulan 4 tahun 2007 Gambar 13. Titik pusat arus eddy pada Musim Peralihan I tahun 2007 2011 4.2.3 Musim Timur Musim Timur merupakan puncak terbentuknya arus eddy di perairan selatan Jawa-Bali, karena arus eddy paling sering terbentuk pada musim ini. Hal ini diduga terjadi akibat kekuatan angin pada musim ini lebih kuat dari musim lainnya seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Martono (2013) bahwa ngin yang bertiup di atas perairan selatan Jawa-Bali pada bulan Juli memiliki kecepatan yang sangat tinggi dan mengarah ke barat laut (Lampiran 7). Kejadian ini menyebabkan Arus Khatulistiwa Selatan yang mengarah kearah barat akan semakin diperkuat sehingga arus eddy yang terbentuk pada daerah pertemuan AKS dengan ARLINDO akan lebih stabil dari musim lainnya. Arus eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Timur-Bali hampir selalu terbentuk sejak Musim Peralihan I hingga bulan Agustus dan mencapai puncaknya pada bulan Juli.

32 Pada musim ini juga sering terbentuk arus eddy di perairan selatan Jawa Tengah sekitar bulan Juni hingga Agustus (Gambar 14). Hal ini terjadi diduga akibat angin kencang yang berhembus kearah barat laut di perairan ini menyebabkan mengalirnya arus permukaan yang cukup kuat. Aliran arus tersebut kemudian bertemu dengan topografi selatan Jawa Barat yang cenderung memiliki bentuk menyerupai cekungan sehingga dapat membentuk arus yang berputar di wilayah tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mann dan Lazier (2006), bahwa arus eddy dapat terbentuk akibat interaksi aliran arus dengan topografi. Beberapa kejadian arus eddy di perairan selatan Jawa Barat juga ditemukan pada awal Musim Timur yaitu sekitar bulan Juni seperti yang terlihat pada Gambar 14, namum pada Musim Timur eddy yang terbentuk di perairan selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak pernah berada di bawah 9 LS. Hal ini diindikasikan terjadi karena pada musim ini Arus Pantai Jawa cenderung tidak terbentuk, sehingga arus eddy terdorong oleh batas utara Arus Khatulistiwa Selatan menjadi lebih mendekati pesisir Jawa. Longitude Keterangan label: 6-08 menerangkan bulan 6 tahun 2008 Gambar 14. Titik pusat arus eddy pada Musim Timur tahun 2007 2011

33 4.2.4 Musim Peralihan II Pada Musim Peralihan II, arus eddy yang terbentuk berjumlah lebih sedikit karena angin yang bertiup di atas perairan ini masih dalam kondisi pergantian musim sama seperti halnya pada Musim Peralihan I. Arus eddy di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur-Bali tetap terbentuk namun hanya pada tahun-tahun tertentu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Longitude Keterangan label: 10-07 menerangkan bulan 10 tahun 2007 Gambar 15. Titik pusat arus eddy pada Musim Peralihan II tahun 2007 2011 4.3 Hubungan Arrus Eddy dengan Fenomena Upwelling dan Downwelling Berdasarkan hasil overlay data arus geostropik dan konsentrasi klorofil-a dalam skala bulanan, dapat terlihat bahwa tidak terdapat hubungan langsung antara arus eddy dengan kenaikan atau penurunan konsentrasi klorofil-a di perairan. Keberadaan arus eddy terutama di perairan lepas pantai tidak selalu diimbangi dengan konsentrasi klorofil-a yang jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari daerah sekitarnya (Gambar 16). Hal ini diduga terjadi karena terdapat jeda

34 waktu sekitar 1.5-2 bulan dari terjadinya upwelling hingga terjadi kenaikan konsentrasi klorofil-a karena nutrien yang dibawa oleh upwelling ke permukaan membutuhkan waktu tertentu hingga dapat menstimulasi pertumbuhan fitoplankton seperti yang diungkapkan oleh Pranowo, dkk. (2005). Gambar 16. Konsentrasi klorofil-a pada arus eddy di perairan selatan Jawa-Bali (ditandai lingkaran hitam) Perbandingan konsentrasi klorofil-a rata-rata di perairan sekitar selatan Jawa Timur-Bali (9 LS-11 LS dan 114 BT- 116 BT) yang hampir sepanjang tahun terbentuk arus eddy, dengan wilayah perairan yang tidak pernah terbentuk arus eddy (7 LS-11 LS dan 104 BT-106 BT), maka terlihat bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan sekitar selatan Jawa Timur-Bali hampir selalu lebih tinggi pada saat arus eddy terbentuk (Gambar 17, Tabel 9). Pada bulan Maret tahun 2008, Desember tahun 2008, dan Desember tahun 2010, nilai konsentrasi klorofil-a di perairan sekitar selatan Jawa Timur-Bali lebih rendah dari perairan barat Jawa. Hal ini diindikasikan terjadi karena pada bulan-bulan tersebut arus eddy tidak terbentuk, sehingga distribusi klorofil-a di perairan tersebut berkurang.

35 A B A B A B A B Gambar 17. Perbandingan konsentrasi klorofil-a rata-rata (mg/m 3 ) per-musim wilayah perairan yang tidak pernah terbentuk arus eddy (A), dengan perairan yang selalu terbentuk arus eddy (B) Tabel 9. Perbandingan konsentrasi klorofil-a rata-rata (mg/m 3 ) wilayah perairan A dan B Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Bulan ke- A* B* A* B* A* B* A* B* A* B* 1 0.17 0.19 0.08 0.12 0.11 0.12 0.12 0.12 0.11 0.09 2 0.09 0.16 0.10 0.15 0.12 0.15 0.14 0.16 0.14 0.17 3 0.09 0.15 0.13 0.12 0.13 0.15 0.14 0.20 0.11 0.13 4 0.12 0.18 0.13 0.26 0.14 0.31 0.09 0.14 0.12 0.17 5 0.13 0.41 0.18 0.42 0.12 0.22 0.10 0.27 0.11 0.22 6 0.16 0.48 0.36 0.52 0.13 0.27 0.13 0.47 0.16 0.55 7 0.19 0.75 0.40 0.56 0.19 0.51 0.16 0.52 0.22 0.40 8 0.45 0.66 0.46 0.80 0.26 0.58 0.12 0.41 0.89 0.59 9 0.61 0.71 0.26 0.42 0.24 0.36 0.13 0.23 1.11 0.91 10 0.31 0.73 0.17 0.52 0.15 0.50 0.11 0.13 0.40 0.52 11 0.09 0.11 0.16 0.14 0.12 0.31 0.07 0.08 0.14 0.22 12 0.02 0.21 0.13 0.08 0.12 0.09 0.10 0.08 0.10 0.15 * A: wilayah perairan dengan batas 7 LS-11 LS dan 104 BT-106 BT B: wilayah perairan dengan batas 9 LS-11 LS dan 114 BT-116 BT Berdasarkan pengamatan secara visual, arus eddy di perairan selatan Jawa- Bali dapat mendistribusikan klorofil-a dari daerah sepanjang pesisir selatan Jawa menuju ke Samudera Hindia bagian tenggara (Gambar 18), sesuai dengan hasil penelitian Pranowo (2005). Distribusi klorofil-a ini terutama terjadi pada Musim

36 Timur dimana terjadi upwelling di pesisir selatan Jawa akibat interaksi angin muson tenggara dengan permukaan air laut di Samudera Hindia bagian tenggara. Gambar 18. Distribusi klorofil-a oleh arus eddy dari perairan pesisir selatan Jawa- Bali ke Samudera Hindia (ditunjukkan oleh lingkaran hitam) Upwelling yang disebabkan oleh arus eddy juga tidak tampak jika dilihat dari SPL. Seperti yang terlihat pada Gambar 19, SPL pada pusaran arus eddy tidak memiliki perbedaan dengan daerah sekitarnya terutama yang terbentuk di lepas pantai. Hal ini kemungkinan terjadi karena kekuatan arus eddy yang terbentuk di selatan Jawa-Bali masih kurang kuat untuk mengangkat massa air dari lapisan dalam yang dingin hingga sampai ke permukaan.

Gambar 19. Suhu permukaan laut perairan selatan Jawa-Bali (arus eddy ditandai lingkaran hitam) 37