SIMULASI PENYANDIAN KANAL PADA JARINGAN GPRS (GENERAL PACKET RADIO SERVICE)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PENYANDIAN KONVOLUSIONAL

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

Tugas MK Nirkabel. Anggun Fitrian Isnawati, Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

IMPLEMENTASI PENGAWASANDIAN VITERBI DENGAN FIELD PROGRAMMABLE LOGIC ARRAY (FPGA)

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data

PERANCANGAN UNTAI PENCARI POLINOMIAL LOKASI KESALAHAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BERLEKAMP-MASSEY UNTUK SANDI BCH (15,5) YANG EFISIEN BERBASIS FPGA MAKALAH

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL

RUNTUN MAKSIMAL SEBAGAI PEMBANGKIT RUNTUN SEMU PADA SISTEM SPEKTRUM TERSEBAR. Dhidik Prastiyanto 1 ABSTRACT

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH

VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

DETEKSI DAN KOREKSI MULTI BIT ERROR DENGAN PARTITION HAMMING CODE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

Kode Sumber dan Kode Kanal

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

RANGKUMAN TEKNIK KOMUNIKASI DATA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI

PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

Deteksi dan Koreksi Error

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

Perkembangan Teknologi Informasi Dibutuhkan informasi yang tepat, mudah, cepat dan aman Komunikasi data, cepat atau lambat pada akhirnya akan

III. METODE PENELITIAN

Makalah Seminar Kerja Praktek. PERANGKAT MOBILE MEDIA GATEWAY R5.0 (M-MGW R5.0) PADA NETWORK SWITCHING SUBSYSTEM (NSS) PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG

Rancang Bangun Penyandian Saluran HDB3 Berbasis FPGA

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

BAB III PEMODELAN SISTEM

BROADCAST PADA KANAL WIRELESS DENGAN NETWORK CODING Trisian Hendra Putra

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

Simulasi Dan Analisis Pengaruh Kecepatan Pengguna Terhadap Kualitas Layanan Data Dengan Menggunakan Encoder Turbo Code Pada Sistem CDMA EV-DO Rev A

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO

ANALISA THROUGHPUT PADA LAYANAN DATA DI JARINGAN GPRS

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

Sifat Dan Karakteristik Kode Reed Solomon Beserta Aplikasinya Pada Steganography

KAPASITAS KANAL DAN BIT ERROR RATE SISTEM D-MIMO DALAM VARIASI SPASIAL DAERAH CAKUPAN

OPTIMASI PARAMETER PARAMETER LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.481 SISTEM TELEMETRI

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

Transport Channel Processing berfungsi mengubah transport blok yang dikirim dari. Processing dari MAC Layer hingga physicalchannel.

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

Nama Matakuliah : Transmisi Telekomunikasi Kode/SKS : TEL 388/2 Semester : Genap 2004/2005 (untuk mahasiswa semester 6)

ANALISIS KINERJA IPv6 UNTUK APLIKASI VIDEOPHONE PADA JARINGAN UMTS (Universal Mobile Telecommunication system)

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI

ANALISIS KINERJA PROTOKOL CSMA/CD PADA LAN IEEE BASE 5. Kun Fayakun (L2F096601), Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC

EVALUASI UNJUK KERJA ROUTING LINK-STATE PADA JARINGAN PACKET SWITCHED MENGGUNAKAN NS-2 (NETWORK SIMULATOR 2)

BAB II LANDASAN TEORI

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )

Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Sistem Komputer

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi nirkabel mulai dari generasi 1 yaitu AMPS (Advance Mobile Phone

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

SIMULASI PEMBANGKITAN SINYAL 8 PHASE SHIFT KEYING BERBASIS MATLAB

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE

Satuan Acara Perkuliahan Arjuni Budi P.

ANALISIS PERBANDINGAN THROUGHPUT PADA GENERAL PACKET RADIO SERVICE (GPRS) DAN ENHANCED DATA RATE FOR GSM EVOLUTION (EDGE)

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi

PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER

Transkripsi:

SIMULASI PENYANDIAN KANAL PADA JARINGAN GPRS (GENERAL PACKET RADIO SERVICE) Arif Hanafi SB (L2F 096 568) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pengiriman sinyal pada kanal transmisi dapat dipengaruhi oleh derau. Untuk melindungi data digital tersebut terhadap galat maka perlu dilakukan penyandian. Penyandian kanal pada jaringan GPRS menggunakan beberapa skema penyandian yang dikembangkan dari skema yang digunakan pada jaringan GSM. Proses penyandian dan pengawasandian diharapkan mampu mendeteksi dan mengoreksi galat yang terjadi sehingga persentase antara bit galat dan bit yang diterima semakin kecil, demikian kualitas informasi yang dipertukarkan semakin baik. Tugas Akhir ini memaparkan dan mendeskripsikan proses penyandian dan pengawasandian pada jaringan GPRS dalam bentuk simulasi program. Jenis penyandian yang digunakan adalah USF, sandi Blok, konvolusi, puncturing, dan interleaving. Algoritma yang digunakan memiliki validitas dan tingkat koreksi galat yang baik. Validitas algoritma ditentukan berdasarkan sejauh mana kata sandi dapat dikembalikan ke bentuk semula baik tanpa atau adanya derau. Sandi konvolusi merupakan tahapan penyandian tingkat koreksi galat yang paling baik. Pada kanal logikal PDTCH, penyandian skema 2 merupakan alternatif yang terbaik karena memiliki ukuran bit per paket yang cukup banyak, koreksi galat dan kecepatan data yang tinggi. I PENDAHULUAN GPRS (General Packet Radio Service) merupakan teknologi komunikasi data berbasis pensaklaran paket yang dikembangkan pada jaringan GSM konvensional. Untuk mengintegrasikan GPRS ke jaringan GSM yang telah ada, maka arsitektur jaringan ditambah titik jaringan baru yang disebut GPRS Support Node (GSN). GSN bertanggung jawab atas pengiriman dan perutean paket data antara MS dan PDN. Pengiriman informasi melalui jaringan komunikasi menimbulkan risiko kesalahan. Keluaran kanal transmisi dapat berbeda masukan yang diberikan. Pada pengiriman data biner, kesalahan berupa perubahan bit 0 menjadi bit 1, atau sebaliknya. Untuk mengurangi probabilitas galat pengiriman informasi, dilakukan penyandian kanal. Tugas Akhir ini mendeskripsikan proses penyandian kanal-kanal logikal. Deskripsi ini berupa simulasi program menggunakan perangkat lunak Delphi 7. II DASAR TEORI Kanal-kanal logikal pada jaringan GPRS adalah sebagai berikut. 1. Packet Common Control Channel (PCCCH), digunakan untuk mengendalikan pensinyalan paket data, terdiri atas Packet Random Access Control Channel (PRACH), Packet Paging Channel (PPCH), Packet Access Grant Channel (PAGCH) dan Packet Notification Channel (PNCH). 2. Packet Broadcast Control Channel (PBCCH), digunakan untuk memancarkan (broadcast) informasi sistem spesifik paket data. 3. Packet Data Traffic Channel (PDTCH), dialokasikan untuk pengiriman paket data. PDTCH bersifat uni-directional, baik uplink (PDTCH/U) untuk paket yang berasal dari MS, maupun downlink (PDTCH/D) untuk paket yang menuju ke MS. 4. Packet Dedicated Control Channel (PDCH), digunakan untuk mengirimkan informasi pensinyalan dan estimasi timing advance, terdiri atas Packet Associated Control Channel (PACCH) dan Packet Timing Advance Control Channel Uplink/Downlink (PTCCH UP/DL ) Penyandian kanal logikal dilakukan melewatkan bit-bit informasi ke encoder. Encoder akan mengolah bit-bit informasi tersebut sehingga dihasilkan kata sandi. Pada penerima kata sandi dilewatkan ke decoder untuk mendeteksi dan mengoreksi galat yang terjadi. Tahapan penyandian pada pengirim adalah USF Precoding, sandi Blok, penambahan bit tail, 1

konvolusi, puncturing, dan interleaving. Proses pengawasandian pada penerima merupakan kebalikan proses penyandian pada pengirim, tahapannya adalah deinterleaving, depuncturing, dekonvolusi (algoritma Viterbi), deblok, dan deprecoding. 2.1 USF Precoding Beberapa bit awal disandikan sebagai bitbit USF precoding. Penentuan bit USF precoding ini berdasarkan tabel yang telah ditentukan (table looking) seperti ditunjukkkan pada Tabel 1. Proses pengawasandian dilakukan membandingkan kata sandi hasil precoding pada tabel tersebut. Hasil pengawasandian adalah d(x) yang menghasilkan u (x) yang memiliki jarak minimum terhadap kata sandi yang terkecil. Tabel 1 Penyandaian USF Precoding Keluaran Masukan Precoding Pertama Precoding kedua d(0),d(1),d(2) u (0),u (1),,u (5) u (0),u (1),,u (11) 000 000 000 000 000 000 000 001 001 011 000 011 011 101 010 010 110 001 101 110 110 011 011 101 001 110 101 011 100 100 101 110 100 001 011 101 101 110 110 111 010 110 110 110 011 111 001 111 101 111 111 000 111 010 100 000 2.2 Sandi Blok Pada tahapan ini akan dibangkitkan polinomial generator G(x) yang dihasilkan dari matriks bit-bit masukan. Kata sandi merupakan hasil perkalian antara bit masukan dan polinomial generator G(x). Kata sandi terdiri atas bit-bit masukan dan (n-k) bit paritas. Pada proses pengawasandian, bit yang diterima (r(x)) dikalikan matriks transpose paritas (H T ). Perkalian ini menghasilkan vektor sindrome (s(x)). Penentuan galat berdasarkan bit sindrome yang dihasilkan. Apabila sindrome berisi bit-bit nol maka diasumsikan tidak terjadi galat pada pengiriman informasi, namun apabila sindrome berisi beberapa bit 1 maka diasusimsikan terjadi galat pada saat pengiriman informasi. Posisi galat dapat ditentukan berdasarkan pola coset leader (e(x)). Pola coset leader dan sindrome diperoleh menggunakan rumusan s = eh T. 2.3 Konvolusi Penyandian konvolusi terdiri atas m keadaan register geser, v penambah modulo-2, dan sebuah multiplekser pararel-serial untuk menyatukan keluaran penyandi ke dalam rentetan kata sandi tunggal. Data masukan digeser sepanjang register geser dan menghasilkan k bit dalam satu waktu. Keluaran diperoleh melakukan konvolusi terhadap rentetan informasi menggunakan generator polinomial. Proses pengawasandian menggunakan algoritma Viterbi. Algoritma ini terdiri atas beberapa level dan keadaan. Pada setiap level terjadi transisi keadaan yang ditentukan oleh bit keluaran dekonvolusi. Transisi keadaan ini akan membentuk lintasan tertentu. Lintasan-lintasan yang dibentuk menghasilkan bit-bit interpretasi. Bit-bit ini dibandingkan bit-bit keluaran konvolusi. Perbedaan antara bit keluaran konvolusi dan bit interpretasi dinyatakan sebagai bit beda (discrepancies bit). Lintasan akumulasi bit beda terkecil diasumsikan sebagai keluaran dekonvolusi. 2.4 Puncturing Puncturing merupakan proses pengurangan jumlah bit informasi dan bit paritas. Proses ini secara sederhana dilakukan menghilangkan bit-bit tertentu pada struktur kata sandi. 2.5 Interleaving Interleaving dan deinterleaving dilakukan menggunakan matriks m x n. Pada proses Interleaving, kata sandi dari encoder dimasukkan perbaris dan dibaca per kolom (seperti ditunjukkan pada Gambar 1), sedangkan pada deinterleaving, kata sandi dari demodulator dimasukkan per kolom dan dibaca per baris. 1 n+1 2 n n+2 2n Gambar 1 Interleaving. mn 2

III IMPLEMENTASI PENYANDIAN 3.1 PDTCH Skema 1, PACCH, PBCCH, PAGCH, PPCH, PNCH dan PTCCH downlink atas 184 bit informasi b. Sandi blok Blok masukan berupa 184 bit informasi akan ditambahkan 40 bit paritas yang digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan. Polinomial pembangkit yang digunakan adalah. G(x) = (x 23 + 1)*(x 17 + x 3 + 1) Penyandian siklis ini dilakukan dalam bentuk sistimatis sehingga diperoleh polinomial d(0)x 223 + d(1)x 222 + + d(183)x 40 + p(1)x 38 + + p(38)x + p(39) {p(0),p(10,,p(39)} adalah bit-bit paritas. c. Penambahan bit tail menghasilkan 228 bit. d. Konvolusi Blok pesan berisi 228 bit ini dikonvolusikan pesat penyandian ½. Polinomial pembangkit yang digunakan adalah Penyandian konvolusi ini menghasilkan 456 kata sandi {c(0),c(1),,c(455)}, dan didefinisikan sebagai berikut e. Interleaving 3.2 PDTCH Skema 2 atas 271 bit informasi {d(0),d(1),,d(270)}. Pesan ini dikirimkan dalam mode burst. b. USF precoding Tiga bit pertama {d(0),d(1),d(2)} diubah ke dalam enam bit precoding {u (0),u (1),,u (5)}. Perubahan ini berdasarkan Tabel 1. c. Sandi blok Blok pesan ditambahkan 16 bit paritas yang didefinisikan dalam GF(2) polinomial sebagai berikut : d(0)x 286 + + d(270)x 16 + p(0)x 15 + + p(15) d. Penambahan bit tail menghasilkan 294 bit {u(0),u(1),,u(293)}. e. Konvolusi Blok pesan berisi 294 bit ini dikonvolusikan pesat penyandian ½. Polinomial pembangkit yang digunakan adalah persamaan : Penyandian konvolusi ini menghasilkan 588 kata sandi {c(0),c(1),,c(587)}. k = 0,1,,293; u(k) = 0 untuk k<0 f. Puncturing Sebagian bit kata sandi dibuang sehingga tidak ditransmisikan. Bit yang dibuang didefinisikan C(3+4j) j = 3,4,,146; kecuali j = 9,21,33,45,57,69,81,93,105,117,129 dan 141. Proses Puncturing menghasilkan 456 bit kata sandi {c(0),c(1),,c(455)}. g. Interleaving 3.3 PDTCH Skema 3 atas 315 bit informasi {d(0),d(1),,d(314)}. b. USF precoding Tiga bit pertama {d(0),d(1),d(2)} diubah ke dalam 6 bit Precoding {u (0),u (1),,u (5)}. Perubahan ini berdasarkan Tabel 1. c. Sandi blok Blok pesan ditambahkan 16 bit paritas yang didefinisikan dalam GF(2) polinomial sebagai berikut : d(0)x 330 + + d(314)x 16 + p(0)x 15 + + p(15) d. Penambahan bit tail menghasilkan 338 bit {(u(0),u(1),,u(337)}. e. Konvolusi Blok pesan berisi 338 bit ini dikonvolusikan pesat penyandian ½. Polinomial pembangkit yang digunakan adalah persamaan : 3

Penyandian konvolusi ini menghasilkan 676 kata sandi {c(0),c(1),,c(675)}. f. Puncturing Sebagian bit kata sandi dibuang sehingga tidak ditransmisikan. Bit yang dibuang didefinisikan sebagai berikut : C(3+6j) dan C(5+6j) j = 2,3,,111. Proses Puncturing menghasilkan 456 bit kata sandi {c(0),c(1),,c(455)}. g. Interleaving 3.4 PDTCH Skema 4 atas 431 bit informasi {d(0),d(1),,d(430)}. b. USF precoding Tiga bit pertama {d(0),d(1),d(2)} diubah ke dalam 12 bit Precoding {u (0),u (1),,u (5)}. Perubahan ini berdasarkan Tabel 1. c. Sandi blok Blok pesan ditambahkan 16 bit paritas yang didefinisikan dalam GF(2) polinomial sebagai berikut : d(0)x 446 + + d(430)x 16 + p(0)x 15 + + p(15) Apabila dibagi polinomial pembangkit x 16 + x 12 + x 5 + 1 maka dihasilkan sisa pembagian berupa bit paritas, seperti persamaan (3.16). Hasil penyandian blok berupa 456 bit kata sandi {c(0),c(1),,c(455)}. d. Interleaving 3.5 PTCCH uplink dan PRACH atas 8 bit informasi {d(0),d(1),,d(7)}. b. Sandi Blok Blok pesan ditambahkan 6 bit paritas yang didefinisikan dalam GF(2) polinomial sebagai berikut. d(0)x 13 + + d(7)x 6 + p(0)x 5 + + p(5) Enam bit paritas BSIC {B(0),B(1),,B(5)} dari BS yang dituju oleh akses random, ditambahkan secara modulo 2 6 bit paritas {p(0),p(1),,p(5)}. Hasil penjumlahan ini berupa 6 bit warna (colour bits) yang didefinisikan sebagai berikut : C(k) = b(k) + p(k); k = 0,1,..,5 b(0) adalah MSB dari penyandian colour PLMN b(5) adalah LSB dari penyandian colour BS c. Penambahan bit tail menghasilkan 18 bit {(u(0),u(1),,u(17)}. d. Konvolusi Blok pesan berisi 18 bit ini dikonvolusikan pesat penyandian ½. Polinomial pembangkit yang digunakan adalah persamaan Penyandian konvolusi ini menghasilkan 36 kata sandi {c(0),c(1),,c(355)}. IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Pada pengujian tanpa adanya galat, proses pengawasandian menghasilkan susunan bit yang sama blok masukan. Hal ini menunjukkan validitas algoritma pengawasandian yang digunakan untuk mengembalikan kata sandi ke bentuk semula. Pesan yang dikirimkan dapat diinterpretasikan benar oleh penerima sehingga tidak ada informasi yang hilang. Pada pengujian adanya galat, decoder dapat mendeteksi dan mengoreksi seluruh atau sebagian galat yang terjadi. Efektifitas pengawasandian ditentukan oleh algoritma yang digunakan (jenis skema penyandian), jumlah galat, dan posisi galat pada runtun bit yang dikirimkan. Penyandian setiap kanal logikal terdiri atas beberapa tahapan penyandian. Setiap penyandian memiliki jumlah bit masukan dan karakteristik pengoreksian galat yang berbeda-beda. Pada sandi blok dan konvolusi, hasil koreksi galat akan dijadikan sebagai masukan untuk koreksi galat pada tahapan selanjutnya. Sedangkan hasil koreksi galat USF Precoding tidak akan mempengaruhi proses pengawasandian pada tahapan berikutnya. Pada Tugas Akhir ini, tahapan penyandian yang diamati dari simulasi adalah sebagai berikut. 4

4.1 USF Precoding Dari hasil pengamatan tampak bahwa koreksi galat tergantung pada jumlah dan posisi bit kesalahan pada kata sandi. Untuk Precoding jenis pertama (PDTCH skema 2 dan 3), pengawasandian hanya mampu mendeteksi dan mengoreksi sebuah kesalahan dimanapun posisi bit kesalahan berada. Untuk precoding jenis kedua (PDTCH skema 4), proses pengawasandian dapat mengoreksi satu atau dua bit galat dimanapun bit galat itu berada. Koreksi ini juga dapat dilakukan terhadap dua bit galat runtun. 4.2 Sandi Blok Pada simulasi ini, decoder hanya didesain untuk mengoreksi satu atau dua bit kesalahan. Decoder mampu mendeteksi satu bit kesalahan dimanapun bit itu berada. Untuk 2 bit kesalahan, hasil pengawasandian tergantung pada posisi bit kesalahan. Apabila pola galat ini menghasilkan pola sindrome yang telah dibentuk oleh pola galat sebelumnya, maka koreksi galat dilakukan menggunakan nilai pola galat sebelumnya. Pada kondisi ini decoder hanya mengoreksi sebagian bit galat yang terjadi. Sandi blok tidak memberikan hasil yang maksimal karena perbandingan jumlah bit galat yang dapat dikoreksi terhadap bit yang dikirimkan relatif kecil. Pada kanal logikal jaringan GPRS, sandi blok hanya didesain untuk mendeteksi terjadinya kesalahan. Koreksi kesalahan dilakukan pada tahapan konvolusi. Sandi ini lebih khusus digunakan untuk mengelompokkan bit-bit informasi yang akan dikirimkan menjadi paket-paket. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengoreksian kesalahan pada tahapan konvolusi. 4.3 Konvolusi Penyandian jenis ini merupakan tahapan yang dapat mengoreksi bit galat lebih banyak dibandingkan tahapan yang lainnya. Pada kanal logikal jaringan GPRS, konvolusi didesain untuk mengoreksi bit kesalahan yang telah dideteksi oleh penyandian blok. Dari hasil pengamatan tampak bahwa perbandingan jumlah bit kesalahan yang dapat dikoreksi terhadap jumlah bit kesalahan yang terjadi relatif besar. Hal ini menunjukkan keandalan penyandian ini dalam mengoreksi bit kesalahan. 4.4 Interleaving Proses interleaving tidak digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan yang terjadi. Proses ini hanya digunakan untuk mengacak posisi bit-bit yang akan dikirimkan. Pengacakan dimaksudkan untuk mencegah kegagalan pengawasandian terhadap bit kesalahan yang terjadi secara runtun. Pada jaringan GPRS terdapat empat skema penyandian untuk kanal logikal paket data. Keempat skema penyandian ini memiliki algoritma dan jumlah bit masukan per paket yang berbedabeda. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan empat skema penyandian kanal logikal PDTCH. PDTCH skema 2 merupakan jenis penyandian yang paling sering digunakan dibandingkan tiga skema yang lainnya. Skema penyandian ini memiliki jumlah bit masukan per paket yang cukup besar sehingga menghasilkan kecepatan data yang cukup tinggi. Risiko galat yang terjadi pada saluran transmisi relatif kecil dan mampu mengoreksi kesalahan dalam jumlah yang cukup besar. V PDTCH Jenis Penyandian Blok masukan Skema Pegkodean Skema 1 Skema 2 Skema 3 Skema 4 - USF - USF - Sandi Precoding Precoding - USF Blok - Sandi - Sandi Blok Precoding - konvolusi Blok - Konvolusi - Sandi Blok - Konvolusi PENUTUP 184 271 315 431 Bit paritas 16 16 16 16 Bit tail 4 4 4 - Keluaran Konvolusi 456 588 676 - Bit Puncturing - 132 220 - Kecepatan data (kbits/s) 9.05 13.4 15.6 21.4 5.1 Kesimpulan 1. Penyandian kanal dilakukan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan yang terjadi pada kanal transmisi untuk mengurangi misinterpretasi blok pesan yang diterima. 2. Sandi Blok digunakan untuk mendeteksi terjadinya galat dan mengelompokkan bit-bit masukan per paket. 3. Konvolusi merupakan tahapan penyandian yang paling efektif dalam mengoreksi bit galat yang terjadi. 4. Hasil pengawasandian dipengaruhi oleh jumlah dan posisi bit galat pada runtun bit yang dikirimkan. 5. Penyandian kanal PDTCH skema 2 merupakan alternatif terbaik karena memiliki ukuran bit per paket yang 5

cukup banyak dan kemampuan koreksi galat yang cukup baik. 5.2 Saran Setelah menyelesaikan simulasi ini dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut. 1. Validitas pengiriman informasi hendaknya mendapatkan perhatian penting untuk mencegah terjadinya kesalahan interpretasi terhadap bit-bit yang diterima. 2. Proses pengawasandian untuk mengoreksi semua bit galat yang terjadi memang sulit untuk direalisasikan, namun metode yang ada perlu terus dikembangkan untuk meningkatkan tingkat efektifitas koreksi galat. 3. Pada masa yang akan datang diharapkan terdapat penulisan dan penelitian yang menganalisa tentang unjuk kerja perangkat encoder dan decoder secara lebih detail, baik pada jaringan GPRS maupun jaringan 3G. [8] Rhee,M.Y., Error Correcting Coding Theory, McGraw-Hill Inc, Singapore, 1989 [9] Robert,G.W., Telecommunication Transmission Systems, McGraw-Hill Inc, Singapore,1993 [10] Tanenbaum, A.S., Computer Networks, Prentice Hall Inc, New Jersey, 1996 [11] Taub,H., Schilling,D.L., Principle of Communication Systems, McGraw-Hill Inc, Singapore, 1986 [12], 3GPP TS 45.03, Digital Cellular Telecommunications System (Phase 2+); Channel Coding, http://www.etsi.org, Desember 2004 DAFTAR PUSTAKA [1] Alam, M.A., Belajar Sendiri Borland Delphi 6.0, Elex Media Computindo, Jakarta, 2001 [2] Bettstetter,C., Vogel,H.J., Eberspacher,J., GSM Phase 2+; General Packet Radio Service (GPRS); Architecture, Protocols and Air Interface, IEEE Communication Surveys; vol2;no3, 1999 [3] Hamming,R.W., Coding and Information Theory, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1980 [4] Kadir,A., Pemrograman Pascal, ANDI, Yogyakarta, 2002 [5] Proakis, J.G., Digital Communications McGraw-Hill, International Edition, Singapore, 2001 [6] Poli,A., Huguet,L., Error Correcting Codes Theory and Applications, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1992 [7] Rappaport,T.S., Wireless Communications Principles and Practice, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1996 Arif Hanafi (L2F 096 568) Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang mengambil konsentrasi telekomunikasi. Saat ini sedang menyelesaikan S1 di jurusan Teknik Elektro UNDIP Semarang Menyetujui Pembimbing 1 Wahyudi, S.T.,M.T. NIP. 132 086 662 Pembimbing 2 Imam Santoso, S.T., M.T. NIP. 132 162 546 6

7