BAB I PENDAHULUAN. (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas juta

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat hutan rakyat semakin dirasakan oleh masyarakat karena mampu

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

BAB I PENDAHULUAN. dan jalan-jalan. Penggunaan tanah yang luas adalah untuk sektor pertanian yang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I. PENDAHULUAN A.

Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

M E M U T U S K A N :

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enok Yanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. macam fungsi. Fungsi fungsi hutan di antaranya adalah sebagai pengatur siklus

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu. Dalam rangka menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Pertanian (SIPP) yaitu: terwujudnya sistem pertanianbioindustri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut data Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas 133.453.366 juta Ha, yang terdiri dari luas kawasan hutan produksi seluas 81.857.776,30 juta Ha dan luas kawasan hutan lindung 31.551.088 juta Ha. (Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2009), dengan produksi kayu bulat sebesar 34,32 juta m 3, kayu lapis 3 juta m 3, kayu gergajian 710.208 m 3, veneer 687.510 m 3, chipwood 1.012.704,28 juta m 3 Data resmi Kementrian Kehutanan tersebut menyambung data dari tahun 1970 hingga 1990-an yang memperkirakan laju kerusakan hutan antara 0,6 1,2 juta ha per tahun. Secara khusus, pemetaan hutan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan dari World Bank selama periode 1986-1997 menunjukkan bahwa laju kerusakan hutan selama periode tersebut adalah sekitar 1,7 juta ha per tahun, dan telah terjadi peningkatan yang tajam sampai lebih dari 2 juta ha/tahun (FWI/GWI,2001). Pada tahun 2011, FWI melalui laporan Potret Keadaan Hutan Indonesia jilid II menjelaskan bahwa laju 1

kerusakan hutan masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 1,5 juta ha kurun waktu tahun 2000-2009. Terjadinya eksploitasi yang meningkat setiap tahunnya terhadap sumber daya hutan menyebabkan sumber daya hutan tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, karena kerusakan dan menurunnya produktifitas. Kebutuhan kayu tropis dari Indonesia cukup besar di pasaran. Kementrian Kehutanan memperkirakan, kebutuhan kayu nasional sebesar 80 juta m 3 per tahun, sedangkan jatah produksi tahunan yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2005 sebesar 5,4 juta m 3, dan sampai dengan tahun 2009 sebesar 9,1 juta m 3. Sehingga masih terdapat defisit bahan baku sebesar 71,85 juta m 3 per tahun (Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2009). Salah satu alternatif pemecahannya adalah melakukan pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan yang tidak produktif, atau pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat mempunyai manfaat dan fungsi dari berbagai sektor seperti peranan ekonomi hutan rakyat, ekologi, sosial. Peranan hutan rakyat secara ekonomi bagi kebutuhan masyarakat diantaranya adalah keberhasilan pembangunan hutan rakyat, sedikit banyak telah mampu mengubah kehidupan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat telah merasakan hasil dan manfaat dari pengembangan hutan rakyat. Dengan adanya hutan rakyat, masyarakat merasa bahwa taraf kehidupan mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan masa 2

lampau. Masyarakat menjadikan komponen produksi hutan rakyat sebagai sumber ekonomi masyarakat, yaitu kayu untuk pertukangan, maupun untuk kayu bakar, hasil hutan non kayu seperti pangan dan pakan ternak.(widayanti dan Djuwadi, 2008) Peranan ekonomi hutan rakyat bagi kebutuhan masyarakat sesungguhnya tidak hanya bersumber dari kayu, karena konsepsi hutan rakyat itu sendiri tidak identik dengan kayu. Untuk itu dapat diklasifikasikan dalam beberapa komponen hutan rakyat yang dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi masyarakat, yaitu kayu baik kayu bakar maupun pertukangan, hasil hutan non kayu seperti pangan dan pakan ternak. Komponen-komponen itulah yang selama ini menjadi komponen wono yang memiliki peranan ekonomi dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat setempat.(widayanti dan Djuwadi, 2008). Hutan rakyat dalam peranan ekologi diantaranya adalah keberhasilan dalam memanfaatkan lahan kritis untuk dijadikan lahan hutan yang bermanfaat. Hutan rakyat berperan untuk mencegah banjir, tanah longsor, erosi tanah, dan menjaga tata air di daerah sekitarnya. Hutan rakyat juga memberikan fungsi sosial. Hutan rakyat juga sebagai salah satu media yang dapat mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan, ketika ada kegiatan gotong-royong/kebudayaan yang membutuhkan kayu atau hasil hutan maka hutan rakyat dapat menjadi 3

salah satu penyedianya. Serta hutan rakyat juga dapat memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar hutan (Lutfi, 2011). Pengelolaan hutan rakyat bertujuan untuk melestarikan sumber daya hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan hutan di Indonesia pada prinsipnya dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat (Awang, 2001). Pengelolaan hutan rakyat dapat dilakukan dengan pengorganisasian bersama yang baik. Salah satu cara pengorganisasian bersama dalam hal pengelolaan hutan rakyat adalah dengan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat. Kelembagaan hutan rakyat dapat mewujudkan kelestarian hutan rakyat secara berkesinambungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersama. Kelembagaan mempunyai fungsi sangat penting dalam mewujudkan tujuan bersama dalam pengembangan pengelolaan hutan rakyat lestari. Kelembagaan hutan rakyat ini tidak cukup dibangun oleh masyarakat pemilik hutan rakyat saja, tetapi juga memerlukan dukungan dan peran dari berbagai pihak terkait. Dukungan dan peran para pihak untuk pengembangan kelembagaan hutan rakyat, juga akan menentukan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat di suatu wilayah. Pengembangan kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan hal yang penting dan prioritas agar tujuan dari 4

pembangunan hutan rakyat dapat tercapai dengan baik (Widayanti dan Djuwadi, 2008). Banyak pendapat yang menyatakan bahwa kegagalan melakukan kegiatan pembangunan yang berorientasi kepada pembangunan masyarakat disebabkan oleh lemahnya kelembagaan yang ada dalam proses pembangunan tersebut. Secara teknis dan finansial kegiatan terebut nyaris tidak ada masalah, tetapi pencapaian keberhasilan masih rendah. Kelembagaan mempunyai fungsi yang strategis dalam mendukung keberhasilan dari suatu kegiatan. Kelembagaan ini sangat penting jika dilakukan oleh banyak orang, banyak aktor, berdampak luas pada sumber daya alam, lingkungan sosial, apalagi sebuah gerakan sosial yang luas. Oleh karena itu diperlukan pengaturan, membangun tata nilai bersama, dan juga alat ukur keberhasilan yang diakui secara bersama-sama oleh setiap pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti itulah diperlukan kelembagaan untuk mencapai tujuan bersama. Kelembagaan dimaknai sebagai satu kumpulan nilai, norma, peraturan dalam kumpulan orang, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (Awang, 2001). Pengelolaan hutan rakyat merupakan kegiatan kehutanan yang terkait dengan pengembangan masyarakat, pengembangan ekonomi kerakyatan, 5

dengan mempertahankan dan menjamin kelestarian sumber daya alam. Untuk membangun kelembagaan pengelolaan hutan rakyat ini perlu dilakukan kajian awal yang terkait tentang beberapa hal, yaitu insentif, pilihan-pilihan dan hasil manfaat (outcome). Kajian awal ini diperlukan untuk mengidentifikasi potensi kelembagaan yang sudah terjadi di tengah masyarakat, hal ini digunakan sebagai modal untuk pengembangan kelembagaan (Awang, 2003). Penelitian ini dilakukan di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. Alasan pemilihan tempat penelitian ini adalah karena Dusun Tumpak Puri cukup representatif mewakili Dusun lainnya yang ada di Desa Sumberjo yang telah memiliki kelompok tani sejak tahun 1980, menjalin kerjasama dengan beberapa stakeholder terkait pengelolaan hutan seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Blitar, BPDAS Brantas, PT SUB yang bergerak di bidang pengolahan produk kayu, dan aktifitas kelompok tani rutin dilakukan. 1.2. Rumusan Masalah Perubahan sosial dalam masyarakat yang dinamis dalam pengelolaan hutan rakyat, menuntut kelembagaan agar dapat mengarahkan pengelolaan untuk jangka panjang dan memenuhi fungsi sosial ekonomi maupun konservasi lingkungan. Maka dari itu diperlukan kelembagaan yang dapat mengakomodir 6

bentuk kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dapat menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka fokus permasalahan dalam penelitian ini mengenai : 1) Bagaimanakah profil dan dinamika Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Ngudi Utomo di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. 2) Bagaimanakan aktifitas KTHR dalam pengelolaan Hutan Rakyat 3) Bagaimanakah upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan kelembagaan terkait pengelolaan hutan rakyat 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui profil dan dinamika Kelembagaan KTHR Ngudi Utomo di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. 2) Mengetahui aktifitas KTHR dalam pengelolaan hutan rakyat. 3) Mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan kelembagaan terkait pengelolaan hutan rakyat. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Blitar khususnya Dinas Kehutanan dalam pembinaan lembaga pengelolaan hutan rakyat untuk 7

mewujudkan hutan rakyat yang lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 2) Sebagai bahan acuan bagi masyarakat di Dusun Tumpak Puri, Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur, khususnya KTHR Ngudi Utomo dalam upaya mengembangkan pengelolaan hutan rakyat yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. 8

9