PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 84-97

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh/By : Djaban Tinambunan ABSTRACT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 69-83

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TEKNIK PENYARADAN KAYU

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

TEKNIK PEMANENAN DALAM RANGKA PENYIAPAN LAHAN DALAM IMPLEMENTASI SILIN

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

Oleh/By: Sukadaryati ABSTRACT. The extraction of pine logs of thinning activity in plantation forest area is

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. potensi kayu dan prasarana pemanenan kayu dari hutan tergolong memadai

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Gambar 3. Kereta pengangkutan kayu kabel layang KM Exp-I saat dioperasikan Carriage operation of KM Exp-I in skyline system

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

Rp 6.532,42/m3. Sedangkan untuk skyline tahun 1999 sebesar

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Pendekatan Rancangan dan Konstruksi Alat

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia terletak pada 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

III. METODE PENELITIAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PERALATAN PEMANENAN HUTAN TANAMAN: STUDI KASUS DI PT MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN

EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT

Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering CREATA - LPPM R T A N T S A N N I B O G O

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dikaruniakan oleh

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG P3HH24 DI HUTAN TANAMAN KPH SUKABUMI

PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

PERANCANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ALAT PEMOTONG RUMPUT MAKANAN TERNAK SEBAGAI UPAYA EFISIENSI DAN PENINGKATAN PRODUKSI

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. pertanian yang mampu menghasilkan devisa bagi Negara. Pada tahun 2016

BAB III BAHAN DAN METODE

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PERKEMBANGAN BIDANG KETEKNIKAN HUTAN YANG GAYUT DENGAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Djaban Tinambunan 1) ABSTRAK Peranan keteknikan hutan dalam pengelolaan hutan rakyat sebenarnya sangat penting, tetapi kegiatan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan di bidang tersebut masih sangat sedikit sehingga peranan yang penting tersebut menjadi belum terrealisasikan di Indonesia. Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor sudah beberapa tahun melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan alat-alat yang sesuai untuk hutan rakyat, namun hasilnya masih jauh dari harapan karena terkendala oleh kurangnya dukungan dari para pihak terkait. Beberapa alat telah dibuat dan sudah cukup baik namun belum ada yang berminat untuk menggunakannya dan penelitian lanjutan penyempurnaannya pun berjalan di tempat. Di negara-negara maju, penelitian alat-alat untuk hutan rakyat terus digalakkan untuk mencapai perbaikan terus-menerus menuju tigkat efektivitas dan efisiensi kerja yang lebih tinggi. Kecenderungan seperti itu perlu dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia untuk mamajukan usaha hutan rakyat. Kata kunci: Hutan rakyat, keteknikan hutan, perekayasaan ala, alat sederhana. I. PENDAHULUAN Hutan rakyat telah lama dipraktekkan secara luas di Indonesia khususnya di P. Jawa dan beberapa daerah di luar P. Jawa seperti Sumatra, Sulawesi dan lain-lain. Hutan rakyat mencapai luas 1.568.145 ha yang sebagian besar berada di P. Jawa dengan potensi tebangan bisa mencapai 39,5 juta m3 yang diperoleh dari 226,6 juta batang pohon (Anonim, 2006). Prospek usaha hutan rakyat tersebut baik sebagai penghasil kayu maupun bukan kayu di masa mendatang adalah cukup cerah. Faktor-faktor pendorongnya antara lain adalah kecenderungan kebutuhan kayu dalam negeri yang terus meningkat, kebijakan pemerintah yang terus mengurangi produksi kayu dari hutan 1) Ahli Peneliti Utama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan, Bogor 84

alam dan lingkungan perdagangan internasional yang makin terbuka. Faktor lainnya adalah berkembangnya industri yang menggunakan berbagai hasil hutan bukan kayu di dalam negeri seperti industri pengguna getah damar mata kucing yaitu industri cat, tekstil, kosmetika, obat-obatan dan lain-lain, dan juga industri pengolahan hasil hutan bukan kayu lainnya seperti bambu, rotan, kosmetika, farmasi, industri jasa (ekoturisme) yang terkait dengan hasil-hasil kerajinan. Dalam pengelolaan hutan rakyat sampai sekarang ini, andalannya masih tenaga manusia (manual) sehingga efektivitasnya rendah dan sulit melakukan pengelolaan skala besar. Pengelolaan hutan rakyat belum tersentuh perkembangan teknologi di bidang keteknikan hutan (forest engineering) padahal bidang tersebut telah berkembang pesat di negara-negara maju sedikitnya selama tiga dekade terakhir. Upaya untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan efisensi pemanfaatan hasil hutan rakyat sangat membutuhkan penggunaan alat-alat yang sesuai dengan kondisi obyektif hutan rakyat tersebut. Dalam tulisan ini dikemukakan gambaran umum keadaan hutan rakyat dilihat dari sudut keteknikan hutan, perkembangan keteknikan hutan yang gayut dengan pengelolaan hutan rakyat dan pemikiran langkah-langkah yang perlu dilakukan di bidang keteknikan hutan untuk mendukung pengelolaan hutan rakyat yang lebih maju. II. KEADAAN HUTAN RAKYAT DILIHAT DARI SEGI KETEKNIKAN HUTAN Keadaan sebagian besar hutan rakyat dilihat dari segi keteknikan hutan, seperti disajikan dalam rumusan hasil diskusi panel pengembangan hutan rakyat tahun 1995 di Bandung (Ditjen RRL, 1995) adalah sebagai berikut: 1) Lokasi hutan rakyat terbatas pada lahan milik, lahan marga/adat, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak berhutan dan tanah negara yang terlantar/hgu terlantar. 2) Usaha hutan rakyat ditinjau dari segi usaha, sebagian besar berskala kecil sampai menengah yang dalam pengembangannya menghadapi masalah pemilikan lahan yang sempit (di P. Jawa) dan status lahan sering belum jelas. 3) Pelaksana pengelolaan hutan rakyat biasanya adalah stratum masyarakat paling bawah yang mempunyai kemampuan teknis, ekonomis dan manajemen minimal. 85

4) Pola penanaman hutan rakyat tidak monokultur (homogen) tetapi bersifat heterogen, yaitu penanaman berbagai jenis tanaman di satu areal lahan pada waktu bersamaan. 5) Pelaksana pengeloaan hutan rakyat umumnya kurang mempunyai ketrampilan dalam pengelolaan hutan. 6) Kelembagaan pengelolaan hutan rakyat belum berkembang ke taraf yang mantap. 7) Dalam peraturan perundangan yang ada, seperti dalam uraian kegiatan pelaksanaan pengelolaan hutan rakyat yang mencapai 10 butir (Badan Litbang Kehutanan, 1998), tidak ada yang mencakup keteknikan hutan. 8) Dimensi kayu yang dipanen biasanya kecil. Sebagai contoh di beberapa hutan rakyat Jawa Barat terlihat bahwa diameter maksimum hanya mencapai sekitar 35 cm. 9) Pola penanaman lain yang khas terdapat di Gunung Kidul, seperti dikemukakan Simon (1995), ada tiga pola, yaitu (1) penanaman pohon di sepanjang batas lahan milik, (2) penanaman pohon di teras bangku, dan (3) penanaman pohon di seluruh lahan milik. Keadaan hutan rakyat yang demikian ini memerlukan peralatan yang berukuran kecil, mudah dipindah-pindah, biaya murah dan pengoperasiannya mudah namun mampu bekerja efektif dan efisien. Alat-alat berat yang biasa digunakan di hutan alam selama ini tidak sesuai digunakan untuk hutan rakyat. III. PERKEMBANGAN KETEKNIKAN HUTAN YANG GAYUT DENGAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT A. Keteknikan Hutan Secara Tradisional/Manual Salah satu kesepakatan yang diambil dalam Seminar/Diskusi Panel Pengembangan Hutan Rakyat di Bandung tahun 1995 adalah kesadaran akan perlunya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan usaha hutan rakyat yang salah satunya adalah dengan pembinaan keterampilan teknik, operasional dan manajemen. Sebagai tindak lanjut seminar tersebut, pemerintah bersama pihak terkait lainnya seharusnya sudah mengembangkan teknik operasional pengelolaan hutan rakyat. 86

Praktek pengelolaan hutan rakyat dari dulu sampai sekarang masih secara tradisional dengan andalan utama tenaga manusia (manual) yang hanya menggunakan peralatan sederhana dan tidak mengalami perubahan/perbaikan karena kurang atau tidak mendapat perhatian dari para pihak terkait. Beberapa peneliti pada Direktorat Kehutanan tahun 1960-an sebenarnya berkeinginan untuk meneliti dan mengembangkan peralatan tradisional sehingga didirikan Lembaga Penelitian Daya Guna Tenaga dan Peralatan di Gunung Batu, Bogor. Lembaga tersebut meneliti peralatan kehutanan di P. Jawa dan Madura dan hasil penelitiannya dimuat dalam majalah Kerdjantara yang jadwal terbitnya tergantung kepada ketersediaan naskah dan masing-masing nomor memuat 5 8 tulisan mengenai peralatan sederhana dalam pengelolaan hutan. Misalnya untuk tahun 1963 majalah tersebut terbit 5 nomor (Kerdjantara No. 4 9 tahun 1963). Dalam majalah tersebut disajikan gambar-gambar sketsa alat dan informasi teknis seadanya sehingga terkesan masih bersifat pengenalan secara umum saja. Mungkin peneliti penerus diharapkan melanjutkan penelitian dalam rangka penyempurnaan alat-alat tesebut dan kajian berbagai aspeknya, namun selama ini perhatian peneliti terfokus ke hutan alam di luar P. Jawa sebagai akibat maraknya kegiatan di sana. Alat utama dalam pengelolaan (pemanenan dan pengolahan) hutan rakyat adalah gergaji tangan. Untuk mendukung penggunaan alat tersebut, Danuwinoto (1964) telah menulis buku pegangan bagi pengguna, mencakup pengenalan bagian-bagian gergaji, cara pemeliharaan, berbagai alat bantu pemeliharaan gergaji dan cara mengoperasikannya serta cara-cara penggunaan gergaji tangan yang benar. Pada akhit tahun 1960-an sempat dilakukan beberapa kali pelatihan pemeliharaan dan pengoperasian gergaji tangan namun tidak meluas dan berkelanjutan. Peralatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan hutan rakyat sebenarnya cukup banyak jenis dan variasinya dari satu tempat ke tempat lain. Khusus untuk P. Jawa dan Madura, Lembaga Penelitian Ekonomi Kehutanan (nama baru bagi Lembaga Penelitian Daya Guna Tenaga dan Pealatan Pehutanan di atas) telah menginventarisasi peralatan kehutanan tradisional yang ada (Danuwinoto, 1965). Informasi yang dikumpulkan baru bersifat umum meliputi bahan, ukuran, berat dan pemakaian dan belum mencakup efektivitas, ekonomi, apalagi kemungkinan penyempurnaannya. Dari hasil inventarisasi tersebut diketahui ada sebanyak 84 jenis alat-alat manual yang digunakan di semua tahap pengelolaan hutan, mulai dari kegiatan pengerjaan tanah dan persiapan tanaman, pengumpulan dan penyimpanan biji, pembibitan dan persemaian, 87

penjarangan, penebangan, pengangkutan, muat-bongkar sampai ke pengukuran isi tegakan dan bahkan pengukuran cuaca. Upaya yang telah dimulai para peneliti senior kehutanan tahun 1960-an tersebut ternyata terhenti sampai di situ saja padahal peranan peralatan tersebut sebenarnya sangat penting dalam melaksanakan pengelolaan hutan rakyat secara baik. Alat-alat tradisional tersebut yang merupakan teknologi tepat guna bagi pengusahaan hutan rakyat sangat potensial untuk diteliti dan selanjutnya dikembangkan ke arah yang lebih baik sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien dengan upaya sendiri, tanpa ketergantungan kepada barang-barang impor. B. Kerjasama Indonesi dengan Jerman Selama kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman pada periode 1963 1968 telah dilakukan banyak penelitian keteknikan hutan, baik alat-alat mekanis maupun alat-alat sederhana yang dioperasikan secara manual. Semua penelitian tersebut, terutama yang menyangkut alat-alat manual, sangat gayut dengan pengelolaan hutan rakyat. Banyak alat manual yang dibawa oleh Jerman ke Indonesia, diaplikasikan, diteliti dan dilakukan pelatihan-pelatihan dalam menggunakan peralatan tersebut dengan benar serta pelatihan pemeliharaan alat-alat tersebut secara baik. Semua itu dimaksudkan untuk meningkakan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan menurunkan beban kerja bagi para pekerja. Beberapa di antara alat-alat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut (Wasono, 1967a, Wasono, 1967b): 1) Greifzug atau handy andy adalah alat yang sangat bermanfaat dalam pemanenan hutan, digunakan untuk menyarad kayu yang susah dikeluarkan, mengatur arah roboh pohon, membongkar tuggak, mengatur letak kayu dan sebagainya. 2) Gerggaji tangan untuk memotong, terdiri dari berbagai bentuk gerigi dan ukuraan gergaji yang khusus untuk memotong kayu. 3) Gergaji tangan untuk membelah, juga terdiri dari bermacam-macam bentuk gerigi dan ukuran gergaji, digunakan khusus untk membelah kayu. 4) Baji tebang, terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran baji, digunakan untuk memudahkan kerja gergaji dan menentukan arah rebah. 5) Baji potong, juga terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran, digunakan untuk membantu memperlancar pemotongan kayu. 88

6) Kampak (kapak), terdiri dari banyak macam dan ukuran, digunakan untuk berbagai kegiatan potong-memmotong kayu dan kegiatan pendukung lainnya. 7) Alat ungkit, ada beberapa ukuran, digunakan sebagai alat bantu untuk mengungkit kayu yang sedang dikerjakan. 8) Kikir, terdiri dari bermacam-macam bentuk dan ukuran kikir yang fungsinya adalah untuk menajamkan gergaji. 9) Alat-alat bengkel, terdiri dari berbagai alat perbengkelan yang digunakan untuk memelihara, memperbaiki atau menyempurnakan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan kehutanan, meliputi mesin bubut, mesin bor, mesin las, mesin gerinda, penjepit (file), palu dan berbagai alat-alat kecil lainnya. Alat-alat yang dibawa dan diperkenalkan oleh para ahli Jerman ini sebenarnya sangat baik dan mampu memperbaiki berbagai praktek pengelolaan hutan secara manual, namun setelah kerjasama selesai, kegiatan lanjutannya tidak ada sehingga alatalatnya tinggal menumpuk begitu saja menunggu prosesnya menjadi besi tua. C. Usaha Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor Sejak sekitar tahun 1970-an, institusi litbang kehutanan di Gunung Batu, Bogor (namanya sejak dulu sudah sering berubah dan sekarang bernama Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor) sudah mulai melakukan penelitian dan pengembangan keteknikan hutan. Hasilnya sudah ada beberapa macam alat sederhana (alat tepat guna) yang cocok digunakan dalam pengelolaan hutan rakyat. Namun karena perhatian para pihak terkait akan bidang keteknikan sangat kurang, hasil-hasil yang telah dicapai tersebut tidak termanfaatkan dan berbagai penelitian lanjutan yang diperlukan tidak dapat dilaksanakan. Di sisi lain, praktek pengelolaan hutan rakyat masih menggunakan caracara tradisonal yang sangat sederhana dan masih kurang maju. Alat-alat hasil rekayasa dan penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor yang gayut dengan pengelolaan hutan rakyat, antara lain: 1) Sistem kabel gaya berat (gravity skyline system) adalah alat hasil rekayasa berupa alat untuk mengeluarkan kayu dari daerah perbukitan dan sudah diuji coba di daerah KPH Sukabumi, KPH Lawu Ds dan KPH Pekalongan Barat dengan hasil cukup baik (Sinaga, et al., 1980). 89

2) Roda I dan Roda II adalah alat sederhana yang dirancang dan dibuat untuk memudahkan kegiatan penyaradan, telah dicoba di KPH Pekalongan Timur dengan hasil cukup baik (Sutopo dan Idris, 1985). 3) Ngglebek adalah alat bantu penyaradan kayu bulat yang mampu menyarad kayu dengan panjang 2 m dan diameter 30 cm. 4) Transkit adalah alat yang berfungsi sebagai pengungkit kayu saat memuat ujung kayu ke atas alat angkut, untuk kemudian diangkut dengan relatif ringan dan ternyata mampu menyarad kayu dengan panjang 3 m dan diameter 40 cm. 5) Alat muat dengan lir adalah berupa alat bantu untuk memuat kayu dari samping bak truk ke atas truk angkutan yang mampu memuat kayu sampai 1,5 m3 (Suparto dan Elias, 1999). 6) Alat muat KPH2 adalah berupa alat hasil rekayasa dari bahan-bahan besi pipa, kabel dan katrol sedemikian rupa sehingga dapat digunakan memuat kayu ke atas truk dengan lancer (Basari, et al., 2002). 7) Kabel layang (skyline system) sederhana, yaitu merupakan alat sistem kabel hasil rekayasa untuk mengeluarkan kayu dari medan yang bertopografi berat. Semula dengan mesin 20 HP dan telah diujicoba di Sukabumi, Sumedang dan P. Laut dengan hasil yang menjanjikan tetapi kelemahannya terletak pada mesin yang terlalu kecil. Perbaikan dilakukan dengan mengganti mesin menjad 24 HP dan penyempurnaan berbagai konstruksinya, lalu diujicobakan di Pekalongan dan Sukabumi. Hasilnya menunjukkan cukup baik dan sebenarnya tinggal memerlukan pebaikan kecil-kecil saja untuk penyempurnaannya dan alat tersebut siap dioperasikan (Sukadaryati dan Dulsalam, 2006). 8) Alat serbaguna EXP2000 yang direkayasa untuk digunakan menyarad kayu dari medan yang sulit dengan menggunakan sistem kabel berukuran kecil. Semula dengan mesin 11 HP dan dicoba di Jawa Barat, ternyata tenaganya kurang besar. Selanjutnya mesin diganti menjadi berkekuatan 24 HP dan dirancang juga sekaligus untuk memuat/membongkar kayu ke/dari atas truk angkutan. Alat ini telah diujicobakan di beberapa lokasi di Kabupaten Bogor dan tampak sangat prospektif untuk pengelolaan (pemanenan) huan rakyat sehingga perlu didorong pengembangannya lebih lanjut agar jangan sampai 90

mandek di tengah jalan. Nantinya alat ini direncanakan akan dilengkapi juga dengan alat tambahan untuk mengolah (menggergaji) kayu di hutan agar pemungutan kayu rakyat dari hutan lenih efisien (Endom, 2006). 9) Alat bantu untuk mengeluarkan kayu dengan traktor pertanian, adalah rekayasa alat bantu dalam memanfaatkan traktor pertanian untuk menyarad kayu telah dimulai tahun 1999 bekerjasama dengan Korea Selatan. Selanjutnya diteruskan oleh Pusat Litbang Hasil Hutan dengan menggunakan traktor Ford 5660 dan telah dicoba di P. Laut dan beberapa tempat di Jawa Barat. Secara umum hasilnya cukup baik dan menjanjikan namun terkendala oleh keterbatasan dana dan tiadanya traktor pertanian yang secara leluasa dikuasai, dirancang alat bantunya dan dioperaskan di lapangan sehingga penelitian traktor pertanian ini tidak berjalan lancar. Traktor yang pernah digunakan adalah traktor sewaan yang di samping sulit memperolehnya, juga mahal sewanya dan sangat terbatas waktu penggunaanya. Padahal, melihat kecenderungan peralatan kehutanan di negara-negara maju dan kebutuhan nyata di dalam pengelolaan hutan rakyat, penggunaan traktor pertanian ini merupakan salah satu alternatif terbaik dan penelitian dan pengembangan alat-alat bantu yang sesuai kebutuhan pengelola hutan rakyat sangat penting untuk didorong dan dilaksanakan secara berkelanjutan. D. Perkembangan di Negara-Negara Maju Di negara-negara maju seperti Ameriaka Serikat dan negara-negara di Eropa, peralatan andalan dalam pengelolaan hutan rakyat adalah alat-alat mekanis yang sudah modern dan setengah modern. Namun di dalam memanfaatkan tenaga alat-alat tersebut untuk tujuan tertentu, telah dikembangkan dan terus dikembangkan banyak alat bantu sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien serta mengurangi beban tenaga pekerja dan pekerjaan lebih menyenangkan. Di Amerika Serikat misalnya yang negaranya sudah demikian maju, terdapat lima pusat penelitian dan pengembangan peralatan kehutanan yang diberi nama Equipment Development Center di bawah naungan USDA Forest Service. Pusat-pusat litbang tersebut mendata semua peralatan yang ada beserta berbagai aspeknya, melakukan penelitian untuk perbaikan/penyempurnaan, mendata industri yang memproduksi alat-alat tersebut, lalu menerbitkan dan menyebar-luaskan 91

seluruh informasi tersebut ke semua pihak terkait. Proses tersebut berlangsung secara bersamaan dan berkesinambungan sehingga pengelola hutan selalu dapat mengikuti perkembangan dan memanfaatkan teknologi terbaru. Sebagai contoh hasil kerja pusat litbang peralatan di Amerika Serikat adalah buku Nursery Equipment Catalog yang dikeluarkan oleh Equipment Development Center, Missoula, Montana, berisi informasi lengkap dan jelas berbagai peralatan, disajikan dalam bentuk gambar, sketsa dan keterangan teknis serta industri yang memproduksinya dengan alamat yang lengkap (Lowman dan McLaren, 1976). Informasinya mencakup alat-alat untuk semua tahap kegiatan pesemaian, mulai dari alat-alat untuk mengumpulkan biji, penyimpanan, pengelolaan dan fumigasi biji, pengolahan tanah, penaburan biji, irigasi, pemupukan, penyemprotan, sampai ke pengepakan dan pengangkutan bibit. Contoh produk lain dari instansi litbang tersebut adalah Revegatation Equipment Catalog (Larson, 1980) yang memuat secara lengkap informasi alat-alat penanaman hutan, serta buku Equipment for Reforestation and Timberstand Improvement (Larson and Hallman, 1980) yang berisikan informasi alat-alat pembangunan hutan mulai dari tahap awal pembangunan hutan sampai ke masalah keselamatan dalam kegiatan kehutanan. Inti dari informasi ini adalah adanya kegiatan penelitian dan pengembangana keteknikan hutan yang berkesinambungan walaupun sebenarnya alatalat modern sudah banyak. Perbaikan/penyempurnaan terus dilakukan agar dapat mencapai operasi yang lebih efektif dan efisien serta proses pelaksanaan kegiatan lebih menyenangkan atau lebih ringan bagi pekerja. Di negara-negara Eropa, perkembangan keteknikan hutan boleh dikatakan sama dengan di Amerika Serikat. Hanya dalam hal pengembangan peralatan tertentu yang biasanya di Amerika Serikat dikenal dengan ukuran besar, belakangan di Eropa justru telah dikembangkan dengan ukuran kecil sehingga penggunaannya lebih fleksibel dan biayanya lebih murah. Dua contoh utama dapat disebutkan, yaitu alat kabel layang (skyline) Koller 300 dan gergaji mesin (chainsaw) Husqvarna., keduanya buatan Austria. Kabel layang Koller 300 jauh lebih kecil dari sistem kabel biasa (hanya 50 HP) sehingga pemasangan dan pemindahannya lebih mudah dan murah. Alat ini telah digunakan di Kalimantan Timur oleh PT Surya Hutani Lestari pada pertengahan tahun 1990-an dengan hasil baik. Gergaji mesin Husqvarna tipe 36 berukuran kecil dan ringan (hanya 2 HP) sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam pengelolaan hutan rakyat. Sekarang 92

ini alat tersebut telah mulai digunakan beberapa pengelola hutan tanaman industri di Indonesia. Di Inggris, jenis hutan produksi hampir seluruhnya hutan tanaman dan dikelola oleh masyarakat (hutan rakyat) yang memerlukan program pemanenan penjarangan di samping tujuan akhir tebang habis. Zaman dulu, pengeluaran kayu dilakukan dengan menggunakan tenaga kuda. Lama kemudian, karena jumlah kuda menurun, mereka beralih ke sistem kabel kerekan kecil (small winches) yang diimpor dari Skandinavia pada pertengahan tahun 1960-an. Sistem kabel tersebut terdiri dari dua drum yang disambungkan dengan traktor sehingga disebut double drum tractor mounted winch. Karena kecil, jarak ekstraksinya hanya sampai 150 m. Tahun 1968 dikembangkan sistem kabel tiang ganda (fixed skyline multispan system) sehingga mampu mencapai jarak ekstraksi 350 m. Pembangunan sistem kabel tersebut dilakukan dengan menggunakan traktor pertanian standar sebagai alat dasar (base power unit) dalam membuat kelengkapan sistem kabel seperti tiang, kereta muatan (carriage) dan lain-lain yang dilakukan di bengkelbengkel sendiri. Hal ini dilakukan karena adanya tekad untuk membangun dan menggunakan peralatan yang murah, mesin sederhana, andal, mudah dalam pemeliharaan dan tidak memerlukan operator yang berkeahlian tinggi. Hasinya adalah semua berjalan dengan baik dan pengelolaan hutan berjalan efisien (Hughes, 1979). Penelitian dan pengembangan keteknian hutan untuk hutan rakyat di negaranegara maju terus berlangsung tanpa batas waktu dan teknologi meskipun pada saat ini mereka sudah sangat maju. Hal itu bisa terjadi karena mereka sudah sadar bahwa ilmu keteknikan hutan itu dapat membantu dalam mengikuti perkembangan teknologi guna meningkatkan terus efektivitas dan efisiensi kerja serta mencari terus perbaikan dan kemudahan kerja bagi para pekerjanya. IV. UPAYA MENDORONG KEMAJUAN KETEKNIKAN HUTAN UNTUK MENDUKUNG USAHA HUTAN RAKYAT YANG LEBIH MAJU Usaha hutan rakyat dapat maju bila semua faktor penentu dalam pengelolaannya berkembang dengan baik. Salah satu faktor penentu tersebut adalah keteknikan hutan. Komponen utama dalam keteknikan hutan yang sangat penting dalam pengelolaan hutan rakyat adalah peralatan. Peralatan yang selama ini masih sederhana dan belum dikembangkan, perlu diteliti dan dikembangkan dengan sunguh-sungguh sehingga 93

praktek pengelolaan hutan rakyat dapat berjalan efektif dan efisien. Berbagai langkah strategis perlu diambil, antara lain: 1) Mendorong pengembangan sumberdaya manusia di bidang keteknikan hutan agar mampu merekayasa alat-alat kehutanan, termasuk alat-alat untuk hutan rakyat. 2) Membangun laboratorium-laboratorium penelitian dan perekayasaan peralatan kehutanan yang dilengkapi dengan peralatan kerja yang memadai sesuai perkembangan teknologi yang ada. 3) Mendorong kegiatan penelitian dan perekayasaan alat-alat kehutanan, baik yang dilakukan oleh instansi kelitbangan pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta. 4) Menyediakan dana yang memadai untuk kegiatan penelitian dan perekayasaan alat-alat kehutanan. 5) Mendorong pengembangan industri kecil dan menengah untuk memproduksi peralatan kehutanan. 6) Mendidik pengelola hutan rakyat agar mampu mengelola hutan dengan baik dengan dukungan teknologi tepat guna. 7) Membuat peraturan perundangan yang membatasi penggunaan alat-alat impor dan mendorong penggunaan alat-alat produksi dalam negeri demi menggalakkan industri peralatan kecil/menengah lokal, memudahkan pengadaan peralatan dan meningkatkan kegiatan penelitian dan perekayasaan peralatan dengan tujuan antara meningkatkan lapangan kerja yang semuanya berujung pada pencapaian pengelolaan hutan rakyat yang maju. Dengan melaksanakan berbagai upaya tersebut diharapkan keteknikan hutan dapat berkembang pesat dan mampu mendorong kegiatan pengelolaan hutan rakyat sehingga menjadi usaha yang maju. V. KESIMPULAN DAN SARAN Perkembangan keteknikan untuk hutan rakyat di Indonesia sangat tertinggal karena perhatian dari para pihak terkait sangat kurang padahal peranan keteknikan hutan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting. Keteknikan hutan rakyat sangat 94

memerlukan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan sesuai dengan keadaan obyektif hutan itu sendiri. Di negara-negara maju, penelitian keteknikan hutan rakyat bejalan pesat, meliputi alat-alat yang modern dan alat-alat yang sederhana (manual) sehingga hutan rakyat maju dan berperan penting dalam menjaga ketersediaan kayu dan kesejahteraan petani hutan. Perkembangan keteknikan untuk hutan rakyat perlu didorong melalui beberapa upaya strategis, antara lain dengan membangun sumberdaya manusia di bidang keteknikan hutan, membangun laboratorium-laboratorium penelitian dan perekayasaan alat kehutanan, mendorong kegiatan litbang dan perekayasaan peralatan, menyediakan dana yang memadai untuk litbang keteknikan hutan rakayat, mendorong perkembangan industri kecil/menengah di bidang keteknikan hutan, mendidik pengelola hutan rakyat agar mampu mengelola hutan rakyat dengan baik dan membuat peraturan perundangan yang kondusif bagi usaha hutan rakyat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Potensi hutan rakyat harus terus dikembangkan. Harian Kompas, 7 Juni 2006, hlm. 18. Penerbit PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.. Tanpa tahun. Husqvarna: Hutan, Taman dan Kebun. Distributor PT Prima Elux. Wisma Staco. Jakarta. Basari, Z., S. Suhartana, W. Endom, Dulsalam dan Y. Sugilar. 2002. Kajian produktivitas alat muat kayu KPH2 di BKPH Gunung Halu, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Bul. Penelitian Hasil Hutan 20(2):165-176. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1995. Prosiding Seminar/Diskusi Panel Pengembangan Hutan Rakyat, dilaksanakan di Bandung tanggal 19 20 Januari 1995. Ditjen RRL. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1998. Buku Tatanan Praktek Pengelolaan Hutan Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Danuwinoto, S.H. 1964. Gergadji: guna dan pemeliharaannya. Laporan No. 3. Lembaga Penelitian Ekonomi Kehutanan. Bogor. 95

. 1965. Daftar peralatan tangan kehutanan di Jawa dan Madura. Lembaga Penelitian Ekonomi Kehutanan. Bogor. Endom, W. 2006. Studi penggunaan kereta kayu Km Exp-I dan alat bantu lain pada operasi pengeluaran kayu sistem kabel layang EXP-2000. Konsep laporan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Larson, J.E. 1980. Revegetation Equipment Catalog. Equipment Development Center, USDA Forest Service. Missoula, Montana. Larson, J. and R. Hallman. 1980. Equipment for Reforestation and Timber Stand Improvement. Equipment Development Center, USDA Forest Service. Missoula, Montana. Lowman, B.J. and J. McLaren. 1976. Nursery Equipment Catalog. Equipment Development Center, USDA Forest Service.. Missoula, Mpntana. Lembaga Penelitian Daya Guna Tenaga dan Peralatan Perhutanan. 1963. Kerdjantara No. 4 9 tahun 1963. Lembaga Penelitian Daya Guna Tenaga dan Peralatan Perhutanan. Bogor. Sinaga, M., S. Sastrodimedjo dan E.Tjarmat. 1980. Penggunaan sistem kabel gaya berat dengan rem untuk penyaradan kayu di daerah pegunungan. Laporan Penelitian Hasil Hutan 152:1-10. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Simon, H. 1995. Strategi pengembangan pengelolaan hutan rakyat. Prosiding Seminar/Diskusi Panel Pengembangan hutan Rakyat, Bandung 19 20 Januari 1995. Hlm. 1 18. Ditjen RRL. Jakarta. Sukadayati dan Dulsalam. 2006. Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 di hutan tanaman BKPH Bojong Lopang, Sukabumi. Konsep laporan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Suparto, R.S. dan Elias. 1999. Adaptasi teknologi serbaguna dalam pemanenan kayu menuju sistem semi mekanis. Makalah pada Diskusi Pola Sinergi Ekonomi, Ekologi dan Sosial dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Produksi Sebagai Kesatuan Ekosistem, tanggal 18 19 Agustus 1999 di Bogor. Kerjasama Perum Perhutani, Fak Kehutanan IPB dan Perhimpunan Peminat Pemanenan Hutan Indonesia (PERPPHINDO). Bogor. Sutopo, S. dan M.M. Idris. 1985. Sistem penyaradan pada eksploitasi hutan pinus di Jawa Tengah. Jur. Penel. Hasil Hutan 2(3):1-9. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. 96

Wasono, P. 1967a. Pengalaman mengenai pemakaian greifzug guna eksploitasi di hutan jati. Laporan No. 13. Lembaga Penelitian Eksploitasi Hutan. Bogor.. 1967b. Pengaruh usaha efisensi penebangan terhadap prestasi kerja dan produksi kayu terutama kayu ekspor. Laporan No. 12. Lembaga Penelitian Eksploitasi Hutan. Bogor. 97