HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal pada kualitas yang sama disajikan pada Tabel 3. Kualitas Telur AA A Tabel 3. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Model Regresi Persamaan Regresi Y = 9,07x + 339,72 Y = -4,84x 2 + 88,14x 41,07 Y = 49,8x + 110,5 Y = 50,8x 2 429,7x + 1233 B Y = 40,2x + 187,2 Y = -2,8x 2 + 60,1x + 153 Keterangan : * Berbeda nyata Determinasi (R 2 ) 0,032 0,063 0,036* 0,036 0,069* 0,055 Korelasi (r) 0,179 0,251 0,190* 0,190 0,263* 0,235 Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pada tingkatan kualitas AA, hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih tidak berbeda nyata baik linier maupun kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada kualitas telur AA, tinggi putih telur tidak berpengaruh terhadap daya buih. Tinggi putih telur kualitas AA yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 5,10-11,30 mm dengan rataan 6,79±1,77 mm. Rataan daya buih yang diperoleh adalah 401,3±83,5% yang berarti pada tingkatan kualitas AA, tinggi putih telur antara 5,10-11,30 mm daya buihnya relatif konstan yaitu sekitar 401,3±83,5%. Hal ini karena telur itik kualitas AA masih memiliki ikatan protein yang kuat sehingga sulit untuk membuka ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu pengocokan putih telur, sehingga buih yang terbentuk dari putih telur kualitas AA yang mempunyai tinggi dari 5,10-11,30 mm relatif sama. Berdasarkan Tabel 3 maka model regresi antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal kualitas A dan kualitas B yang memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang lebih besar adalah model regresi linier. Tinggi putih telur kualitas A yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 3,66-5,50 mm dengan rataan 4,73±0,41 mm. Rataan daya buih yang diperoleh adalah 346,2±93,9%.
Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal kualitas A disajikan pada Gambar 4. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 49,8x + 110,5. Semakin tinggi putih telur itik kualitas A, maka daya buih telur itik akan semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 3,66-5,50 mm, maka akan meningkatkan daya buih sebesar 49,8%. 70 Y = 49,8x + 110,5 R 2 = 0,036 60 50 Daya Buih (%) 40 30 20 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Gambar 4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A determinasi (R 2 ) sebesar 0,036 menunjukkan bahwa keragaman daya buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas A adalah sebesar 3,6%. korelasi (r) sebesar 0,190 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi antara tinggi putih telur kualitas A dengan daya buihnya sangat lemah. Tinggi putih telur kualitas B yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 2,27-4,65 mm dengan rataan 3,56±0,51 mm. Rataan daya buih yang diperoleh adalah 330,25±71,12%. Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal kualitas B disajikan pada Gambar 5. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 40,2x + 187,2. Semakin tinggi putih telur itik kualitas B, maka daya buih telur itik akan
semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 2,27-4,65 mm, maka akan meningkatkan daya buih sebesar 40,2%. 60 50 Y = 40,2x + 187,2 R 2 = 0,069 Daya Buih (%) 40 30 20 0 1 2 3 4 5 Gambar 5. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B determinasi (R 2 ) sebesar 0,069 menunjukkan bahwa keragaman daya buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas B adalah sebesar 6,9%. korelasi (r) sebesar 0,263 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi antara tinggi putih telur kualitas B dengan daya buihnya lemah. Semakin rendah ketinggian putih telur kualitas A dan kualitas B menunjukkan bahwa kualitas telur semakin menurun. Penurunan kualitas telur dapat terjadi akibat penguapan CO 2 dan H 2 O. Penurunan kualitas telur dapat menyebabkan perubahan struktur pada protein putih telur. Perubahan struktur tersebut ditemukan pada jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur seperti yang disampaikan oleh Stadelman dan Cotterill (1995). Perubahan struktur jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977) dan terjadi kompleks ovomucin-lysozime atau
perubahan struktur ovalbumin menjadi s-ovalbumin (Alleoni dan Antunes, 2004). Semakin encer putih telur maka semakin rendah ketinggian putih telur. Semakin rendah ketinggian putih telur, maka daya buih akan semakin rendah. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal pada kualitas yang sama disajikan pada Tabel 4. Kualitas Telur AA A Tabel 4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Model Regresi Persamaan Regresi Y = 0,09x + 93,97 Y = -0,24x 2 + 3,93x + 79,48 Y = 4,73x + 67,89 Y = 2,98x 2-23,4x + 133,73 B Y = 3,30x + 77,9 Y = -1,71x 2 + 15,3x + 57,24 Keterangan : * = Berbeda nyata Determinasi (R 2 ) 0,0 0,028 0,060* 0,055* 0,061* 0,054 Korelasi (r) 0,0 0,17 0,25* 0,24* 0,25* 0,23 Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pada tingkatan kualitas AA, hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih tidak berbeda nyata baik linier maupun kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada kualitas telur AA, tinggi putih telur tidak berpengaruh terhadap kestabilan buih. Tinggi putih telur kualitas AA yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 5,10-11,30 mm dengan rataan 6,79±1,77 mm. Rataan kestabilan buih yang diperoleh adalah 94,59±2,72% yang berarti pada tingkatan kualitas AA, tinggi putih telur antara 5,10-11,30 mm kestabilan buihnya relatif konstan yaitu sekitar 94,59±2,72%. Hal ini karena putih telur itik kualitas AA masih memiliki ikatan protein yang cukup kuat sehingga sulit untuk membuka ikatan polipeptida dalam molekul protein, sehingga kestabilan buih dari putih telur kualitas AA yang mempunyai tinggi 5,10-11,30 mm relatif sama. Berdasarkan Tabel 4 maka model regresi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal kualitas A dan kualitas B adalah model regresi linier. Hal ini karena model regresi linier
memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari pada model regresi kuadratik. Tinggi putih telur kualitas A yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 3,66-5,50 mm dengan rataan 4,73±0,41 mm. Rataan kestabilan buih yang diperoleh adalah 90,28±7,29%. Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal kualitas A disajikan pada Gambar 6. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 4,73x + 67,89. Semakin tinggi putih telur itik kualitas A, maka kestabilan buih telur itik akan semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 3,66-5,50 mm, maka akan meningkatkan kestabilan buih sebesar 4,73%. 12 Y = 4,73x + 67,89 R 2 = 0,06 Kestabilan Buih (%) 8 6 4 2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Gambar 6. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A determinasi (R 2 ) sebesar 0,060 menunjukkan bahwa keragaman kestabilan buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas A adalah sebesar 6,0%. korelasi (r) sebesar 0,25 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi antara tinggi putih telur kualitas A dengan kestabilan buihnya lemah.
Tinggi putih telur kualitas B yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 2,27-4,65 mm dengan rataan 3,56±0,51 mm. Rataan kestabilan buih yang diperoleh adalah 89,63±6,15%. Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal kualitas B disajikan pada Gambar 7. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 3,3x + 77,91. Semakin tinggi putih telur itik kualitas B, maka kestabilan buih telur itik akan semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 2,27-4,65 mm, maka akan meningkatkan kestabilan buih sebesar 3,3%. 12 Y = 3,3x + 77,91 R 2 = 0,061 Kestabilan Buih (%) 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Gambar 7. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B determinasi (R 2 ) sebesar 0,061 menunjukkan bahwa keragaman kestabilan buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas B adalah sebesar 6,1%. korelasi (r) sebesar 0,25 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi antara tinggi putih telur kualitas B dengan kestabilan buihnya lemah. Tinggi putih telur dipengaruhi oleh kekentalan putih telur. Semakin kental putih telur maka semakin tinggi putih telur. Perbedaan putih telur kental dan putih telur encer terutama pada kandungan ovomucin. Ovomucin merupakan protein yang mempengaruhi kekentalan putih telur dan mampu mencegah buih mencair kembali.
Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), ovomucin pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar daripada diputih telur encer. Kestabilan buih putih telur kental yang mengandung lebih banyak ovomucin lebih tinggi daripada putih telur encer (Kurniawan, 1991). Kestabilan buih terendah diperoleh dari telur itik yang memiliki tirisan buih tertinggi. Penurunan kualitas telur dipengaruhi oleh umur penyimpanan. Semakin lama telur disimpan maka kualitasnya akan turun sehingga kestabilan buihnya rendah. Hal ini dapat terjadi karena menurut Heath (1977), selama penyimpanan terjadi penguapan H 2 O dan CO 2 yang menyebabkan serabut protein yang membentuk jala di dalam putih telur yaitu ovomucin akan berubah strukturnya dan pecah sehingga air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer. Semakin encer putih telur mengakibatkan protein putih telur tidak mampu mengikat udara. Hal ini menunjukkan semakin rendahnya kestabilan buih.