Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

dokumen-dokumen yang mirip
Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4

UJI KINERJA HAMMER MILL DENGAN UMPAN JANGGEL JAGUNG [Performance Test Hammer Mill With Corn Feed Corncob]

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar. Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : Y. Samuel Agus H

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING

III. METODOLOGI PENELITIAN

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

HALAMAN JUDUL SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar. Sarjana Teknologi Pangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

SURVEI SIFAT FISIK DAN KANDUNGAN NUTRIEN ONGGOK TERHADAP METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DI DUA KABUPATEN PROVINSI LAMPUNG


1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SISKA SANITA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

PENGARUH PROPORSI TAPIOKA DAN TEPUNG BERAS MERAH TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK BERAS MERAH SKRIPSI

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

KARAKTERISTIK ROTI TAWAR DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor (L) MOENCH) TERFERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

SKRIPSI SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DENGAN TEPUNG BIJI NANGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

UJI ORGANOLEPTIK CAKE DENGAN SUBSTITUSI PATI SINGKONG (Manihot utilissima) DAN PEWARNA DAUN SUJI (Pleomale angustifolia) NASKAH PUBLIKASI

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

ESTABLISHMENT OF QUALITY ATTRIBUTES STANDARD OF RAMBAK CRACKER

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN.

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA

UJI VARIASI SUHU TERHADAP MUTU KELAPA PARUT KERING PADA ALAT PENGERING KELAPA PARUT (Desiccated Coconut)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU

Bab 1 PENDAHULUAN. bahan mentah seperti beras, jagung, umbi-umbian, tepung-tepungan, sayursayuran,

PERUBAHAN KADAR AIR UBI KAYU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PENGERING KABINET

Utilization of Cassava Peel Flour for Producing Sago Instant Noodle.

COOKIES DIET APRANATA SEMARANG SKRIPSI. Oleh :

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

Semarang, 10 November Penulis

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IbM PENGRAJIN KUE BAGIAK DI KABUPATEN BANYUWANGI. Herlina dan Triana Lindriati

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI BUAH KAWIS DAN MARKISA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

Food Science and Culinary Education Journal

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

S K R I P S I. Oleh : NI LUH DESI RASTIYATI

KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG

APLIKASI TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata) PADA NUGGET JAMUR TIRAM UNTUK MEMENUHI KECUKUPAN ZAT BESI

NASKAH PUBLIKASI. KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG PISANG KEPOK PUTIH (Musa paradisiaca forma typica) DAN TEPUNG TEMPE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

PENGARUH TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KADAR GIZI DAN MUTU ORGANOLEPTIK SALE PISANG (Musa paradisiaca L.) Fery Indradewi A

Pemotongan Daging Ikan Toman (Channa micropeltes) dalam Pembuatan Ikan Kering

PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

I. PENDAHULUAN. beras, jagung, singkong, ubi jalar, sagu dan sukun. Tepung tersebut dapat diolah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG KEDELAI PADA ROTARY DRYER

Transkripsi:

Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 43-48 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK TEPUNG ONGGOK PADA TIGA METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA [CHARACTERIZING OF ONGGOK FLOUR USING THREE DIFFERENT DRYING METHODS] Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4 1) Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4) Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung komunikasi penulis, email : Marinda_sari@rocketmail. com Naskah ini diterima pada 6 Maret 2013; revisi pada 30 April 2013; disetujui untuk dipublikasikan pada 8 Mei 2013 ABSTRACT The processing of cassava becoming tapioca flour will produce solid fiber waste called as onggok. Onggok can be used as raw material for making onggok flour. One of the processing steps on the producing of onggok flour is drying. In common practice, solar dryer is used but it takes long time and strongly depends on weather. The hybrid dryer (solar electrical energy), solar radiation dryer, and electrical dryer would be used in this research. The aims of this study were to determine and to compare whiteness degree, the degree of acidity (ph), and the characteristics of onggok flour (color and aroma) and its organoleptic justification of onggok flour dryed by the three different drying methods. The results showed that drying process under solar radiation dryer produced onggok flour at better color compared with the others, drying process using electrical dryer produced onggok flour at better aroma compared with the others, the best product based on organoleptic tests was onggok flour dried by electrical dryer with color criteria a little white, the aroma criteria slightly cassava aromaed, and overall acceptance a bit like. Keywords: Onggok flour, drying, aroma, flour color ABSTRAK Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka menghasilkan limbah padat yang biasa disebut onggok. Onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung onggok. Salah satu tahap pengolahan onggok menjadi tepung adalah tahap pengeringan. Pengeringan yang biasa dilakukan adalah pengeringan alami yang memerlukan waktu yang relatif lama dan sangat bergantung pada cuaca. Dalam penelitian ini digunakan alat pengering hybrid (energi radiasi matahari dan listrik), energi radiasi matahari, dan energi listrik. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan dan membandingkan derajat putih, derajat keasaman, dan karakteristik tepung onggok (warna dan aroma) tepung onggok yang dikeringkan dengan tiga metode pengeringan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan energi radiasi matahari menghasilkan tepung onggok dengen kriteria warna yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya, Pengeringan menggunakan energi listrik menghasilkan tepung onggok dengen kriteria aroma yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya, Produk terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah tepung onggok menggunakan energi listrik dengan kriteria warna (agak putih), aroma (agak beraroma singkong), dan tingkat kesukaan (agak suka). Kata Kunci: Tepung onggok, alat pengering hybrid, karakteristik tepung onggok 43

Mempelajari karakteristik Tepung Onggok... (Marinda sari, Warji, Dwi Dian N, dan Tamrin) I. PENDAHULUAN Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 23,92 juta ton (BPS, 2012). Jumlah produksi singkong yang cukup besar memungkinkan singkong diproduksi menjadi bahan pangan yang dapat mendampingi beras sebagai bentuk dari ketahanan pangan di Indonesia. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka menghasilkan berbagai jenis produk sampingan, diantaranya adalah onggok. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan sekitar 75 % dari bahan mentahnya adalah hasil sampingan berupa onggok. Mengingat tingginya hasil sampingan dari produksi pembuatan tepung tapioka, maka sangat menguntungkan sekiranya hasil sampingan dari produksi tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berdayaguna. Onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung karena kandungan karbohidrat yang tersisa pada onggok tersebut masih cukup banyak (Retnowati dan Susanti, 2009). Kandungan karbohidrat pada onggok sebesar 65,9% (Kurniadi, 2010). Onggok merupakan sumber pangan fungsional karena mengandung serat tinggi. Onggok sangat potensial untuk dikembangkan. Prospek penjualan tepung maupun penggunaan tepung sampai saat ini dari segi pemasaran cukup menjanjikan dengan harga yang bersaing yaitu berkisar antara Rp.5500 Rp.6000 per kilogram untuk tepung tapioka sedangkan harga tepung onggok berkisar antara Rp.2000 Rp.2500 per kilogram. Tepung onggok dapat menjadi tepung alternatif pengganti tepung tapioka dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan tepung tapioka. Tepung banyak digunakan sebagai bahan olahan sehari-hari seperti dalam pembuatan berbagai jenis kue. Salah satu tahapan dalam pembuatan tepung adalah pengeringan, dimana pengeringan itu bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga umur simpan bahan menjadi lebih lama. Pengeringan onggok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami atau penjemuran dan pengeringan buatan menggunakan alat pengering. Pengeringan secara alami memerlukan waktu yang cukup lama, sangat bergantung pada cuaca dan bahan yang dikeringkan rentan terkena kotoran. Teknologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan buatan dengan tujuan mempersingkat waktu pengeringan onggok. Penggunaan alat pengering ini pun tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tempat yang luas, dan ruang pengering tertutup sehingga bahan yang dikeringkan relatif bersih. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan derajat putih dan derajat keasaman dengan sifat organoleptik (warna dan aroma) tepung onggok yang dikeringkan menggunakan alat pengering tiga metode yang berbeda. II. BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan duduk, alat pengering tipe rak, terpal, mesin penepung, ayakan 80 mesh, Digital Kett whitenessmeter, dan ph meter. Bahan yang digunakan adalah onggok yang diambil dari PD. Semangat Jaya, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan tiga metode pengeringan. Ketiga metode pengeringan tersebut adalah : A. Pengering onggok menggunakan energi radiasi matahari B. Pengering onggok menggunakan energi listrik C. Pengering onggok menggunakan energi radiasi matahari dan energi listrik (hybrid) Pada penelitian dilakukan tiga metode pengeringan yang berbeda. Setiap perlakuan digunakan sebanyak ± 5 kg onggok sebagai sampel. Onggok dikeringkan menggunakan energi radiasi matahari, menggunakan energi listrik, dan menggunakan kombinasi energi keduanya (hybrid). Kemudian onggok kering digiling menggunakan alat penepung setelah itu diayak dengan ayakan 80 mesh. 44

Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 43-48 Tepung onggok yang dihasilkan dianalisis menggunakan uji karakteristik fisik yang meliputi derajat putih dan derajat keasaman (ph) tepung onggok. Derajat putih tepung onggok diukur menggunakan alat Digital Kett whitenessmeter, sedangkan derajat keasaman diukur menggunakan alat ph meter. Masing - masing pengukuran dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Selain uji karakteristik fisik juga dilakukan uji organoleptik. Pada uji organoleptik atau hedonik dilakukan tiga pengamatan untuk tiap-tiap perlakuan, yaitu pengamatan warna, aroma, dan tingkat kesukaan tepung onggok. Uji ini melibatkan 30 orang panelis. Setiap panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sampel tepung onggok yang diberi kode yang meliputi warna, aroma dan tingkat kesukaan menurut skala hedonik. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung onggok yang dihasilkan memiliki rata-rata kadar air 12% dengan lama pengeringan berkisar antara 6-7 jam. Pada tepung onggok dilakukan uji karakteristik fisik yang meliputi derajat putih dan derajat keasaman sedangkan uji organoleptik meliputi kriteria warna, aroma, dan tingkat kesukaan. 3.1. Derajat putih Hasil pengamatan derajat putih pada sampel tepung onggok dari tiga metode pengeringan dengan alat menggunakan energi radiasi matahari, menggunakan energi listrik, menggunakan energi listrik ditambah radiasi matahari (hybrid) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai derajat putih tepung onggok No Metode pengeringan Derajat putih (%) 1. Alat menggunakan radiasi 65,5 matahari 2. Alat menggunakan energi 64,2 listrik 3. Alat menggunakan energi 57,8 listrik dan radiasi matahari (hybrid) Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai derajat putih pada pengeringan dengan matahari adalah 65,5%, pengeringan dengan energi listrik adalah 64,2%, dan pengeringan dengan hybrid adalah 57,8%. Semakin tinggi nilai derajat putih semakin baik pula kualitas tepung onggok dari segi karakteristik fisiknya. Perbedaan nilai derajat putih tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan suhu pengeringan. Rata-rata suhu pada pengeringan matahari menggunakan alat adalah 45 C, pengeringan onggok menggunakan energi listrik adalah 49 C, dan pengeringan onggok menggunakan energi matahari ditambah listrik (hybrid) adalah 58 C. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa metode pengeringan yang memiliki suhu tinggi maka nilai derajat putihnya paling rendah, yaitu metode pengeringan hybrid dengan nilai derajat putih 57,8%. Pengeringan (hybrid) memiliki waktu pengeringan yang lebih cepat dibandingkan dengan metode lainnya, akan tetapi suhu tinggi pada metode pengeringan ini mengakibatkan degradasi keluarnya air dari dalam bahan yang terlalu cepat atau biasa disebut browning pada onggok sehingga tepung yang dihasilkan pada metode pengeringan ini memiki nilai derajat putih paling rendah dibandingkan dengan metode lainnya. Menurunnya nilai derajat putih membuktikan bahwa suhu juga mempengaruhi nilai derajat putih. 3.2. Derajat keasaman (ph) Data derajat keasaman tepung onggok tidak jauh berbeda pada setiap pengeringan, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan derajat keasaman (ph) pada sampel tepung onggok pengeringan radiasi matahari adalah 5,51, pengeringan dengan energi listrik adalah 5,60, dan pengeringan dengan energi kombinasi keduanya (hybrid) adalah 5,55. Tanaman singkong memiliki kandungan asam alami yaitu asam sianida. Kadungan asam pada singkong dikhawatirkan akan mempengaruhi hasil akhir tepung onggok. Derajat keasaman dari ketiga metode pengeringan diperoleh nilai paling asam pada tepung dengan pengeringan menggunakan energi matahari yaitu 5,51. 45

Mempelajari karakteristik Tepung Onggok... (Marinda sari, Warji, Dwi Dian N, dan Tamrin) Tabel 2. Nilai derajat keasaman tepung onggok No Metode pengeringan Keasaman (ph) 1. Alat menggunakan 5,51 radiasi matahari 2. Alat menggunakan energi 5,60 listrik 3. Alat menggunakan energi 5,55 listrik dan radiasi matahari (hybrid) Nilai ph ini termasuk ph yang aman konsumsi sesuai dengan penelitian Harijono (2009) tentang detoksifikasi umbi gadung (Dioscorea hispida denst) dengan pemanasan dan pengasaman pada pembuatan tepung yang menghasilkan perlakuan terbaik dengan kombinasi perlakuan ph 5 dan lama pemanasan 5 jam. Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan bahwa derajat asam tidak berpengaruh nyata terhadap aroma yang ditimbulkan tepung. Aroma yang tercium hanyalah aroma dari singkong itu sendiri. Asam sianida yang terdapat pada singkong memiliki sifat fisik mudah terlarut dalam air, selain itu juga memiliki sifat mudah menguap dengan cara pengeringan atau penguapan. Pengeringan dengan suhu rendah pada pengeringan onggok menggunakan energi matahari, proses penguapannya lebih lambat dengan proses penguapan yang terjadi pada metode lainya. Pada kondisi tersebut asam sianida yang teruapkan juga lebih sedikit yang mengakibatkan onggok lebih asam dibandingkan dengan metode lainnya. 3.3. Uji Organoleptik 3.3.1. Warna Hasil uji sensori menunjukkan bahwa skor rata-rata penerimaan sampel tepung onggok oleh panelis untuk kriteria warna cenderung menyukai warna tepung onggok yang dihasilkan oleh pengeringan dengan energi listrik. Panelis mengatakan agak putih dengan nilai 2,20, sedangkan skor terendah pada metode pengeringan dengan energi radiasi matahari ditambah energi listrik (hybrid) yaitu tidak putih dengan nilai 1,76. Skor warna pada metode pengeringan lainnya dapat dilihat pada Gambar 1. Warna 4 3 2 1 0 Gambar 1. Skor rata-rata panelis terhadap warna tepung onggok Penilaian panelis sesuai dengan uji sensori yang telah dilakukan. Memberikan penilaian berdasarkan warna tepung onggok yang terlihat. Metode pengeringan yang menghasilkan tepung onggok yang cenderung lebih putih akan disukai oleh panelis. 3.3.2. Aroma Matahari Listrik Hybrid Perlakuan Berdasarkan hasil uji sensori terhadap aroma menunjukkan bahwa tepung onggok yang beraroma singkong atau skor aroma tertinggi terdapat pada pengeringan hybrid dengan nilai 2,26, sedangkan skor terendah pada metode pengeringan menggunakan energi listrik dengan nilai 2,00. Aroma 3,5 4 2,5 3 1,5 2 0,5 1 0 Matahari Listrik Hybrid Perlakuan Gambar 2. Skor rata-rata panelis terhadap aroma tepung onggok 46

Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 43-48 Skor aroma untuk metode pengeringan lainnya dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai derajat keasaman (ph) tepung onggok berdasarkan uji karakteristik fisik tidak mempengaruhi aroma tepung onggok, dalam artian pada tepung onggok tidak tercium aroma asam yang lebih tercium adalah aroma singkong itu sendiri. Aroma singkong yang lebih dominan pada tepung onggok berasal dari air yang terkandung dalam onggok. Proses pengeringan mengakibatkan air dalam onggok menguap sehingga aroma singkong berkurang. 3.3.3. Tingkat Kesukaan Skor warna dan aroma menjadi faktor penilaian panelis pada uji tingkat kesukaan tepung onggok. Kedua faktor pengamatan tersebut dapat ditentukan dengan melihat sampel tepung onggok. Faktor warna merupakan atribut organoleptik pertama yang dilihat oleh konsumen, selanjutnya faktor aroma. Berdasarkan uji organoleptik skor tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada pengeringan dengan energi listrik, panelis mengatakan agak suka dengan nilai tertinggi 2,30. Skor terendah tingkat kesukaan terdapat pada metode pengeringan menggunakan energi radiasi matahari yaitu 2,00. Skor tingkat kesukaan selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 3. Tingkat kesukaan 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Matahari Listrik Hybrid Perlakuan Gambar 1. Tingkat kesukaan konsumen terhadap tepung onggok 3.4. Penentuan produk terbaik Penentuan produk terbaik ditetapkan berdasarkan nilai rata-rata hasil uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, dan tingkat kesukaan tepung onggok. Berdasarkan hasil uji sensori oleh panelis menunjukkan bahwa produk terbaik adalah tepung onggok yang dikeringkan dengan energi listrik. Rekapitulasi hasil uji organoleptik tepung onggok dapat dilihat pada Tabel 3. Tingkat kesukaan menggambarkan kesukaan panelis terhadap produk secara keseluruhan yang meliputi kriteria warna dan aroma. Tabel 3. Rekapitulasi hasil uji organoleptik tepung onggok No Tinggkat Perlakuan Warna Aroma kesukaan 1. Alat menggunakan radiasi 2,16 2,03 2,00 matahari 2. Alat menggunakan 2,20* 2,00* 2,30* energi listrik 3. Alat menggunakan energi listrik dan radiasi matahari (hybrid) 1,76 2,26 2,06 Keterangan: *) = perlakuan terbaik 1 : Tidak suka (jumlah panelis yang tidak suka x 1) 2 : Agak suka ( jumlah panelis yang agak suka x 2) 3 : Suka ( jumlah panelis yang suka x 3) 4 : Sangat suka ( jumlah panelis yang sangat suka x 4) 47

Mempelajari karakteristik Tepung Onggok... (Marinda sari, Warji, Dwi Dian N, dan Tamrin) IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Pengeringan menggunakan energi matahari menghasilkan tepung onggok dengan kriteria warna yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya. 2. Pengeringan menggunakan energi listrik menghasilkan tepung onggok dengen kriteria aroma yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya. 3. Produk terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah tepung onggok yang dikeringkan menggunakan energi listrik dengan kriteria warna (agak putih), aroma (agak beraroma singkong), dan tingkat kesukaan (agak suka). 4.2. Saran Perlunya pertukaran posisi rak pengeringan agar keringnya bahan yang dikeringkan dapat merata. Baku Pembuatan Etanol. (Tugas Akhir). Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang. Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 251 hlm. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Industrial Indonesia 2012. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Syafi i, I., Harijono, dan E. Martati. 2008. Detoksifikasi umbi gadung (Dioscorea hispida dennst) dengan pengasaman dan pemanasan pada pembuatan tepung. Jurnal Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang 10(1): 62-68. Kurniadi, T. 2010. Kopolimerisasi Grafting Monomer Asam Akrilat Pada Onggok Singkong dan Karakteristiknya. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hlm. Retnowati, D dan Susanti, R. 2009. Pemanfaatan limbah Padat Ampas Singkong dan Lindur sebagai Bahan 48