BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Adam Jamaluddin, 2014 Gejolak patani dalam pemerintahan Thailand Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB III TIMBULNYA GERAKAN PEMBEBASAN ISLAM. Pattani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama, yakni

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB IV ANALISIS KONFLIK

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Sejarah Perjuangan Melayu Patani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h

PEDOMAN PRAKTIKUM.

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEJARAH INDONESIA SMK NEGERI 3 JEPARA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. dimatangkan oleh berbagai pergerakan yang bersifat nasional di daerah-daerah.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

Pembelajara n secara masteri

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

KISI-KISI SEJARAH KELAS XI IPS

Beta amat murka dengan tindakan Tun Mutahir yang mengumpul banyak harta. Adakah beliau hendak menandingi kedudukan beta sebagai sultan?

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

TWO VISIONS OF REFORMATION

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

SILABUS PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER TAHUN NO. KOMPETENSI DASAR KLS NO SOAL Memahami corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara

Komunisme dan Pan-Islamisme

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengertian Identitas Nasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan masyarakatnya

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI PPG SM3T PRODI PENDIDIKAN SEJARAH TAHUN 2014

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

PEMETAAN STANDAR ISI

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

BAB V KESIMPULAN. pemikiran dua tokoh tersebut, tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan masa lalunya yang

BAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Filipina: Perubahan Tanpa Ideologi Mendasar

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan kuat dalam

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

Oleh: Abdi Kurnia Djohan, SH.MH, Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan Ketua Lembaga Dakwah Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Veygi Yusna, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut gembira dan diterima

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

BAB V KESIMPULAN. mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MASARIAH MISPARI SEKOLAH SULTAN ALAM SHAH PUTRAJAYA

Bab. Bab 2. Bab 1. Bab. Bab. 4 Bab 9. 3 Bab 8. Tingkatan 5. Bab. Bab

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GENAP XI TAHUN SMA ISLAM AL AZHAR BSD

1 : KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN NASIONALISME DI ASIA TENGGARA

Burma mempunyai catatan tersendiri dalam sejarah Burma karena AFPFL BAB V. Kesimpulan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Transkripsi:

105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) yang mengacu pada pembahasan, sesuai dengan masalah yang dikaji. 5.1 Kesimpulan Pertama, kebijakan integrasi Pemerintah Thailand terhadap Patani, hal ini sebagai upaya untuk mono-etnic character of the state etnik tunggal yang menjadi ciri khas dari Negara Thailand. Selain itu berbagai pola integrasi yang dilakukan bangsa Eropa kemudian disadari Raja Chulalongkorn sebagai salah satu gagasan yang tepat dalam mempertahankan daerah jajahannya dan urusan dalam negerinya. Fenomena ini disadari ketika Raja Chulalongkorn berkunjung ke wilayah Jawa dan Sumatera yang diduduki oleh Belanda, juga Singapura dan Malaysia yang diduduki oleh Inggris dan sekaligus mengilhami Raja Chulalongkorn menciptakan konsep integrasi dengan istilah Thesaphiban dan Monthon (satuan administrasi daerah). Dimulai pada tahun 1902, Pemerintah Thailand telah menetapkan integrasi wilayah Patani ke dalam wilayah Thailand. Pada tahun-tahun awal inilah kegiatan oposisi yang dipimpin oleh keluarga kerajaan digulingkan oleh para pemimpin Islam karismatik, yang kepemimpinannya semakin jatuh. Sebagai loyalitas atas kehilangan posisi agama Islam, mereka sebagai Muslim diperkuat dalam meningkatkan respons non Thaicization (Thaisisasi) atau anti-siam. Reaksi kolektif pun muncul dari Muslim-Melayu Patani ini sehingga memicu penindasan-penindasan yang lebih keras dari pihak pemerintah Thai. Hal yang paling signifikan pada periode ini adalah

106 setelah secara final Patani dimasukkan ke dalam Kerajaan Thai, dengan adanya upaya mempertahankan identitas Melayu yang tidak bisa dipisahkan. Kemudian muncul respons dari kalangan mantan para Raja daerah Patani Raya sekaligus memimpin perlawanan terhadap Pemerintah Thailand. Kedua, Siam menginginkan kekuasaan mutlak sebagai negara kerajaan yang independen dan mendapatkan pengakuan dari bangsa Eropa. Akibatnya Siam menekankan isu nasionalisme untuk menegaskan kembali kontrol Negara dan supremasi terhadap kelompok minoritas. Kebijakan integrasi Siam (Thai) atau konsep modernisasi dan westernisasi Siam dengan memasukan ide pemerintahan Barat dan administrasi serta perubahan ekonomi ke pasar dan ekonomi tunai. Serangkaian kebijakan ini disebut integrasi politik administrasi atau Thesaphiban, terjadi pada dua tingkatan secara suprastruktural maupun struktural. Pada tingkatan suprastruktural mendorong pengembangan ideologi nasionalisme dan konsep suatu negara, sedangkan dalam struktural integrasi mencakup dalam bidang politik dan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan negara dan program-program Negara. Pada tingkat struktur terjadi kesenjangan antara kelompok mayoritas dan minoritas, ditandai dengan migrasi paksa, permintaan otonomi daerah, dan kesenjangan dalam distribusi. Sumber daya yang didominasi oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas dalam segala aspek baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, sosial yang menjadi pilar utama sebuah bangsa sehingga membentuk masyarakat majemuk. Cara integrasi Pemerintah Siam selain mereformasi administrasi negara adalah dengan cara tradisional melalui pengintegrasian pimpinan agama, terutama agama Budha ke dalam hierarki keagamaan nasional. Cara ini sekaligus membuktikan bahwa kekuasaan sekuler yang diwakili Raja berusaha memanipulasi dan mengintegrasikan ke dalam satu hierarki agama yaitu agama Budha. Artinya ada

107 kesan bahwa landasan atas kebijakan-kebijakan Pemerintah Siam berasal dari asas dan konsep Budha. Upaya ini sebetulnya demi memecahkan persoalan dalam hubungan antar golongan etnis. Tetapi, jika suatu kebijakan Negara berlandaskan pada konsep suatu agama, maka ujung persoalan ini menjadi sebuah konflik agama yang tidak bisa dielakkan lagi. Disisi lain konsep integrasi Thai merupakan langkah konsolidasi kekuasaan Pemerintah Thai terhadap Patani dan mewujudkan monoethnic character of the state (etnik tunggal yang menjadi ciri khas dari negara Thailand) di selatan. Ketiga, setelah diterapkannya kebijakan integrasi reformasi administrasi Siam terhadap Patani, struktur politik Kerajaan Melayu Patani mengalami perubahan. Jabatan Raja dicopot, Raja kehilangan sumber penghasilannya dari pajak, kemudian memancing kemarahan dari pihak Raja. Kemarahan tersebut diilustrasikan raja-raja Patani dengan berbagai pemberontakan. Gerakan pemberontakan melawan Thailand tersebut dikoordinasi oleh Raja Abdul Kadir Kamaruddin (Raja terakhir Patani). Para Raja menolak melaksanakan perintah Pemerintah Thailand untuk mengikuti kebijakan reformasi administratif, dengan memboikot semua pertemuan yang diadakan pejabat-pejabat Siam yang pada akhirnya menyebabkan mereka dicopot dari jabatan mereka sebagai Raja. Pemberontakan berlanjut hingga berakhir dengan ditangkapnya Abdul Kadir Kamaruddin dan dipenjarakan di Phitsanulok hingga tahun 1916. Setelah dibebaskan dari penjara, Sultan dipindahkan untuk tinggal di Kelantan. Perjuangan yang dipelopori Raja Abdul Kadir Kamaruddin tersebut menginspirasi rakyat Melayu- Muslim Patani yang melihat aturan ini sebagai serangan terhadap budaya Patani oleh program Thaisasi. Dalam pemberontakan terjadi bentrokan antara warga Desa Namsai dengan aparat keamanan Pemerintah Thailand, dengan jumlah korban terbanyak dari kalangan Muslim Patani. Melayu-Muslim Patani bertekad untuk

108 meneruskan perjuangan melawan Pemerintah Thailand, melalui pemberontakan Namsai Baan pada tahun 1922. Pada pemberontakan ini, penduduk Desa di Mayo Namsai Patani, menolak untuk membayar pajak dan sewa tanah terhadap Pemerintah Siam sebagai respons terhadap penolakan reformasi pendidikan yang diperkenalkan tahun 1921. Dalam banyak hal pemberontakan Namsai merupakan suatu peristiwa yang unik dalam sejarah gerakan kemerdekaan Patani, karena menentukan arah perjuangan di kemudian hari. Keempat, program wajib mengikuti pendidikan Thai, yang dimulai di masa pemerintahan Raja sebelumnya sudah mulai menampakkan pengaruhnya terhadap masyarakat tradisional Melayu. Madrasah-madrasah yang diselenggarakan di masjid, didorong untuk mengubah kurikulumnya sehingga mencakup pelajaran bahasa dan indoktrinasi kewargaan Thai yang telah dirancang oleh Bangkok. Yang paling meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai atas segala dimensi kehidupan sehari-hari. Sebuah kebudayaan yang khas dengan sejarah yang berkesinambungan, untuk pertama kali kehilangan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Bahasa agama dan nilai-nilai budaya mereka lainnya telah ditempatkan di bawah kekuasaan yang semakin besar dari sebuah Negara yang didominasi oleh orang-orang yang mereka anggap sebagai kafir. Pada 13 Maret 1960, para pemimpin Patani yang terdiri dari beberapa kalangan baik itu dari tokoh politik, tokoh ulama dan bangsawan mengambil langkah untuk menumbuhkan sebuah organisasi perjuangan yang dinamakan Barisan Revolusi Nasional (BRN). Sebagai penggagas adalah Ustaz Karim Hasan, Muhammad Amin, Tuan Guru Haji Yusuf Capakiya dan Tengku Abdul Jalal. BRN adalah salah satu organisasi politik yang berjuang menuntut kemerdekaan dengan cara Revolusi bersenjata. BRN mengalami perpecahan di kalangan para pemimpin yang berlainan

109 ideologi. Pada tahun 1968, Patani United Liberation Organization (PULO) dibentuk, PULO dianggap oleh masyarakat Patani merupakan organisasi yang mengordinasikan banyak kelompok gerilya untuk memerangi pemerintah Thai. PULO dianggap lebih praktis, juga sebagai senjata untuk lebih meluaskan cakupannya pada semua pihak dalam masyarakat Patani. Bagi mereka yang tidak setuju dengan pemahaman ideology Ustaz Karim, kemudian mereka membangun sebuah organisasi baru yang bernama Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP). BNPP mendapat dukungan kuat dari pada kalangan elit, guru agama dan kalangan intelektual, serta mendapatkan dukungan moral secara meluas dari masyarakat Patani pada umumnya. Perjuangan BNPP berdasarkan pendekatan kearah kebangsaan Melayu dan Islam, maka dengan itulah BNPP mendapatkan dukungan yang cukup banyak. 5.2 Saran Skripsi berjudul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) ini diharapkan memberikan kontribusi yang berarti bagi beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Bagi lembaga pendidikan kajian dalam skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai materi sejarah Asia Tenggara. Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah kelas XI, yakni Kompetensi Dasar 3.5 Menganalisis hubungan perkembangan faham-faham besar seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi, Pan Islamisme dengan gerakan nasionalisme di Asia-Afrika pada masa itu dan masa kini. Kemudian sebagaimana pada saat ini pendidikan karakter sedang ditekankan kepada siswa, maka penelitian ini dapat diambil manfaatnya terutama dari karakter positif para tokoh dan masyarakat yang terlibat di dalamnya seperti sifat pekerja keras, cinta tanah air, tidak pantang menyerah, dan sebagainya. Kemudian

110 hal-hal negatif yang harus dihindari seperti ambisi yang berlebihan dengan mengorbankan banyak nyawa, cinta tanah air yang cenderung mengarah kepada perasaan Chauvinisme, melakukan ancaman, tindak kekerasan, bahkan membunuh orang-orang atau kaum yang tidak berdaya, dan sebagainya. 2. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Untuk lembaga perguruan tinggi, khususnya Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, skripsi ini dapat dijadikan sumber tambahan penelitian dan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai sejarah Asia Tenggara pada umumnya dan sejarah mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) secara khusus. 3. Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya, skripsi berjudul perlawanan rakyat Patani terhadap pemerintahan Thailand ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi untuk peneliti selanjutnya. Skripsi ini masih banyak kekurangan, maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat lebih melengkapi materi terutama mengenai Thailand.