Setelah Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

BAB II LANDASAN TEORI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus Ruas Jalan Kedungmundu-Meteseh)

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

TINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)

tidaklah cukup kuat untuk menahannya,untuk itu perlu lapis tambahan yang

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Existing Condition dan Lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas maupun sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan seseorang dalam

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : SUTARI SETYOWATI I

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II KAJIAN TEORI

Analisa Kerusakan Jalan di Desa Sambirata Kecamatan Pengandonan Kabupaten Ogan Komering Ulu

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Kami berharap dokumen ini dapat menjadi masukan dan dasar bagi pihak-pihak terkait. Terima kasih. Hormat Kami, Mirka Pataras, ST. MT.

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Dasar teori Definisi Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tergantung volume lalu lintas.

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN ABSTRAK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI )

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI INVENTORI KERUSAKAN DAN PERBAIKAN JALAN DESA SUMBERDANTI KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER PROYEK AKHIR

ANALISIS PERKERASAN JALAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN RUAS JALAN MAGELANG KM 10-12

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Nama NIM : Evi Dessyanti : 10/297847/TK/36405 Pertanyaan: 1. Jelaskan sejarah perkembangan konstruksi jalan! Perkembangan teknik konstruksi jalan terjadi seiring dengan berkembangnya teknologi yang ditemukan umat manusia. Pada awalnya jalan hanya jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup atau sumber air. Sampai kemudian dengan digunakannya hewan sebagai alat transportasi, jalan generasi awal mulai dibuat. Jalan yang pertama kali ditemukan adalah jalan roda pada 3500 SM. Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman Romawi, pada saat itu telah dimulai dibangun jalan yang terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Namun selanjutnya perkembangan konstruksi perkerasan jalan terhenti dengan mundurnya kekuasaan romawi pada abad ke 18. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak jauh dan dekat. Maka dalam membuat jalan mereka berusaha mencari jarak yang paling dekat dengan mengatasi rintangan rintangan yang masih dapat mereka atasi. Misalnya : bila melewati tempat-tempat berlumpur mereka menaruh batu disana - sini agar dapat melompat-lompat diatasnya bila melewati tanjakan yang curam mereka membuat tangga-tangga. Setelah Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia mengenal hewan sebagai alat angkut, maka konstruksi jalan sudah agak maju, ialah :Bentuk jalan yang bertangga-tangga sudah dibuat lebih mendatar. Batu-batu yang ditempatkan jarang-jarang ditempat yang jelek atau berlumpur sudah dibuat lebih rapi dan menutup rapat tempat-tempat yang jelek.

Setelah Manusia Mengenal Kendaraan Beroda Sebagai Alat Angkut. Bangsa Romawi mulai abad ke 4 SM - abad ke 4, telah membuat jalan dengan perkerasan ukuran tebal 3 feet 5 feet (1,0 m 1,7 m) dan lebarnya ± 12m. I. Jalan Romawi Jalan Romawi mulai berkembang pada tahun 312 SM. Jalan tertua berada di Jalan Via Appia yang dibangun pada tahun yang sama. Pada puncaknya, jaringan jalan Romawi terdiri dari lebih dari 100.000 km (62.000 mil) jalan, yaitu sekitar sama dengan panjang dari sistem antarnegara AS. Struktur khas jalan Romawi, seperti yang terlihat di Inggris, terdiri dari empat lapisan dasar (Collins dan Hart, 1936): a) Summa crusta (permukaan). Mulus, poligonal blok tertanam di lapisan yang mendasarinya. b) Inti. Semacam lapisan dasar terdiri dari kerikil dan pasir dengan semen kapur. c) Rudus. Lapisan ketiga terdiri dari batu puing-puing dan batu yang lebih kecil juga diatur dalam kapur mortar. d) Statumen. Dua atau tiga kursus batu datar diatur dalam mortar kapur.

Gambar: Perkerasan jalan yang digunakan di Roma II. John Louden Mac Adam ( 1756 1836) John Louden Mac Adam orang Skotlandia yang memperkenalkan konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, poriporinya ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Untuk memberikan lapisan yang kedap air, maka diatas lapisan macadam diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebgai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar. Pada 1850, sekitar 2.200 km (1.367 mil) perkerasan jenis makadam digunakan di daerah perkotaan di Inggris. Perkeraan makadam pertama di Amerika Serikat dibangun di Maryland pada tahun 1823. III. Piere Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) Piere Marie Jerome Tresaguet dari Perancis mengembangkan sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang serta mulai menggunakan pondasi dari batu.

IV. Thomas Telford (1757 1834) Thomas Telford dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang dilaksanakan tresaguet. Konstruksi perkerasan terdiri dari bau pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu kecil diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata. Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebgai bahan pengikat pertama kali ditemukan di babylon pada 625 SM. Mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju dengan pesat. Konstruksi perkerasan dengan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun 1828 di London, perkerasan ini mulai berkembang pesat sejak awal tahun1900an. PADA ABAD KE-19 Setelah kereta api ditemukan mulai tahun 1830 jaring- jaring rel K.A dibuat di mana-mana, maka angkutan lewat jalan darat mulai terdesak, dengan sendirinya teknik pembuatan jalan tidak berkembang. Akan tetapi pada akhir abad ke-19 jumlah kendaraan berangsur-angsur mulai banyak, sehingga menuntut jalan darat yang lebih baik dan lancar. Oleh karena itu pada akhir abad ke-19 teknik pembuatan jalan yang baik mulai tumbuh dan berkembang lagi. PADA ABAD KE-20 Sesudah perang dunia I kira-kira pada tahun 1920 banyak negaranegara mulai memperhatikan pembangunan jalan raya. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya angkutan yang beroperasi khususnya kendaraan bermotor. Persaingan antara kereta api dan kendaraan bermotor mulai ramai, karena masing-masing mempunyai keunggulannya sendirisendiri. Untuk angkutan secara massal jarak jauh kereta api bisa dikatakan lebih efektif. Namun sebaliknya untuk angkutan jarak dekat kendaraan bermotor lebih bisa melayani dari pintu ke pintu (door to door). Disamping itu, orang mulai membuat alat-alat besar yang khusus untuk membuat jalan (road building equipment), sehingga pembuatan jalan

menjadi lebih cepat dan relatif murah dengan kualitas yang lebih baik. Selama perang dunia II untuk keperluan militer yang mendesak telah dibuat beribu-ribu kilometer jalan secara maksimal dengan sistem modern di banyak negara. Hal itulah yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan mengenai konstruksi jalan raya. 2. Jelaskan sejarah pembangunan jalan raya di Indonesia! Sejarah Perkembangan Jalan di Indonesia Perkembangan jalan raya di Indonesia dimulai sejak jaman kerajaan Tarumanegara mulai th 400-1519 M. Pada masa itu jalan dibuat untuk menunjang kegiatan perdagangan yaitu untuk mengangkut barang dagangan dan mengangkut bahan-bahan untuk pembuatan candi sebagai sarana ibadah. Dan dengan kedatangan VOC turut memperbanyak jalur jalan. Pada zaman pemerintahan gubernur jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808 1811 dibangun jalan antara anyer, panarukan. Jalan ini dibangun untuk kepentingan strategi militer perang dan juga bertujuan untuk menjangkau daerah terpencil dan untuk mendorong pertumbuhan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Jalan yang dibangun sejak zaman VOC setelah zaman kemerdekaan oleh pemerintah jalan raya itu; 1) Diperbesar, kualitas konstruksi ditingkatkan dengan tujuan untuk pelayanan lalu lintas dengan klasifikasi cepat, aman, nyaman. 2) Jalan yang ada diperbaiki, desain geometri diperbaiki. 3) Membuka isolasi terpencil maka dibangun jalan raya baru untuk meningkatkan sosial ekonomi. 4) Sebagi sarana transportasi untuk menjamin stabilitas ekonomi dan keamanan negara. 5) Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya. 6) Sebagai pengembangan jaringan sistem pelayaran transportasi perkotaan untuk berbagai aktifitas masyarakat, yang dikembangkan adalah metoda transportasi modern yaitu dengan jalan door to door. 7) Dengan adanya jalan ini perjalanan darat Surabaya-Batavia yang ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi 7 hari. Ini sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos. Disaat yang sama diluar pulau jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali disekitar daerah tanam paksa di sumatera tengah dan utara. Selanjutnya, awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih baik, hal ini ditandai dengan dibangunnnya jalan tol pertama 1978, sepanjang 53 km, yang menghubungkan kota Jakarta-Bogor- Ciawi. Memasuki abad ke-20 Indonesia mulai melakukan pembangunan jalan yang sesuai dengan standar. Diantaranya pembangunan jalan-jalan tol dan transportasi di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan dan kota-kota besar di pulau lainnya. Hanya saja, pembangunan jalan ini cenderung tidak merata antara pulau yang satu dengan pulau lainnya, terbukti dengan masih kurangnya sarana

jalan yang layak di Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Sulawesi, bahkan Kalimantan. 3. Jelaskan tentang tipe-tipe kerusakan jalan (jenis, penyebab, dan penanganannya) disertai gambar! Menurut Manual Pemeliharaan Jalan no : 03/MN/B/1983 dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Binamarga, kerusakan jalan terutama pada perkerasan lentur dapat dibedakan atas 6 jenis yang akan dijelaskan secara bertahap berikut jenisjenisnya: Retak (cracking) Distorsi (distortion) Cacat Permukaan (disintegration) Pengausan (polished aggregate) Kegemukan (bleeding / flushing) Penurunan pada bekas penanaman utilitas 1. Retak / Cracking Retak/craking yang umum diikenal dapat dibedakan atas : a). Retak Halus (hair cracking) Ciri-ciri lebar celah 3mm. Penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar / bagian perkerasan dibawah lapis permukaan yang kurang stabil. akibat retak halus ini air dapat meresap kedalam lapis permukaan. Sehingga untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis latasir, buras. Dalam tahap perbaikan, sebaiknya dilengkapi dengan sitem aquaproof. dimana jika dibiarkan berlarut-larut retak rambut dapat berkembang menjadi retak buaya. Gambar 1. Jalan Retak Halus

b) Retak Kulit Buaya (alligator crack) Ciri-ciri utama dari retak kulit buaya adalah dengan adanya celah dengan lebar 3mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik). Daerah retak kulit buaya yang luas, biasanya disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Untuk sementara untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston. Jika celah 3mm, sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat rembesan air ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan dibuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan. c) Retak Pinggir (edge crack) Gambar 2. Jalan Retak Kulit Buaya Retak pinggir, retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu, disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir. Cara perbaikan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair & pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu diperlebar, dan dipadatkan, jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar dengan disertai lubang-lubang.

Gambar 3. Jalan Retak Pinggir d) Retak Sambungan Bahu Perkerasan (edge joint crack) Retak sambungan bahu perkerasan, retak memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu / perkerasan jala, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat di bahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. e) Retak Sambungan Jalan (lane joint crack) Retak ini merupakan retak yang terjadi secara memanjang yang pada dua sambungan lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan dua lajur lalu lintas. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah yang terjadi. Gambar 4. Retak Sambungan Jalan f) Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening crack) Retak jenis ini terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran secara memanjang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di

bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh tidak baiknya ikatan antar sambungan. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir. g) Retak Refleksi (reflection crack) Gambar 5. Retak Sambungan Pelebaran Jalan Ciri-ciri Retak Refleksi dapat terjadi secara memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan retakan di bawahnya. Retak ini dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki dengan baik sebelum pekerjaan overlay, dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertikal atau horizontal di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak, perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai Gambar 6. Jalan Retak Refleksi

h) Retak Susut (shrinkage crack) Retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir, dan dilapis dengan burtu. i) Retak Selip (slippage crack) Retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dandan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Retak selip dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik. 2. DISTORSI (DISTORTION) Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi atas lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Untuk dkerusakan jalan yang satu ini dibagi atas beberapa jenis diantaranya: a) Alur (ruts) Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan, dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan dan akhirnya timbul retak-retak. Disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi penambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.

Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan yang sesuai. b) Keriting (corrugation) Gambar 7. Jalan Rusak Alur Dapat terjadi karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat bulat dan licin, aspal yang dipakai mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi jika lalu lintas dibukia sebelum perkerasan mantap. Jenis kerusakan Keriting dapat diperbaiki dengan cara : Jika lapisan memiliki pondasi agregat, digaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan dan diberi lapis perkerasan baru. Bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm, lapis tersebut diangkat dan diberi lapisan baru. c) Sungkur (shoving) Gambar 8. Jalan Rusak Keriting Deformasi plastis yang terjadi setempat di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan keriting. Perbaikan dilakukan dengan dibongkar dan dilakukan pelapisan kembali.

d) Amblas (grade depression) Gambar 9. Jalan Rusak sungkur Terjadi setempat/tertentu dengan atau tanpa retak, terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara: Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan yang sesuai dengan lapen, lataston, laston. Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis kembali dengan lapis yang sesuai Gambar 10. Jalan Amblas e) Jembul (upheaval) Jenis kerusakan Jembul terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar ekspansip. Perbaikan dilakuan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kembali.

3. CACAT PERMUKAAN (DISINTEGRATION) Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi & mekanis dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah sebagai berikut: a) Lubang (potholes) Kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air sampai ke dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat : 1. Campuran lapis permukaan yang buruk seperti : Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas. Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat tidak baik. Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan. 2. Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca. 3. System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan. 4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil. Untuk perbaikan maka lubang-lubang tersebut harus dibongkar dan dilapis kembali dimana pembongkaran berfungsi untuk meningkatkan daya cengkram antar sambungan perkerasan yang baru dan perkerasan yang lama. gambar 11. rusak jalan berbentuk lubang

b) Pelepasan butir (raveling) Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan gambar 12. pelepasan butiran batu c) Pengelupasan Lapisan Permukaan (stripping) Disebabkabn oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan buras. gambar 13. pengelupsan lapisan permukaan

4. PENGAUSAN (POLISHED AGGREGATE) Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan / agregat yang digunakan berbentuk bulat dan licin. Dapat diatasi dengan latasir, buras, latasbum. gambar 14. pengausan permukaan perkersan 5. KEGEMUKAN (BLEEDING / FLUSHING) Pada temperature tinggi, aspal menjadi lunak, dan akan terjadi jejak roda, dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pengerjaan prime coat / teak coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan diberi lapisan penutup. gamabr 5. kegemukan permukaan perkerasan 6. PENURUNAN PADA BEKAS PENANAMAN UTILITAS (UTILITY CUT DEPRESTION) Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali, dan diganti dengan lapis yang sesuai.