BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Teguh Sonny Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilitas keseharian sehingga volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan mempengaruhi kapasitas dan kemampuan dukungnya. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar (Silvia Sukirman, 1994) Perancangan konstruksi perkerasan jalan mutlak diperhitungkan dalam perencanaan sistem jaringan jalan. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk membangun jalan sangat mempengaruhi keputusan dalam merencanakan sistem jaringan jalan. Hal ini pula turut mempengaruhi pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan yang akan digunakan. Salah satu jenis konstruksi perkerasan jalan adalah konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Dalam merencanakan struktur perkerasan jalan, beban dan volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut selama umur rencana menjadi acuan utama dalam perhitungan struktur perkerasannya. Struktur perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan tersebut. II- 1
2 Sesuai dengan fungsi jalan sebagai prasarana pergerakan lalu lintas, maka jalan dapat dinilai dari segi kualitas kinerjanya atau performansi. Diantara hal-hal yang berkaitan dengan performansi misalnya daya tahan, nilai ekonomis, umur rencana, kenyamanan, fleksibilitas, aplikabilitas ( Thesis, Agung Apriyanto, 2008). Setiap komponen performansi turut mempengaruhi dalam kualitas pelayanan jalan terhadap lalu lintas. a. Daya tahan Daya tahan suatu konstruksi jalan merupakan ukuran yang menunjukan suatu kemampuan jalan dalam menjaga kondisinya dari kerusakan dan keausan akibat adanya pengaruh dari faktor luar seperti cuaca, air, pergerakan tanah, perubahan lalu lintas, dsb. b. Nilai ekonomis Nilai ekonomis menunjukan suatu perbandingan antara biaya dan manfaat. Biaya dapat mencakup biaya pengadaan atau pembangunan, perawatan, penggantian, dsb. Sementara manfaat berkaitan dengan kapasitas pelayanan, jangka waktu pelayanan, dsb. c. Umur rencana Umur rencana adalah umur perkiraan dari masa hidup pelayanan suatu jalan selama masa penggunaan. Semakin kecil umur rencana meunjukan semakin kecil kualitas pelayanan jalan dan semakin besar umur rencana menunjukan semakin besar kualitas pelayanan jalan. d. Kenyamanan Kenyamanan adalah ukuran performansi yang dirasakan langsung oleh pengguna lalu lintas selama menggunakan jalan bersangkutan. Kenyamanan umumnya berkaitan dengan kualitas pemukaan, karena kendaraan bersentuhan langsung dengan permukaan II- 2
3 jalan. Semakin baik dan halus/rata permukaan, umumnya akan memberikan tingkat kenyaman berkendara yang tinggi. e. Fleksibilitas Fleksibilitas berkaitan dengan kemudahan penggantian saat tejadi kerusakan atau kemudahan melakukan perubahan konstruksi saat dibutuhkan. Konstruksi jalan dikatakan fleksibel jika mudah dalam memperbaikinya atau menggantinya tanpa melakukan perubahan secara mendasar konstruksi yang sudah ada. Sebaliknya jalan dikatakan kurang fleksibel jika sedikit perbaikan atau penggantian harus diikuti dengan perubahan mendasar terhadap konstruksi dasarnya. f. Aplikabilitas Aplikabilitas adalah mudah tidaknya penerapan konstruksi jalan pada suatu tempat. Suatu konstruksi dikatakan memiliki tingkat aplikabilitas tinggi jika konstruksi bersangkutan dapat diterapkan dengan mudah di suatu lokasi. Kemudahan ini berkaitan dengan kemudahan pelaksanaan, ketersediaan sumber daya manusia, sumber dana, dan kecocokan terhadap lingkungan sekitarnya Klasifikasi Jalan Klasifikasi Jalan menurut Fungsi Klasifikasi jalan umum menurut peran dan fungsinya, terdiri atas : a. Jalan Arteri Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri adalah : II- 3
4 Kecepatan rencana > 60 km/jam. Lebar badan jalan > 8,0 meter. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai. Jalan arteri tidak terputus walaupun memasuki kota. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal. b. Jalan Kolektor Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor adalah : Kecepatan rencana > 40 km/jam. Lebar badan jalan > 7,0 meter. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal. Jalan kolektor tidak terputus walaupun memasuki daerah kota. C. Jalan Lokal Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan lokal adalah : II- 4
5 Kecepatan rencana > 20 km/jam. Lebar badan jalan > 6,0 meter. Jalan lokal tidak terputus walaupun memasuki desa Konstruksi Jalan Beton Konstruksi jalan beton atau disebut juga perkerasan beton semen merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat sehingga tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila dibandingkan dengan perkerasan aspal (Aly, M. A., 2004). Nilai modulus elastisitas untuk konstruksi beton sekitar 10 kali lipat dibanding dengan modulus elastisitas perkerasan aspal. Di Indonesia dikenal beberapa jenis konstruksi beton yang sudah umum dipakai, yaitu: - perkerasan beton semen tanpa tulangan dengan sambungan atau jointed unreinforced concrete pavement - perkerasan beton semen dengan tulangan dengan sambungan atau jointed reinforced concrete pavement - perkerasan beton semen bertulang tanpa sambungan atau continuously reinforced concrete pavement - perkerasan beton semen prategang atau prestressed concrete pavement - perkerasan beton semen bertulang fiber atau fiber reinforced concrete pavement Gambar 2.1 Komponen Perkerasan Kaku II- 5
6 Fungsi lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku : Mengendalikan pengaruh pemompaan ( Pumping) Mengendalikan aksi pembekuan Sebagai lapisan drainase Mengendalikan kembang susut tanah dasar Mengurangi terjadinya retak pada pelat beton 2.4. Karakteristik Perkerasan jalan Kondisi jalan secara umum dikelompokan menjadi 3 yaitu : 1. Baik (good) yaitu kondisi perkerasan jalan yang bebas dari kerusakan atau cacat dan hanya membutuhkan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan. 2. Sedang (fair) yaitu kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan cukup signifikan dan membutuhkan pelapisan ulang dan perkuatan. 3. Buruk (poor) kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan jalan yang sudah meluas dan membutuhkan rehabilitasi dan pembangunan kembali. Jalan dikatakan mampu memberi rasa aman dan nyaman bagi para penggunanya jika memenuhi dua kriteria utama, yaitu : 1. Kriteria berlalu lintas Dipandang dari segi kenyamanan dan keamanan pengguna jalan, konstruksi perkerasan perlu memenuhi syarat-syarat berikut ini : a) Permukaan yang rata, tidak berlubang, tidak melendut, dan tidak bergelombang. b) Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya. II- 6
7 c) Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip. d) Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari e) Kriteria kekuatan atau struktural perkerasan jalan f) Dipandang dari kemampuan memikul dan menyebarkan beban, jalan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini : g) Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar. h) Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya. i) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan j) Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Penanganan konstruksi perkerasan yang berupa pemeliharaan, penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitas dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakankerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi penyebab dan akibatnya Jenis Kerusakan Perkerasaan jalan kaku dan perbaikannya Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh : a) Lalu lintas diperhitungkan berdasarkan peningkatan beban dan repetisi beban b) Air, yang dapat berasal dari air hujan dan sistem drainase jalan yang tidak baik II- 7
8 c) Material konstruksi perkerasan, sifat material dan sistem pengolahan bahan yang tidak baik d) Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi e) Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, akibat sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau sifat tanah dasarnya yang memang kurang baik f) Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi merupakan gabungan penyebab yang saling kait mengait. Sebagai contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis bawahnya yang melemahkan ikatan antara aspal dan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping melemahkan daya dukung lapisan di bawahnya. Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan : - Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya - Tingkat kerusakan (distress severity) - Jumlah kerusakan (distress amount) Menurut Manual Pemeliharaan Jalan Nomor 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas : a. Retak (cracking) b. Distorsi (distortion) c. Cacat permukaan (disintegration) d. Pengausan (polished aggregate) II- 8
9 e. Kegemukan (bleeding atau flushing) f. Penurunan pada bekas penanaman utilitas a. Retak (Cracking) dan Penanganannya Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas: Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm, penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus dapat meresapkan air ke dalam lapis permukaan. Retak halus dapat berkembang menjadi retak kulit buaya jika tidak ditangani sebagaimana mestinya. Retak kulit buaya (alligator crack), memiliki lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik). Retak kulit buaya jika tidak diperbaiki dapat diresapi air sehingga lama kelamaan terlpas butir-butirnya sehingga menyebabkan lubang. Retak pinggir (edge crack) yaitu retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu jalan. Penyebabnya adalah tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadi penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir. Di lokasi retak, air meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan. II- 9
10 Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack) yaitu retak memnajang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu jalan dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk dari pada di bawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truk atau kendaraan berat di bahu jalan Retak sambungan jalan (lane joint crack) yaitu retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 jalur lalu lintas. Penyebabnya yaitu tidak baiknya ikatan sambungan kedua jalur. Retak sambungan pelebaran jalan (widening crack), adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Penyebabnya ialah perbedaan daya dukung di bawah bagian perlebaran dan bagian jalan lama atau dapat juga disebabkan oleh ikatan sambungan tidak baik Retak refleksi (reflection crack) yaitu retak memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan di bawanya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasaan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum perkerasan overlay dilakukan Retak susut (shrinkage cracks) yaitu retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Penyebabnya ialah perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai perkerasan dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar Retak selip (slippage cracks) yaitu retak yang bentuknya melengkung sepertu bulan sabit. Penyebabnya ialah kurang baiknya ikatan antara lapisan permukaan dan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, II- 10
11 minyak, air, atau benda nonadhesif lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Pada umumnya perbaikan kerusakan jenis retak dilakukan dengan mengisi celah retak dengan campuran pasir dan aspal. Bila retak telah meluas dan kondisinya cukup parah maka dilakukan pembongkaran lapisan yang retak tersebut untuk kemudian diganti dengan lapisan yang lebih baik. b. Distorsi (Distortion) dan Penanganannya Distorsi adalah perubahan bentuk yang dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadinya tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Distorsi (distortion) dapat dibedakan atas : Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Penyebabnya ialah lapis perkerasan yang kurang pada, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Penyebabnya ialah rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasalh dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyaknya mempergunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan mempunya penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikangan tajam. II- 11
12 Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement. Jembul (upheavel) terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif Pada umumnya perbaikan kerusakan jenis distorsi dilakukan dengan cara membongkar bagian yang rusak dan melapisnya kembali. c. Cacat permukaan (Disintegration) Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah : Lubang (potholes) berbentuk serupa mangkuk, memiliki ukuran bervariasi dari kecil sampai besar yang mampu menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Pelepasan butir (raveling), memiliki akibat yang sama dengan yang terjadi pada jalan berlubang. Perbaikan dilakukan dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya permukaan. Perbaikan dilakukan dengan cara diratakan kemudian dipadatkan dengan lapisan baru. II- 12
13 d. Pangausan (Polished Aggregate) Pengausan menyebabklan permukaan jalan licin yang membahayakan kendaraan. Penyebabnya adalah karena agregat berasal dari material yang tidak tanah aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. e. Kegemukan (Bleeding or Flushing) Penyebab kegemukan (bleeding) ialah pemakaian kada aspal yang tinggi pada campuran aspal yang mengakibatkan permukaan jalan menjadi licin, khususnya pada temperatur tinggi aspal menjadi lunak dan menimbulkan jejak roda. Perbaikan dilakukan dengan mengangkat lapis perkerasan dan kemudian memberi lapisan penutup atau menaburkan agregat panas yang kemudian dipadatkan. f. Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas (Utility Cut Depression) Penurunan lapisan perkerasan ini terjadi akibat pemadatan yang tidak memenuhi syarat setelah dilakukannya penanaman utilitas. Perbaikan dilakukan dengan membongkar kembali dan mengganti dengan lapisan yang sesuai. 2.5 Daya Dukung Tanah Dasar Daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar karena secara keseluruhan perkerasan jalan berada di atas tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau di dekatnya, yang telah dipadatkan sampai dengan tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terhadap perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. II- 13
14 . Silvia Sukirman (1992) mengemukakan daya dukung tanah dasar adalah suatu skala yang dipakai untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah asli, permukaan galian, atau permukaan tanah timbunan yang merupakan permukaan untuk perletakan bagian bagian perkerasan lainnya. Fungsi tanah dasar adalah menerima tekanan akibat beban lalu lintas yang ada diatasnya oleh karena itu tanah dasar harus mempunyai kapasitas daya dukung yang optimal sehingga mampu menerima gaya akibat beban lalu lintas tanpa mengalami kerusakan. Menurut Joseph E. Bowles (1991), apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau apabila ia mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, permeabilitas yang terlalu, tinggi, atau sifat lain yang tidak diinginkan sehingga tidak sesuai untuk proyek pembangunan, maka tanah tersebut harus distabilisasi. 2.6 CBR (California Bearing Rasio) Perkerasan jalan merupakan suatu konstruksi yang sangat dipengaruhi oleh bearing capacity subgrade. Semakin tinggi nilai bearing capacity subgrade maka akan semakin tipis tebal lapis perkerasan diatasnya. Indikator bearing capacity ditunjukkan dari besarnya nilai Capacity Bearing Ratio (CBR). Nilai CBR sub grade dari berbagai daerah sangat variatif tergantung dari spesifikasi tanah pada daerah tersebut. Nilai CBR subgrade di ruas jalan pondok ranji serta nilai CBR subgrade di ruas jalan kampung utan adalah bervariasi, pada study ini ingin diketahui seberapa besar pengaruh dari Nilai CBR tersebut terhadap lapis perkerasan jalan di daerah masing-masing dan akan dikomparasi besarnya tebal perkerasan tersebut. Dari karakteristik jenis tanah yang berbeda akan dilihat pengaruhnya sesuai dengan literatur yang ada. Penelitian ini II- 14
15 menggunakan data CBR lapangan di mana menurut SNI bahwa pengujian ini dimaksudkan untuk CBR (California Bearing Ratio) langsung di tempat (in place) atau bila diperlukan dapat dilakukan dengan mengambil contoh asli tanah dengan cetakan CBR (undisturb). CBR lapangan adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu lapis/bahan tanah atau perkerasan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai perbandingan dari ketiga CBR tersebut sesuai dengan karakteristik subgrade masing-masing dan nantinya dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan desain perkerasan jalan yang pada daerah lain yang berkesesuaian dengan karakteristik tanahnya. Sukirman (2003), CBR lapangan, dikenal juga dengan nama CBR inplace atau field CBR, adalah pengujan CBR yang dilaksanakan langsung dilapangan, di lokasi tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI atau ASTM D CBR lapangan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar dimana tanah dasar direncanakan tidak lagi mengalami proses pemadatan atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah dasar pada saat pengujian CBR lapangan itu. Besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis keras yang akan dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Makin tinggi nilai CBR tanah dasar (subgrade ) maka akan semakin tipis lapis keras yang dibutuhkan dan semakin rendah suatu nilai CBR maka semakin tebal lapis keras yang dibutuhkan. Sukirman (1999) menyatakan bahwa CBR Lapangan sering disebut CBR inplace atau field CBR yang gunanya untuk : II- 15
16 1. Mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah dasar saat itu namun digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapis tanahnya dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi. 2. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan ialah perbandingan antara beban penetrasi suatu lapisan/bahan tanah atau perkerasan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR lapangan pada umumnya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay) CBR Segmen Jalan Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan dalam arah melintang. Jalan tersebut dapat saja melintasi jenis tanah, dan keadaan medan yang berbeda-beda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan jelek. Dengan demikian tidak ekonomis jika perencanaan tebal lapisan perkerasan jalan berdasarkan nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi syarat jika berdasarkan hanya nilai terbesar saja. Sebaliknya panjang jalan tersebut dibagi atas segmen-segmen jalan, di mana setiap segmen mempunyai daya dukung yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang jalan yang mempunyai daya dukung tanah, sifat tanah, dan keadaan lingkungan yang relatif sama. Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan dipergunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari segmen tersebut. Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan cara analitis atau dengan cara grafis. a. Cara Analitis CBR segmen = CBR rata-rata (CBR mak CBR min /R II- 16
17 Dalam hal ini nilai R tergantung jumlah data yang terdapat dalam satu segmen. Jumlah titik pengamatan Nilai R 2 1, > Tabel 2.1 Nilai-nilai R untuk CBR segmen. b. Cara Grafis Langkah-langkah pengerjaannya sebagai berikut: 1. Tentukan nilai CBR yang terendah. 2. Tentukan beberapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBR terkecil sampai yang ter-besar. II- 17
18 3. angka terbanyak diberi nilai 1 00%, angka yang lain merupakan persentase dari 1 00% Kesalahan kesalahan Dalam Uji CBR Potensi kesalahan dalam uji CBR dilapangan sebagai berikut : 1) Adanya material dengan butiran besar didalam tanah 2) Pengujian dilakukan dengan kecepatan pembebanan yang salah 3) Cara koreksi kurva yang salah 4) Perbedaan ukuran standar benda uni yang dipadatkan 2.7. Tingkat Penilaian Kondisi Perkerasan Density Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter persegi atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya. Rumus mencari nilai density: Density = Dimana, Ad = Luas total untuk tiap kerusakan (m²) As = Luas total Unit Segmen (m²) Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling penting dalam hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan, untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan terlebih dahulu harus menentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi. II- 18
19 2.8.Dynamic cone penetrometer ( DCP ) Uji Dynamic Cone Penetrometer (DCP) sudah banyak dilakukan di Indonesia dalam bidang geoteknik dan transportasi, untuk mengevaluasi sifat-sifat tanah dasar ataupun perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Penelitian yang sudah pernah dilakukan menghasilkan adanya korelasi nilai antara CBR dan DCP di beberapa jenis tanah. Penggunaan alat DCP yang mudah, relatif murah, dan dapat dilakukan berulang-ulang ini, juga telah dikembangkan untuk aplikasi-aplikasi yang praktis, seperti menghasilkan perkiraan kuat geser di lapangan (insitu). Sehingga penggunaan alat DCP untuk penentuan kuat geser lapangan dapat dipakai sebagai suatu data perencanaan konstruksi jalan. Uji DCP (Dynamic Cone Penetrometer ) merupakan alat uji yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi pavement maupun bahu jalan. Alasan pemilihan DCP sebagai alat uji CBR adalah sebagai berikut : 1. Pengoperasian yang praktis Peralatan ini cukup dioprasikan oleh dua orang operator saja. Tanpa memerlukan perhitungan khusus, pekerjaan quality control menjadi cepat dan efisien tanpa mengabaikan keterangan hasil pengukuran. 2. Portable Alat ini di desain khusus agar mudah dibawa kemanapun juga. Rangkaian alat dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat. Menurut Wesley ( 1988 ) Untuk menentukan nilai CBR sub base atau base course suatu perkerasan secara cepat dan praktis. Spesifikasi alat adalah sebagai berikut : Konus : Baja yang diperkeras, Sudut kemiringan 60o Penumbuk : Berat 8 kg dan tinggi jatuh 575 mm II- 19
20 Mistar Penetrasi : 100 cm Stang Penetrasi : diameter 16 mm Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 Gambar 2.2 Alat Dynamic cone penetrometer Pengujian dimulai dengan menaikan pemukul setinggi 57,5 cm dan melepaskannya hingga membentur baja penahan dibawahnya. Proses ini diulang sampai kedalaman penetrasi mencapai kedalaman yang dikehendaki, Lalu kedalaman penetrasi dan jumlah pukulannya dicatat. Untuk perancangan perkerasan, nilai indeks DCP dikonversikan dengan nilai CBR dengan menggunakan persamaan : CBR = 292 (DCP)¹ ¹² Dengan, CBR = kekuatan tanah yang digunakan untuk perancangan/evaluasi perkerasan DCP = indeks DCP (kedalaman penetrasi oleh satu kali pukulan (cm/mm) Uji DCP sangat mudah dilakukan dan cocok digunakan pada material dengan nilai CBR sampai 80%. Alat ini memiliki kelebihan, Antara lain mudah dioperasikan, praktis dan cepat, serta mudah dibawa bawa. Adapun kelemahan yang dimiliki alat DCP adalah hasil yang didapat relatif kasar jika disbanding dengan alat lain. Potensi kesalahan dalam uji DCP adalah Antara lain : II- 20
21 1) Ujung kerucut telah tumpul atau berubah bentuk 2) Alat tidak ditahan vertical saat digunakan 3) Salah dalam menghitung jumlah pukulan / tumbukan 4) Ketinggian jatuhnya pemberat tidak dijaga 2.9. Penelitian terdahulu yang Berhubungan a. Nama : Wahid Ahmad Tahun : 2009 Judul : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metoda Bina Marga dan AASHTO (Study Literatur) Tujuan Penelitian : Membahas Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Dengan Menggunakan Metoda Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993, Menghitung Tebal Lapis Tambah Dengan Pemisah dan Tebal Lapis Tambah Langsung Dengan Menggunakan Metoda Bina Marga dan AASHTO 1993 dan Membandingkan Hasil Yang Diperoleh Dari Kedua Metoda Tersebut. Hasil penelitian : Dalam salah satu kesimpulan penelitiannya menyebutkan tebal lapis tambah yang diperoleh dengan menggunakan metoda Bina Marga 2002 untuk desain overlay pada pelapisan tambah langsung lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan metoda AASHTO 1993, sedangkan tebal lapis tambah yang diperoleh dengan menggunakan metoda Bina Marga 2002 untuk desain overlay pada pelapisan tambah dengan pemisah lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan metoda AASHTO II- 21
22 b. Nama : Tri Haryo Wibisono dan Hadi Praptoyo. Tahun : 2005 Judul : Evaluasi Tebal Lapis Keras Jalan Ruas Jalan Magelang-krepekan Kabupaten Magelang hingá Tahun 2015 Tujuan Penelitian : Mengevalusi kemampuan lapis perkerasan ruas jalan tersebu dalam kurun waktu setahun yang akan datang dalam mendukung beban lalu lintas. Hasil penelitian` : a. Nilai CBR yang didapat dalam pemeriksaan dengan alat DCP pada ruas jalan Magelang-Krepekan sebesar 6,7 % maka lebih besar dari spesifikasi Dinas Bina Marga yaitu sebesar 4,8 %. b) Umur sisa layanan jalan 2,34 tahun atau 28 bulan 3 hari sehingga perlu diberi lapis tambahan untuk meningkatkan umur layanan jalan. c) Tebal lapis tambahan untuk masa layanan jalan 10 tahun yang akan datang setebal 5 cm. c. Nama : Fahrurozi Tahun : 2008 Judul : Pengaruh nilai CBR tanah dasar terhadap perkerasan jalan lentur jalan kaliurang dengan metode Bina Marga dan AASHTO 1986 Tujuan Penelitian : Mengetahui nilai tebal perkerasan lentur jalan dengan CBR (California Bearing Ratio) yang sama menggunakan metode Bina Marga 1987 dan AASHTO Hasil penelitian : II- 22
23 a) Dalam salah satu kesimpulan penelitiannya menyebutkan Nilai CBR maksimum dengan penambahan air yang didapat dari pengujian di Laboratorium mekanika tanah FTSP UII untuk jalan Kaliurang adalah 38 %. b) Nilai tebal perkerasan jalan dengan perhitungan metode Bina Marga lebih besar dari pada menggunakan metode AASHTO c) Tebal perkerasan dilapangan lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan Metode Bina Marga pada Tugas Akhir ini, sehingga struktur yang ada sekarang akan mampu mendukung beban lalulintas hingga tahun II- 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada
Lebih terperinciBAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang
BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai
Lebih terperinciBAB II PERKERASAN JALAN RAYA
BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1 Jenis Dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kendaraan yang cepat terutama kendaraan komersial dan fungsi drainase yang. kurang baik dan faktor perubahan lingkungan.
Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Study Jalan merupakan Infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian antar daerah dan nasional, mengingat pentingnya fungsi jalan untuk
Lebih terperinciDAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN...iii MOTTO & PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRACT... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GRAFIK...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi terutama pada sarana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Definisi Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong
Lebih terperinciTEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016
IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN BATAS KOTA PALEMBANG SIMPANG INDERALAYA) Sartika Nisumanti 1), Djaenudin Hadiyana 2) 1),2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Indo Global Mandiri Jl Jend.
Lebih terperinciJENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN
JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi
Lebih terperincitidaklah cukup kuat untuk menahannya,untuk itu perlu lapis tambahan yang
BAB II IINJAIAN PISTAKA 2.1 Pengertian Hmum Lapis Perkerasan Dalam menahan deformasi akibat beban roda berulang, tanah saja biasanya tidaklah cukup kuat untuk menahannya,untuk itu perlu lapis tambahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan
BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Sulaksono (2001) mengatakan bahwa pada dasarnya setiap struktur perkerasan jalan akan mengalami proses pengerusakan secara progresif sejak jalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Primer 1. Dimensi Jalan
Lebih terperinciDR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA
PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
Lebih terperinciSetelah Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut.
Nama NIM : Evi Dessyanti : 10/297847/TK/36405 Pertanyaan: 1. Jelaskan sejarah perkembangan konstruksi jalan! Perkembangan teknik konstruksi jalan terjadi seiring dengan berkembangnya teknologi yang ditemukan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada penelitian Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI ( Pavement Contidion Index) yang meneliti tingkat dari kondisi permukaan perkerasan dan ukurannya yang ditinjau
Lebih terperincisampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penilaian kerusakan secara detail dibutuhkan sebagai bagian dari perencanaan dan perancangan proyek rehabilitasi. Penilaian kerusakan perkerasan adalah kompilasi
Lebih terperinciBerdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:
17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan Analisis dan penafsiran data dijelaskan dalam bagan alir di bawah ini Gambar 4.1 Mulai Studi Pustaka Metode Penelitian Persiapan Pengambilan Data Data
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan
Lebih terperinciGAMBAR KONSTRUKSI JALAN
1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah
Lebih terperinciASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN
ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk menjamin kenyamanan kendaraan yang lewat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
BAB IV METODE PENELITIAN Proses perencanaan dalam melakukan penelitian perlu dilakukan analisis yang teliti, semakin rumit permasalahan yang dihadapi semakin kompleks pula analisis yang akan dilakukan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan
Lebih terperinciKEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that
Lebih terperinci1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)
Lebih terperinciBAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.
BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. 1.1 SEJARAH PERKERASAN JALAN. A. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana
Lebih terperinciBAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan
BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA II.1 Kerusakan Pada Jalan Raya Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat
Lebih terperinciPENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR
PENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR M. Fauzan 1), Herman Fithra 2), Said Jalalul Akbar 3), M.Kabir Ihsan 4)
Lebih terperinciANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PCI (Studi Kasus : Ruas Jalan Blora Cepu ) 1 ABSTRAK
ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PCI (Studi Kasus : Ruas Jalan Blora Cepu ) 1 Andini Pratiwi Putri 2, Anita Rahmawati 3, Emil Adly 4 ABSTRAK Pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciV. CALIFORNIA BEARING RATIO
V. CALIFORNIA BEARING RATIO O.J. PORTER CALIFORNIA STATE HIGHWAY DEPARTMENT. METODA PENETRASI US ARMY CORPS OF ENGINEERS Untuk : tebal lapisan perkerasan lapisan lentur jalan raya & lapangan terbang CBR
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Existing Condition Dan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Jalan Kabupaten, Kabupaten Sleman dan Jalan Bibis, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang 5 KM.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overloaded), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)
EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Kondisi Perkerasan Nilai Kondisi Perkerasan dihitung berdasarkan data dari hasil pengamatan visual di lapangan yang diperoleh dalam bentuk luasan kerusakan, panjang
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang
BAB III LANDASAN TEORI A. Perlintasan Sebidang Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 770 Tahun 2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta
Lebih terperinciIDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus Ruas Jalan Kedungmundu-Meteseh)
IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus Ruas Jalan Kedungmundu-Meteseh) Farida Yudaningrum 1, Ikhwanudin 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas PGRI Semarang farida17061978@gmail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat
Lebih terperinciSTUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)
STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA) Mardianus 1) Abstrak Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh dan Kualitas Drainase Jalan Raya Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengendalian air dipermukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
Lebih terperinciPENGUJIAN NILAI CBR LAPANGANDENGAN DCP (DYNAMIC CONE PENETROMETER)
PENGUJIAN NILAI CBR LAPANGANDENGAN DCP (DYNAMIC CONE PENETROMETER) Dasar Teori Dynamic Cone Penetrometer Test (DCP) pertama kali dikembangkan di Australia oleh Scala (1956). DCP yang sekarang merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum 1. Peraturan Jalan Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Jalan No 34 Tahun 2006 jalan adalah sebagai salah satu prasarana dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun non struktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pada dasarnya
Lebih terperinciPENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)
PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Fitra Ramdhani Dosen Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Menurunnya tingkat pelayanan jalan ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan perkerasan jalan, kerusakan yang terjadi bervariasi pada setiap segmen di sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana yang sangat penting dalam aksessibilitas untuk melakukan pergerakan atau mobilisasi baik orang maupun barang, selain itu jalan raya berperan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overload), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk
Lebih terperinci4.2.4 Pemeriksaan CBR lapangan subgrade dengan Dmamyc Cone
3.4.3 Kepadatan beton aspal 21 3.4.4 Penetrasi aspal 21 3.4.5 Titik lembek aspal 21 3.5 Volume lalu lintas 22 3.6 Analisis regresi 23 3.7 Perencanaan lapis tambahan 27 3.7.1 Menentukan lintas ekivalen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Lalu Lintas Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefinisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1 Mulai Studi Pustaka Metode Penelitian Persiapan Pengambilan Data Data Primer 1. Dimensi Kerusakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tanah Pondasi yang secara langsung mendukung beban akibat beban lalu lintas dari suatu perkerasan, disebut tanah-dasar (subgrade). Tanah-dasar ini, merupakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian untuk melaksanakan riset tentang daya dukung tanah gambut yaitu dibagi pada dua tempat. Yang pertama pengujian daya dukung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur
BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruas jalan di persimpangan banyak mengalami kerusakan akibat beban kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan yang melakukan pengereman
Lebih terperinciSaiful Anwar Kurniawan NIM. I
Analisis Perkerasan Jalan, Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Kudus Colo KM 0+000 3+000 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat Memperoleh
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I
Analisa Kerusakan Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI), Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen Beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Veteran Barat Sukoharjo
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan
Lebih terperincigambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan
BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : 1. Berdasarkan pengambilan data dan analisis yang sudah dilakukan
Lebih terperinciPENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN ABSTRAK
PENENTUAN KONDISI PERKERASAN JALAN Nama : Elvira Christine Siregar NRP : 0621039 Pembimbing : Dr. Budi Hartanto Ir.,M.Sc ABSTRAK Kegiatan pemeliharaan jalan diperlukan untuk mempertahankan agar kondisi
Lebih terperincimelintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... II HALAMAN PERNYATAAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... VI DAFTAR GAMBAR... XII DAFTAR LAMPIRAN... XIV DAFTAR ISTILAH... XV INTISARI... XVIII
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Tahap penelitian analisis kerusakan jalan pada perkerasan lentur dengan metode Pavement Condition Index (PCI) harus sesuai dengan teori dan prosedur analisa.
Lebih terperinciA. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dapadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Kondisi Jalan Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Kabupaten, Sleman sepanjang 5000 m yang dilakukan melalui survei kondisi permukaan jalan survei dilakukan
Lebih terperinciTINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI
TINJAUAN KERUSAKAN JALAN PROVINSI PADA RUAS NANGA PINOH SOKAN KABUPATEN MELAWI Abstrak Elsa Tri Mukti 1) Jaringan jalan dapat meningkatkan tingkat efektifitas dan efisiensi produksi serta kualitas interaksi
Lebih terperinciEVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY
EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY Hendrick Simangunsong1 dan P. Eliza Purnamasari2 1.Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Jl Babarsari 44
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tergantung volume lalu lintas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Lintasan : jalur tanah yang diperkuat atau
Lebih terperinciJurnal Teknik Sipil ISSN
ISSN 2088-9321 ISSN e-2502-5295 pp. 543-552 TINJAUAN KONDISI PERKERASAN JALAN DENGAN KOMBINASI NILAI INTERNATIONAL ROUGHNESS INDEX (IRI) DAN SURFACE DISTRESS INDEX (SDI) PADA JALAN TAKENGON BLANGKEJEREN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa
Lebih terperinciEVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI 13+000-19+800)
EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI 13+000-19+800) Ahmad Yani 1, Muhammad Idham, S.T., M.Sc. 2, Hamdani
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat
Lebih terperinciEVALUASI KERUSAKAN RUAS JALAN PULAU INDAH, KELAPA LIMA, KUPANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX
EVALUASI KERUSAKAN RUAS JALAN PULAU INDAH, KELAPA LIMA, KUPANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. volume maupun berat muatan yang membebani jalan. Oleh karena perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pembangunan dan ekonomi dalam suatu daerah tidak lepas dari peran prasarana jalan. Jalan merupakan sarana penghubung dari satu daerah ke daerah lain,
Lebih terperinciGambar 3.1. Diagram Nilai PCI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Kerusakan Jalan Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan jenis dan tingkat kerusakan jalan salah satu adalah metode pavement condition index (PCI). Menurut
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar
Lebih terperinci