BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabilitas Temporal Eddy di Perairan Makassar Laut Flores

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa

PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Arus Lintas Indonesia ( Indonesian Seas Throughflow

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di :

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

p-issn : e-issn : Accreditation Number: 766/AU3/P2MI-LIPI/10/2016

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman Online di :

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. terpanjang di dunia) memiliki potensi perairan yang sangat besar (KKP, 2011;

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Physics Communication

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VARIABILITAS ARUS, SUHU, DAN ANGIN DI PERAIRAN BARAT SUMATERA SERTA INTER-RELASINYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

KETERKAITAN KONDISI PARAMETER FISIKA DAN KIMIA PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

Vertical structure of upwelling downwelling in South of Java and Bali Seas of Indian Ocean based on seasonal salinity during period of

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

Gambar 2. Batimetri dasar perairan Selat Lombok

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

VARIABILITAS SALINITAS BERKAITAN DENGAN ENSO DAN IOD DI SAMUDERA HINDIA (SELATAN JAWA HINGGA SELATAN NUSA TENGGARA) PERIODE TAHUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman Online di :

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Cahaya

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

Karakteristik Upwelling di Sepanjang Perairan Selatan NTT Hingga Barat Sumatera

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

Arah Dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Selatan Pangandaran Jawa Barat

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Pendekatan Empirik

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA. Universitas Riau.

VARIABILITAS KESUBURAN PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT LOMBOK STEFANUS HARI WIYADI

APLIKASI DATA INDERAJA MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang bergerak di atasnya, tidak seperti perairan Samudera Pasifik dan Atlantik yang hanya dipengaruhi oleh sistem angin pasat saja. Di perairan ini terdapat beberapa fenomena oseanografi yang mempunyai pengaruh penting tidak hanya dalam masalah oseanografi tetapi juga dalam masalah atmosfer. Fenomena ini antara lain Indian Ocean Dipole (Saji dkk. 1999 dalam Martono dkk. 2008a), upwelling (Wrytki 1961) dan eddy (Robinson 1983). Selanjutnya Martono dkk. (2008a) menyatakan bahwa di beberapa wilayah perairan Samudera Hindia telah diketahui adanya eddy yang terbentuk. Wilayah ini yaitu antara lain Laut Arab, sistem Arus Somali, pantai Barat Australia, Selatan Jawa dan Sumatera dan beberapa tempat lainnya. Perairan Selatan Jawa hingga Bali yang merupakan bagian dari Samudera Hindia menarik untuk dikaji karena dinamika pergerakan air di perairan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sistem angin muson, El Niño Southern Oscilation (ENSO), IOD (Indian Ocean Dipole), Arus Khatulistiwa Selatan (AKS), dan arus dari Pantai Barat Sumatera. Selain itu, perairan ini juga dipengaruhi oleh massa air Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) yang diantaranya masuk melalui Laut Timor, Selat Lombok, Laut Sawu, dan Selat Sunda (Wyrtki 1961, Meyers et al. 1995, Quadfasel et al. 1996 dalam Tubalawony 2008). Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut (1998), perairan ini memiliki potensi sumber daya perikanan yang besar. Tingkat kesuburan suatu perairan dapat diindikasikan melalui kandungan klorofil-a nya (Lalli dan Parson 1994 dalam Kunarso 2011), karena klorofil-a menggambarkan besar biomassa fitoplankton, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fenomena upwelling dan downwelling (Samawi 2007). 1

2 Upwelling merupakan pergerakan massa air lapisan bawah yang bersuhu lebih rendah ke permukaan dan membawa serta nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton, sehingga saat terjadi upwelling kandungan klorofil-a di permukaan akan lebih tinggi dari perairan sekitarnya (Stewart 2008). Sebaliknya, downwelling merupakan pergerakan massa air lapisan atas yang bersuhu lebih tinggi ke bawah dan dapat menurunkan kandungan klorofil-a di permukaan (Tilstone et al. 1994). Proses upwelling dan downwelling dapat disebabkan antara lain karena perbedaan densitas air laut (Wibisono 2005), tiupan angin di permukaan laut (Stewart 2008) dan arus eddy (Martono 2008b). Menurut Wyrtki (1961), di selatan Jawa Timur-Bali terutama musim timur sering terbentuk arus melingkar (arus eddy), arus ini akibat pertemuan Arus Pantai Jawa (APJ) dengan Arus Khatulistiwa Selatan (AKS). Adanya arus melingkar di lokasi tersebut tampak jelas dari hasil penelitian pendahuluan dari riset yang dilakukan Prayitno (2008) dalam Kunarso et al. (2011). Arus eddy di selatan provinsi Bali tampak lebih kuat, hal ini bisa terjadi karena adanya ARLINDO yang keluar melalui Selat Lombok. Arus eddy bisa mencapai kedalaman 500-1000 m yang disertai pengangkatan nutrien dari lapisan dalam ke permukaan (Oey 2007 dalam Kunarso dkk. 2011). Eddy merupakan salah satu fenomena oseanografi yang belakangan banyak menarik perhatian para ahli oseanografi. Hal ini disebabkan eddy mempunyai peranan besar terhadap aspek biologis, fisik laut dan dinamika atmosfer antara lain dapat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Ortner 1978 dalam Robinson 1983) dan mentransfer panas dalam interaksinya dengan atmosfer (Robinson 1983). Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian mengenai arus eddy yang terjadi di perairan selatan Jawa-Bali perlu dilakukan untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya perikanan laut yang tersimpan di dalamnya. Pemanfaatan data-data yang diperoleh dari satelit merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan karena penelitian mengenai arus eddy dengan pengambilan data secara langsung di lapangan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama.

3 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana distribusi spasial dan temporal arus eddy di serairan selatan Jawa- Bali dari tahun 2007-2011, (2) Bagaimana hubungan arus eddy dengan fenomena upwelling/downwelling serta konsentrasi klorofil-a. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengetahui pola distribusi temporal dan spasial arus eddy di perairan selatan Jawa-Bali dari tahun 2007-2011, (2) Mengetahui hubungan arus eddy dengan fenomena upwelling/downwelling serta konsentrasi klorofil-a. 1.4 Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat : (1) Memperkaya pengetahuan mengenai variabilitas arus eddy khususnya yang terbentuk di perairan selatan Jawa-Bali, (2) Memberikan informasi mengenai daerah-daerah dan waktu-waktu yang berpotensi memliki kesuburan yang tinggi di perairan selatan Jawa-Bali, (3) Memberikan informasi bagi pemerintah daerah mengenai wilayah penangkapan ikan. 1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian pertama kali mengenai arus eddy di selatan Jawa dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 1977 oleh Creswell dan Golding dalam Robinson (1983) dengan menggunakan trayektori drifter. Berdasarkan hasil analisis data trayektori drifter diperoleh kesimpulan bahwa di perairan tersebut terbentuk arus eddy yang bergerak searah jarum jam dengan diameter mencapai 100 km dan periode selama 20 hari.

4 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kunarso dkk. (2011), nilai Suhu Permukaan Laut (SPL) terendah ditemukan berkembang dari timur (Bali) pada bulan Juni bergerak ke barat hingga Jawa Barat di bulan Oktober. Nilai klorofil-a tinggi berkembang sesuai dengan perkembangan suhu terendah, namun nilai klorofil-a tertinggi umumnya bergerak tidak sesuai dengan perkembangan SPL terendah. Munculnya fenomena ini mengindikasikan adanya peran faktor lain disamping upwelling monsunal yang mensuplai nutrien. Faktor inilah yang membuat kadar klorofil-a khususnya di selatan Provinsi Bali dan Jawa Timur umumnya mempunyai nilai tertinggi. Arus melingkar (Eddy Current) di selatan Jawa Timur-Bali yang terekam citra MODIS (Gambar 1), ditunjukkan berupa putaran massa air yang mengandung kadar klorofil-a tinggi, terjadi pada tanggal 9 Juli 2007 (Prayitno 2008 dalam Kunarso dkk. 2011). Gambar 1. Arus melingkar (Eddy Current) di selatan Jawa Timur-Bali yang terekam citra MODIS (Sumber : Prayitno 2008 dalam Kunarso dkk. 2011)

5 Penelitian mengenai Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera yang dilakukan oleh Martono dkk. (2008b) menunjukkan bahwa Eddy Mindanao yang terletak di belahan bumi utara sekitar 7 LU dan 128 BT bergerak berlawanan arah jarum jam dan menyebabkan upwelling. Sebaliknya, Eddy Halmahera yang juga terletak di belahan bumi utara sekitar 4 LU dan 130 BT dan bergerak searah jarum jam menyebabkan downwelling. Godfrey pada tahun 2001 menemukan bahwa ARLINDO yang keluar ke Samudera Hindia melalui Selat Lombok akan bergabung dengan arus kuat yang mengalir ke arah barat. Beberapa arus eddy kemudian terbentuk sepanjang arus ini. Arus eddy tersebut tidak terlihat melalui visualisasi SPL, tetapi jelas tampak dari data tinggi paras laut satelit altimetri (Gambar 2). Longitude Gambar 2. Peta tinggi paras laut menunjukkan arus eddy di selatan Indonesia (Wijffells dalam Godfrey 2001) 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis bahwa arus eddy dengan arah putaran searah jarum jam (clockwise) terbentuk di perairan selatan Jawa-Bali sekitar bulan Januari-Juli. Arus eddy yang bergerak searah jarum jam menyebabkan fenomena upwelling ditandai dengan tinggi paras laut pusatnya lebih rendah, kandungan klorofil-a yang tinggi dan SPL rendah.