BAB II URAIAN TEORITIS. ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Media massa sebagai penyedia informasi, dewasa ini semakin. memegang peran yang penting dalam kehidupan politik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Masing-masing media

BAB II URAIAN TEORITIS. komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social

13 ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KONTROVERSI MISS WORLD 2013 DI MEDIA

09ILMU. Modul Perkuliahan IX. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Framing. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan di berbagai media massa. Pemberitaan Kisruh APBD DKI merupakan

BAB II KERANGKA TEORITIS

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

ANALISIS FRAMING BERITA BLOK MAHAKAM PADA SURAT KABAR KALTIM POST EDISI 2013

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. telah menciptakan peradaban manusia itu sendiri yang berganti-ganti tapi semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Bab III. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality)menjadi

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHUUAN. berdampak pada pertumbuhan media online di Tanah Air. Media. bisa bertahan. Kecepatan media online dalam menyampaikan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian bab-bab terdahulu, pada bab ini akan disajikan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menyelesaikan gejala-gejala sosial/ kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

ANALISIS FRAMING BERITA CALON PRESIDEN RI PADA SURAT KABAR KALTIM POST DAN TRIBUN KALTIM

ABSTRAK. JUDUL : Pembingkaian Kasus Pembekuan PSSI Oleh Menpora (Analisis Framing Pemberitaan Dalam Harian Kompas) : Tri Yoga Adibtya Tama : D2C009045

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

KONSTRUKSI MEDIA TERHADAP REALITAS PEMBERITAAN PEMILIHAN CALON GUBERNUR DKI, JOKO WIDODO DI HARIAN UMUM SOLOPOS BULAN FEBRUARI-MEI 2012

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Polemik Ujian Nasional dalam Harjo (Studi Analisis Framing Pemberitaan

Keywords: Framing, frame, Ganjar Pranowo, TribunNews, Jawa Pos, Suara Merdeka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Media Massa

Sosiologi Komunikasi. Komunikasi Massa sebagai system social dan pranata social. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Framing Pemberitaan Meninggalnya Artis Olga Syahputra di Detikcom dan Kapanlagi.com Tanggal 27 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. adalah stasiun DAAI TV merupakan sebuah stasiun televisi milik Yayasan Buddha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Naiknya harga BBM selalu menjadi isu yang ramai dibicarakan dan juga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. 1. Ditinjau dari aspek sintaksis, bingkai jurnalisme profetik yang terlihat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SIMULATOR SIM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pesannya menggunakan media massa, pihak komunikan dalam komunikasi massa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pemberitaan Calon Kepala Daerah dalam Pilkada 2015

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan dengan mengamati teks online

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. konstruksionis, realitas bersifat subjektif, relitas dihadirkan oleh konsep subjektif

BAB II URAIAN TEORITIS. teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Pendekatan Politik Ekonomi Media Pendekatan politik ekonomi media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001:2). Dalam pendekatan politik ekonomi media, kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai: studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling menguntungkan antara sumber-sumber produksi, distribusi dan konsumsi, termasuk didalamnya sumber-sumber yang terkait dengan komunikasi (Boyd Barrett, 1995: 186). Boyd Barrett secara lebih gamblang mengartikan ekonomi politik sebagai studi tentang kontrol dan pertahanan dalam kehidupan sosial. (Boyd Barrett, 1995: 186) Dari pendapat Mosco di atas dapatlah dipahami pengertian ekonomi politik secara lebih sederhana, yaitu hubungan kekuasaan (politik) dalam sumber-

sumber ekonomi yang ada di masyarakat. Bila seseorang atau sekelompok orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia berkuasa secara de facto, walaupun de jure tidak memegang kekuasaan sebagai eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pandangan Mosco tentang penguasa lebih ditekankan pada penguasa dalam arti de facto, yaitu orang atau kelompok orang yang mengendalikan kehidupan masyarakat. Jika memang demikian, maka kekuasaan pemilik media, meski secara etik dibatasi dan secara normatif disangkal, bukan saja memberi pengaruh pada konten media, namun juga memberikan implikasi logis kepada masyarakat selaku audiens. Pemberitaan media menjadi tidak bebas lagi, muatannya kerap memperhitungkan aspek pasar dan politik. Dasar dari kehidupan sosial adalah ekonomi. Maka pendekatan ekonomi politik merupakan cara pandang yang dapat membongkar dasar atas sesuatu masalah yang tampak pada permukaan. (http://kamaruddinblog.blogspot.com/2010/10/kapitalisme-organisasi-media-dan.html). Dalam studi media massa, penerapan pendekatan ekonomi politik memiliki tiga konsep awal, yaitu: komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas atau barang dagangan sebagai alat mendapatkan keuntungan. Dalam media massa tiga hal yang saling terkait adalah: isi media, jumlah audiens dan iklan. Berita atau isi media adalah komoditas untuk menaikkan jumlah audiens atau oplah. Jumlah audiens atau oplah juga merupakan komoditas yang dapat dijual pada pengiklan. Uang yang masuk merupakan profit dan dapat digunakan untuk ekspansi media. Ekspansi

media menghasilkan kekuatan yang lebih besar lagi dalam mengendalikan masyarakat melalui sumber-sumber produksi media berupa teknologi. Selanjutnya, spasialisasi adalah cara-cara mengatasi hambatan jarak dan waktu dalam kehidupan sosial. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, jarak dan waktu bukan lagi hambatan dalam praktek ekonomi politik. Spasialisasi berhubungan dengan proses transformasi batasan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media. Akhirnya, komodifikasi dan spasialisasi dalam media massa menghasilkan strukturasi atau menyeragaman ideologi secara terstruktur. Media yang sama pemiliknya akan memiliki ideologi yang sama pula. Korporasi dan besarnya media akan menimbulkan penyeragaman isi berita dimana penyeragaman ideologi tak akan bisa dihindari. Dengan kata lain, media dapat digunakan untuk menyampaikan ideologi pemiliknya. Pada dasarnya, apa yang disajikan oleh media adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam buku Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content (1996) mengemukakan ada lima level dalam media yang memengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan, yaitu: 1. Level Individu/Pekerja Media Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek

personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak memengaruhi apa yang ditampilkan media. Selain personalitas, level individu juga berhubungan dengan segi profesionalisme dari pengelola media. Latar belakang pendidikan atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa memengaruhi pemberitaan media. Wartawan yang memiliki orientasi terhadap partai politik tertentu akan memberitakan secara berbeda partai politik yang kebetulan menjadi idolanya. 2. Level Rutinitas Media Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebuah tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Sebagai mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media memengaruhi wujud akhir sebuah berita.

Dalam hal ini media massa memiliki standard operational prochedure dalam mencari dan menemukan berita. Kemampuan media di dalam rutinitas media juga dipengaruhi oleh sumber daya manusia, materi, dan perlengkapan. 3. Level Organisasi Media Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan berita agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita. Dialektika dalam level organisasi media ini dapat menjelaskan munculnya kecenderungan pers era reformasi untuk mengedepankan berita-berita politik yang tajam, sensasional, bahkan bombastis.

4. Level Ekstra Media Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus memengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media. Pertama, sumber berita. Sumber berita disini dipandang bukanlah sebagai pihak netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk memengaruhi media dengan berbagai alasan seperti memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu saja memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Media telah menjadi corong dari sumber berita untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh sumber berita tersebut. Kedua, sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media ini bisa berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan diantaranya dengan cara memaksa media untuk mengembargo berita yang buruk mengenai mereka. Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus menerus

diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak. Ketiga, pihak eksternal. Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Ini karena dalam negara yang otoriter, negara menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diberitakan. Pemerintah dalam banyak hal memegang lisensi penerbitan, kalau media ingin tetap dan bisa terbit ia harus mengikuti batas-batas yang telah ditentukan pemerintah tersebut. Berita yang berhubungan dengan pemerintah terutama berita buruk akan diembargo atau dibatalkan, daripada nasib media yang bersangkutan akan mati. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis. 5. Level Ideologi Ideologi adalah world view sebagai salah satu kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Pada level ideologi akan lebih dilihat kepada yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukannya.

II.2. Konstruksi Sosial Media Massa Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. (Bungin, 2008: 193). Bagi Berger dan Luckmann, realitas tidak terbentuk dengan sendirinya secara ilmiah, namun dibentuk dan dikonstruksi. Realitas berwajah ganda/plural, setiap orang dapat memiliki konstruksi yang berbeda-beda terhadap sebuah realitas, selain itu realitas juga bersifat dinamis dan dialektis. Realitas tidak statis maupun tunggal karena ada relativitas sosial dari apa yang disebut pengetahuan dan kenyataan. Menurut Berger dan Luckmann pula, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192). Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas dari berger dan Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckmann tidak

memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan menambahkan variabel atau fenomena media massa yang sangat substantif dalam proses eksternalisasi, subyektivasi dan internalisasi. Inilah yang kemudian dikenal sebagai konstruksi sosial media massa. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203). Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 188-189). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2. Tahap sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa; (3) sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi. Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkostruksi realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya (Bungin, 2008: 188-189). Gambar 2. Proses Konstruksi Sosial Media Massa (Sumber: Bungin, 2008: 204) P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi M E D I A M A S S A - Objektif - Subjektif - Inter Subjektif Realitas Terkonstruksi: - Lebih Cepat - Lebih Luas - Sebaran Merata - Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung Terkonstruksi - Opini Massa Cenderung Apriori - Opini Massa Cenderung Sinis Source Message Channel Receiver Effect

II.3. Teori Propaganda Teori propaganda menurut Herman dan Chomsky dalam bukunya Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media (1988), adalah teori tentang media yang memaksakan kepentingannya sedimikian rupa agar diterima oleh publik. Media mempropagandakan nilai-nilai tertentu untuk didesakkan kepada publik. Bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa kepemilikan media sangat strategis, oleh karena itu, para penguasa media akan melakukan apapun agar posisi mereka aman serta sejahtera. Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada ketidakseimbangan antara kekayaan dengan kekuasaan, dan efek multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya, uang dan kekuasaan dapat menyetir output berita, serta memungkinkan pihak-pihak dominan (swasta maupun pemerintah) menyampaikan pesan-pesan sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya. Herman dan Chomsky memperkenalkan model propaganda yang didalamnya terdapat filter-filter yang mempresentasikan kekuatan politik yang ada, yakni: ukuran besar-kecil kepemilikan dan orientasi media; Pengiklan; Sumber berita; Falk; dan Ideologi anti komunisme. (Herman, 1988: 3-29) Filter pertama adalah, ukuran besar-kecil kepemilikan media. Media mempunyai keterkaitan jaringan kepemilikan dengan institusi ekonomi lainnya, sehingga media yang dominan dikuasai oleh sedikit orang. Mereka biasanya tergabung dalam grup tertentu. Kepemilikan media tidak hanya berjung disitu saja, biasanya mereka yang menguasai media juga mempunyai kepemilikan pada bidang bisnis atau politik lain. Konsentrasi kepemilikan ini memengaruhi tingkat

kemampuan media untuk bisa survive, karena, semakin luas jaringannya, semakin aman keberadaan media tersebut. Filter kedua yang dijelaskan oleh Herman dan Chomsky adalah keberadaan iklan. Keberadaan iklan berfungsi untuk menopang profit bisnis media. Media menjadikan iklan sebagai sumber utama bagi mereka. Sedikit banyak, pengiklan juga melekatkan ideologinya pada media terkait, karena mereka memegang kendali dengan mengiklankan produk pada media tersebut. Bahkan tak jarang pengiklan juga menentukan konten media. Kemudian, menilik pada filter selanjutnya yakni sumberberita, media massa membutuhkan legitimasi atas berita tersebut dengan menghadirkan sumber berita (narasumber) yang dianggap otoritatif dalam menjelaskan suatu peristiwa. Menurut Herman dan Chomsky, sumber berita penting untuk dua hal. Pertama, kredibilitas berita. Semakin sulit narasumber diraih, semakin prestise suatu berita. Kedua, media bisa mengklaim berita yang dihasilkan sebagai sesuatu yang objektif. Filter keempat adalah flak. Flak merupakan respon negatif terhadap pernyataan media yang biasanya berasal dari surat, petisi, telepon, gugatan hukum, dan bentuk-bentuk komplain dan protes lainnya (Herman, 2002: 26). Respon ini bisa jadi muncul secara sporadis tetapi bisa juga terorganisir oleh korporasi atau kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Filter terakhir adalah ideologi anti komunisme merupakan kontrol mekanisme. Komunisme mengancam kepemilikan para pemodal, sehingga kekayaan mereka tidak bisa maksimal. Komunisme menjadi musuh bersama pada

tahun 50-an, saat keberadaan Rusia, Kuba dan China menonjol. Ideologi dan musuh bersama tersebut menyatukan media dan pandangan publik. Sehingga, opini publikdapat disetir sesuai dengan ideologi yang ada di negara tersebut, yang kemudian menempatkan posisi aman secara nasional. II.4. Teori Agenda Setting Agenda setting diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public Opinion Quarteley tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of Mass Media. Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. (Bungin, 2008: 281) Media menata (men-setting) sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara terus menerus dengan memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya, sehingga publik sadar atau tahu akan isu-isu tersebut, kemudian publik menganggapnya penting dan meyakininya. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya adalah karena media menganggapnya penting. Menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Bungin, 2008: 282), teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula, bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi

juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. II.5. Analisis Framing Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 162). Menurut Imawan dalam Sobur (2004:162) pada dasarnya framing adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Untuk melihat bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai kasus atau peristiwa yang diberitakan. Sebab media bukanlah cerminan realitas yang memberitakan apa adanya. Namun, media mengkonstruksi realitas sedemikian rupa, ada fakta-fakta yang diangkat ke permukaan, ada

kelompok-kelompok yang diangkat dan dijatuhkan, ada berita yang dianggap penting dan tidak penting. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan untuk mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan. Ada dua aspek penting dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan kepada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan, yaitu apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang menyolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi simplifikasi dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Prinsip analisis framing menyatakan bahwa pada fakta yang diberitakan dalam media terjadi proses seleksi dan penajaman terhadap dimensi-dimensi

tertentu. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi yang spesifik. Adapun dalam penelitian ini, model analisis yang digunakan adalah model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah salah satu model analisis yang banyak dipakai dalam menganalisis teks media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2004: 252). Menurut Pan dan Kosicki ada dua dari konsepsi framing yang saling berkaitan yaitu konsepsi psikologi (internal individu) dan konsepsi sosiologis (sosial). Bagaimana kedua konsepsi yang berlainan tersebut dapat digabungkan dalam suatu model dijelaskan dan dilihat dari bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh wartawan. Model Pan dan Kosicki ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka Framing Analysis: An Aproach to News Discourse mengoperasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global (Sobur, 2004: 175).

Selanjutnya perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar: 1. Sintaksis Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan bagan berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup, dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan. a. Headline Berita yang menjadi topik utama media. b. Lead Alinea pembuka atau alinea pertama suatu berita. Lead atau teras berita berisi pokok-pokok penting yang dapat mewakili isi berita. c. Latar informasi Merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan arah mana pandangan khalayak hendak dibawa. d. Kutipan sumber berita Orang atau hal-hal yang dijadikan sumber berita. Dimaksudkan untuk membangun objektivitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak. e. Pernyataan Merupakan kalimat-kalimat yang dibuat untuk mendukung isi berita.

f. Penutup Bagian akhir berita. 2. Skrip Skrip berhubungan dengan bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur wartawan dalam mengisahkan/ menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah unsur kelengkapan berita, yaitu: a. Who (siapa), siapa yang terlibat b. What (apa), apa peristiwa yang diberitakan c. When (kapan), waktu terjadinya peristiwa d. Where (dimana), lokasi peristiwa e. Why (mengapa), mengapa bisa terjadi f. How (bagaimana), bagaimana terjadinya peristiwa 3. Tematik Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis, bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam preposisi, kalimat, atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Tematik memiliki perangkat framing: a. Detail Elemen detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara

berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi yang tidak menguntungkan dirinya dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan). b. Koherensi Merupakan elemen untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan perangkat bahasa untuk menjelaskan fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau sebab akibat. c. Bentuk kalimat Bentuk kalimat dipakai untuk menjelaskan fakta yang ada, berhubungan dengan kalimat pasif atau kalimat aktif dan kalimat deduktif atau kalimat induktif. d. Kata ganti Kata pengganti subjek atau objek dalam suatu kalimat, misalnya: aku, dia, mereka, itu, dan lain-lain. 4. Retoris Struktur retoris suatu wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memaknai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

Retoris memiliki framing sebagai berikut: a. Leksikon Pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. b. Grafis Biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, dan tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. c. Metafora Kalimat pengandaian atau perumpamaan.