INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI

dokumen-dokumen yang mirip
INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI

BAB V PERBANDINGAN REGIONAL

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

PERKEMBANGAN IPM 6.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. Berdasarkan perhitungan dari keempat variabel yaitu:

POLA PEMBIAYAAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DI DINAS KESEHATAN KAB/KOTA PROPINSI SUMATERA SELATAN

SENSITIVITAS PERTUMBUHAN EKONOMI SUMSEL TERHADAP HARGA KOMODITAS PRIMER; PENDEKATAN PANEL DATA

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

BUKU SAKU KINERJA PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN I-2017

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN I-2016

PERAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TKPK) DALAM PENDATAAN PROGRAM PERLINDUNGAN SOSIAL (PPLS) TAHUN 2011 BAPPEDA PROVINSI SUMATERA SELATAN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Sumatera Selatan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN IV-2016

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi Sumatera Selatan

STATISTIK PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG

BERITA RESMI STATISTIK

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan

BAB 4 PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN AIR. 4.1 Identifikasi Permasalahan yang Ditemui Saat Ini

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN II-2016

CAPAIAN PROGRAM KEPENDUDUKAN, KB DAN PEMBANGUNAN KELUARGA sd. BULAN MEI 2016

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya

LAPORAN PENGENDALIAN PROGRAM KB NASIONAL PROPINSI SUMATERA SELATAN BULAN JUNI 2008

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

L E G E N D A TELUK BANGKA J A M B I SUMATRA SELATAN B E N G K U L U S A M U D E R A H I N D I A L A M P U N G. Ibukota Propinsi.

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN 2014

Inflasi: perubahan secara umum atas harga-harga barang dan jasa pada rentang waktu tertentu. Inflasi berdampak dan menjadi dasar dalam pengambilan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-2015

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dalam proses pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satu indikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

B O K S. I. Gambaran Umum

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA PANGKALPINANG

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

BAB III STUDI KASUS. III.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lahat

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

ASRAMA MAHASISWA BIDIKMISI UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 TUMBUH 5,26 PERSEN, MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN III-2015

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN II-2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib)

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2017

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

SUPLEMEN II INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI Angka inflasi pada tahun 2007 secara persisten menunjukkan tren peningkatan. Tren peningkatan inflasi sudah terdeteksi di akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007. Kini, pada triwulan III, tekanan inflasi semakin besar sehingga mulai menciptakan kekhawatiran akan tembusnya angka inflasi ke level dua digit. Kekhawatiran yang sama terjadi pula di kota Palembang. Kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi cukup beralasan karena lonjakan inflasi tidak lain adalah sebagai cerminan kenaikan biaya hidup masyarakat karena hargaharga barang dan jasa meningkat. Banyak hal yang diyakini sebagai penyebab lonjakan inflasi, antara lain, faktorfaktor musiman (seasonal factors) dan kondisi cuaca. Selain itu, kenaikan inflasi lebih banyak didorong oleh kenaikan inflasi harga barang-barang di kelompok bahan makanan, khususnya beras. Dapat dimaklumi, begitu besarnya kontribusi harga beras dalam pembentukan angka inflasi, dikarenakan konsumsi beras menempati prosentase terbesar dalam pengeluaran rumah tangga setiap harinya. Kenaikan inflasi total dan kenaikan inflasi bahan makanan pun terjadi secara umum atau dengan kata lain hampir terjadi di semua kota yang disurvei inflasinya oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Grafik B.2.1 memetakan inflasi bulanan 45 kota dalam empat kuadran. Masingmasing kuadran mempunyai masing-masing intepretasi yang berbeda. Masing-masing kuadran dapat diintepretasikan sebagai berikut: (i) Kuadran I memetakan kota-kota yang mengalami inflasi bahan makanan dan inflasi total. (ii) Kuadran II memetakan kota-kota yang mengalami deflasi bahan makanan dan mengalami inflasi total. (iii) Kuadran III memetakan kota-kota yang mengalami deflasi di kelompok bahan makanan dan deflasi total. (iv) Kuadran IV memetakan kota-kota yang mengalami inflasi di bahan makanan, namun mengalami deflasi total. Dari grafik di atas, terlihat sebagian besar kota berada di kuadran I dimana terjadi inflasi bahan makanan dan inflasi secara total. Korelasi inflasi bahan makanan dengan inflasi total cukup besar yakni 0,90. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan inflasi bahan makanan yang mendorong kenaikan inflasi secara total merupakan satu fenomena yang terjadi secara umum di sebagian besar kota-kota di Indonesia. Dalam hal ini pula terdapat beberapa outlier yakni inflasi kota Lhokseumawe dan kota Kendari. Kondisi sebagaimana telah dijelaskan di atas tidak jauh berbeda dengan kondisi di kota-kota di Sumatera. Grafik B.2.2 menjelaskan pemetaan inflasi kota-kota di Sumatera sebagai berikut.

Berdasarkan pemetaan pada grafik B.2.2, semua inflasi kota-kota di Sumatera masuk dalam kuadran I. Pemetaan inflasi kota-kota di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) (Palembang, Bandarlampung, Jambi, dan Bengkulu) relatif berdekatan yang mencerminkan keidentikkan kondisi inflasi masing-masing kota. Satu kota di wilayah Sumbagsel yang berbeda yakni kota Pangkalpinang. Pangkalpinang mengalami inflasi bahan makanan yang relatif rendah dan begitu pula dengan inflasi total. Pada akhir triwulan II, kondisinya jauh berbeda, dimana sebaran inflasi masih relatif lebih merata namun korelasinya masih tetap tinggi, sebagaimana tampak pada grafik B.2.3 di bawah. Grafik B.2.4

Hal yang serupa juga terjadi pada bulan Juni 2007 untuk inflasi kota-kota di Sumatera sebagaimana di grafik B.2.4. Sebagian besar inflasi kota-kota di Sumatera berada di kuadran I. Hanya kota Lhokseumawe, Batam, dan Padang, yang berada di luar kuadran lain. Sementara itu, inflasi kota-kota di zona Sumbagsel terlihat terpencar dan kota Bengkulu pada Juni lalu mencatat inflasi bulanan yang relatif tinggi baik di bahan makanan maupun inflasi total. Inflasi kota Padang dan Batam berada di kuadran II. Secara tahunan, per September, inflasi tahunan bahan makanan di 45 kota ditampilkan sebagaimana tabel B.2.1. Inflasi tahunan bahan makanan telah mencapai double digit atau secara rata-rata sebesar 13.12 persen. Angka inflasi bahan makanan tertinggi terjadi di kota Lhokseumawe sebesar 19.82 dan terendah sebesar 4.74 persen di kota Palu. Sebagian besar, 50 persen, inflasi tahunan bahan makanan di atas 12.72 persen, bahkan terdapat 25 persen kota-kota yang inflasi bahan makanan di atas 15,42 persen. Tabel B.2.1 Deskripsi Angka Inflasi Tahunan Bahan Makanan, per September 2007 Deskripsi statistik Nilai (%) Rata-rata inflasi 13.12 Nilai tengah inflasi 12.72 Angka Inflasi terendah 4.74 Angka Inflasi tertinggi 19.82 Sumber: BPS Percentile 25% 11.09 50% 12.72 75% 15.42 Implikasi dan rekomendasi kebijakan Grafik-grafik yang telah ditampilkan telah secara langsung menginformasikan kepada kita bahwa inflasi bahan makanan telah menjadi fenomena nasional dan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap inflasi total. Karenanya, fenomena nasional ini perlu kita dalami di masing-masing daerah untuk mengetahui penyebab-penyebab terpicunya inflasi di tingkat regional. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten) antara lain: (i) Pendekatan dalam penanggulangan inflasi regional dapat dilakukan melalui mekanisme koordinasi antar instansi atau dinas dalam mendeteksi, memonitor, dan mengeliminir, faktor-faktor pemicu inflasi regional. (ii) Pengkajian kembali secara bersama strategi pembangunan di sub sektor tanaman bahan makanan, khususnya beras. Baik dari sisi strategi ekstensifikasi, intensifikasi, teknologi pertanian, irigasi, pupuk, dan pembiayaan. Pendekatan yang dapat dilakukan daerah untuk meredam inflasi adalah dengan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan sisi pasokan (supply side) dari sektor tanaman bahan

makanan, khususnya aspek produksi, ketersediaan bahan makanan dalam jumlah yang cukup, dan kelancaran distribusinya ke seluruh daerah. Dua pendekatan yang dijelaskan di atas cukup beralasan mengingat kinerja sub sektor tanaman bahan makanan cenderung rendah. Dalam kurun waktu 2000-2005, ratarata pertumbuhan tahunan sub sektor tanaman bahan makanan 14 kabupaten/kota di Sumatera Selatan hanya tercatat 3.32 persen per tahun. Dengan kinerja pertumbuhan yang relatif rendah dan kondisi iklim yang tidak menentu, tidak mengherankan jika pasokan pangan dapat terganggu dan mengakibatkan harga-harga komoditas pangan, khususnya beras, cenderung terus meningkat. Sehingga dengan demikian, tanpa ada langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan produksi di sub sektor tanaman bahan makanan pada khususnya dan pertanian pada umumnya, maka keterbatasan pasokan bahan makanan. Tabel B.2.1 PERTUMBUHAN PDRB SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN MAKANAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATAN, BERDASARKAN HARGA KONSTAN Pertumbuhan (%) Kota/Kabupaten Ratarata/ 2001 2002 2003 2004 2005 2000-2005 tahun Pagaralam 2.03 2.81 2.35 1.57 1.57 10.76 1.79 Lubuk Linggau 1.55 2.66 3.28 3.46 4.68 16.60 2.77 Prabumulih 2.30 1.86 3.73 4.43 4.77 18.26 3.04 Palembang 2.07 2.00 1.97 3.98 3.77 14.55 2.43 Ogan Ilir (0.75) 2.50 3.08 3.68 4.02 13.09 2.18 OKU Timur 1.83 4.41 2.95 3.35 3.21 16.76 2.79 OKU Selatan 2.23 2.79 2.78 3.22 5.47 17.58 2.93 Musi Banyuasin 3.74 4.80 5.85 5.72 7.88 31.26 5.21 Banyuasin 2.83 5.00 2.91 6.03 5.35 24.12 4.02 Musi Rawas 1.03 4.82 5.51 7.29 8.29 29.82 4.97 Lahat 2.07 4.62 4.96 5.95 5.36 25.12 4.19 OKI 2.81 3.60 3.91 4.03 4.39 20.20 3.37 Muara Enim 1.07 4.84 2.31 2.88 3.64 15.58 2.60 OKU 2.59 5.05 5.93 4.93 4.17 24.78 4.13 Pertumbuhan rata-rata tahunan dari kabupaten/kabupaten 3.32 Sumber : Badan Pusat Statistik Kondisi di Bangka-Belitung tidak berbeda dengan di Sumatera Selatan. Di Bangka- Belitung, sub sektor tanaman bahan makanan 7 kabupaten/kota tumbuh cukup lambat dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 1.74 persen per tahun dalam kurun waktu 2000-2005. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Bangka Tengah sebesar 3.86 persen, sedangkan penurunan laju pertumbuhan di terjadi kota Pangkalpinang sebesar - 1.39 persen. Bangka Belitung selama ini tergantung pada pasokan beras dari provinsiprovinsi lain.

Tabel B.2.2 PERTUMBUHAN PDRB SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN MAKANAN KABUPATEN/KOTA DI BANGKA BELITUNG, BERDASARKAN HARGA KONSTAN Pertumbuhan (%) Kabupaten/kota Rata-rata/ 2001 2002 2003 2004 2005 2000-2005 tahun Bangka 12.66-4.56-5.97 7.60 3.44 12.53 2.09 Belitung 2.60-6.05 3.79 5.68 4.55 10.54 1.76 Bangka Barat 10.52-7.70-0.44 2.54 0.28 4.43 0.74 Bangka Tengah 10.96-5.46-2.61 14.92 4.92 23.18 3.86 Bangka Selatan 13.60-5.71-5.80 11.74 1.82 14.78 2.46 Belitung Timur -0.11 5.45 2.86 3.33 3.57 15.96 2.66 Pangkalpinang -2.96 1.62-4.47-1.01-1.72-8.35-1.39 Pertumbuhan rata-rata tahunan dari kabupaten-kabupaten 1.74 Sumber : Badan Pusat Statistik