PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN DAN APLIKASI MIKORIZA TERHADAP MORFO-FISIOLOGIS DAN KUALITAS BAHAN ORGANIK RUMPUT DAN LEGUM PAKAN SAHERA NOFYANGTRI

dokumen-dokumen yang mirip
tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Setaria splendida Stapf yang Mengalami Cekaman Kekeringan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

Gambar 2. Centrosema pubescens

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Air Pada Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

EFEK PENAMBAHAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN LEGUMINOSA MERAMBAT DALAM KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN SKRIPSI ARISTYA WULANDARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

AIR DAN PENGARUHNYA THD PER TUMBUHAN TANAMAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

3 METODE. Bahan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI CRYSTAL SOIL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst.)

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan

KETAHANAN RUMPUT GOLF Cynodon dactylon (L) PERS PADA KONDISI SALIN DENGAN PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

STAF LAB. ILMU TANAMAN

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza merupakan asosiasi mutualistik antara jamur dengan akar

PENGARUH PEMBERIAN KADAR AIR BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HIJAUAN TANAMAN Indigofera zollingeriana RINGKASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan sebuah istilah yang mendeskripsikan adanya hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

Eksplorasi Mikorizaa Vesikular Arbuskular (MVA) Indigenous pada Tanah Regosol di Pamekasan - Madura

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)


KADAR SERAT KASAR DAN KECERNAAN SECARA In Vitro JERAMI KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PERLAKUAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN INOKULASI BAKTERI Rhizobium

BAB VII PERANAN AIR BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Kacang Tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Air pada Tanaman Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

Transkripsi:

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN DAN APLIKASI MIKORIZA TERHADAP MORFO-FISIOLOGIS DAN KUALITAS BAHAN ORGANIK RUMPUT DAN LEGUM PAKAN SAHERA NOFYANGTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh cekaman kekeringan dan aplikasi mikoriza terhadap morfo-fisiologis dan kualitas bahan organik rumput dan legum pakan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Sahera Nofyangtri D152090031

RINGKASAN SAHERA NOFYANGTRI. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Morfo-Fisiologis dan Kualitas Bahan Organik Rumput dan Legum Pakan. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan DEWI APRI ASTUTI. Tersedianya hijauan makanan ternak baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha peternakan ruminansia. Kesulitan penyediaan hijauan makanan ternak dalam jumlah besar terutama yang mudah dibudidayakan, daya adaptasi baik dan produksi biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama dalam musim kemarau panjang. Disisi lain potensi lahan kering di Indonesia cukup tinggi yaitu seluas 1,61 juta ha yang tidak termanfaatkan dengan baik. Ketersediaan air di tanah merupakan faktor pembatas dan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Cekaman kekeringan menyebabkan gangguan pertumbuhan tanaman dan produksi biomasa, penurunan ekspansi sel dan produksi fotosintat menjadi berkurang. Pemberian pupuk hayati Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) diketahui banyak memberikan manfaat dalam meningkatkan produktivitas tanaman, terutama memperluas fungsi akar menyerap unsur hara dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi rumput dan legum pakan toleran terhadap cekaman kekeringan dengan aplikasi FMA berdasarkan respon morfo-fisiologis dan hubungannya dengan kualitas bahan organik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai Mei 2011 di Laboratorium Agrostologi Fapet IPB, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Departemen INTP IPB dan Laboratorium Fisiologi Stress LIPI Cibinong. Rumput dan legum pakan yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil seleksi dari penelitian pendahuluan dari 30 jenis hijauan makanan ternak. Penelitian ini menggunakan dua rumah kaca dan sebanyak 96 buah pot fiber modifikasi (d=20 cm, t=100cm) untuk masing-masing kelompok rumput dan legum. Penelitian ini terdiri dari dua tahap pelaksanaan. Tahap pertama yaitu seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan aplikasi FMA berdasarkan respon morfo-fisiologis. Sebanyak 6 jenis rumput dan 6 jenis legum yang diteliti. Prosedur seleksi yang dilakukan adalah sama untuk kelompok rumput dan legum. Parameter morfologi yang diamati adalah bobot kering tajuk, bobot kering akar dan panjang akar, sedangkan parameter fisiologi yang diamati setiap delapan hari adalah potensial air daun, kadar prolin daun, kadar air relatif dan kadar total gula terlarut yang diamati pada akhir penelitian setelah panen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 4 x 6 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah kombinasi perlakuan kekeringan dengan FMA yang terdiri dari W0M0 (disiram tanpa FMA), W1M0 (dikeringkan tanpa FMA), W0M1 (disiram diberi FMA) dan W1M1 (dikeringkan diberi FMA). Faktor kedua adalah 6 jenis rumput/legum yang dilakukan secara terpisah. Penelitian tahap kedua adalah kajian kualitas bahan organik dari jenis tanaman terbaik hasil seleksi tahap 1 dilanjutkan untuk pengujian total produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar. Analisa data untuk skoring tanaman dilakukan pada pengamatan hari ke-32. Pemanenan paling awal dilakukan pada hari ke-32 yaitu tanaman Paspalum

dilatatum dan Chloris gayana untuk kelompok rumput dan tanaman Clitoria ternatea untuk kelompok legum, sedangkan tanaman yang dipanen paling akhir pada hari ke-48 adalah Paspalum notatum dan Ischaemum timuriensis untuk kelompok rumput dan Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes seabrana untuk kelompok legum. Respon fisiologis yang ditunjukkan oleh tanaman yang mengalami stres memiliki pola yang sama yaitu terjadi penurunan nilai potensial air dan kadar air relatif daun. Sebaliknya parameter kadar prolin dan total gula terlarut akan meningkat seiiring dengan tingkat cekaman kekeringan yang dialami tanaman. Skoring dilakukan berdasarkan superskrip yang dimiliki setiap tanaman untuk setiap parameter morfo-fisiologis. Perbandingan antar keempat perlakuan secara umum menghasilkan bahwa perlakuan disiram diberi FMA (W0M1) memberikan skor nilai yang terbaik, sedangkan perlakuan dikeringkan tanpa FMA (W1M0) memberikan skor nilai terendah untuk semua parameter. Pemberian FMA dalam kondisi cekaman kekeringan memberikan pengaruh terhadap peningkatan untuk parameter fisiologi, namun tidak terlihat nyata pada parameter morfologi tanaman. Penelitian tahap 1 memberikan hasil skoring tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana adalah jenis tanaman terbaik untuk masing-masing kelompok rumput dan legum untuk selanjutnya dilakukan kajian kualitas bahan organik. Kajian kualitas bahan organik tanaman Paspalum notatum dan Stylosanthes seabrana menunjukkan pola yang sama untuk keempat perlakuannya. Perlakuan cekaman kekeringan tanpa FMA (W1M0) sangat nyata (P<0,01) menurunkan total produksi gas, kecernaan bahan organik dan kadar protein kasar tanaman. Penurunan performa respon morfo-fisiologis sejalan dengan penurunan kualitas bahan organik tanaman yang mengalami cekaman kekeringan. Kata kunci : Cekaman Kekeringan, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Morfofisologis, Bahan Organik

ABSTRACT SAHERA NOFYANGTRI. Effect of Drought Stress and Application Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on Morpho-Physiological and Organic Matter Quality of Grass and Legumes Forages. Under direction of PANCA DEWI MANU HARA KARTI and DEWI APRI ASTUTI. This research was aimed to evaluate the effect of drought stress and application Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on morpho-physiological and organic matter quality of grasses and legumes forages. Using special cylindrical pot (20 cm diameter, 100 cm height) and twelve plants produced from the result of selection on preliminary studied from above thirty forage plants. Six species of grasses were Andropogon gayanus, Cenchrus ciliaris, Chloris gayana, Ischamemum timuriensis, Paspalum dilatatum and Paspalum notatum and six species of legumes were Stylosanthes guianensis, Stylosanthes hamata, Stylosanthes seabrana, Macroptilium bracteatum, Clitoria ternatea and Centrosema pascuorum with four treatments. The treatments were W0M0 (watering without AMF), W1M0 (drought without AMF), W0M1 (watering with AMF) and W1M1 (drought with AMF). The data were analyzed by analysis of variance. Determination the best plant that tolerance to drought stress condition through scoring based on superscript each parameters. The result showed that Paspalum notatum and Stylosanthes seabrana was the most tolerance plant to drought stress. Both species of that plants harvested on 48 days after drought. The first harvest on 32 days after drought. Drought stress treatment significantly (p<0,05) reduced plant growth such as dry matter yield and root, relative water content, increased proline content and water soluble carbohydrate, and decreased gas production with digestibility of organic matter and crude protein content. Studied in vitro quality of organic material for both plants showed that drought stress caused decreasing in total gas production, organic matter digestibility and crude protein content. Treatment W0M1 (watering with AMF)) given the best value for all parameters. Keywords: morpho-physiologis, organic matter, drought stress, arbuscular mycorrhizal fungi

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN DAN APLIKASI MIKORIZA TERHADAP MORFO-FISIOLOGIS DAN KUALITAS BAHAN ORGANIK RUMPUT DAN LEGUM PAKAN SAHERA NOFYANGTRI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof.Dr.Ir. Toto Toharmat, M.AgrSc

Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis : Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza terhadap Morfo-fisiologis dan Kualitas Bahan Organik Rumput dan Legum Pakan Nama NRP Program Studi/Mayor : Sahera Nofyangtri : D152090031 : Ilmu Nutrisi dan Pakan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Panca Dewi MHK, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS Anggota Koordinator Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., MS, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 27 Juni 2011 Tanggal Lulus :

PRAKATA Puji dan syukur penulis penjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang ini adalah Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza terhadap Morfo-fisiologis dan Kualitas Bahan Organik Rumput dan Legum Pakan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 sampai April 2011 di Kampus IPB Darmaga dan LIPI Cibinong. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, MS dan Prof.Dr.Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing atas kesabaran dan penyediaan waktu selama proses pembimbingan. Sekali lagi penulis sampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada Dr.Ir. Panca Dewi MHK, MS yang sudah mengeluarkan banyak dana untuk membiayai penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dian Anggraeni di Laboratorium Ilmu Nutrisi Perah dan seluruh teknisi Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan IPB. Ungkapan terimakasih yang tulus kepada orangtua tercinta Papa Sahupi dan Ibu Asnimar yang selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya, doa, motivasi, kasih sayang dan tentunya biaya yang tidak sedikit selama penulis menjalani kuliah di IPB. Kepada kedua kakak penulis, Sasmitesi dan Sefti Heza Dwinanti beserta keluarga dan tentunya keponakan Aisyah Zahra Siswanto yang selalu menjadi hiburan terbaik. Tidak mungkin terlewatkan ucapan terimakasih kepada Zulyadnan Rifai,S.Pt dan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dan pengertian yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Terimakasih juga kepada teman-teman Pascasarjana INP angkatan 2009, Drh. Hany Widjaja, Franky N. Gurning, S.Pt dan Eva Ayu Meilia RS, S.Pt. Kepada sahabatku Ajeng Widayanti, S.Pt, rasanya tidak mungkin selesai semua ini tanpa bantuanmu, hanya doa tulus yang mampu membayar semua kebaikanmu. Kepada bapak Supri dan Ibu Ade yang selalu memudahkan saya mengurus keperluan selama penyelesaian studi. Kepada senior saya di Fapet, Rahmi Dianita, S.Pt, MScAgr, Suharlina, S.Pt, M.Si dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu saya ucapkan terimakasih. Terimakasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2011 Sahera Nofyangtri

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tangga 21 November 1985 dari Bapak Sahupi dan Ibu Asnimar. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Palembang dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Pesiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima bekerja di perusahaan asing PMA Korea, Cheil Jedang groups PT. Super Unggas Jaya selama kurang lebih 2 tahun. Tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan IPB.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 1.3 Manfaat... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1 Peranan Air bagi Tanaman... 5 2.2 Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan... 4 2.3 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)... 7 2.4 Mikoriza dan Serapan Air... 9 2.5 Potensial Air Daun... 10 2.6 Prolin... 11 2.7 Sintesis Gula dan Hubungannya dengan Ketersediaan Air... 12 2.8 Pembagian Daerah Indonesia berdasarkan Curah Hujan... 14 3 MATERI DAN METODE... 15 3.1 Seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan aplikasi mikoriza berdasarkan respon morfo-fisiologis tanaman... 15 3.1.1 Waktu dan Tempat... 15 3.1.2 Materi Penelitian... 15 3.1.2.1 Tanaman Percobaan... 15 3.1.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)... 15 3.1.2.3 Media Tanam dan Pupuk Kandang... 17 3.1.3 Metode Penelitian... 17 3.1.3.1 Prosedur Penelitian... 17 3.1.3.2 Analisis Data... 22 3.2 Kajian in vitro kualitas bahan organik dari jenis tanaman terbaik untuk masing-masing rumput dan legum... 23 3.2.1 Waktu dan Tempat... 23 3.2.2 Materi Penelitian... 23 3.2.2.1 Sampel pakan... 23 3.2.2.2 Cairan Rumen... 23 3.2.2.3 Peralatan... 23 3.2.3 Metode Penelitian... 24 3.2.3.1 Prosedur Penelitian... 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26 4.1 Respon Performa Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan... 26 ii

4.2 Seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan aplikasi FMA berdasarkan respon morfofisiologis tanaman... 28 4.2.1 Seleksi Rumput Paling Toleran terhadap Cekaman Kekeringan 28 4.2.1.1 Perubahan Kadar Air Tanah Media Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 26 4.2.1.2 Potensial Air Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 29 4.2.1.3 Kadar Air Relatif Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 31 4.2.1.4 Produksi Bobot Kering Tajuk Tanaman Rumput... 33 4.2.1.5 Produksi Bobot Kering Akar Tanaman Rumput... 34 4.2.1.6 Panjang Akar Tanaman Rumput... 35 4.2.1.7 Kadar Prolin Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 36 4.2.1.8 Kadar Total Gula Terlarut Daun Tanaman Rumput... 38 4.2.2 Seleksi Legum Paling Toleran terhadap Cekaman Kekeringan. 41 4.2.2.1 Perubahan Kadar Air Tanah Media Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32... 41 4.2.2.2 Potensial Air Daun Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32... 42 4.2.2.3 Kadar Air Relatif Daun Tanaman Legum Pengamatan Hari ke-32... 43 4.2.2.4 Produksi Bobot Kering Tajuk Tanaman Legum... 44 4.2.2.5 Produksi Bobot Kering Akar Tanaman Legum... 45 4.2.2.6 Panjang Akar Tanaman Legum... 46 4.2.2.7 Kadar Prolin Daun Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32... 47 4.2.2.8 Kadar Total Gula Terlarut Daun Tanaman Legum... 48 4.3 Kajian in vitro kualitas bahan organik dari jenis tanaman paling baik untuk masing-masing rumput dan legum... 51 4.3.1 Rumput Paspalum notatum... 52 4.3.2 Legum Stylosanthes seabrana... 53 5 DISKUSI UMUM... 55 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 63 7 DAFTAR PUSTAKA... 64

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan menurut waktu... 6 2 Pembagian Tipe Iklim Utama Oldeman... 15 3 Matriks Pemanenan Tanaman Berdasarkan Pengamatan per 8 Hari... 27 4 Kadar Air Tanah Media Tanaman Rumput Hari ke-32... 28 5 Potensial Air Daun Tanaman Rumput Pengamatan Hari ke-32... 30 6 Kadar Air Relatif Daun Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 31 7 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Rumput... 33 8 Produksi Bobot Kering Akar (BKA) Rumput)..... 34 9 Panjang Akar Tanaman Rumput... 35 10 Kadar Prolin Daun Tanaman Rumput pada Pengamatan Hari ke-32... 37 11 Kadar Total Gula Terlarut Daun Rumput... 38 12 Skoring Pemilihan Jenis Rumput Terbaik... 40 13 Kadar Air Tanah Media Tanaman Legum pada Pengamatan Hari ke-32 42 14 Potensial Air Daun Tanaman Legum Pengamatan H-32... 43 15 Kadar Air Relatif Daun Legum pada Pengamatan Hari ke-32... 44 16 Produksi Bobot Kering Tajuk (BKT) Legum... 45 17 Bobot Kering Akar (BKA) Tanaman Legum... 46 18 Panjang Akar Tanaman Legum... 46 19 Rataan Kadar Prolin Pengamatan Hari ke-32... 48 20 Kadar Total Gula Terlarut Tanaman Legum... 49 21 Skoring Pemilihan Jenis Legum Terbaik... 50

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Skema biosintesis asam amino prolin... 11 2 Sintesis Pati dan Sukrosa... 13 3 Diagram Alur Penelitian... 18 4 Respon cekaman kekeringan tanaman legum Clitoria ternatea sesaat sebelum dipanen hari ke-32... 26 5 Perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar prolin daun per delapan hari tanaman Paspalum notatum... 41 6 Perubahan kadar air tanah, potensial air, kadar air relatif dan kadar prolin daun per delapan hari tanaman Stylosanthes seabrana... 50

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Gambar Tanaman yang digunakan dalam penelitian... 72 2 Dokumentasi Foto Penelitian.. 74

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tersedianya hijauan pakan baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha peternakan ruminansia. Kesulitan penyediaan hijauan pakan dalam jumlah besar terutama yang mudah dibudidayakan, daya adaptasi baik dan produksi biomas tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama dalam musim kemarau panjang. Kesulitan ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan dan produktivitas ternak ruminansia. Upaya penyediaan hijauan pakan secara berkesinambungan terutama pada saat musim kemarau dimana ketersediaan air tanah terbatas, perlu dilakukan pencarian spesies tumbuhan pakan lokal yang mampu bertahan dalam kondisi kekeringan dan penerapan bioteknologi dalam budidaya tumbuhan pakan. Ketersediaan air di tanah merupakan faktor pembatas dan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tanaman berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya. Apabila jumlah air yang tersedia di tanah tidak mencukupi kebutuhan tanaman, maka tanaman akan mengalami gangguan morfologi dan fisiologis sehingga pertumbuhan dan produktifitasnya akan terhambat. Hal ini menyebabkan tanaman mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan merupakan salah satu bentuk cekaman biologis yang berarti segala perubahan kondisi lingkungan yang mungkin akan menurunkan atau merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan (fungsi normalnya). Menurut Taiz dan Zeiger (2002) yang dimaksud dengan cekaman kekeringan adalah kandungan air dari sel lebih rendah dibanding saat sel terhidrat penuh, di bawah kadar air relatif 100%, disebabkan terutama oleh penurunan kandungan air tanah. Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup. Cekaman kekeringan menyebabkan gangguan pertumbuhan tanaman dan produksi biomasa, penurunan ekspansi sel dan produksi fotosintesis menjadi berkurang (Taiz & Zeiger 2002). Menurut Lichtenthaler et al. (1981) respon fisiologis tanaman terhadap cekaman kekeringan adalah penutupan stomata dan mengurangi laju transpirasi, penurunan potensial air jaringan tanaman, penurunan

2 fotosintesis dan menghambat pertumbuhan, akumulasi asam absisik (ABA), prolin, mannitol, sorbitol, pembentukan senyawa biokimia (askorbat, glutathion, - tocopherol, dan lain-lain), dan sintesis protein baru dan mrnas. Menurut Pugnaire et al. (1999) respon tanaman terhadap kekeringan terbagi dua, yaitu (1) drought avoiders, tanaman yang menghindari kekeringan dan (2) drought tolerators, tanaman yang mentoleransi kekeringan. Levitt (1980) membedakan antara penghindaran dan toleransi (ketahanan) terhadap suatu faktor pencekam tertentu. Pada penghindaran, organisme memberi tanggapan dengan memperlemah akibat faktor pencekam. Sebagai contoh, tumbuhan di gurun mungkin menghindari tanah kering dengan memanjangkan akarnya tumbuh ke dalam sampai mencapai air tanah. Sebaliknya, jika tumbuhan mengembangkan toleransi, tumbuhan tersebut memang toleran atau tahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Tanaman merespon cekaman kekeringan terlihat pada morfologi, metabolik dan tingkat selular dengan modifikasi yang membiarkan tanaman menghindari cekaman atau untuk meningkatkan tolerannya (Bray 1997). Song (2005) menyatakan mekanisme vesicular-arbuscular mycorrhiza (VAM) dapat meningkatkan ketahanan terhadap cekaman kekeringan pada tanaman kemungkinan karena beberapa faktor : (1) meningkatkan hara tanah di rhizosfer; (2) memperluas area akar tanaman sehingga meningkatkan efisiensi penyerapan air; (3) meningkatkan penyerapan unsur hara P dan unsur hara lainnya; (4) mengaktifkan sistem pertahanan tanaman secara cepat; (5) melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif karena kekeringan; (6) mempengaruhi ekspresi gen bahan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka akan dicobakan untuk mengembangkan teknik seleksi cepat pada tanaman pakan berdasarkan respon morfologi dan fisiologisnya, sehingga dapat dihasilkan tanaman pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan serta melihat pengaruh dari aplikasi mikoriza dalam mengatasi kekeringan.

3 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan jenis rumput dan legum hijauan pakan yang paling toleran terhadap cekaman kekeringan. 2. Mengetahui perubahan kualitas bahan organik dari jenis rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan. 3. Menguji peranan inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan beberapa jenis rumput dan legum pakan dalam kondisi cekaman kekeringan di rumah kaca. 1.3 Manfaat Keluaran yang didapat dari hasil penelitian ini adalah diperoleh jenis tanaman rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan informasi pengaruh penggunaan mikoriza dalam kondisi kekeringan, sehingga dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia khususnya yang bercurah hujan rendah.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Air bagi Tanaman Air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting karena membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai : (1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) penjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) pengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Kebutuhan air pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan umur tanaman, kadar air tanah dan kondisi cuaca. Menurut Griffin et al. (2004), air sebagai komponen essensial tumbuhan memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, di dalamnya terdapat gas, garam dan zat terlarut lainnya yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (c) air essensial untuk menjaga turgiditas di antaranya dalam pembesaran sel dan pembukaan stomata. Ketersediaan air dalam tanaman diperoleh melalui proses fisiologis dan hilangnya air dari permukaan bagian tanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi. Setiap gram pembentukan bahan organik penyusun tanaman, rata-rata membutuhkan 500 g air yang diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh bagian tanaman dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfir. Setiap tanaman harus dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz & Zeiger 2002).

5 2.2 Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan kondisi atmosfir menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi atau evaporasi (Jaleel et al. 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman kekeringan ditandai dengan rendahnya kadar air, penyusutan potensial air daun dan tekanan turgor, penutupan stomata dan berkurangnya pembesaran dan pertumbuhan sel. Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara signifikan pada berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri, dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al. 2002). Menurut Hamim (2004), cekaman kekeringan merupakan pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan air tidak tersedia bagi tanaman, yang dapat disebabkan antara lain oleh tidak tersedianya air di daerah perakaran tanaman dan permintaan air yang besar di daerah daun dimana laju evaporasi melebihi laju absorbs air oleh akar. Pengaruh cekaman kekeringan bergantung pada genetik tanaman, di mana perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan. Taiz dan Zeiger (2002) menjelaskan bahwa ketika jumlah absorbsi air mulai terbatas, maka tanaman memiliki mekanisme untuk mencegah kehilangan air dengan melakukan penutupan stomata. Perubahan pada ketahanan mekanisme stomata sangat diperlukan untuk mengatur kehilangan air oleh tanaman dan untuk mengatur pengambilan karbondioksida (CO 2 ) yang penting untuk ketersediaan fiksasi CO 2 selama proses fotosintesis. Cekaman kekeringan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1) tingginya kecepatan evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar yang akan mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat osmotik yang dapat menurunkan pengambilan air sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan tidak cukupnya pengambilan air oleh tanaman yang diserap dari tanah (Borges 2003). Menurut Jaleel et al. (2008) stress kekeringan dikarakterisasi dengan penurunan kandungan air, turgor, potensial air total, pelayuan, penutupan stomata dan pengurangan perluasan dan pertumbuhan sel. Cekaman kekeringan yang parah dapat menyebabkan fotosintesis terhenti,

6 menghambat metabolisme dan akhirnya mati. Kekeringan selain menurunkan laju fotosintesis, juga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan akibat rendahnya potensial air dan turgor tumbuhan (Tezara et al. 2002). Menurut Meyer dan Boyer (1981) dua mekanisme utama yang mungkin terjadi pada tanaman saat cekaman kekeringan, yaitu: (a) tumbuhan berusaha menghindari cekaman, baik dengan cara melakukan perubahan struktur morfologi dan anatomi, maupun dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air dengan cara mengatur laju transpirasi, dan (b) meningkatkan toleransi terhadap cekaman kekeringan melalui perubahan kimia sel. Cortes dan Sinclair (1986) menyebutkan ada dua pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan. Pendekatan pertama adalah dengan melihat kemampuan pengambilan air secara maksimal dengan perluasan dan ke dalam sistem perakaran. Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan tumbuhan mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik. Pengaruh dari cekaman air terhadap tanaman menurut Munns (2002) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa tingkatan waktu, yaitu mulai dari menit, jam, hari, minggu dan bulan. Tabel 1 Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan menurut waktu Waktu Menit Jam Hari Minggu Bulan Sumber: Munns 2002 Pengaruh yang terlihat pada saat cekaman air Penyusutan seketika laju pemanjangan daun dan akar yang kemudian diikuti dengan peneyembuhan sebagian Laju pemanjangan akar kembali normal tapi lebih rendah dari laju sebelumnya Pertumbuhan daun lebih dipengaruhi daripada pertumbuhan akar. Laju mekarnya daun berkurang Ukuran akhir daun dan/atau jumlah pucuk lateral berkurang Mengubah saat pembungaan, menyusutkan produksi biji. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen,

7 perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi gen (Pugnaire et al. 1999). Cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman, salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun. Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun. Kecilnya luas daun akan menyebabkan rendahnya transpirasi, sehingga menurunkan suplai air dari akar ke daun. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus lama kelamaan akan terjadi absisi daun (Taiz & Zeiger 2002). Respon tanaman secara keseluruhan terhadap cekaman kekeringan adalah: (a) pengurangan daun, tunas, akar dan perluasan grain kernel; (b) penutupan stomata; (c) berkurangnya fotosintesis dan respirasi; (d) berkurangnya perubahan asimilasi terus menerus pada organ pertumbuhan; (e) mempercepat penuaan daun; (f) menunda silk growth dan peluruhan yang besar; (g) meningkatkan rasio akar tunas; dan (h) cadangan tunas (yaitu fotoassimilasi) pergerakan kembali dan subsequent lodging (Banziger et al. 2000) 2.3 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi memiliki istilah umum yaitu mikoriza (jamak mikorizae) yang secara harfiah berarti akar jamur (Rao 1994). Jamur sudah bersimbiosis dengan akar tanaman sejak tanaman berevolusi. jamur yang tumbuh dan berasosiasi dengan alga dikenal sebagai lichen. Namun, lichen ini dapat terbentuk jikan bersimbiosis dengan akar Bryophyta, Pteridophyta dan tanaman tingkat tinggi, dan simbiosis ini disebut sebagai mikoriza. Mikoriza merupakan fungal bacteria yang membentuk nodul tanaman leguminosa dan actinomycetes, dan membentuk nodul pada jumlah tertentu pada tanaman lain (Russel 1991). Beberapa pengaruh FMA antara lain : (1) Kemampuanya yang tinggi dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama Fosfor (P); (2) Bertindak sebagai pelindung biologi bagi pathogen akar; (3) Lebih tahan cekaman kekeringan, kemasaman, salinitas, keracunan logam berat dalam tanah; (4) Meningkatkan produksi 7utrien auksin yang berfungsi meningkatkan elastisitas dinding sel dan

8 mencegah atau memperlambat proses penuaan akar. Mikoriza ini berpengaruh terhadap pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang tinggi (Sastrahidayat 1995). Fungsi sistem mikoriza tergantung pada kemampuan cendawan untuk menyerap unsur hara yang tersedia dalam bentuk anorganik atau organik di dalam tanah dan mentranslokasikan hara beserta metabolit-metabolitnya ke akar yang bersimbiosis melalui perluasan miselium vegetative, diikuti oleh transfer hara dari cendawan ke tumbuhan melalui satu atau lebih bidang kontak simbiotik, sedangkan turunan C organik dari hasil fotosintesis juga ditransfer dari tumbuhan ke cendawan, diikuti translokasi untuk pertumbuhan miselium ekstraradikal dan perkembangan spora (Jakobsen 1992). Jenis mikoriza dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan berdasarkan bentuk tubuh dan cara infeksi terhadap inang, yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan ektendomikoriza (Setiadi 1989). Ada beberapa jenis mikoriza yang dikenal, yaitu sheating, vesikula-arbuskula, orchidaceous, miscellaneous dan pseudomikoriza. Sheating-mycorrhiza disebut juga sebagai ektomikoriza, sedangkan vesikula-arbuskula, orchidaceous dan miscellaneous digolongkan ke dalam endomikoriza. Taksonomi jamur FMA masih berada pada tahap perubahan yang terus menerus dan bila semata-mata hanya berdasarkan pada morfologi spora, dikenal lima genus mikoriza arbuskula, yaitu Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis dan Endogene, yang terkahir ini hanya terbatas pada tanaman yang membentuk ekto atau tidak membentuk mikoriza (Rao 1994) Kemampuan intersepsi akar dalam pengambilan nutrisi dapat dipertinggi oleh mikoriza, yang merupakan sebuah simbiosis antara jamur dan akar tanaman. Efek yang menguntungkan dari mikoriza ini sangat besar ketika tanaman tumbuh pada tanah yang kurang subur. Banyaknya infeksi mikoriza dapat diperbesar dengan keadaan ph tanah yang sedikit asam, sedikit P, cukup N dan nutrien tanah rendah. Hifa dari mikoriza beraktifitas dengan menyebar dalam sistem akar tanaman (Tisdale et al. 1993). Menurut Foth (1991) tanaman inang dimanfaatkan jamur sebagai makanan adalah keuntungan bagi tanaman inang, termasuk:

9 1. Permukaan akar bertambah dengan bertambah efektifnya penyerapan nutrien (partikel fosfor) dan air. 2. Fungsi akar menjadi lebih luas. 3. Toleransi terhadap kekeringan dan panas bertambah 4. Sumbangan nutrient tanah lebih tersedia 5. Terhambatnya infeksi oleh organisme penyakit Jaringan hifa eksternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Marschner 1995). 2.4 Mikoriza dan Serapan Air Penyerapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air tanah, kelembaban udara, dan suhu tanah. Faktor tanaman yaitu efisiensi perakaran, gradient tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan protoplasma tanaman (Kramer 1996). Pada tanaman yang bermikoriza, respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan cenderung lebih dapat beratahan dari kerusakan korteks dibanding tanpa mikoriza. Menurut Setiadi (1989) gangguan terhadap perakaran akibat cekaman kekeringan ini pengaruhnya tidak akan permanen pada akar-akar yang bermikoriza. Akar yang bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekeringan berlalu. Ini disebabkan karena hifa cendawan masih mampu untuk menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan menyerap air. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas sehingga dapat menyerap air relative lebih banyak. Hasil penelitian Sthahl et al. (1998) menunjukkan bahwa tanaman sage brush di pembibitan dengan perlakuan mikoriza secara nyata mampu hidup toleran terhadap kondisi tanah kering dibanding tanpa perlakuan mikoriza. Pada berbagai umur persemaian tanaman sage brush yang diinokulasi mikoriza VAM, ternyata kematian tanaman baru terjadi pada tingkat kekeringan yang lebih tinggi (-3,22 MPa) dibanding tanaman sage brush tanpa mikoriza yang mengalami kematian pada tingkat kekeringan yang lebih rendah (-2,77 Mpa). Tahannya

10 tanaman yang bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang dieskploitasi oleh air, ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tananam inang. Penetrasi hifa pada korteks akar sampai pada bagian endodermis, sehingga memberikan alur kecil bagi pergerakan air di dalam akar. 2.5 Potensial Air Daun Potensial air daun merupakan parameter yang banyak digunakan dalam mengukur status air tanaman, nilai potensial air daun juga merupakan faktor penentu untuk pergerakan air dalam tubuh tanaman (Joly 1985) dan potensial air daun merupakan indikator terjadinya kekurangan air (Joly 1985; Larcher 1995). Nilai potensial air daun pada pagi hari (predawn leaf water potential) mewakili nilai status air tanaman dimana nilai potential air daun mendekati nilai potensial air tanah (Clearly et al. 1998). Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji hubungan antara potensial air daun dan kandungan air tanah (Leuschner et al. 2001; Nortes et al. 2005; Martini 2001). Potential air daun menurun dengan semakin rendahnya kandungan air tanah. Dengan demikian, pada kondisi ketersediaan air tanah menurun, semakin rendah nilai potensial air daun menunjukkan tanaman semakin mengalami stress air. Pergerakan air dari tanah menuju daun melalui akar dan batang terjadi karena adanya perbedaan potensial air antara tanah dan tanaman (Steudle 2001; Tyree 2003). Pada kondisi ketersediaan air tanah menurun, potensial air tanaman yang semakin rendah sangat dibutuhkan untuk mempertahankan perbedaan potensial air tanah dan tanaman sehingga proses transpirasi akan tetap berlangsung. Pada kondisi terjadi kompetisi air, tanaman dengan nilai potensial air tanaman yang lebih rendah mempunyai keuntungan tersendiri dalam kondisi ketersediaan air tanah rendah. Air tanah cenderung mengalir kedalam sel tanaman dengan nilai potensial air lebih rendah. Dengan kata lain dalam sistem penanaman campuran, tanaman dengan nilai potensial air lebih rendah akan memenangkan kompetisi air.

11 2.6 Prolin Prolin merupakan asam amino bebas yang disintesis tanaman dalam jaringan floem, akar dan biji (Simpson 2001). Prolin merupakan asam amino paling stabil dan paling sedikit menghambat pertumbuhan tanaman dibandingkan asam amino lainnya (Levitt 1980). Pada kondisi cekaman kekeringan dan berbagai cekaman osmotic lainnya, beberapa tanaman memiliki mekanisme adaptasi berupa kemampuan untuk mensintesis senyawa osmoprotektan atau larutan yang sesuai (Ronde et al. 2000). Osmoprotektan merupakan larutan yang tidak beracun sehingga dapat diakumulasi sampai batas tertentu tanpa mengganggu metabolisme tanaman, biasanya terdiri dari beberapa grup asam amino (Rhodes & Samaras 1994). Akumulasi prolin sebagai respon terhadap cekaman osmotic telah umum diketahui (Konstantinova et al. 2002). Banyak peneliti yang menemukan bahwa tanaman yang terkena cekaman kekeringan akan mengakumulasi asam amino prolin dalam jumlah tertentu dan bervariasi bergantung pada jenis tanaman, varietas dan umur tanaman yang digunakan (Hamim 2004). Pada tanaman, prolin disintesis dari glutamin atau dari ornitin. Lintasan dari glutamin merupakan rute primer untuk biosintesis prolin dalam kondisi tercekam kekeringan (Madan et al. 1995; Yoshiba et al. 1997). Gambar 1 menunjukkan skema biosintesis asam amino prolin. Gambar 1 Skema biosintesis asam amino prolin Akumulasi prolin dalam respon terhadap tercekam kekeringan telah dilaporkan pada beberapa tanaman secara in vitro dan in vivo. Jumlah prolin yang

12 meningkat dianggap merupakan indikasi toleransi terhadap cekaman kekeringan karena prolin berfungsi sebagai senyawa penyimpan N dan osmoregulator dan/atau sebagai protektor enzim tertentu (Kim & Janick 1991; Madan et al. 1995; Prasad & Potluri 1996; Yoshiba et al. 1997). Sel, jaringan atau tanaman yang over produksi prolin dianggap mempunyai sifat toleransi terhadap kekeringan yang lebih baik. Selain sebagai osmoregulator, prolin juga berperan penting dalam menjaga pertumbuhan akar pada potensial osmotik air rendah (Ober & Sharp 1994). Berbagai penelitian membuktikan bahwa akumulasi prolin memiliki berbagai keuntungan sel. Prolin dapat berfungsi sebagai sumber energi, nitrogen dan karbon, dan sebagai osmolit respon dari kekeringan, selain itu prolin juga dapat mengurangi radikal bebas di dalam sel sehingga dapat mencegah kerusakan akibat cekaman oksidatif (Hong et al. 2000). 2.7 Sintesis Gula dan Hubungannya dengan Ketersediaan Air Gula termasuk dalam karbohidrat yaitu golongan monosakarida dan oligosakarida. Golongan karbohidrat lainnya adalah polisakarida yaitu pati dan selulosa. pati sebagai produk simpanan tanaman, sedangkan selulosa sebagai penyusun dinding sel. Perbedaan gula dan polisakarida terletak pada sifat kelarutannya dalam air dan rasa kemanisannya. Gula meliputi glukosa, fruktosa, sukrosa, pentose dan trigliserida. Selain fungsinya sebagai simpanan energi dan penyusun jaringan tanaman, karbohidrat berfungsi sebagai sumber kerangka karbon bagi sintesis senyawa metabolit lainnya. Pada kondisi kekurangan air, atau transpirasi rendah, karbohidrat lebih banyak dalam bentuk gula daripada pati (Salisbury & Ross 1992). Menurut Taiz dan Zeiger (1991), kecepatan sintesis pati dalam kloroplas berkoordinasi dengan sintesis sukrosa dalam sitosol. Triosa fosfat yang dihasilkan dalam kloroplas oleh siklus Calvin dapat digunakan untuk sintesis pati ataupun sukrosa. Bila bagian tanaman memerlukan sukrosa lebih tinggi dari bagian lain maka lebih sedikit karbon yang disimpan dalam bentuk pati. Biosintesis sukrosa dan pati disajikan pada Gambar 2. Perimbangan sintesis pati atau sukrosa dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain ketersediaan air tanah.

13 Ketersediaan air tanah yang rendah menyebabkan potensial air tanah rendah. Agar akar dapat mengabsorbsi air maka akar harus menurunkan potensial air selnya lebih rendah dari potensial air tanah dengan cara meningkatkan kecepatan sintesis sukrosa lebih cepat dari sintesis pati, sehingga pada ketersediaan air rendah kandungan gula meningkat. Bila bagian tanaman memerlukan sukrosa lebih tinggi dari bagian lain maka lebih sedikit karbon yang disimpan dalam bentuk pati (Martin & Stephens 2005). Perubahan karbohidrat selama ketersediaan air rendah berkaitan dengan proses fotosintesis, translokasi dan respirasi. Diantara karbohidrat terlarut, sukrosa dan fruktosa merupakan gula terlarut yang meningkat konsentrasinya pada kondisi ketersediaan air rendah (Williams et al. 1992). Stroma Kloroplast Sitosol Gambar 2 Sintesis Pati dan Sukrosa (Taiz & Zeiger 1991) Sukrosa dapat berperan dalam menggantikan air untuk mempertahankan fosfolipid membran dalam fase Kristal-liquid dan untuk mencegah perubahan struktur protein terlarut. Glukosa berperan dalam berikatan dengan protein oleh reaksi glikosilasi komplek antara gugus amino dan karbonil dikenal dengan reaksi

14 Mailard. Gula terlarut juga meningkat konsentrasinya dalam batang gandum pada kondisi ketersediaan air rendah (Kerepesi & Galiba 2000). Hantaran stomata dan transpirasi menurun dengan meningkatnya waktu kekeringan. Pada kondisi kekeringan kandungan gula terlarut meningkat dan aktivitas phosphoenolpyruvate carboxylase dan peroxidase meningkat sedangkan aktivitas superoxide dismutase menurun (Cui et al. 2004). Potensial air yang rendah dapat meningkatkan kandungan gula dalam pear (Oron et al. 2002) juga meningkatkan kandungan gula dalam buah tomat (Maggio et al. 2004). Transpirasi berkorelasi negatif dengan kandungan gula, artinya semakin rendah transpirasi semakin tinggi kandungan gula. Transpirasi yang rendah menyebabkan triosa fosfat lebih banyak mengarah pada lintasan sintesisi gula terlarut daripada pati (Taiz & Zeiger 1991). 2.8 Pembagian Daerah Indonesia berdasarkan Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman. Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan 2002). Sistem klasifikasi Oldeman merupakan salah satu klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi yang berguna dalam klasifikasi lahan pertanian pangan di Indonesia (Handoko 1994). Kriteria yang digunakan didasarkan pada perhitungan bulan basah, bulan lembab dan bulan kering yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman. Bulan Basah (BB) adalah curah hujan rata-rata

15 per bulan lebih dari 200mm, sedangkan Bulan Kering (BK) adalah curah hukan rata-rata per bulan kurang dari 100 mm. Sistem klasifikasi Oldeman dibagi menjadi dua bagian yaitu tipe utama yang didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut dan subdivisi yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturutturut. Pembagian tipe utama berdasarkan bulan hujan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pembagian Tipe Iklim Utama Oldeman Tipe Bulan Basah Bulan Kering Utama berturut-turut berturut-turut Kategori A > 9 <2 Basah (surplus B 7-9 2-3 air >5 bulan) C 5-6 4-6 Sedang D 3-4 >6 Kering (defisit E <3 air >6 bulan) Sumber : Handoko (1994); Khomarudin et al. (2001) Daerah Indonesia Sumatera, Kalimantan dan Papua Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, DIY, Sulawesi, Maluku Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama. Menurut Kadarsah (2007) ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang mendapat curah hujan tinggi yaitu : 1. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi 0,6% dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi (lembah Palu dan Luwuk). 2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 2000 mm per tahun di antaranya sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar. 3. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 3000 mm per tahun, meliputi Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi. 4. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun meliputi dataran tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.

3 MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dua tahap, yaitu tahap 1) seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) berdasarkan respon morfo-fisiologis tanaman dan 2) kajian in vitro kualitas bahan organik dari jenis tanaman terbaik untuk masingmasing rumput dan legum. 3.1 Seleksi rumput dan legum pakan yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) berdasarkan respon morfo-fisiologis tanaman 3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2010 sampai April 2011 di Rumah Kaca Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fisiologi Stress LIPI Cibinong. 3.1.2 Materi Penelitian 3.1.2.1 Tanaman Percobaan Tanaman yang digunakan dalam penelitian merupakan hasil seleksi penelitan pendahuluan (Karti 2010) dari 30 jenis hijauan pakan. Sebanyak 6 jenis rumput dan 6 jenis legum digunakan dalam penelitian ini. Rumput yang digunakan adalah Andropogon gayanus (AG), Cenchrus ciliaris (CC), Chloris gayana (CG), Ischaemum timuriensis (IT), Paspalum dilatatum (PD) dan Paspalum notatum (PN), sedangkan legum yang digunakan adalah Centrocema pascuorum (CP), Clitoria ternatea (CT), Macroptilium bracteatum (MB), Stylosanthes guianensis (SG), Stylosanthes hamata (SH) dan Stylosanthes seabrana (SS). 3.1.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) FMA yang digunakan adalah jenis Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etunicatum, dan Acaulospora sp. yang masih basah dengan merk dagang Mycofer. Mycofer diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, Bogor.

17 3.1.2.3 Media Tanam Tanah dan Pupuk Kandang Tanah yang digunakan berasal dari lahan sekitar kandang Fakultas Peternakan IPB (Darmaga, Bogor), sedangkan pupuk kandang diperoleh dari Laboratorium Lapang Kandang A, Fakultas Peternakan, IPB. Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 192 buah modifikasi pot tabung silinder dengan diameter 20 cm dan tinggi 100 cm, sekop, timbangan, gunting, timbangan digital, penggaris, mulsa plastik, plastik klip, cool box, ice gel, oven, kulkas, kertas saring, sentrifuse, spektrometer, desikator, dan lain-lain. 3.1.3 Metode Penelitian Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor dengan rancangan perlakuan 4x6 dan 4 ulangan. Faktor A adalah perlakuan cekaman kekeringan dan pemberian FMA, yaitu: W0M0 : disiram tanpa FMA W1M0 : dikeringkan tanpa FMA W0M1 : disiram diberi FMA W1M1 : dikeringkan diberi FMA Faktor B adalah jenis tanaman yang digunakan untuk masing-masing rumput dan legum. Analisa untuk rumput dan legum dilakukan terpisah. Peubah yang diamati antara lain : 1. Parameter Morfologi tanaman meliputi perubahan kadar air tanah, bobot kering tajuk, bobot kering dan panjang akar. 2. Parameter Fisiologis tanaman meliputi potensial air daun, kadar air relatif daun, kadar prolin dan tota gula terlarut. 3.1.3.1 Prosedur Penelitian Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 9:1. Pupuk kandang dan tanah sebelumnya dikeringkan dan diayak kemudian dicampur hingga homogen. Media tanam ini dimasukkan ke dalam pot yang berbentuk tabung dari bahan fiber plastik dengan diameter ± 20 cm dan tinggi 100 cm. Media tanam yang telah siap dalam pot disiram dengan air hingga kondisi tanah jenuh.

18 Persiapan (Bibit tanaman, rumah kaca, media tanam, pot, alat, dll) Penanaman Perlakuan Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza RUMPUT (6 jenis) Pengambilan Data per 8 hari (kadar air tanah, sampel daun proline, potensial air) LEGUM (6 jenis) Tahap 1 Panen (berat tajuk, tinggi tajuk, panjang akar, berat akar) Analisis Data Panen & Pengamatan H32 (RAL Faktorial) Skoring Jenis A Jenis B Analisa Produksi Gas (Close & Menke 1986), %KCBO (Menke et al. 1979) dan %PK (Kjeldahl) Tahap 2 Analisa data uji t Gambar 3 Diagram Alur Penelitian