I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

dokumen-dokumen yang mirip
KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

I.PENDAHULUAN. Amfibi merupakan hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya tergantung pada suhu

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

Tabel 5. Distribusi jumlah kromosom ikan manvis golden marble

PENDAHULUAN Latar Belakang

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

KOMUNITAS KELELAWAR DI GUA PUTRI DAN GUA SELABE KAWASAN KARST DESA PADANG BINDU KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar

PENYUSUNAN MODUL PENGAYAAN KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR Subordo Microchiroptera DI GUNUNGKIDUL BAGI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

SISTEMATIKA/ TAKSONOMI IKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

Megaerops Peters, Megaerops ecaudatus (Temminck, 1837) Pteropodidae

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KELELAWAR (ORDO CHIROPTERA) DI GUA TOTO DAN LUWENG TOTO KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA. Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

TINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia dan diduga sebagai

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

Materi Pokok Materi penjabaran Lingkup materi Fisiologi Tumbuhan. Struktur Bagian Tubuh Tanaman. Reproduksi Tumbuhan. Sistem Transportasi

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS SPESIES KELELAWAR DENGAN FAKTOR FISIK GUA: STUDI DI GUA WILAYAH SELATAN PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman flora

2 k e s erta tahun, seperti : pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, penebangan liar t ersebut Nasional pembukaan akses jalan m erupakan ancaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kelimpahan Spesies Kelelawar Ordo Chiroptera di Gua Wilayah Selatan Pulau Lombok NTB

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI IV Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, November 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB 8: GEOGRAFI DINAMIKA BIOSFER

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

Modul 1. Konsep Teori Evolusi

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai sayap

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kehidupan serangga sudah dimulai sejak 400 juta tahun (zaman devonian). Kirakira

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, warna serta ciri lainnya yang tampak dari luar. Seiring dengan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya (Ayat, 2011). Indonesia merupakan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999 cit. Haznan, 2003). Goa menurut HIKESPI (1991) adalah pelarutan batuan kapur secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong bawah tanah. Goa dihuni oleh beberapa jenis hewan yang hidup di lantai, dinding dan atap goa. Menurut Dunn (1965) hewan yang berada pada ekosistem goa dibagi atas tiga kelompok yaitu troglobin, trogloxene dan troglophil. Hewan troglobin yaitu hewan yang telah mengalami modifikasi khusus sesuai dengan kondisi goa yang gelap, hewan troglophil adalah hewan yang hidup dalam goa tapi belum mengalami modifikasi khusus dan hewan trogloxene adalah hewan yang hidup sementara di goa. Salah satu hewan trogloxene yang merupakan penghuni khas daerah pergoaan adalah ordo Chiroptera. Ko (2003) menyatakan bahwa kelelawar ordo Chiroptera adalah salah satu hewan yang menggunakan goa sebagai tempat tinggal (roosting) dan bergantung pada langit-langit serta ceruk-cerukan (percelahan) yang terdapat pada bagian dalam goa. Chiroptera adalah satu-satunya anggota mamalia yang mampu terbang, mempunyai ukuran tubuh yang bervariasi dengan bentangan sayap 22.5-115.0 mm (Hutson, Mickleburgh dan Racey, 2001) atau dengan bobot yang berkisar 1,2 kg hingga yang terkecil dengan bobot badan 10-50 gr (Kitchener, 1996). Di Indonesia terdapat 21% jenis Chiroptera dari seluruh jenis yang ada di dunia (Findley, 1993). Ordo Chiroptera terdiri dari dua subordo yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Subordo

2 Megachiroptera hanya memiliki 1 famili dengan 42 genus yang terdiri dari 166 spesies, sedangkan subordo Microchiroptera memiliki 16 famili dengan 135 genus yang terdiri dari dari 759 spesies yang tersebar diseluruh dunia (Nowak, 1994). Hipposideridae adalah salah satu ordo dari famili Microchiroptera. Ordo Hipposideridae terdiri dari sembilan genus dan 60 spesies yang tersebar pada daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, bagian selatan Asia, bagian timur dari pulau Filipina, Pulau Solomon dan Australia (Neuweiler, 2000). Hipposideros diadema merupakan salah satu spesies dari famili Hipposideridae (Payne, 2000) yang persebarannya meliputi Burma hingga ke Kepulauan Solomon dan Asia Tenggara (Nowak, 1994). Oleh karena daerah persebarannya yang luas maka kemungkinan terjadinya variasi genetika semakin besar. Variasi genetika dapat dilihat dengan mengamati variasi pada morfometri dan kariotipe. Morfometri adalah studi kuantitatif dari morfologi yang sering digunakan untuk melihat kekerabatan suatu spesies. Bookstein (1982) mendefenisikan morfometri sebagai salah satu metode yang karakter-karakter morfologi dideskripsikan melalui pengukuran dan penghitungan. Munshi dan Dutta (1996) menyatakan bahwa morfometri merupakan salah satu cara untuk mengetahui keanekaragaman dari suatu spesies dengan melakukan pengujian terhadap karakter morfologi secara umum. Data morfometri dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan antar dan dalam populasi. Setiap karakter yang diamati umumnya merupakan ekspresi gen yang berinteraksi dengan lingkungan. Selain morfometri, analisis kariotipe juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman dan hubungan kekerabatan suatu spesies. Menurut Russel (1994) kariotipe bersifat spesifik pada masing-masing spesies, yang meliputi jumlah, ukuran dan tipe

3 yang bervariasi pada kromosom metafase seperti yang terlihat pada organisme eukariot yang berbeda-beda. Kariotipe adalah penampakan kromosom secara total yang disusun berdasarkan ukuran atau posisi sentromernya. Setiap spesies mempunyai jumlah, ukuran dan tipe kromosom tertentu. White (1978) menyatakan bahwa perbedaan jumlah, ukuran dan tipe kromosom dalam suatu spesies dapat terjadi pada habitat yang berbeda secara geografis. Perbedaan lokasi dan kondisi geografis habitat suatu spesies merupakan salah satu komponen yang berperan dalam proses spesiasi. Proses spesiasi dapat diikuti oleh perubahan pada kariotipe spesies tersebut. Beberapa penelitian tentang Chiroptera telah dilakukan di Sumatera Barat. Syafitri (2008) menyatakan bahwa kromosom Cynopterus sphinx Vahl. (Chiroptera: Pteropodidae) berjumlah 2n=30 dengan tipe kromosomnya yang metasentrik. Rahman dan Abdullah (2010) melaporkan bahwa Penthetor lucasi di Sarawak (Malaysia) mempunyai perbedaan karakter morfologi dan craniodental yang dipengaruhi oleh jenis kelamin. Benita (2012) meneliti tentang variasi morfometri kelelawar Hipposideros larvatus (Horsfield, 1823) pada beberapa goa Sumatera Barat dan menemukan differensiasi karakter morfometri diantara populasi di Padang dengan Tanah Datar dan Sijunjung. Kitchener, How, Cooper dan Suyanto (1992) melakukan penelitian tentang studi taksonomi dan variasi morfometri Hipposideros diadema di Sunda, Kalimantan, Jawa, Thailand, Malaysia, Filipina, Solomon dan Australia dan menyimpulkan bahwa terdapat variasi karakter morfologi pada spesies H. diadema, sehingga dapat dikelompokkan menjadi 18 sub spesies. Beberapa penelitian terkait kariotipe pada Chiroptera yang pernah dilakukan diantaranya adalah Mao, Nie, Wang, Su, Ao, Feng, Wang, Volleth dan Yang (2007) yang meneliti tentang kariotipe pada famili Rhinolophus dan melihat adanya perbedaan

4 jumlah kromosom pada beberapa spesies dan diduga hal ini disebabkan oleh translokasi Robertsonian. Puerma, Acosta, Barragan, Martinez, Marchal, Bullejos dan Sanchez (2008) meneliti tentang kariotipe Rhinolophus hipposideros di Spanyol yang menemukan bahwa adanya perbedaan morfologi pada kromosom X antara spesies yang di Spanyol dengan yang di Bulgaria. Volleth, Bronner, Gropfert, Heller, Von Helversen dan Yong (2001) melakukan penelitian tentang perbandingan kariotipe dan hubungan filogeni pada Pipistrellus (Vespertillonidae) dan menemukan adanya perbedaan jumlah kromosom pada spesies Pipistrellus kuhlii (2n=42) yang ada di Madagaskar dengan Pipistrellus kuhlii (2n=44) yang ada di Eropa. Harada dan Kobayashi (1980) membuat kariotipe H. diadema pada populasi Sabah, Malaysia. Ditemukan jumlah kromosom H.diadema tersebut adalah 2n=32 yang terdiri dari 15 kromosom metasentrik, 4 kromosom subtelosentrik, kromosom X submetasentrik dan kromosom Y akrosentrik. Informasi mengenai variasi morfology dan kariotipe H. diadema di goa-goa Sumatera Barat belum tersedia sehingga tidak dapat dilakukan pembandingannya dengan hasil yang diperoleh Kitchener et al., (1992) maupun dengan pembandingan kariotipenya dengan hasil yang diperoleh Harada et al., (1980). Studi mengenai morfometri maupun kariotip H. diadema di Sumatera Barat perlu dilakukan untuk mengetahui variasi morfology dan kariotipenya. Pulau Sumatera dibagi menjadi dua sisi, yaitu barat dan timur oleh pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari utara pulau Sumatera hingga ke selatan yang diperkirakan terbentuk mulai dari 50 juta tahun yang lalu hingga 2,5 juta tahun yang lalu (periode miosen) (Whitten, 1989). Adanya barier antar kedua sisi tersebut memungkinkan untuk terjadinya perbedaan kondisi lingkungan yang dapat berdampak pada variasi baik dari segi morfologi maupun genetika suatu spesies. Hal ini

5 disebabkan karena variasi dan diferensiasi suatu karakter pada spesies dapat muncul sebagai akibat dari perbedaan posisi geografis dan kondisi lingkungan serta adanya barier-barier fisik suatu wilayah yang merupakan salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya spesifikasi terhadap ekspresi dari gen. Kondisi ini dapat terjadi melalui mekanisme isolasi antar populasi, keterbatasan migrasi dan perbedaan tekanan faktor lingkungan terhadap spesies. Variasi dan diferensiasi dapat dikatakan sebagai dasar menuju spesiasi (Hillis dan Wiens, 2000). Dengan demikian, barrier Bukit Barisan yang membatasi wilayah Sumatera Barat menjadi bagian barat dan timur ini juga memungkinkan terjadinya variasi pada karakter morfologi H. diadema, sehingga dibutuhkan kajian untuk melihat variasi morfologi spesies H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat. Untuk kajian yang lebih mendalam dilakukan juga pembandingan dengan karakter morfologi subspesies H. diadema yang berasal dari beberapa pulau di Indonesia dan Asia Tenggara. Kajian pembandingan kariotipe pada H. diadema Sumatera Barat dengan hasil yang diperoleh Harada et al., (1980) juga dilakukan untuk menelusuri kekerabatannya. 1.2 Perumusan Masalah Hipposideros diadema adalah salah satu spesies dari famili Hipposideridae yang memiliki daerah persebaran yang luas sehingga memungkinkan terjadinya variasi. Salah satu daerah persebarannya adalah di Sumatera Barat yang memiliki barier fisik berupa jajaran Bukit Barisan yang membagi dua wilayah Sumatera Barat secara umum yaitu Barat dan Timur. Barier fisik dan perbedaan tekanan lingkungan dapat memicu timbulnya spesifikasi pada ekspresi gen.

6 Persebaran H. diadema yang luas dan kondisi alam Sumatera Barat telah memunculkan beberapa pertanyaan, diantaranya adalah :: 1. Bagaimana divergensi karakter morfologi pada keseluruhan populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat? 2. Bagaimana divergensi karakter morfologi antara dua populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat? 3. Bagaimana hubungan kekerabatan H. diadema antar populasi pada beberapa goa di Sumatera Barat? 4. Bagaimana variasi dan pola divergensi karakter morfologi pada semua populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat? 5. Bagaimana hubungan kekerabatan populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat dengan H. diadema di pulau-pulau lainnya di Indonesia, Asia Tenggara dan Australia yang didasarkan atas karakter morfologi? 6. Apakah terdapat perbedaan kariotipe H. diadema pada masing-masing populasi di Sumatera Barat? 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui divergensi karakter morfologi pada keseluruhan populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat. 2. Mengetahui divergensi karakter morfologi antara dua populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat.

7 3. Mengetahui hubungan kekerabatan H. diadema antar populasi pada beberapa goa di Sumatera Barat. 4. Mengetahui variasi dan pola divergensi karakter morfologi pada semua populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat. 5. Mengetahui hubungan kekerabatan populasi H. diadema pada beberapa goa di Sumatera Barat dengan H. diadema di pulau-pulau lainnya di Indonesia, Asia Tenggara dan Australia yang didasarkan atas perbandingan morfologi. 6. Membandingkan kariotipe H. diadema pada masing-masing populasi di Sumatera Barat. 1.4 Kegunaan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan kajian untuk penelitian selanjutnya seperti kajian evolusi, ekologi, biosistematika maupun untuk kepentingan konservasi

8