BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA BBM TERHADAP USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR (Kasus : Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. protein hewani bagi manusia. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, produk-produk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 16 KABUPATEN TAHUN Subsektor Perikanan - Tangkap

BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian kredit telah diatur dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN JAWA TENGAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN NELAYAN DI DESA BUHIAS KECAMATAN SIAU TIMUR SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN. Kecamatan Labuhan Haji merupakan Kecamatan induk dari pemekaran

STUDI KOMPARATIF USAHA ALAT TANGKAP BUBU KARANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

BAB III USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DAN ZAKATNYA DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA. memiliki luas wilayah 77098,8297 Ha, yang terdiri dari

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1990 TENTANG USAHA PERIKANAN.

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sehingga banyaknya

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang

METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Manfaat... 3

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ikan (UU No.45/2009 Perikanan). Nelayan adalah orang yang secara aktif

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI KOTA BENGKULU GITA MULYASARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SUBSIDI KEPADA NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EFISIENSI EKONOMIS USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR DI KECAMATAN PANTAI LABU, KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tojo Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

SURVEI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DEFINISI & KLASIFIKASI DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa perikanan merupakan kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sedangkan penangkapan itu sendiri didefenisikan sebagai kegiatan penangkapan atau pengumpulan ikan/binatang air/tanaman air yang hidup dilaut/perariran umum secara bebas dan bukan milik perseorangan. Pada umumnya penangkapan ditujukan pada ikan/binatang air/tanaman air yang hidup, termasuk didalamnya kerrang dan rumput laut. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis) (Undang-undang, 2004). Imron (2003) dalam buku Ekonomi Kelautan mendefinisikan nelayan sebagai suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan juga 7

8 disebutkan bahwa pengertian nelayan adalah orang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sehingga nelayan ini adalah mereka yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut apakan dia sebagai pemilik langsung alat-alat produksi maupun sebaliknya. Nelayan dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut kepemilikan kapalnya (Mubyarto, 1984), yaitu : 1. Nelayan pemilik, nelayan yang memiliki kapal perahu atau kapal penangkap ikan dan dia sendiri ikut serta atau tidak ikut ke laut untuk memperoleh hasil laut. 2. Nelayan juragan, nelayan yang membawa kapal orang lain tetapi ia tidak memiliki kapal. 3. Nelayan buruh, nelayan yang hanya memiliki factor produksi tenaga kerja tanpa memiliki perahu penangkap ikan. Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan secara kuantitas tergantung pada perahu, peralatan yang digunakan, maupun factor lain seperti musim air pasang. Dengan perahu dan peralatan tangkap yang sesuai dan layak dioperasikan maka hasil tangkapan menjadi lebih baik dan dapat memberikan jaminan hidup bagi rumah tangganya (Rangkuti, 1995) Berdasarkan perahu/kapal penangkap ikan, nelayan pemilik dibagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan tradisional dan nelayan bermotor. Nelayan tradisional memakai perahu tanpa mesin/motor. Bila perahu mempunyai mesin yang ditempel diluar perahu disebut perahu motor tempel, bila perahu/kapal mempunyai mesin di dalam kapal maka disebut kapal motor.

9 Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur dengan GT (Gross ton), kapal motor dibagi menjadi tiga (Tarigan, 2002), yaitu : Kapal kecil, yaitu < 5 GT 10 GT Kapal sedang, yaitu 10 GT 30 GT Kapal besar, yaitu > 30 GT Tonnage adalah suatu besaran volume yang menunjukkan besarnya kapal dan kapasitas muatnya, satuannya adalah satuan volume dimana 1 RT (satuan register) menunjukkan suatu ruangan sebesar 100 Cub feet atau sama dengan 2,831405 m3 (Setianto, 2007). Daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut berkembang dari perairan dekat pantai hingga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1999, yakni jalur I hingga jalur III (Effendi dan Oktariza,2006). Tabel 3. Daerah Operasi Penangkapan Menurut Kondisi Armada Penangkapan Jalur Penangkapan Jarak Dari Pantai Peruntukan Jalur I 0-3 mil Kapal nelayan tradisional dan kapal tanpa motor 3-6 mil Kapal motor tempel < 12 meter atau < 5 GT Jalur II 6 12 mil Kapal motor < 60 GT Jalur III 12 200 mil Kapal Motor < 200 GT Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran GT (Gross Tonnage) dari sebuah armada penangkapan maka jarak ataupun daerah operasi

10 penangkapannya akan semakin jauh dari pantai. Kapal motor tempel (<5GT) daerah tangkapannya adalah di jalur I dengan jarak 3-6 mil dari garis pantai. Sedangkan untuk kapal yang berukuran lebih besar daerah tangkapannya termasuk dalam jalur II dan III hingga mencapai jarak 200 mil dari garis pantai. Daerah penangkapan nelayan (fishing ground) tergantung pada besar kecilnya kapal, alat tangkap dan jenis ikan laut yang akan ditangkap. Nelayan yang menggunakan kapal tanpa motor (perahu) umumnya melakukan penangkapan ikan laut di pinggir pantai /sekitar pantai. Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal motor tempel < 5 GT melakukan penangkapan setelah kapal berlayar ke arah tengah laut sekitar 100 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 5.760 meter. Nelayan yang menggunakan kapal motor > 5 GT melakukan penangkapan setelah kapal bergerak ke tengah laut sejauh 500 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 28.800 meter (Simanjuntak, 2002). Status usaha nelayan dapat dibedakan berdasarkan kepemilikan modal dan keterampilan melaut. Usaha nelayan yang memiliki modal kuat ditempatkan pada nelayan atas yang disebut punggawa. Lapisan berikutnya diteempati oleh nelayan yang memiliki keterampilan tinggi dalam melaut disebut juragan. Sedangkan lapisan paling bawah adalah nelayan yang mempunyai keterampilan rendah dan hanya mengandalkan tenaga dalam penangkapan ikan disebut sawi (Salman, 1995).

11 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Biaya Produksi Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sampai ikan tersebut siap untuk dijual. Biaya produksi dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan yang penggunaanya tidak habis dalam suatu masa produksi, antara lain biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan (seperti kapal, mesin, fiber, alat tangkap, jangkar, dan lain lain), serta biaya pemeliharaan. Sementara biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali masa produksi antara lain biaya operasional (seperti es, BBM, konsumsi) serta upah tenaga kerja (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2008). Total jumlah dari biaya tetap (FC = Fixed Cost) dan biaya variabel (VC = Variable Cost) ini berupa biaya total (TC = Total Cost) yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan biaya produksi. TC = FC + VC (Nuraini, 2001). Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran nyata terdiri dari pengeluaran kontan dan tidak kontan. Pengeluaran kontan diantaranya adalah : 1. Bahan bakar dan oli 2. Bahan pengawet (es dan garam)

12 3. Pengeluaran untuk makanan/konsumsi awak 4. Pengeluaran untuk reparasi 5. Pengeluaran retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah awak nelayan, pekerjaan yang umunya bersifat bagi hasil dan dibayar setelah hasil dijual. Pengeluaranpengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin, dan alat penangkap (Mulyadi, 2005). Persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Persentase tersebut mencapai 40-50% dari total biaya operasional melautnya (Satria, 2009). 2.3. Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu dilakukan oleh Waridin (2007) yang telah menganalisis tentang analisis efesiensi alat tangkap cantrang serta faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tangkapan nelayan cantrang. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa secara serempak bahan bakar, tenaga kerja, perbekalan, ukuran mesin dan pengalaman berpengaruh secara nyata terhadap produksi tangkapan dengan alat tangkap cantrang. Sedangkan secara parsial bahan bakar, tenaga kerja, perbekalan, dan ukuran mesin berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan, hanya pengalaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan.

13 Dalam penelitian Pasaribu (2008) tentang dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (Solar) terhadap usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, menyatakan bahwa terdapat perbedaan lama nelayan melaut per trip yang dilakukan snelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak jenis solar. Lama nelayan melaut per trip pada saat harga solar Rp 2.100/liter adalah 5,9 6 hari, dan sesudah terjadi kenaikan harga solar pada tanggal 1 Oktober 2005 menjadi Rp 4.300/liter, nelayan semakin memperlama lama melautnya menjadi 7,3 7 hari. 2.4. Kerangka Pemikiran Dalam melakukan kegiatan penangkapan sarana utama yang paling dibutuhkan oleh nelayan adalah perahu/kapal. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah nelayan yang menggunakan kapal motor. Untuk mengoperasikan kapalnya nelayan membutuhkan bahan bakar sebagai bahan penggerak mesin. Oleh karena itu bahan bakar merupakan faktor penting bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Dalam memperoleh bahan bakar ada biaya yang harus dikorbankan nelayan, yaitu sejumlah harga dikali kuantitas bahan bakar yang dibutuhkan. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka permintaan atas barang tersebut akan semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, semakin tinggi pula permintaan atas barang tersebut. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak diduga akan menyebabkan permintaan nelayan terhadap minyak menurun dari biasanya (sebelum kenaikan harga BBM), sehingga stok/persediaan bahan bakar mereka untuk melaut juga berkurang.

14 Persediaan bahan bakar nelayan yang rendah akan berdampak pada pengurangan frekuensi dan jangkauan daerah operasi penangkapan ikan nelayan, karena nelayan harus menyesuaikan kegiatan penangkapan dengan persediaan bahan bakar. Pengurangan lama dan jangkauan daerah penangkapan kemudian akan mempengaruhi jumlah ikan yang mampu di tangkap. Selama proses penangkapan ikan nelayan mengeluarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Adapun biaya tidak tetap (Variable Cost) antara lain : biaya bahan bakar, biaya es, biaya garam, dan biaya perbekalan. Pada tanggal 18 November 2014 terjadi kenaikan harga BBM sebesar Rp 2000/liter atau 29% dari harga semula yaitu Rp 5500/liter menjadi Rp 7500/liter. Kemudian penurunan harga BBM terjadi pada tanggal 1 Januari 2015 dimana harga BBM jenis Solar menjadi Rp 7500/liter. Di bulan berikutnya yaitu tanggal 19 Februari pemerintah kembali menurunkan harga BBM dimana jenis solar mengalami penurunan harga yang lebih besar daripada penurunan sebelumnya. Solar mengalami penurunan harga sebesar Rp 850/liter dari harga sebelumnya Rp 7250/liter menjadi Rp 6400//liter. Fluktuasi dan ketidakstabilan harga BBM dalam tempo waktu yang cukup singkat dianggap akan memberikan masalah baru bagi nelayan. Sehingga diharapkan ada upaya-upaya yang mampu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

15 Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada kerangka pemikiran berikut ini : Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Sebelum Sesudah Biaya operasional Volume bahan bakar, volume es, volume garam, jumlah awak kapal (TK). Biaya operasional Usaha penangkapan ikan -Lama hari melaut -Jarak daerah penangkapan (fishing ground) Usaha penangkapan ikan Masalah Upaya Keterangan: Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran : pengaruh : hubungan

16 2.5. Hipotesis Penelitian 6. Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah kenaikan harga solar 18 November 2014. 7. Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 1 Januari 2015. 8. Terdapat perbedaan yang nyata lama hari melaut per trip, jarak daerah penangkapan per trip, jumlah penggunaan solar per trip, dan jumlah biaya operasional per trip sebelum dan sesudah penurunan harga solar 19 Februari 2015.