BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

I. PENDAHULUAN. kriminalitas nya tidak hanya dilakukan orang dewasa namun anak-anak pun saat

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB I PENDAHULUAN. Negara indonesia adalah negara hukum rechstaats. 1 Sebagaimana tercantum

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 dari 8 26/09/ :15

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. massa baik elektronik maupun non-elektronik yang sepertinya setiap hari tak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

2016 PROFIL JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH TARUNA WIYATA MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. Mulai meningkatnya angka kejahatan di Indonesia semakin marak dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan harta yang berharga baik bagi orang tua maupun negara dimasa mendatang. Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang merupakan generasi penerus bangsa, dipundak merekalah harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan demikian karena bagaimanapun juga kemajuan suatu bangsa berada ditangan anak-anak tersebut. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, situasi dan kondisi sosial sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan perilaku seorang anak. Di era globalisasi ini, berbagai pengaruh dari dunia luar semakin jelas terlihat, modernisasi berlangsung sangat cepat, pendidikan yang semakin mahal, berbagai media elektronik yang terakses tanpa batas dan pengawasan orang tua yang minim karena sibuk bekerja berdampak sangat serius terhadap anak. Hal ini mendorong anak-anak melakukan perbuatan yang menyimpang, yaitu kenakalan hingga mengarah pada bentuk tindakan kriminal, seperti narkoba, minuman keras, perkelahian, pengrusakan, pencurian bahkan bisa sampai pada melakukan tindakan pembunuhan, yang dapat dikategorikan ke dalam tindak pidana. Bahkan, angka kriminalitas dengan pelaku anak di bawah umur mengalami peningkatan. Kondisi ini 1

2 dinilai akibat faktor pengawasan orang tua yang kurang dan minimnya tempat berekspresi bagi anak. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyrakatan yang dikutip oleh Apong Herlina, dinyatakan bahwa setiap tahun lebih dari 7.000 anak sebagai pelaku tindak pidana masuk proses peradilan. Bulan Juli 2010 terdapat 6.273 anak yang berada di Tahanan dan lapas di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 3.076 anak dengan status tahanan, 3.197 berstatus anak pidana dan 56 Anak negara. Dari 6.273 anak tersebut diatas, 2.357 anak ditempatkan di Lapas Anak, sedangkan sisanya sebanyak 3.916 anak ditempatkan di Lapas Dewasa. 5 (lima) Jenis tindak pidana yang paling dominan dilakukan oleh anak-anak tersebut meliputi pencurian, narkotika, susila, penganiayaan dan pengeroyokan (Apong Herlina, 2012). Sementara itu, berdasarkan data dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Yogyakarta mencatat kasus kriminalitas anak selama 2010 terdapat 287 kasus sedang untuk 2011 sampai dengan April terdapat 125 kasus. Kepala Bapas kelas I Yogyakarta Subagya mengatakan jumlah angka kriminalitas mengalami peningkatan. Semester pertama 2011 ini saja jumlahnya sudah 125 kasus. Jumlah tersebut baru dari tiga daerah, yakni wilayah Kabupaten Sleman, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta (Seputar Indonesia, 24 Mei 2011). Sleman merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang tingkat kriminalitasnya tertinggi selama periode semester pertama tahun 2012 dari kabupaten lainnnya (Ernyta dan Hari Atmaja, 2012). Data lain yang lebih mengejutkan datang dari Badan Pusat Statistik DIY yang menyatakan bahwa

3 pelaku tindak kejahatan pada tahun 2011 cukup memprihatinkan bahwa 7,19 persen pelaku kejahatan adalah dilakukan oleh anak-anak, sementara 10 anak (5,49%) diantaranya berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 44,58 persen pelaku tindak kejahatan oleh anak-anak pada tahun 2011 adalah berasal dari Kabupaten Sleman (Badan Pusat Statistik, 2011). Bahkan, dari catatan Seputar Indonesia (SINDO), dalam sepekan setidaknya ada empat kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Selain kriminal murni, remaja ini juga ada yang terlibat dalam pergaulan bebas (Rima News, 06 Mei 2012). Di wilayah Sleman juga marak terjadi tawuran, hingga menyebabkan 1 orang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Jetis tewas dianiaya sekelompok orang berseragam di Merian, Margomulyo, Sayegan (Rulam, 2012). Kenakalan remaja juga dapat dilatar belakangi oleh hal-hal yang dapat dianggap sebagai hal yang sepele. Misalnya, dua orang anak (16 Tahun) tertangkap tangan mencuri burung hanya karena ingin membeli rokok (Sumardiyono, 2012). Menurut laporan Dirjen Pemasyarakatan Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Lembaga Pemasyarakatan Sleman, saat ini terdapat 6 orang anak pidana yang merupakan napi anak pidana (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2013). Di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta belum terdapat Lembaga Pemasyarakatan khusus anak, sehingga penempatan anak pidana masih di gabung bersama narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini menjadi perhatian khusus karena anak-anak membutuhkan penanganan

4 khusus, karena mereka masih dalam tahap pencarian jati diri. Mereka merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya, dengan keberadaanya dalam sebuah lembaga pemasyarakatan menyebabkan mereka tidak dapat menerima pendidikan yang menjadi kebutuhan bagi mereka. Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina narapidana. Dengan kata lain Lembaga Pemasyarakatan merupakan lembaga yang melaksanakan pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu bersama dengan semua penegak hukum yang bertujuan agar setelah menjalani pidana mereka dapat kembali menjadi warga negara yang baik. Dalam Pasal 60 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak tersebut, dinyatakan bahwa anak didik pemasyarakatan harus ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. Kemudian dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut dikenal dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. Lembaga tersebut merupakan institusi yang melaksanakan pembinaan terhadap narapidana anak.

5 Soejono Dirdjosisworo, dalam Gasti Ratnawati menyimpulkan bahwa: Yang dimaksud dengan pembinaan NAPI adalah segala daya upaya perbaikan terhadap tuna warga atau narapidana dengan maksud secara langsung dan minimal menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan hakim tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana atau anak didik, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib, serta melakukan urusan tata usaha rumah tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan identik dengan reintegrasi sosial, terpidana tidak hanya menjadi obyek tetapi juga menjadi subyek dalam pembinaan (Gasti Ratnawati, 2011). Pasal 20 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap anak pidana di Lapas Anak dilakukan penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Selanjutnya Sri Suharti, juga menyatakan bahwa: Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan sesuai dengan sistem pemasyarakatan maka LPA terlebih dahulu telah mempertimbangkan bahwa usia kematangan jiwa antara terpidana dewasa berbeda dengan terpidana anak dengan ciri khas yang masih bersifat labil dan belum memiliki kematangan jiwa, sehingga terhadap terpidana anak perlu diterapkan metode pendekatan yang tepat dan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental anak tersebut (Gasti Ratnawati, 2011). Sistem pembinaan terhadap anak-anak di lembaga pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan yang bertujuan tidaklah semata-mata untuk menghukum anak melainkan memberikan bimbingan dan pengarahan yang benar agar si anak tidak menjadi terganggu jiwa dan mentalnya di dalam menjalani hukumannya (Tholib Setiady, 2010: 213-214). Dalam pelaksanaan

6 pembinaan, terlebih lagi terhadap narapidana anak perlu memerhatikan keadaan fisik dan psikis. Perlakuan tersebut akan menentukan masa depan dari anak tersebut, dimana lingkungan akan mempengaruhi jiwanya yang sedang berkembang yang akan membentuk kepribadian bagi masa depannya. Mengingat anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang (Gasti Ratnawati, 2011). Lembaga pemasyarakatan perlu untuk menciptakan suasana dan keadaan yang kondusif dalam kegiatan pembinaan terhadap narapidana anak tersebut. Dalam pembinaan anak pidana diperlukan penangganan khusus yang sebaiknya dilakukan oleh petugas yang terdidik atau memahami tentang anak nakal dan anak terlantar. Walaupun proses pemasyarakatan yang dilakukan dengan menjalankan pembinaan terhadap anak pidana telah diupayakan memenuhi dan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam perundang-undangan, yang memperhatikan hak terpidana dan didasarkan atas asas-asas pembinaan yang tepat dan terbaik bagi anak, serta dilaksanakan dengan metode pendekatan yang telah memperhatikan kepentingan anak, namun dalam kenyataannya tetap akan memberikan citra negatif bagi anak. Terutama bagi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak, semestinya penjatuhan pidana

7 terhadap anak harus benar-benar sebagai upaya terakhir apabila cara-cara lain memang sudah tidak ada yang dipandang tepat (Gasti Ratnawati, 2011). Guna memperbaiki pelaksanaan pidana penjara adalah dengan menerapkan Standard Minimum Rules (SMR). Untuk dapat menampung, mengawasi dan membina para narapidana, maka jumlah narapidana tidak boleh melampaui kapasitas lembaga pemasyarakatan pada umumnya (Barda Nawawi Arief, 2010: 48). Bagaimanakah Lembaga Pemasyarakatan Sleman dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal jika berdasarkan data dari Dirjen Pemasyarakatan Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini Lembaga Pemasyarakatan Sleman di huni 306 orang yang terdiri dari 144 tahanan dan 162 narapidana, sedangkan kapasitasnya sendiri hanya untuk 163 orang (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2013). Selain itu, Sumber Daya Manusia pendukung di Lembaga Pemasyarakatan Sleman saat ini hanya terdapat 113 pegawai yang terdiri dari: 13 orang Pejabat Struktural, 59 orang Satuan Pengamanan, 18 orang Dukungan Teknis, 3 orang tenaga kesehatan, namun hanya ada 20 orang petugas yang berstatus sebagai Pembina Pemasyarakatan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2013). Melihat dari kenyataan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman dalam melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana masih mengalami hambatan. Padahal, dalam pembinaan terhadap anak pidana membutuhkan penanganan khusus.

8 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat diteliti, yakni sebagai berikut: 1. Sleman merupakan kabupaten yang tingkat kriminalitasnya tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tingkat tindak pidana anak di wilayah Kabupaten Sleman paling tinggi di Yogyakarta. 3. Belum terdapatnya Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Di Lembaga Pemasyarakatan Sleman terdapat 3 anak pidana. 5. Penempatan anak pidana masih digabung dengan narapidana dewasa. 6. Lembaga Pemasyarakatan Sleman mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity). 7. Petugas Pembina pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan tidak sebanding dengan narapidana yang ada. C. Batasan Masalah Karena luasnya permasalahan yang ada berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Untuk pengkajian selanjutnya peneliti membatasi penelitian ini pada, pembinaan anak pidana yang digabung dengan narapidana dewasa oleh

9 petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman yang mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity). D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Pelaksanaan pembinaan anak pidana oleh petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman? 2. Apa sajakah hambatan-hambatan yang di hadapi oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sleman? 3. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang di hadapi oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sleman? E. Tujuan Penelitian Setiap usaha dan kegiatan yang dilakukan, pasti terdapat tujuan yang akan dicapai. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan anak pidana oleh petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang di hadapi oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan kepada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sleman.

10 3. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi hambatan yang di hadapi oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan kepada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sleman. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian mengenai Pembinaan Narapidana Anak oleh Petugas Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Sleman ini meliputi: 1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan (ilmu) dan wawasan di bidang hukum serta khususnya hukum pidana yang termasuk salah satu dari rumpun hukum yang menjadi bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan. Penelitian ini juga dapat dijadikan salah satu rujukan bagi penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat praktis a. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan wawasan, ilmu-ilmu, serta penerapannya di bidang Pendidikan Kewarganegaraan khususnya hukum pidana. b. Manfaat bagi petugas pemasyarakatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pembinaan anak pidana yang terdapat dilembaga pemasyarakatan menurut batas-batas yang dibenarkan Undang-Undang.

11 c. Manfaat bagi lembaga pemasyarakatan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi lembaga pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana. d. Manfaat bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pihak pemerintah untuk lebih bersikap aktif dalam merespon permasalahan di bidang Hukum dan HAM. e. Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan masyarakat sehingga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpikir kritis terhadap segala ketimpangan yang terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga tercapai perdamaian dalam masyarakat.. G. Batasan Istilah 1. Pembinaan Pembinaan berasal dari kata bina yang mendapat awalan pe- dan akhiran an. Bina atau membina berarti mengusahakan supaya lebih baik (Tim Penyusun, 2008: 201). Awalan pe- berarti proses, dengan demikian pembinaan berarti proses, cara, perbuatan membina atau usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

12 Pembinaan menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembibingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyaraktan. Pembinaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembinaan yang sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembibingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam hal ini yaitu pembinaan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Sleman. 2. Anak Pidana Anak Pidana menurut Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Anak Pidana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak pidana yang sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 3. Petugas Pemasyarakatan Petugas berarti orang yang bertugas melakukan sesuatu, Pemasyarakatan berarti proses, cara, perbuatan memasyarakatkan (memasukkan ke dalam masyarakat, menjadikan sebagai anggota masyarakat).

13 Pemasyarakatan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Petugas pemasyarakatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah petugas yang bertugas membina para narapidana anak yang berada di lembaga pemasyarakatan, yakni pembina pemasyarakatan. Dari batasan pengertian di atas, yang dimaksud penelitian ini adalah apa saja yang dilakukan oleh pembina pemasyarakatan, yakni petugas yang bertugas membina anak pidana yakni anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun, dalam melaksanakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman.