BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai
|
|
- Ratna Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin maju turut membawa pengaruh negatif berupa meningkatnya tindak kriminalitas di masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Hal ini terlihat dari data yang dilaporkan oleh Kapolda Metro Jaya yang menyatakan bahwa terdapat sekitar tindak kriminal di Jabodetabek dalam kurun waktu dua bulan terakhir di tahun 2010, yang artinya setiap 11 menit 49 detik terjadi satu tindak kriminal di Jabodetabek (Wiwoho, 2010). Menurut Blackburn (2001) tindak kriminal merupakan segala perbuatan yang dianggap melanggar hukum berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dan diatur oleh pemerintah atau negara. Berbagai macam tindak kriminal yang sering terjadi diantaranya adalah pencopetan, pencurian, penjambretan, perampokan dan kerusuhan antar kelompok (Wiwoho, 2010). Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum, diantaranya adalah faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran; faktor sosial seperti kepadatan penduduk; faktor pengaruh budaya seperti kenakalan remaja dan pergaulan bebas di kalangan remaja. Seiring dengan perkembangan jaman berkembang pula jenis pelanggaran hukum dan pelaku pelanggaran hukum. Dewasa 1
2 ini, pelanggaran hukum tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun juga banyak dilakukan oleh anak-anak atau remaja (Joewono, 2011). Hal ini dapat terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah tahanan anak atau remaja yang menghuni lembaga pemasyarakatan (Lapas). Pada tahun 2006 tercatat sejumlah 978 anak dan remaja yang menghuni lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia, dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi anak dan remaja (Ditjen Pemasyarakatan, 2008). Dariyo mengatakan hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupan atau pertumbuhan seorang remaja yang kemudian dapat melatarbelakangi tindak kriminal yang dilakukannya antara lain kemiskinan, pendidikan yang rendah, keluarga yang bermasalah serta lingkungan pergaulan yang negatif. Di Indonesia masih terdapat banyak remaja yang tinggal di daerah kumuh yang diantaranya harus berjuang keras mencari nafkah untuk membantu keluarga (Dariyo, 2004). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan Nasional (2009) terdapat setidaknya 1,5 juta anak berusia 13 hingga 18 tahun yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah setiap tahunnya, yang pada umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi. Kondisi ini menyebabkan sebagian dari mereka harus ikut membantu mencari nafkah bersama orang tuanya, menjadi gelandangan dan pengemis, atau bahkan jatuh ke dalam berbagai bentuk tindak kriminal. Pencurian kendaraan bermotor, mengkonsumsi dan mengedarkan narkoba merupakan contoh dari tindak kriminal yang banyak dilakukan oleh para remaja di Indonesia sehingga mengakibatkan mereka harus mendiami lapas (Farabi, 2011). Gunarsa (2009) mengatakan kurangnya kontrol emosi oleh remaja dapat berakibat pada perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain dan dapat mendorong para remaja untuk terlibat dalam kenakalan atau tindak kriminal. Remaja yang kurang dapat mengendalikan emosinya, cenderung bertindak tidak rasional dan 2
3 menunjukkan perilaku-perilaku yang disertai luapan emosi yang negatif. Menurut Desmita (2009) perubahan emosi yang terjadi pada remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan teman-teman sebaya serta kegiatan yang dilakukan oleh remaja dalam kehidupannya sehari-hari yang menuntut para remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya sehingga tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku. Stein (2010) mengatakan perilaku pelanggaran norma sosial dan norma hukum yang dilakukan oleh para remaja menunjukkan rendahnya kecerdasan emosi mereka. Remaja yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang rendah tidak dapat merasakan perasaan-perasaan yang dialaminya dan mengekspresikan dengan cara yang benar, tidak memiliki kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri, tidak memiliki kemampuan untuk menyadari, memahami dan menghargai perasaan orang lain serta tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah secara efektif. Akibatnya, para remaja cenderung berperilaku yang tidak sesuai bahkan melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat. Setiap remaja memiliki karakteristik dan potensi masing-masing serta tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Menurut Tridhonanto (2010) kecerdasan merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Sedangkan Wechsler (1939) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan dapat menghadapi lingkungan secara efektif (dalam Tridhonanto, 2010). Stein (2010) mengatakan secara umum terdapat tiga jenis kecerdasan pada manusia yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Menurut Segal (2001) kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual dalam melakukan analisa, berpikir secara logis dan menggunakan rasio. Kecerdasan intelektual memberikan individu kemampuan untuk berhitung, beranalogi, 3
4 berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Salovey & Sluyter (1997) mengatakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual sendiri lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memaknai penderitaan hidup secara positif pada setiap peristiwa, masalah, serta penderitaan yang dialaminya. Menurut Zohar dan Marshall (2000) kecerdasan spiritual digunakan untuk menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan kaidah dan nilai-nilai spiritual yang dapat membawa seseorang pada kemampuannya dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta (dalam Zohar & Marshall, 2001). Prasetyono (2010) mengatakan banyak orang yang mengidentikkan kecerdasan hanya dengan kecerdasan intelektual, padahal kedua istilah ini memiliki perbedaan arti. Kecerdasan intelektual adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan seperti misalnya tes WAIS dan WISC yang dikembangkan oleh David Wechsler dan tes Binet-Simon yang dikembangkan oleh Alfred Binet dan Theodor Simon (Segal, 2001). Dengan demikian, kecerdasan intelektual hanya mewakili sebagian dari kecerdasan seseorang. Goleman (2007) mengatakan bahwa anggapan masyarakat luas tentang kecerdasan intelektual sebagai hal yang lebih penting dari dua kecerdasan lainnya dalam meraih kesuksesan di masa depan merupakan anggapan yang salah, karena untuk seseorang meraih kesuksesan di masa depan ia tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi saja tetapi juga harus memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Pendapat Goleman didukung oleh Tridhonanto (2010) yang juga mengatakan bahwa anggapan tersebut salah karena sebenarnya 4
5 dengan memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi saja tidak cukup membuat seorang individu itu sukses. Pada kenyataannya orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi terkadang dapat dikalahkan oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (Tridhonanto, 2010). Kecerdasan spiritual memang diperlukan dalam kehidupan manusia untuk memaknai penderitaan hidup secara positif pada setiap masalah yang dialaminya namun untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya diperlukan adanya kecerdasan emosional (Zohar & Marshall, 2001). Dengan demikian kecerdasan emosional semakin perlu dipahami dan diperhatikan dalam perkembangannya seiring dengan kondisi kehidupan remaja yang semakin kompleks (Ali & Asrori, 2004). Gottman (2008) mengatakan penyebab dari seorang remaja berperilaku merugikan dirinya sendiri dan orang lain yang dapat mengarah kepada kenakalan atau tindak kriminal salah satunya yaitu karena remaja tidak memiliki kontrol emosi. Jika remaja memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka remaja akan mampu mengontrol emosinya dan memiliki resiko yang lebih kecil terhadap kenakalan atau tindak kriminal. Namun jika seorang remaja memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka remaja tersebut tidak dapat mengontrol emosinya serta dengan mudahnya seorang remaja melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain seperti dalam bentuk pelanggaran hukum atau kenakalan remaja (dalam Gottman & DeClaire, 2008). Menurut Gunarsa (2009) dewasa ini, masalah kenakalan remaja tetap merupakan persoalan yang menyita banyak perhatian masyarakat luas hampir di semua negara di dunia termasuk Indonesia. Banyak pemikiran yang dicurahkan terhadap masalah ini baik dalam bentuk diskusi maupun seminar yang sering diadakan oleh instansi pemerintah maupun organisasi independen seperti LSM 5
6 (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang erat hubungannya dengan masalah ini. Definisi dari kenakalan remaja adalah segala bentuk perbuatan remaja yang melanggar norma baik norma hukum maupun norma sosial (Gunarsa, 2009). Kenakalan remaja terbagi dua golongan yaitu kenakalan remaja yang melanggar norma sosial dan kenakalan remaja yang melanggar norma hukum. Remaja yang melanggar norma sosial berarti telah melakukan tindakan yang tidak harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat dimana tindakan tersebut dilakukan, sedangkan remaja yang melanggar norma hukum berarti telah melakukan perbuatan yang dianggap melanggar hukum berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dan diatur oleh pemerintah atau negara (Kemen. Kum & HAM, 2010). Indonesia merupakan negara hukum, setiap warga negaranya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan barangsiapa yang melanggar hukum akan mendapat konsekuensi hukum sesuai dengan pelanggaran hukum yang dilakukannya (Departemen Kehakiman & Hak Asasi Manusia, 2003). Menurut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (2010), negara memberikan landasan hukum yang berskala nasional bagi generasi muda melalui tatanan peradilan khusus bagi anak anak dan remaja yang melakukan pelanggaran hukum. Peradilan khusus bagi anak dan remaja bertujuan untuk memberikan pengayoman dalam upaya pemantapan landasan hukum sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada anak anak dan remaja Indonesia yang melakukan pelanggaran hukum. Dalam pelaksanaannya lapas anak memiliki dua kategori untuk anak dan remaja yang menghuni lapas anak seluruh Indonesia yaitu anak sipil negara dan anak didik pemasyarakatan. Anak sipil negara merupakan anak atau remaja yang atas permintaan orangtua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di lapas anak sedangkan anak didik pemasyarakatan merupakan anak atau remaja yang berdasarkan putusan pengadilan 6
7 menjalani pidana di lapas anak untuk dididik (Kemen. Kum & HAM, 2010). Menurut Dr. Saharjo (1963) tujuan dari pemenjaraan selain untuk menimbulkan rasa derita pada narapidana agar bertobat, penjara juga bertujuan untuk mendidik pelaku tindak pidana agar menjadi anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Istilah penjara mengalami perubahan menjadi lembaga pemasyarakatan oleh Dr. Saharjo pada tahun Istilah lembaga pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misinya untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Dalam sistem pemasyarakatan, tujuan akhirnya adalah reintegrasi dan rehabilitasi sosial, dimana ketika pelaku tindak pidana kembali ke lingkungan masyarakat, mereka tidak lagi dianggap sebagai seseorang yang melakukan pelanggaran hukum dan tindak kriminal. Para pelaku tindak pidana atau warga binaan diposisikan sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang membutuhkan bimbingan secara bertahap dan terencana, baik bimbingan mental, spiritual, keterampilan maupun bimbingan sosial kemasyarakatan (dalam Dep. Kehakiman & HAM, 2003). Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-undang pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya (dalam Dep. Kehakiman & HAM, 2003). Pemasyarakatan yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki tanggung jawab dalam bidang pembinaan dan pengamanan warga binaan pemasyarakatan, termasuk bagi anak atau remaja yang berada dalam lembaga 7
8 pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari tahanan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan agar menyadari kesalahannya, bersedia memperbaiki diri dan tidak melakukan kembali tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab pada saat tahanan bebas dari lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan (Ditjen Pemasyarakatan, 2009). Salah satu lembaga pemasyarakatan yang melaksanakan pembinaan terhadap anak dan remaja yang melanggar hukum adalah Lapas Anak Tangerang. Lapas Anak Tangerang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1925 dengan kapasitas hunian 220 anak. Secara historis sejak tahun 1934 pengelolaan diserahkan kepada Pro Juventute yang merupakan lembaga yang dimiliki oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk mengasingkan anak keturunan Belanda yang terlibat kenakalan. Pada tahun 1945 Pro Juventute diubah menjadi Markas Resimen IV Tangerang. Pada tahun 1957 sampai dengan 1961 namanya diubah menjadi Pendidikan Negara oleh pejabat penjara dan kemudian pada tahun 1964 diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan namanya diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang sampai saat ini (Kemen. Kum & HAM, 2010). Pembinaan lembaga pemasyarakatan anak bertujuan untuk merubah tingkah laku tahanan anak dan remaja agar tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi (Kemen. Kum & HAM, 2010). Dalam rangka mendukung tujuan dari pembinaan lembaga pemasyarakatan yaitu meningkatkan kualitas dari tahanan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan agar menyadari kesalahannya, bersedia memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak kriminal sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan 8
9 masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, maka Lapas Anak Tangerang menyelenggarakan program Pengenalan dan Pengaplikasian Kecerdasan Emosional yang diikuti oleh remaja yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang dengan kriteria tertentu yaitu usia sudah memasuki usia remaja dan dengan periode pembebasan dari bulan April hingga September Program tersebut memperkenalkan macam-macam kecerdasan emosional dan cara-cara yang diperlukan untuk melatih kecerdasan emosional. Program ini dilaksanakan kurang lebih selama 2 bulan (Febuari-Maret 2011) yang akan berlanjut setiap 6 bulan sekali, dan diikuti oleh 35 orang remaja berusia tahun dengan tujuan agar remaja yang akan bebas mengerti pentingnya kecerdasan emosional dan diharapkan akan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi, dengan demikian tahanan remaja akan mampu mengontrol luapan emosinya dan dapat berinteraksi dengan baik dengan masyarakat serta tidak mengulangi tindak kriminal yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat signifikansi perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dan yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak Tangerang. Oleh karena itu penulis mengangkat tema PERBEDAAN KECERDASAN EMOSIONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI PROGRAM KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN REMAJA YANG TIDAK MENGIKUTI PROGRAM KECERDASAN EMOSIONAL DI LAPAS ANAK TANGERANG. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian dari latar belakang, permasalahan yang ingin diangkat 9
10 dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional antara remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak Tangerang? 1.3 Hipotesis Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional antara remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak Tangerang. Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdasan emosional antara remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak Tangerang. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui signifikansi perbedaan kecerdasan emosional antara remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak Tangerang. 1.5 Manfaat Penelitian 10
11 Dalam penelitian ini, peneliti mengkategorikan dua jenis manfaat yang akan dipaparkan yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan dijelaskan sebagai berikut: Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam perkembangan Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan serta memperkaya penelitian di dalamnya melalui penelitian yang dilakukan mengenai kecerdasan emosional Manfaat Praktis 1) Diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi Lapas Anak Tangerang mengenai perbedaan kecerdasan emosional pada remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dan yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional. 2) Agar penelitian ini dapat memperkaya wawasan peneliti lain serta dijadikan bahan tambahan bagi penelitian selanjutnya. 1.6 Definisi Terminologi Kecerdasan Emosional Salovey & Sluyter (1997) mengatakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa Remaja 11
12 World Health Organization (2007), remaja adalah individu yang berusia tahun dimana masa anak-anak telah berakhir dan mengalami perubahan biologis, pertumbuhan tinggi dan berat badan yang cepat, perubahan proporsi badan dan bentuk tubuh pencapaian kematangan seksual, dan perkembangan psikologis sampai pada masa dewasa (dalam Sarwono, 2010) Lembaga Pemasyarakatan Lembaga pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Lapas merupakan unit pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina narapidana. Lembaga pemasyarakatan yaitu untuk memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan (Ditjen Pemasyarakatan, 2009) Pelatihan Emosi Suatu upaya dalam meningkatkan kecerdasan emosional pada individu agar dapat mengerti pentingnya kecerdasan emosional dan memiliki kesempatan untuk melatih aspek-aspek dari kecerdasan emosional. Melalui upaya ini diharapkan kecerdasan emosional individu dapat lebih ditingkatkan, sehingga individu dapat lebih mampu mengontrol emosinya dan lebih dapat berinteraksi secara baik dengan masyarakat (Gottman, 2008) Cakupan dan Batasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan kecerdasan emosional antara remaja yang mengikuti program kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak mengikuti program kecerdasan emosional di Lapas Anak 12
13 Tangerang. Penelitian ini memiliki keterbatasan sampel karena dilakukan di Lapas Anak Tangerang dan hanya mengambil subjek remaja yang menghuni Lapas Anak Tangerang. Penelitian ini terbatas pada penggunaan teori Kecerdasan Emosional dari Goleman (2007). 13
menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk
1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana
BAB I PENDAHULUAN I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana I.2. PENGERTIAN JUDUL I.2.1. Pengertian Judul dari Terminologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan harta yang berharga baik bagi orang tua maupun negara dimasa mendatang. Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang merupakan generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan dan membangun negeri ini di masa yang akan datang. Tentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup dalam era yang terus berkembang. Semakin hari semakin banyak perubahan dalam bidang apapun. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin kompleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain mahluk sosial juga merupakan mahluk individual yang bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya, individu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan
Lebih terperinciGUILTY FEELING PADA RESIDIVIS
GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: TRI SETYONUGROHO F. 100 020 204 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga
BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciPENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG
PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG Laily Lolita Sari_11410129 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Lebih terperinci2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mengambil keuntungan secara sepihak. Kejahatan yang ada di tengah masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,
Lebih terperinciP, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks.
Lebih terperinciPengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan
Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan Handar Subhandi Bakhtiar http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-dan-sejarah-singkat.html Konsep tentang pelaksanaan pidana penjara di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan dilakukan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila, dan sosial masyarakat) meliputi pemulihan harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008
BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau dalam bahasa masyarakat awam disebut dengan penjara, merupakan tempat/kediaman bagi orang-orang yang bermasalah dengan hukum.
Lebih terperincipersepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak kejahatan yang terjadi di wilayah negara Indonesia menyebabkan semakin banyak pula jumlah pelaku kejahatan yang diputus oleh hakim untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang segala bentuk pemerintahan negara ini telah diatur dalam undang-undang dasar 1945, UUD 45 menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Berbagai tindak kejahatan sering terjadi di masyarakat, misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Obyek Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia, memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi pula. Tercatat dalam sebuah harian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan hidup manusia dimasyarakat yang diwujudkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan. Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam diri mereka antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas vital dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai kehidupan guna
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak sangat berperan sebagai kunci sukses suatu bangsa. Seiring dengan perkembangan pelaku kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional Menurut Stain dan Book (2002) kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan kedunia yang rumit, aspek pribadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat
BAB I PENDAHULUAN Sudah merupakan kodrat dan takdir Tuhan bahwa manusia tidak dapat secara mandiri tanpa bantuan orang lain, manusia harus hidup secara berkelompok merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada. dalam kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada dalam kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Salomon Simanungkalit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia setiap harinya dihadapkan pada berbagai jenis komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu jenis komunikasi yang paling sering dihadapi oleh manusia adalah komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan suasana baru dalam kehidupan keluarga. Anak sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa harus selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tentunya mengharapkan kehidupan di masa yang akan datang dapat dilalui dengan baik dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Namun dalam prosesnya tidak
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana dan oleh hakim dijatuhi hukuman masuk ke Lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemasyarakatan merupakan usaha pemerintah untuk membina orang-orang yang melakukan tindak pidana dan oleh hakim dijatuhi hukuman masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masih banyak masalah sosial yang tidak bisa teratasi. Salah satunya yaitu masalah tindak kriminal atau kejahatan yang terjadi dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip utama yang telah disepakati oleh pakar pendidikan adalah bahwa setiap warga negara seharusnya mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak teori yang dibuat untuk menjelaskan perilaku yang melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif sosial-ekonomi, misalnya, konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan dengan sempurna dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dilengkapi dengan akal
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK 2.1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Anak Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan wargabinaan pemasyarakatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam proses pemidanaan yang dilakukan oleh pengadilan, terdapat beberapa instrumen utama yang biasa dijadikan sebagai pedoman kuat untuk menghukum pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal
Lebih terperinci, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah
Lebih terperinciPROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, kadang meningkat dan turun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun jika dicemati, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia
Lebih terperinciPEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto
PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar hukum. Kejahatan yang terjadi di masyarakat saat ini tidak seluruhnya dilakukan oleh orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlakuan terhadap pelanggar hukum terus mengalami perkembangan sejalan dengan meningkatnya peradaban serta perkembangan tentang hak asasi manusia yang semakin menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, sehingga segala aspek kehidupan manusia tidak memiliki batas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja merupakan salah satu problem sosial yang sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum. Perkembangan pelanggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sifat dan perilaku setiap manusia akibat dari pergaulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Optimisme merupakan kemampuan seseorang memandang positif dalam segala hal. Memiliki pemikiran yang selalu positif akan menghasilkan hasil yang positif pula.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul
PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk memahami apa yang penulis ingin sampaikan dalam tulisan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Konsep Rehabilitasi, maka penulis perlu menjabarkan secara
Lebih terperinci