POSTER (Kode : H-06) ANALISIS KADAR PATI, LIGNIN DAN SELULOSA PADA BAMBU AMPEL (Bambusa vulgaris Schrad.) YANG DIRENDAM DALAM LUMPUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

Metodologi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR PEREAKSI DAN LARUTAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

Lampiran 1. Analisa Kadar Lignin (SNI A, SII

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

MODUL PRAKTIKUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan

Pupuk dolomit SNI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada bulan Juli 2009 Oktober 2010.

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS

ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF KARBOHIDRAT

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Pupuk super fosfat tunggal

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Materi. Rancangan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

Desikator Neraca analitik 4 desimal

BAB 3 BAHAN DAN METODE. - Buret 25 ml pyrex. - Pipet ukur 10 ml pyrex. - Gelas ukur 100 ml pyrex. - Labu Erlenmeyer 250 ml pyex

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA KUALITATIF

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

Transkripsi:

MAKALAH PENDAMPING POSTER (Kode : H-06) ISBN : 978-979-1533-85-0 ANALISIS KADAR PATI, LIGNIN DAN SELULOSA PADA BAMBU AMPEL (Bambusa vulgaris Schrad.) YANG DIRENDAM DALAM LUMPUR Agus Ismanto 1,* dan R. Hardi Baharudin 2 1 Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor 2 Alumni Jurusan Kimia Fak. MIPA Universitas Nusa Bangsa, Bogor *e-mail: ismanto_agus@yahoo.com Abstrak Bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.) merupakan salah satu bambu yang mudah diserang oleh organisme perusak antara lain kumbang bubuk dan rayap. Kumbang bubuk memakan bambu karena adanya kandungan zat pati, sedangkan rayap memakan bambu karena adanya kandungan selulosa dan lignin. Sementara di pedesaan, masyarakat telah lama melakukan pengawetan bambu secara tradisional, yang salah satunya adalah dengan cara merendam bambu ke dalam lumpur selama beberapa hari. Atas dasar tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan zat pati, lignin dan selulosa pada bambu ampel yang telah direndam dalam lumpur. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Luff-Schoorl untuk penetapan kadar pati, sedangkan untuk penetapan kadar lignin dan kadar selulosa dengan metode Chesson. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar pati pada bambu ampel yang tidak direndam dalam lumpur (kontrol) adalah 9,37 %, kemudian yang direndam dalam lumpur selama 7 hari adalah 0,86 %, selanjutnya yang direndam selama 14 hari adalah 12,58 %, direndam selama 21 hari adalah 12,58 %, dan direndam selama 28 hari adalah 8,12 %. Kadar lignin pada bambu yang tidak direndam dalam lumpur adalah 25,18 %, direndam 7 hari adalah 19,70 %, direndam 14 hari adalah 17,02 %, direndam 21 hari adalah 15,27 %, dan direndam 28 hari adalah 16,80 %. Kadar selulosa pada bambu kontrol adalah 45,66 %, direndam 7 hari adalah 51,32 %, direndam 14 hari adalah 55,06 %, direndam 21 hari adalah 53,52 %, dan direndam 28 hari adalah 54,74 %. Kesimpulannya adalah bambu yang direndam dalam lumpur selama 28 hari, kadar pati dan ligninnya turun, tetapi kadar selulosanya naik dibandingkan dengan kontrol. Kata Kunci : Bambu ampel, perendaman dalam lumpur, pati, lignin, selulosa. PENDAHULUAN Di Indonesia dari masa lalu hingga saat ini terutama di pedesaan, bambu memegang peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Bambu dikenal oleh masyarakat karena memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain: batangnya kuat, liat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar permukiman pedesaan [4]. Salah satu bambu yang jarang digunakan masyarakat adalah bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.), sehingga tidak memiliki nilai jual dibanding bambu-bambu lainnya. Hal ini disebabkan karena bambu ampel mudah diserang oleh serangga perusak bambu, seperti kumbang bubuk dan rayap. Namun demikian masyarakat secara tradisional telah melakukan pengawetan bambu. Salah satu cara pengawetan bambu secara tradisional adalah dengan merendam bambu ke dalam lumpur selama beberapa hari. Cara ini diyakini Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 846

oleh masyarakat dapat memperpanjang umur pakai bambu hingga bertahun-tahun. Bambu bila direndam dalam lumpur dapat mengurangi bobot awal dari bambu tersebut [5]. Bambu ampel (Bambusa vulgaris) memiliki kandungan kimia selulosa, lignin, pentosan, silikat, abu [4] dan pati [1]. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui secara pasti kandungan kimia apa yang berubah dari bambu tersebut sehingga menyebabkan bambu tersebut menjadi awet. Oleh karena hal tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan pati, lignin dan selulosa pada bambu ampel sebelum dan setelah direndam dalam lumpur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi dunia ilmu pengetahuan serta dapat memberikan wawasan bagi masyarakat tentang penyebab bambu ampel menjadi awet setelah mengalami proses perendaman dalam lumpur. PROSEDUR PERCOBAAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pengawetan Hasil Hutan - Kelompok Peneliti (Kelti) Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan - Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor serta Laboratorium Kimia Universitas Nusa Bangsa, Bogor. Sedangkan perendaman bambu ampel dilakukan di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Maret hingga bulan Juli 2010 Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 batang bambu ampel (Bambusa vulgaris), diambil dari satu rumpun bambu (umur ± 3 tahun) berasal dari daerah Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah air demineral (H 2 O), larutan kalium iodida (KI) 20 %, larutan asam sulfat (H 2 SO 4 ) 1,25 %, 25 %, 72 %, dan 1N, larutan natrium tio sulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,1 N, larutan asam klorida (HC1) 3 % dan 25 %, indikator kanji 0,5 %, larutan natrium hidroksida (NaOH) 3,25 %, larutan indikator fenolftalein (PP) dan larutan Luff-Schoorl. Larutan Luff-Schoorl dibuat dengan cara melarutkan 143,8 g Na 2 CO 3 anhidrat dalam kira-kira 300 ml air suling. Sambil diaduk, ditambahkan 50 gram asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml air suling, ditambahkan 25 gram CuSO 4 5H 2 O yang telah dilarutkan dengan 100 ml air suling. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu satu liter dan ditepatkan sampai tanda garis dengan air suling dan dikocok. Dibiarkan semalam dan disaring bila perlu. Larutan ini mempunyai kepekatan Cu 2+ 0,2 N dan Na 2 CO 3 2 M. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buret, gelas ukur, labu ukur 50 ml, piala gelas 200 ml, pipet gondok 10, 15 dan 25 ml (Iwaki Pyrex A), cawan porselin, eksikator, glinder (Thomas Scientific 800-345-2100), oven (Memmert BE 500), pemanas, penangas air, reflux, timbangan analitik (Mettler Toledo AG 204), gergaji dan golok. Metode penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental. Untuk membuat contoh uji pertama-tama bambu dipotong-potong berukuran panjang 35 cm sebanyak 8 potong untuk setiap batang, sehingga jumlah potongan bambu seluruhnya adalah 40 potong. Kemudian potongan bambu tersebut diambil secara acak sebanyak 25 potong dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan perlakuan lama perendaman. Sebanyak 20 potong bambu kemudian direndam dalam lumpur sedalam 15 cm dengan lama rendaman bervariasi yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari. Sisanya sebanyak 5 potong tidak direndam dalam lumpur digunakan sebagai kontrol. Bambu hasil rendaman dibersihkan dengan air hingga lumpur hilang. Kemudian disimpan dengan posisi berdiri selama 3 jam agar kandungan air pada bambu sedikit berkurang, sehingga memudahkan dalam proses pemotongan Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 847

bambu. Bambu yang sudah bersih dan sedikit kering kemudian dipotong sepanjang 5 cm, lalu kulit bagian permukaan luar dan dalam dibuang, kemudian dibelah-belah hingga berukuran sebesar batang korek api. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 o C selama 6 jam (agar mudah dihaluskan), kemudian dihaluskan dengan alat glinder hingga menjadi serbuk. Serbuk inilah yang kemudian siap untuk dianalisis. Bambu kontrol juga diperlakukan sama dengan bambu yang telah direndam dalam lumpur. Analisis kadar pati dilakukan dengan metode titrimetri cara Luff-Schoorl [3]. Larutan Luff-Schoorl dibuat dengan cara melarutkan 143,8 g Na 2 CO 3 anhidrat dalam kira-kira 300 ml air suling. Sambil diaduk, ditambahkan 50 gram asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml air suling, ditambahkan 25 gram CuSO 4 5H 2 O yang telah dilarutkan dengan 100 ml air suling. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu satu liter dan ditepatkan sampai tanda garis dengan air suling dan dikocok. Dibiarkan semalam dan disaring bila perlu. Larutan ini mempunyai kepekatan Cu 2+ 0,2 N dan Na 2 CO 3 2 M. Untuk penetapan kadar pati mula-mula ditimbang 1-2 gram sample ke dalam erlenmeyer asah 250 ml, ditambahkan 25 ml HCl 3 % atau H 2 SO 4 1,25 %, dididihkan dengan memakai reflux selama 1,5 hingga 2 jam dan didinginkan. Setelah dingin, larutan dinetralkan dengan NaOH 3,25 % (dengan indikator PP), dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditepatkan sampai garis tera. Larutan kemudian disaring, dipipet 10,0 ml filtrat, dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 250 ml. Filtrat selanjutnya ditambahkan 25 ml larutan Lurf- Schoorl dan 15 ml air demineral, kemudian dididihkan dengan memakai reflux selama 10 menit dan didinginkan. Setelah dingin, larutan ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H 2 SO 4 25%. Setelah larutan berwarna coklat kemudian ditambahkan larutan kanji 0,5% (sebagai indikator) dan dititrasi dengan larutan natrium tio sulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,1 N hingga titik akhir tidak berwarna (V 1 ). Sebagai blanko dilakukan penetapan dengan 25 ml air dan 25 ml larutan Luff-Schoorl (V 2 ). Perhitungan (V 2 -V 1 ) = mililiter (ml) tio yang dibutuhkan oleh sample dijadikan ml 0,1000 N kemudian dalam Tabel konversi miligram (mg) gula dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang digunakan. fp x mg glukosa x 0,90 Kadar Pati = x 100% mg sample Keterangan: fp = faktor pengenceran 0,90 = faktor konversi Untuk penetapan kadar selulosa dan lignin dengan metode Chesson [2]. Mula-mula ditimbang 0,5 1 gram sample kering (berat a), kemudian ditambahkan 80 ml H 2 SO 4 1 N, lalu dididihkan di atas hot plate selama 1 jam. Setelah dididihkan, kemudian didingin- kan, disaring, dan residu dicuci sampai netral dengan air panas ± 300 ml. Residu yang didapatkan kemudian dikeringkan hingga beratnya konstan pada suhu 105 C dan kemudian ditimbang (berat b). Residu kering ditambahkan 75 ml H 2 SO 4 72% dan didiamkan pada suhu kamar selama 4 jam. Kemudian larutan ditambahkan 50 ml air dan dipanaskan diatas waterbath suhu 100 o C selama 1 jam. Residu disaring dan dicuci dengan air demineral sampai netral (± 400 ml). Residu kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 105 o C sampai beratnya konstan dan ditimbang (berat c). Selanjutnya residu diabukan dan ditimbang (berat d). Perhitungan : Kadar selulosa = (c-d)/a x 100 % Kadar lignin = (d-c)/a x 100 % Keterangan: Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 848

a = Bobot sampel b = Bobot penimbangan residu pertama c = Bobot penimbangan residu kedua d = Bobot abu HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisik bambu setelah direndam dalam lumpur. Pada bambu hasil rendaman dalam lumpur selama 7 hari dan 14 hari, warna permukaan bambu masih belum terlalu berubah (masih berwarna hijau) dan belum terlalu menimbulkan bau yang menyengat. Sedangkan pada bambu hasil rendaman dalam lumpur selama 21 hari dan 28 hari, warna permukaan bambu sudah berubah menjadi kekuning-kuningan dan sudah menimbulkan bau yang sangat menyengat. Selain itu juga bambu hasil rendaman dalam lumpur semakin lama perendaman, bambu itu menjadi semakin keras dan liat, sehingga susah untuk dipotong. Di samping itu pula bambu yang direndam dalam lumpur ini semakin lama perendaman, maka warna pada permukaan bagian dalam bambu semakin coklat dan semakin kotor pada bagian ujung-ujungnya. Analisis kadar pati Pati merupakan suatu polisakarida yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Hidrolisis molekul pati dapat menghasilkan maltosa, bila maltosa mengalami hidrolisis maka akan menghasilkan monosakarida D-glukosa. Pada akhirnya, hidrolisis D- glukosa akan menghasilkan etanol. Adapun reaksinya sebagai berikut: H2O, H + H2O, H + Pati maltosa D-glukosa H2O, H + D-glukosa CH 3CH 2OH (etanol) Metode analisis yang dilakukan pada penetapan kadar pati ini adalah metode titrimetri secara iodometri. Sebagai titran (penitar) digunakan larutan natrium tio sulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,1 N. Prinsip kerja metode ini yaitu terjadinya reaksi reduksi-oksidasi antara sampel dengan larutan Luff-Schoorl. Mula-mula pati terhidrolisis menjadi glukosa. Glukosa yang bersifat pereduksi akan mereduksi Cu 2+ menjadi Cu + (CuO direduksi menjadi Cu 2 O) yang berasal dari penambahan larutan Luff-Schoorl. Kelebihan CuO akan bereaksi dengan KI dan H 2 SO 4 membentuk CuI 2. CuI 2 hasil reaksi ini akan berkesetimbangan membentuk Cu 2 I 2 dan I 2. I 2 yang dilepaskan ini akan bereaksi dengan Na 2 S 2 O 3 dari penitar. Titik akhir tercapai dengan ditandai berubahnya warna larutan dari biru (hasil reaksi I 2 dengan indikator kanji) menjadi putih, yang menunjukkan bahwa I 2 telah habis bereaksi dengan penitar Na 2 S 2 O 3. Blanko (pereaksi tanpa sample) digunakan untuk mengetahui berapa banyak ml CuO total yang tidak direduksi oleh glukosa sample. Reaksinya adalah sebagai berikut: (C 6H 10O 5)n + nh 2O H + n.c 6H 12O 6 C 6H 12O 6 + 2 CuO Cu 2O (merah bata) + C 5H 11O 5- COOH CuO + 2 KI + H 2SO 4 CuI 2 + K 2SO 4 + H 2O 2 CuI 2 Cu 2 I 2 (putih) + I 2 I 2 + 2 Na 2 S 2 O 3 2 NaI + Na 2S 4O 6 CuO yang bereaksi dengan glukosa berasal dari reaksi antara Na 2 CO 3, asam sitrat, dan CuSO 4 di dalam larutan Luff-Schoorl. Reaksi reduksi-oksidasi antara glukosa dengan CuO ini terjadi dalam suasana panas (sample direflux). Dari hasil analisis kadar pati pada bambu yang direndam dalam lumpur diperoleh kadar awal 9,37 %, rendaman 7 hari 10,86 %, rendaman 14 hari 12,58 %, rendaman 21 hari Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 849

10,45 %, dan rendaman 28 hari 8,12 %, seperti pada Tabel 1. Dari grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada waktu t 0 -t 14 terjadi penambahan kadar pati. Penambahan kadar pati ini masih menjadi tanda tanya, apakah karena sample yang kurang seragam atau faktor lain. Untuk memastikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh komposisi lumpur yang digunakan dalam merendam bambu. Pada waktu perendaman t 14 -t 28 terjadi penurunan kadar pati, hal ini diduga terjadi biodegradasi pati oleh mikroba. Penurunan kadar pati yang sedikit ini bisa disebabkan karena aktivitas mikroba (berenzim amilase) yang terdapat dalam lumpur sedikit. Analisis kadar selulosa Selulosa adalah senyawa organik polisakarida yang tersusun dari rantai linear beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh ribu unit D-glukosa. Selulosa juga jauh lebih kristalin dibandingkan dengan pati. Kristal pati untuk mengalami transisi amorf hanya perlu dipanaskan pada suhu 60-70 C dalam air (seperti dalam memasak), sedangkan selulosa memerlukan suhu 320 C dan tekanan sebesar 25 MPa untuk merubahnya menjadi amorf dalam air. Selain itu juga selulosa dapat dibagi secara kimia ke dalam unit-unit glukosa dengan melarutkannya dengan asam pekat pada suhu tinggi. Selulosa dan lignin bisa dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri (2). Pada analisis ini penambahan H 2 SO 4 1N untuk menghidrolisis senyawa selain selulosa dan lignin, sehingga bisa dipisahkan. Penambahan H 2 SO 4 pekat yaitu 75% pada residu hasil pemisahan dimaksudkan untuk menghidrolisis selulosa menjadi gula sederhana yang dapat larut dan dipisahkan dari lignin. Dari hasil analisis kadar selulosa pada bambu yang direndam dalam lumpur diperoleh kadar awal 45,66 %, rendaman 7 hari 51,32 %, rendaman 14 hari 55,06 %, rendaman 21 hari 53,52 %, dan rendaman 28 hari 54,74 %, seperti pada Tabel 2. Dari grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada waktu perendaman t 0 -t 28 tidak terjadi penurunan kadar selulosa, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hidrolisis selulosa dalam lumpur maupun biodegradasi selulosa oleh mikroba. Diduga bahwa di dalam lumpur tersebut tidak terdapat aktivitas mikroba yang memiliki enzim selulase. Analisis kadar lignin Lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol. Berbeda dengan selulosa yang hidrofilik, lignin bersifat hidrofobik. Lignin bersifat tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisa yang disebabkan oleh adanya ikatan alkil dan ikatan eter. Pada penetapan kadar lignin dengan metode Chesson, lignin diukur sebagai zat yang tidak larut dengan penambahan H 2 SO 4 72 %. Zat-zat seperti pati, pentosan dan selulosa akan mengalami depolimerisasi dengan penamabahan H 2 SO 4 72 %. Residu yang tersisa yang kemudian disaring dihitung sebagai lignin setelah dikurangi bobot abu. Dari hasil analisis kadar lignin pada bambu yang direndam dalam lumpur diperoleh kadar awal 25,18 %, rendaman 7 hari 19,70 %, rendaman 14 hari 17,02 %, rendaman 21 hari 15,27 %, dan rendaman 28 hari 16,80 %, seperti pada Tabel 3. Dari grafik pada Gambar 3 menunjukkan terjadinya penurunan kadar lignin dari t 0 -t 21, hal ini menunjukan bahwa di dalam lumpur terdapat mikroba yang mempunyai enzim ligninase (mangan peroksidase, laccase dan sellobiose dehidrogenase) yang dapat mendegradasi lignin. Hal ini mungkin saja terjadi, karena di dalam lumpur terjadi keadaan anaerob, sehingga hanya lignin yang Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 850

mengalami penurunan kadar yang besar, sedangkan pati sedikit mengalami penurunan kadar, dan selulosa tidak mengalami penurunan kadar. KESIMPULAN Kesimpulannya adalah bambu yang direndam dalam lumpur selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari kadar pati dan selulosa naik, tetapi kadar ligninnya turun dibandingkan dengan kontrol. Pada perendaman selama 28 hari kadar pati dan ligninnya turun, tetapi kadar selulosanya malah naik bila dibandingkan dengan kontrol. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. R.T.M. Sutamihardja, M.Ag (Chem.) yang telah memberikan kritik dan saran pada makalah ini. DAFTAR RUJUKAN [1] China National Bamboo Research Center., 2001. Cultivation and Integrated Utilization on Bamboo in China. China National Bamboo Research Center. Hangzhou. P.R. China, 55 p. [2] Datta. K., 1981. Analisis kandungan selulosa dan lignin dengan metode Chesson. http://isroi.wordpress.com/2009/12/10/ana lisis-kandungan-selulosa-dan-lignindengan-metode-chesson-datta-1981/. Diakses tanggal 28 Feb 2010. Pukul 11.44. [3] Djalil, L. A., 2009. Analisis Proksimat. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Depperind R. I., Bogor, 41 hal. [4] Krisdianto, Sumarni, G. dan Ismanto, A., 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Badan Litbang Kehutanan Dan Perkebunan, Bogor, hal. 29-55. [5] Kuswanto., 2000. Perendaman dalam air dan lumpur tiga jenis bambu terhadap serangan jamur pembusuk putih (Schizophyllum commune). Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 32 hal. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III).. 851

LAMPIRAN Tabel 1. Hasil analisis kadar pati Hari Pati (%) Ke- 0 9,37 7 10,86 14 12,58 21 10,45 28 8,12 0 7 14 21 28 Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar pati dengan lama perendaman Tabel 2. Hasil analisis kadar selulosa Hari Ke- Selulosa (%) 0 45,66 7 51,32 14 55,06 21 53,52 28 54,74 0 7 14 21 28 Gambar 2. Grafik hubungan kadar selulosa dengan lama perendaman Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)..852

Tabel 3. Hasil analisis kadar lignin Hari Ke- Lignin (%) 0 25,18 7 19,70 14 17,02 21 15,27 28 16,80 0 7 14 21 28 Gambar 3. Grafik hubungan kadar lignin dengan lama perendaman Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia III (SN-KPK III)..853