PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan kayu yang selama ini dipergunakan dalam pengelolaan hutan, dimana ada kecenderungan pemanenan tidak tepat dan kurang terkontrol. Hal ini dapat dilihat dari : 1. Jaringan jalan sarad dan arah rebah yang tidak direncanakan dalam peta dan saat operasi penebangan. 2. Teknik penebangan belum tepat (takik rebah dan takik balas terlalu tinggi). 3. Operator chainsaw dan operator penyarad belum terkoordinasi satu sama lain tanpa menggunakan peta sebaran pohon. Untuk mengurangi kerusakan hutan dan kerugian ekonomi dari kegiatan operasional alat penyaradan/traktor, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membuat perencanaan yang baik sebelum kegiatan penyaradan dilaksanakan antara lain dengan membuat rancangan jalan sarad yang dirancang sebelumnya ternyata lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan segi ekologi. Jalan sarad yang dirancang sebelumnya juga akan memudahkan para penebang untuk mengarahkan kayu yang akan ditebangnya sehingga akan lebih mudah bagi traktor untuk menyaradnya tanpa membuat manuver-manuver yang merugikan. Pada saat ini teknik dan teknologi untuk meminimalkan kerusakan lingkungan akibat pemanenan kayu sudah ada, yakni yang dikenal dengan Reduced Impact Logging. (Elias, 1995) mengemukakan bahwa penggunaan system logging yang kurang terencana, teknik operasi yang kurang tepat dan tidak terkendali mengakibatkan kerusakan yang besar pada tanah dan tegakan tinggal yang selanjutnya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan (hutan rusak, pemadatan tanah, dan terjadinya pengendapan akibat erosi tanah). Untuk meminimalkan kerusakan tersebut dilakukan dengan cara merencanakan logging yang baik dan teknik operasi yang tepat dan terkendali. Reduced Impact Logging (RIL) adalah pemanenan kayu yang didasarkan pada rancangan ke depan dari tegakan yang akan dipanen yang didasari rencana yang akurat untuk digunakan dalam perencanaan dan digunakan untuk mendesain lay out dari petak-petak tebang dan unit-unit inventarisasi serta digunakan untuk merencanakan operasi pemanenan kayu, seperti : 1. Peta sebaran pohon dan peta topografi untuk merencanakan pemanenan kayu di atas peta dan pedoman untuk penebangan dan penyaradan di dalam operasi pemanenan kayu. 2. Peta pemanenan kayu berisi : a. Peta topografi b. Areal yang dilindungi c. Letak pohon berdiameter > 20 cm d. Letak pohon induk, pohon dilindungi dan pohon inti e. Jalan angkutan, landing dan lokasi letak jalan. 3. Pemotongan liana sebelum pemanenan kayu 2004 Digitized by USU digital library 1
4. Pelatihan para pekerja secara rutin, pengawasan, pemeriksaan dan inspeksi blok. 5. Pertemuan rutin tentang prosedur dan teknik kerja. 6. Upah dan premi operator penebangan dan penyarad sesuai dengan kuantitas dan kualitas kerja yang telah dilakukan (Elias, 1999). Intensitas penebangan semakin besar menyebabkan luas rumpang yang terbentuk semakin besar pula seperti pada plot 1 dengan intensitas penebangan 6 pohon menimbulkan rumpang seluas 1054,1 m 2 (10,54 %) dan plot 2 (RITH) seluas 863 m 2 (8,63 %) dengan intensitas penebangan 5 pohon. Dan bila dibandingkan dengan petak pemanenan kayu konvensional dengan intensitas penebangan 6 pohon/ha menimbulkan luas keterbukaan yang lebih besar, yakni rata-rata 1422 m 2 (14,22 %), hal ini disebabkan pohon yang ditebang meluncur ke bawah dan tidak terarah/tidak terkonsentrasi. Luas keterbukaan tanah terbentuk tidak begitu luas jika pohon yang ditebang mengelompok, sehingga jatuhnya tajuk dapat diarahkan pada satu arah. Teknik penebangan RITH mengarahkan pohon-pohon yang ditebang utamanya dapat ditarik/disarad dengan mudah, aman dari resiko kerusakan pecah batang, dan mencari tempat jatuhnya pohon yang tidak banyak merusak tegakan di sekitarnya, serta posisi jatuhnya mengelompok menyebabkan luas keterbukaan menjadi sempit/lebih kecil. Arah rebah yang baik akan memudahkan penyaradan, ehingga manuver alat sarad dapat dikurangi. Potensi tegakan pada petak pemanenan kayu RITH sebesar 432 pohon/ha lebih besar dari petak pemanenan kayu konvensional sebesar 408 pohon per hektar. Apabila potensi ini diasumsikan menyebar merata, maka dengan menebang 1 pohon pada petak pemanenan kayu RITH menimbulkan luas keterbukaan sebesar 1,85 % dan pohon yang rusak sebanyak 7,99 pohon/ha. Pada petak pemanenan kayu konvensional dengan luas rumpang sebesar 2,37 % dan jumlah pohon yang rusak 9,67 pohon/ha. Kerusakan tegakan tinggal ini akan menjadi besar apabila potensi tegakannya sama/sebanding., maka kerusakan di petak pemanenan kayu konvensional dari 9,67 pohon/ha menjadi 10,23 pohon/ha. Penelitian ini menunjukkan bahwa 1 batang pohon yang ditebang dengan cara RITH telah merusakan 16 pohon lainnya dan 24 pohon mengalami cacat/rusak akibat pemanenan kayu konvensional. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan teknik RITH sebesar 31,8 pohon/ha atau 1 pohon yang ditebang merusakkan 8,83 pohon di sekitarnya dan akibat penebangan kayu konvensional sebesar 44,4 pohon/ha atau rata-rata 1 pohon ditebang merusakkan pohon lain sebesar 12 pohon. Pada penelitian ini teknik penebangan RITH dapat memperkecil luas rumpang rata-rata 58,5 m 2 atau 24,20 %. Ukuran luas rumpang belum ada ketentuan/patokan yang pasti untuk menilai baik/buruknya pemanenan kayu. Semakin kecil luas rumpang maka kerusakan tegakan tinggal makin rendah. Besarnya rumpang ini akan mempengaruhi daya hidup jenis-jenis pohon yang bersifat toleran (tahan terhadap naungan) serbuan gulma, liana serta besarnya erosi tanah karena curah hujan yang tinggi (Manan, 1995). Elias (1998) menyatakan bahwa RIL mampu menurunkan kerusakan hutan sekitar 50 % bila dibandingkan dengan pemanenan konvensional. 2004 Digitized by USU digital library 2
KRITERIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERANCANGAN JALAN SARAD Pada dasarnya perancangan dan pembuatan jalan sarad tidak dapat dibuat berdiri sendiri tanpa menggunakan data dasar dan faktor-faktor pembatas lainnya. Data dasar yang sudah ada di lapangan harus diperhatikan dalam perancangan dan pembuatan jalan sarad adalah : 1. Jaringan jalan angkutan dan petanya 2. Informasi tegakan (posisi pohon yang akan ditebang, pohon inti mapun arah rebah pohon) 3. Rencana lokasi Tpn Kondisi lahan dan lingkungan (topografi, kelerengan, jenis tanah, buffer zone di sekitar aliran sungai, lokasi pohon yang dilindungi dan lain-lain). Untuk merancang dan membuat jalan sarad yang optimal harus didasarkan peta yang menyajikan data yang akurat. Dalam hal ini digunakn tiga kategori criteria, yaitu : peraturan di bidang pembukaan wilayah hutan (PWH), criteria ekologi dan criteria ekonomi, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Kriteria pertama yaitu peraturan di bidang PWH. Dala hal ini didasarkan pada system silvikultur Tebang Pilih Tanam Indoneisa (TPTI), diantaranya tidak boleh menganggu di kiri kanan sungai, harus menghindari pohon-pohon yang dilindungi, harus menghindari kerusakan pohon inti, tidak merusak tegakan benih, daerah yang berpotensi terjadi erosi tidak boleh dilewati alat berat untuk penebangan hutan dan lain-lain. 2. Kriteria ekologi, antara lain arah rebah pohon, menghindari lereng yang terlalu terjal dan lain-lain. 3. Kriteria ekonomi, contohnya : bagaimana mengurangi panjang jalan sarad dan kerapatannya, menghindari hambatan-hambatan di lapangan, penentuan lokasi tempat pengumpulan kayu, penggabungan rancangan jalan sarad ke tempat pengumpulan kayu. TAHAP-TAHAP PERENCANAAN DAN PEMBUATAN JALAN SARAD Perancangan jalan sarad di atas peta a. Dalam tahap ini data yang memuat secara akurat posisi pohon yang akan ditebang, pohon inti, pohon yang dilindungi, peta topografi, peta jaringan jalan dan informasi lingkungan yang ada. b. Semua informasi yang ada tersebut dijadikan satu ke dalam satu peta kerja dengan menggunakan skala 1 : 1000 atau 1:2000. c. Prinsip yang digunakan adalah : dari semua alternatif yang ada dipilih salah satu alternatif dimana rancangan jalan sarad dapat dibuat sependek mungkin, dapat menjangkau semua posisi pohon yang akan ditebang dan menghindari tegakan yang tidak ditebang serta menghindari penghalang yang ada. d. Ditentukan titik pertemuan antara muara rancangan jalan sarad dengan jalan angkutan dan dekat dengan TPN dan titik pertemuan ini ditandai posisinya. Kemudian ditarik draft rancangan jalan sarad yang menuju ke lokasi dimana banyak pohon yang akan ditebang dengan mengikuti pembatas-pembatas yang disebyutkan di atas. e. Draft rancangan jalan sarad yang dibuat harus dihitung panjangnya berdasarkan skala yang digunakan, hal ini untuk memperhitungkan kemampuan dari alat berat yang digunakan. f. Pekerjaan yang menggambarkan draft rancangan jalan sarad di atas peta tersebut dilakukan dalam suatu petak tebangan dan teap akan memperhitungkan kemungkian penyambungan draft rancangan jalan sarad di petak sebelahnya. 2004 Digitized by USU digital library 3
Penandaan jalan sarad di lapangan a. Untuk penandaan ini diperlukan patok dan cat yang berwarna menyolok untuk menandai trace jalan sarad di lapangan. b. Jumlah personil yang diperlukan 2 atau 3 orang per regi, satu orang membawa peta yang berisi rancangan jalan sarad sekaligus sebagai penentu posisi trace jalan sarad, satu orang membuat tenda trace jalan sarad dengan patok dan cat, dan satu orang lagi sebagai tambahan yang bertugas untuk menentukan pohonpohon yang dapat dicover oleh jalan sarad yang dibuat. c. Sesuai dengan peta yang berisi draft rancangan jalan srad, maka yang pertama kali dibuat adalah titik pertemuan muara jalan sarad dengan jalan angkutan yang ada, kemudian diberik tanda patok yang dicat untuk menunjukkan ke arah mana trace jalan sarad berlanjut. Akhir/ujung jalan sarad perlu diberi tanda khusus untuk memudahkan operator traktor yang akan membuka trace jalan sarad. d. Sesuai dengan draft jalan sarad yang terdapat di dalam peta, masing-masing trace jalan sarad ditandai sendiri-sendiri. e. Penandaan trace jalan sarad dibuat beberapa saat sebelum kegiatan penebangan dilaksanakan. Pembukaan jalan sarad di lapangan a. Pembukaan jalan sarad dilakukan oleh operator traktor dengan mengiktui tandatanda trace jalan sarad yang telah dibuat di lapangan sebelumnya. b. Pekerjaan pembukaan jalan sarad dapat dilakukan beberrpa saat sebelum kegiatan penebangan dimulain (beberapa hari atau beberapa jam). c. Lebar jalan sarad yang dibuka tergantung dari jenis/tipe dari traktor yang digunakan dengan tetap memperhitungkan manuver-manuver yang akan dilakukan. d. Jalan sarad yang telah dibuka inilah yang akan digunakan dalam kegiatan penyaradan. Operator traktor tidak perlu mencari lagi kayu-kayu yang akan disarad, karena di sekitar jalan sarad yang telah dibuka tersebut pasti terdapat kayu yang disarad. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya pelaksanaan perancangan jalan sarad di lapangan, antara lain : a. Operator chainsaw dapat lebih mudah menemukan dan mencapai pohon yang akan ditebang, serta dapat mengarahkan arah rebah pohon sehingga lebih memudahkan operator traktor untuk menyarad kayu ke TPN. b. Traktor dapat beropeasi lebih cepat karena tidak perlu lagi mencari kayu yang akan disarad serta penghalang di lapangan dapat dihindari sedini mungkin dan dapat diperkecil peluang tertinggalnya log di lapangan. c. Dengan volume kayu yang disarad sama, operator traktor dapat lebih cepat menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian akan menghemat jam operasi traktor sehingga akan lebih dapat menghemat suku cadang. d. Tegakan tinggal yang rusak karena beroperasinya traktor akan lebih kecil, sehingga limbah yang terjadi akibat penebangan juga berkurang. e. Kerusakan lahan di tempat penebangan akan dapat dikurangi. KESIMPULAN 1. Efisiensi dari operasi penebangan perlu didukung terutama pembuatan jalan sarad. Dengan acuan perencaan jalan sarad yang telah direncanakan, jalan sarad utama dibuat terlebih dahulu. Alat menyarad kayu menggunakan wich. Melalui pembatasan praktek pembuatan, permukaan tanah dampak kerusakan akibat penyaradan dapat dikurangi. 2004 Digitized by USU digital library 4
2. Dengan adanya perencanaan jalan sarad maka tegakan tinggal yang rusak karena beroperasinya traktor akan lebih kecil, sehingga limbah yang terjadi akibat penebangan juga berkurang, serta kerusakan lahan di tempat penebangan akan dapat dikurangi DAFTAR PUSTAKA Elias. 1997. State of The Art of Timber Harvesting Operations in The Tropical Natural Forest in Indonesia. Paper Presented on Exchange Meeting Between Staffts of Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia and Staffts of Shimane University, Japan 30 June 1997 in Shimane. Japan. Elias. 1998. Reduced Impact Timber Harvesting in The Indonesian Selective Cutting and Planting System. Penerbit IPB Press. Bogor. Idris, M.M. Pengaruh Penyaradan Kayu dengan Traktor Berban Ulat Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal, Pergeseran serta Pemadatan Tanah. Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Matangaran. 1995. Pengaruh Intensitas Penyaradan Kayu Oleh Traktor Berban Ulat Terhadap Pemadatan Tanah dan Pertumbuhan Kecambah Sengon (Paraserianthes falcataria) dan meranti (Shorea sp.). Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Sukanda, A. 1998. Pemanenan yang Terencana dan Terkendali untuk Meminimalisasi Kerusakan Hutan di Wanareset Sangai, Kalimantan Tengah. Paper. Sularso, H. 1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Terkendali dan Konvesnional Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Tidak Diterbitkan. 2004 Digitized by USU digital library 5