Solusi Aspiratif Penanganan Masalah Sungai Mati (Kasus: Desa Andir Kecamatan Bale Endah Kabupaten Bandung)

dokumen-dokumen yang mirip
KEBERADAAN, POTENSI DAN GAGASAN PEMANFAATAN SUNGAI MATI DI SEPANJANG SUNGAI CITARUM DAERAH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

Pemantapan Kelembagaan Konservasi Tanah dan Air pada Masyarakat Pedesaan Kawasan Hulu Menuju Kesetabilan Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber Daya Air (Kasus: DAS Citarum) 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

Oleh : Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil FTSP ITB Jl. Ganesa No. 10 Bandung, Tlp ,

BANJIR DAN KEKERINGAN. Pertemuan 4

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi dengan mengembalikan limpasan sungai ke laut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi Lintang

4/12/2009. Water Related Problems?

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

Gambar 1.1 Hubungan Permasalahan Banjir dan Sedimentasi

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ROADMAP PENELITIAN KOMUNITAS BIDANG ILMU TEKNIK SUMBER DAYA AIR TAHUN

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Posisi Strategis Upaya Konservasi untuk Pengelolaan Sumber Daya Air DAS Citarum di Indonesia (Kasus: DAS Citarum) 1

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

TATA PENGELOLAAN BANJIR PADA DAERAH REKLAMASI RAWA (STUDI KASUS: KAWASAN JAKABARING KOTA PALEMBANG)

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL BIDANG SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

Gambar 1.1 DAS Ciliwung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

MODUL KULIAH DASAR ILMU TANAH KAJIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DALAM UPAYA PENGENDALIAN BANJIR. Sumihar Hutapea

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 ANALISA PENYEBAB BANJIR DAN NORMALISASI SUNGAI UNUS KOTA MATARAM

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

Transkripsi:

Solusi Aspiratif Penanganan Masalah Sungai Mati (Kasus: Desa Andir Kecamatan Bale Endah Kabupaten Bandung) (Dimuat pada Jurnal GEA, 2009) Oleh : Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T. Letktor Kepala pada Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI Jln. Dr. Setyabudhi No 229 Bandung 40154 Tlp. 0811210716/08156415481; email: rohmat_dede@yahoo.com Abstrak Masalah banjir dan masalah sungai mati merupakan masalah lingkungan. Dua masalah ini bersinergi melahirkan masalah Lingkungan (fisik, sanitasi, sosial, dan kependudukan) yang komplek dan cukup rumit untuk dipecahkan. Tulisan ini mencoba mengangkat sisi persepsi dan aspirasi masyarakat dalam rangka penanganan masalah lingkungan di sekitar sungai mati. Kajian ini bertujuan mengetahui kondisi lingkungan fisik dan sosial serta menggali solusi penanganan yang berlandasarkan aspirasi masyarakat. Kajian mencakup pengumpulan data primer, survey dan pemetaan kondisi sungai mati, kondisi sosial dan wawancara kepada masyarakat sekitar sungai mati; seta penyusunan rekomendasi. Hasil kajian menjunjukkan bahwa (1) beberapa masalah actual yang berkembang di lokasi Sungai Mati dan sekitarnya antara lain genangan air ketika banjir/musim hujan; sanitasi yang sangat buruk, baik musim hujan maupun musim kemarau; pemanfaatan lahan (badan sungai) mati tanpa izin; dan potensi konflik sosial. Solusi aspiratif yang dapat diformulasikan antara lain bahwa di lokasi sungai mati perlu dilakukan penataan Alur Sungai Mati; penataan Drainase; pengendalian banjir kawasan di Sungai Cisangkuy dan sekitarnya; dan penataan Kawasan Hulu. Kajian yang bersifat teknis aspiratif, yang memadukan antara pendekatan teknis dan aspirasi masyarakat sangat perlu dilakukan. Relokasi pemukiman, perlu dikaji dari sisi ekonomis, dan sosial-demografi. Kata Kunci : Sungai, Sungai Mati, Banjir, Cisangkuy, Citarum, Sudetan, Aspiratif, Lingkungan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Cisangkuy merupakan gabungan beberapa anak sungai yang berasal dari wilayah kabupaten Bandung (Pangalengan) yang bermuara ke Sungai Citarum. Di musim hujan, debit air yang berasal dari sungai Cisangkuy. Masuknya air dari Sungai Cisangkuy ke Sungai Citarum dengan debit yang besar dari keduanya menyebabkan luapan ke kiri-kanan sungai, bahkan luapan arus balik (backwater) mencapai jarak hingga lebih dari 2 km dari pertemuan dua sungai ke arah hulu. Kondisi ini menyebabkan beberapa Rukun Warga (RW) di kampung Andir, Desa Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung sering mengalami genangan air hingga mencapai 2 3 m. Kondisi seperti di gambarkan di atas, berlangsung setiap musim hujan. Upaya pengendalian berupa pelurusan sungai dengan cara membuat Sungai Cisangkuy Baru telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, tepatnya sekitar awal tahun 2000-an. Namun upaya ini belum optimal untuk menurunkan luapan air sungai. Di sisi lain, masalah menjadi bertambah, dengan terbentuknya sungai mati sebagai konsekuensi pembuatan sungai baru. Masalah luapan sungai adalah masalah lingkungan pada saat dan pasca luapan (banjir). Masalah sungai mati juga masalah lingkungan. Masalah banjir dan sungai mati, merupakan dua masalah yang bersinergi melahirkan masalah Lingkungan (fisik, sanitasi, sosial, dan kependudukan) yang komplek dan cukup rumit untuk dipecahkan. Tulisan ini mencoba mengangkat sisi lain (baca : ekses) dari masalah banjir dan upaya pengendalian banjir secara struktural. Aspek persepsi dan aspirasi masyarakat sekitar lokasi banjir dan sungai mati menjadi contoh kasus kajian ini. Hasilnya akan dicoba disajikan dalam bentuk spesifikasi penanganan berdasarkan pendekatan partisipatif. 1.2. Tujuan dan Sasaran Terdapat dua tujuan kajian ini, yaitu : (1) mengetahui secara lebih spesifik mengenai kondisi lingkungan fisik dan sosial Sungai Mati dan Sekitarnya, (2) menggali solusi penanganan masalah lingkungan sungai mati dan sekitarnya yang berlandasarkan aspirasi masyarakat. Sasaran kajian ini adalah : terpetakan kondisi lingkungan fisik dan sosial sungai mati dan sekitarnya, sehingga dapat disusun rekomendasi penanganan yang berbasis kebutuhan dan harapan masyarakat. 1.3. Lingkup Kajian Secara garis besar jenis kajian ini mencakup : (1) Pengumpulan data primer; (2) survey dan pemetaan kondisi sungai mati dan lingkungan sekitarnya; (3) survey sosial dan wawancara kepada masyarakat sekitar sungai mati; (4) analisis dan penyusunan rekomendasi. 1.4. Lokasi Kajian Lokasi kajian terletak di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung, Kecamatan Baleendah, Desa Andir, tepatnya di Kampung Andir. Lokasi kajian dapat ditempuh dengan kendaraan roda

empat dari Kota Bandung ke arah Selatan menuju Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, tepatnya di Kampung Andir, Desa Andir. Total jarak tempuh dari kota Bandung menuju lokasi pekerjaan adalah ± 17 km dengan waktu tempuh sekitar 1.5 jam. II. SEBARAN SUNGAI MATI DI CISANGKUY DAN CITARUM Sungai Mati terbentuk karena adanya pembuatan sudetan/pelurusan kelokan-kelokan sungai pada beberapa ruas sungai. Pada sungai Citarum dan Sungai CIsangkuy, terdapat sejumlah ruas sungai yang diluruskan, pada lokasi yang sama terbentuk sejumlah sungai mati yang hingga saat ini belum dikelola dengan baik. Akibatnya sejumlah permasalahan mucul pada lokasi-lokasi ini. Pada Gambar 1, disajikan lokasi-lokasi sungai mati akibat pelurusan sungai yang ada di Sungai Citarum dan Sungai Cisangkuy. Berdasarkan Gambar tersebut, diketahui bahwa di Sungai Cisangkuy terdapat 3 buah sungai mati, dan di Sungai Citarum terdapat 10 sungai mati (Rohmat, 2008). Sungai-sungai mati tersebut adalah : (1) Sungai Mati/Sudetan Citarum 1; (2) Sungai Mati/Sudetan Citarum 2; (3) Sungai Mati/Sudetan Citarum 3; (4) Sungai Mati/Sudetan Citarum 4; (5) Sungai Mati/Sudetan Citarum 5; (6) Sungai Mati/Sudetan Citarum 6; (7) Sungai Mati/Sudetan Citarum 7; (9) Sungai Mati/Sudetan Citarum 8; (10) Sungai Mati/Sudetan Citarum 9; (10) Sungai Mati/Sudetan Citarum Dayeuhkolot; (11) Sungai Mati/Cisangkuy 1- Desa Andir; (12) Sungai Mati/Sudetan Cisangkuy 2; (13) Sungai Mati/Sudetan Cisangkuy 3. III. KONDISI DAN PERMASALAH LOKASI KAJIAN 3.1. Kondisi Sungai Mati dan Sekitarnya Sungai Mati di Desa Andir ini terbentuk karena adanya pebuatan sudetan di Sungai Cisangkuy. Kelokan Sungai Cisangkuy diluruskan dengan membuat Sungai Cisangkuy Baru. Akibatnya alur sungai lama ditinggalkan tidak dialiri air, sehingga membentuk Sungai Mati. Pada Gambar 2, disajikan bentuk aliran sungai CIsangkuy sebelum dilakukan penyudetan. Alur sungai Cisangkuy mengalir dari arah selatan menuju ke utara dan bermuara di Sungai Citarum. Sekitar 1 km dari muara Sungai Cisangkuy di Sungai Citaum dilakukan penyudetan/pelurusan sungai sepeti nampak pada Gambar 3. Penyudetan dilakukan dengan membuat alur sungai baru (Sungai Cisangkuy Baru) (Gambar 4). Akibat penyudetan dan pengalihan aliran sungai dari Sungai Cisangkuy ke Sungai Cisangkuy Baru, maka Sungai Cisangkuy (lama) tidak memperoleh aliran air, dan menjadi Sungai Mati. Perkembangan selanjutnya adalah terjadi pergeseran fungsi dan penggunaan sungai mati (Sungai Cisangkuy lama) yang semula sebagai badan air menjadi lahan kering (baca: lahan kering dengan drainase yang sangat jelek). Status lahan ini, adalah lahan milik Negara. Berdasarkan data-\ dan kajian lapangan diketahui bahwa, panjang Sungai Mati ini sekitar 700 meter yang melingkupi areal seluas kurang lebih 3 hektar. Lahan sekitar Sungai Mati, didominasi oleh permukiman, areal sawah, dan industri (pabrik) (lgambar 5). Sedangkan Sungai Mati sendiri, sebagian besar berupa lahan kosong yang umumnya ditumbuhi vegetasi liar atau tempat pembuangan sampah. Sebagian kecil lahan di Sungai Mati digunakan untuk bercocok tanam yang dilakukan pada musim kemarau, karena apabila musim hujan, lahan tersebut selalu tergenang banjir. Pegalihan aliran sungai Cisangkuy, dilakukan dengan melakukan pengurugan pada bagian hulu (pangkal) dari Sungai Mati, Sedangkan pada bagian hilir (ujung) dari Sungai Mati, telah dibangun gorong-gorong yang menghubungkan Sungai Mati dengan Sungai Cisangkuy (Gambar 6).

Sudetan Cisangkuy 1/ Sungai Mati Cisangkuy Sungai Citarum Sudetan Citarum 2 Sudetan Citarum 6 Sudetan Citarum 1 Sudetan Citarum-DayeuhKolot Sudetan Cisangkuy 8 Sudetan Citarum 5 Sudetan Cisangkuy 9 Sudetan Cisangkuy 2 Sudetan Citarum 7 Sudetan Cisangkuy 3 Sudetan Citarum 3 Sudetan Citarum 4 Sudetan Citarum 4 Sungai Citarum Sudetan Citarum 7 Sudetan Citarum-DayeuhKolot Sudetan Citarum 5 Sudetan Citarum 1 Sudetan Citarum 2 Sudetan Citarum 3 Sudetan Cisangkuy 1/ Sungai Mati Cisangkuy Kel. Andir Sudetan Citarum 6 Sungai Cisangkuy Kel. Bale Endah Sudetan Cisangkuy 2 Sungai Citarum Sudetan Cisangkuy 3 KEC. BALE ENDAH Sudetan Cisangkuy 9 Sudetan Cisangkuy 8 Gambar 1 Sebaran lokasi sungai mati di Sungai Citarum dan Sungai CIsangkuy

Gambar 2 Alur Sungai Cisangkuy Sebelum dilakukan Sudetan Gambar 3 Sungai Mati Akibat Penyudetan Sungai Gambar 4 Sungai Cisangkuy Baru

Gambar 5. Kondisi Penggunaan Lahan Sekitar Sungai Mati Gambar 6 Gorong-gorong Menghubungkan Sungai Mati ke Sungai Cisangkuy Baru Banjir pada daerah kajian setiap tahun terjadi. Banjir terjadi karena luapan Sungai Cisangkuy dan akibat backwater dari mulai muara Sungai Cisangkuy di Sungai Citarum. Jarak muara ke lokasi kajian sekitar 1 km. Luapan Sungai Cisangkuy ini mengakibatkan genangan banjir setinggi 1 2 meter di pemukiman penduduk selama 1 2 hari (Gambar 7). Gambar 7. Tinggi Muka Air Banjir di Pemukiman Penduduk

3.2. Formulasi Permasalahan di Lokasi Kajian Terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kajian Sungai Mati ini, seperti diuraikan berikut : (1) Saat ini kondisi vegetasi tumbuh secara liar di sepanjang Sungai Mati. Vegetasi ini menutupi hampir seluruh penampang Sungai Mati (Gambar 8), (2) Di beberapa titik, timbul genangan air, akibat aliran air yang terhambat oleh sampah rumah tangga. (3) Dengan kondisi di atas, Sungai Mati berperan sebagai sarang berbagai jenis penyakit dan makin memperburuk sanitasi warga setempat. (4) Konflik sosial kerap terjadi karena ketidakjelasan batas kepemilikan lahan dengan Sungai Mati. (5) Selama musim hujan, setiap tahun banjir selalu selama 1 2 hari mengakibatkan genangan setinggi 1 2 meter. (6) Kerugian banjir berupa kerusakan berbagai sarana dan prasarana masyarakat diantaranya jalan dan pemukiman penduduk, serta kerusakan sarana irigasi berupa saluran dan bangunan-bangunan air, sawah, dan kebun. (7) Kemiskinan dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah. Gambar 8 Kondisi Ekologis di Sungai Mati IV. SOLUSI ASPIRATIF 4.1. Survey Aspirasi Masyarakat Survey aspiratif dilakukan untuk mengumpulkan data lapangan yang berhubungan dengan kondisi sosial, kependudukan dan aspirasi masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data penunjang untuk mendukung analisis penanganan sungai mati tersebut. Survey aspiratif dilakukan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Tanggapan masyarakat tentang genangan banjir yang dialami dan pemahaman masyarakat mengenai penanganan banjir. 2. Kondisi demografi masyarakat setempat baik itu jumlah penduduk, mata pencaharian, golongan usia, tempat tinggal dan lain-lain. 3. Luas genangan banjir dan jumlah kerugian akibat banjir 4. Jenis-jenis kerugian akibat banjir (kerusakan permukiman, persawahan, ladang, fasilitas jalan, telekomunikasi, air minum, dll) 5. Aspirasi/masukan untuk penanganan Sungai Mati

4.2. Solusi Aspiratif Pengananan Sungai Mati Berdasarkan survei lapangan, terhadap kondiis lingkungan fisik dan sosial, aspirasi masyarakat dan analisis penulis, berikut ini disajikan beberapa alternatif pengananan sungai mati yang bersifat lokal spesifik bagi masyarakat dan lingkungan setempat. a. Penataan Alur Sungai Mati Terdapat beberapa permasalahan aktual yang berkembang di alur sungai mati dan lingkungan sekitar saat ini. Permasalahan tersebut antara lain: a. Genangan air ketika banjir/musim hujan b. Sanitasi yang sangat buruk, baik musim hujan maupun musim kemarau c. Pemanfaatan lahan (badan sungai) mati tanpa izin d. Potensi konflik sosial Berdasarkan permasalahan tersebut, maka konsep penanganan yang baiknya dikembangkan di sungai mati dan sekitarnya antara lain adalah mengaktiftan kembali Sungai Mati (revitalisasi sungai mati) atau mematikan secara permanen (penimbunan). Jika revitalisasi sungai mati dijadikan sebagai pilihan, maka beberapa konsekuensi yang harus dilakukan adalah: (1) Melakukan penataan alur sungai (normalisasi sungai), dalam bentuk pengerukan sungai, pembersihan vegetasi, dan penataan bangunan yang memakai badan sungai, (2) Pembuatan tanggul di kiri-kanan sungai untuk mencegah luapan air ketika musim hujan (3) Pembuatan bangunan inlet (pemasukan air) dari Sungai Cisangkuy Baru ke Sungai Mati yang dilengkapi dengan pintu pengatur air (4) Pembuat bangunan outlet (keluaran air) dari Sungai Mati ke Sungai Cisangkuy Baru yang dilengkapi dengan pintu pengatur air (5) Penanganan masalah buangan sampah dan limbah (6) Peningkatan kesadaran dan peran aktif masyarakat Namun, jika alternative penimbunan yang dipilih maka diperlukan upaya pengembangan lahan hasil timbunan, berupa: (1) Pemanfaatan lahan untuk jalur hijau (Hutan Kota) dengan tata letak dan tata atur yang baik. Penataan menjadi taman dan pemagaran disertai dengan peningkatan partisipasi masyarakat untuk menjaga dan memeliharanya (2) Kepastian hukum akan status dan keberlanjutan keberadaan lahan/hutan kota b. Penataan Drainase Fakta menunjukkab bahwa sungai mati saat ini digunakan sebagai tampungan limbah dan sampah. Penanganan sungai mati, harus disertai dengan penyediaan fasilitas drainase pemukiman yang berada di sekitar Sungai Mati. Fasilitas drainase tersebut mengakomodasi buangan limbah rumah tangga dan limpasan permukaan dari pemukiman dengan muara akhir Sungai Cisangkuy Baru. c. Pengendalian Banjir Kawasan di Sungai Cisangkuy Pengendalian banjir direkomendasikan agar dilakukan secara integral dalam kerangka pengendalian banjir kawasan. Pembuatan situ di kawasan DAS dan/atau waduk-waduk kecil di sepanjang alur sungai merupakan salah satu alternatif solusi.

d. Penataan Kawasan Hulu Penataan kawasan hulu Sungai Cisangkuy merupakan bagian integral dalam kerangka penanganan sungai mati dan pegendalian banjir yang bersumber dari Sungai Cisangkuy. Penataan kawasan hulu yang dimaksud disini adalah penanganan kawasan upper catchment yang memadukan antara penanganan yang bersifat sipil teknis dengan vegetatif dan pemberdayaan masyarakat (Rohmat, 2005). Dasar pengembangan ini adalah pengendalian run off dan erosi tanah (erosi bentuk/morfoerosi). Konsep Utama yang dapat dikembangkan di sajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Kesinergian antar jenis kegiatan (Rohmat, 2002, 2004) Kesinergian pelaksanaan kegiatan konservasi, baik struktural maupun non struktural (Vegetatif dan Pemberdayaan Masyarakat) sangat dibutuhkan. Dalam hal ini tercakup pemahaman tentang: 1) Kegiatan konservasi sipil teknik mencakup 6 (enam) komponen kegiatan yaitu:

a. Penataan ruang; pembangunan fisik; pertanahan; kependudukan; dan penegakan hukum b. Rehab hutan dan lahan; serta konservasi Sumber Daya Air (SDA) c. Pengendalian daya rusak air d. Pengelolaan kualitas air; pengelolaan pencemaran air e. Penghematan penggunaan air; pengelolaan permintaan air f. Pendayagunaan SDA secara adil, efisien dan berkelanjutan 2) Kegiatan Struktural Sipil Teknik 3) Kegiatan Konservasi vegetatif 4) Upaya konservasi melalui pemberdayaan masyarakat, yaitu melalui upaya menumbuhkembangkan swakarsa dan swadaya masyarakat. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulan beberapa hal berikut: (1) Sungai Mati terbentuk karena adanya sudetan/pelurusan kelokan-kelokan sungai pada ruas sungai. Di kawasan Cekungan Bandung, khususnya di Sungai Cisangkuy terdapat 3 buah sungai mati, dan di Sungai Citarum terdapat 10 sungai mati. Sungai Mati di Desa Andir, terbentuk karena pembuatan sudetan di Sungai Cisangkuy. Akibat penyudetan dan pengalihan aliran sungai dari Sungai Cisangkuy ke Sungai Cisangkuy Baru, maka Sungai Cisangkuy (lama) tidak memperoleh aliran air, dan menjadi Sungai Mati. (2) Beberapa masalah aktual yang berkembang di lokasi Sungai Mati dan sekitarnya adalah : genangan air ketika banjir/musim hujan; sanitasi yang sangat buruk, baik pada musim hujan maupun musim kemarau; pemanfaatan lahan (badan sungai) mati tanpa izin; dan potensi konflik sosial. (3) Solusi aspiratif yang dapat diformulasikan adalah: penataan Alur Sungai Mati; penataan Drainase; pengendalian banjir kawasan di Sungai Cisangkuy dan sekitarnya; dan penataan Kawasan Hulu 5.2. Rekomendasi Tulisan ini merupakan hasil kajian awal tenatng penanganan sungai mati yang bersifat aspiratif. Kajian selanjutnya yang bersifat teknis aspiratif, yaitu metoda penanganan Sungai Mati yang memadukan antara pendekatan teknis dan aspirasi masyarakat sangat perlu dilakukan. Termasuk kajian teknis aspiratif relokasi pemukiman yang tidak dibahas di sini (karena memang opsi ini tidak dikehendaki oleh sebagian besar masyarakat).

REFERENSI Rohmat Dede, (2008), Studi Pengelolaan Sungai Mati di Sungai Cisangkuy dan Sungai Citarum, BBWS Citarum, Bandung. Rohmat Dede (2004), Pedoman Pelaksanaan (Cetak Biru) Kegiatan KTPE Sub DAS Ciseel DAS Citanduy, SACDP (Tidak dipublkikasi). Rohmat Dede, 2004, Konsep Dasar Penanganan Laguna Segara Anakan, Lokakarya Konservasi Tanah Dan Pengendalian Erosi (Ktpe) Sub Das Ciseel - Das Citanduy Di Kabupaten Ciamis, SACDP, Tidak dipublkikasi. Rohmat Dede, 2002, Pedoman Pelaksanaan (Cetak Biru), 2002, Kegiatan KTPE DAS Sub DAS Cikawung DAS Citanduy, SACDP, 2002 (Tidak dipublkikasi). Rohmat Dede, Indratmo Soekano, Mulyana, 2005, Kajian Pendekatan Totalitas-integratif dalam Upaya Konservasi dan Rehabilitas Daerah Tangkapan (Upper Catchmnent) Segara Anakan, (Kasus Sub DAS Ciseel DAS Citanduy Jawa Barat), PIT HATHI XXII, Yogyakarta, 23-25 September 2005