BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CRUDE COCONUT OIL YANG OPTIMAL PADA PT. PSE

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CRUDE COCONUT OIL (CCO) PADA PT PALKO SARI EKA

ANALISIS PERENCANAAN PERSEDIAAN DENGAN PENDEKATAN METODE MONTE CARLO PADA PT DELIJAYA GLOBAL PERKASA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. sarung tangan kain dan sarung tangan karet.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

B I A YA B A H AN A. Perencanaan Bahan Tujuan perencanaan bahan Masalah yang timbul dalam perencanaan bahan

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Perusahaan Sammy Batik Pekalongan merupakan Applied

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Penerapan system metode Economic Order Quantity ( EOQ) Menghitung nilai rata-rata persediaan meliputi, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER QUANTITY PROBABILISTIC MODEL

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Manajemen Persediaan. Penentuan Jumlah Persediaan (Stochastics Model) Hesti Maheswari SE., M.Si. Manajemen. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi & Bisnis

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

Manajemen Operasi. Manajemen Persediaan.

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

Pengelolaan Persediaan

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

INVESTASI DALAM PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ORDER QUAANTITY (EOQ).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Having inventory is cost company money and not having inventory is cost company money (

Prinsip-Prinsip Manajemen Persediaan Tujuan perencanaan dan pengendaliaan persediaan:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL

Bab 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Operasional. Metode EOQ

Prosiding Manajemen ISSN:

Akuntansi Biaya. Bahan Baku: Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan. Yulis Diana Alfia, SE., MSA., Ak., CPAI. Modul ke:

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG DENGAN DEMAND DAN LEAD TIME YANG BERSIFAT PROBABILISTIK DI UD. SUMBER NIAGA

BAB III METODE PENELITIAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO

Manajemen Operasi Aulia Ishak, ST, MT

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Anri Aruan, Rosman Siregar, Henry Rani Sitepu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di PT Subur mitra grafistama yang berlokasi di

BAB II LANDASAN TEORI

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

ANALISIS PENENTUAN STOK SUKU CADANG PADA PT. KARS INTI AMANAH (KALLA KIA) CABANG MAKASSAR

Akuntansi Biaya. Bahan Baku : Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan (Materials : Controlling, Costing and Planning)

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

BAB III METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

MANAJEMEN PERSEDIAAN. ERLINA, SE. Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BIAYA BAHAN. Endang Sri Utami, SE., M.Si., Ak, CA

INVENTORY. Bambang Shofari

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan dapat tercapai.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Pengendalian Persediaan Barang Dagangan Pada UD.Amino 2 Malang Oleh: Taslim Fadlin. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Djumilah Zain., SE.

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persediaan (inventory) merupakan barang yang disimpan untuk digunakan atau

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

Evaluasi Pengendalian Persediaan di PT XYZ

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis

MANAJEMEN PERSEDIAAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Ir. Rini Anggraini MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

Akuntansi Biaya. Materials : Controlling, Costing, and Planning. Wahyu Anggraini, SE., M.Si. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen S1

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan PT. Surya Wahana Fortuna.

ARTIKEL ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY EOQ PADA PERUSAHAAN KECAP MURNI JAYA

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 8 Manajemen Persediaan

Upaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pasir Silika Menggunakan Metode Economic Order Quantity Pada Industri Papan Kalsium Silikat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

Transkripsi:

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari bulan Mei 2007 sampai bulan Juli 2007 yaitu berupa data-data yang berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian produksi. 4.1.1 Data Permintaan Bahan Baku Data yang diperoleh merupakan data permintaan bahan baku yang terjadi dari periode Juli 2004 - Juni 2007, bahan baku tersebut merupakan bahan baku utama PT. Palko Sari Eka yaitu berupa CCO (Crude Coconut Oil) yang nantinya akan disuling untuk menjadi produk RBD Coconut Oil. Tabel 4.1 Data Permintaan Bahan Baku CCO Year Month Demand (mt) Juli 1939.348 Agustus 1867.830 2004 September 1855.946 Oktober 1876.340 November 1989.448 Desember 1923.417

63 Year Month Demand (mt) Januari 1906.232 Februari 1896.547 Maret 1865.349 April 1875.975 Mei 1891.732 2005 Juni 1886.906 Juli 2018.357 Agustus 1951.223 September 1932.463 Oktober 1957.568 November 2012.523 Desember 2003.688 Januari 1976.585 Februari 1948.919 Maret 1957.568 April 1984.363 Mei 1975.763 2006 Juni 1900.654 Juli 1869.574 Agustus 1876.637 September 1889.231 Oktober 1924.676 November 2045.478 Desember 1989.521 Januari 1925.266 Februari 1967.573 2007 Maret 1962.629 April 1925.182 Mei 1890.526 Juni 1856.790 Total 69517.827 Sumber : PT. Palko Sari Eka Keterangan : 1 mt = 1 metric ton (satuan SI untuk ton) = 1000 kg

64 Lead time pengiriman bahan baku CCO yang didatangkan dari luar pulau yaitu berkisar antara 1 minggu. Keterlambatan mungkin saja terjadi akibat pengaruh kondisi cuaca yang buruk yang menyebabkan terhambatnya proses pengiriman bahan baku tersebut. Tetapi biasanya lead time cukup konstan dan jarang terjadi keterlambatan. Harga bahan baku CCO dari pemasok pada bulan Juni 2007 adalah Rp 5.850,- per kilogramnya. PT. Palko Sari Eka memesan bahan baku CCO dengan jumlah tetap pada 300mT. Sedangkan harga jual RBD Coconut Oil Rp 6.750,- per kilogramnya. 4.1.2 Data Biaya Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan (holding cost) didapat dari perhitungan opportunity cost (biaya kesempatan) jika seandainya uang yang tertanam dipersediaan ditabung di bank dikalikan dengan harga beli bahan baku per kg. Bunga bank di Indonesia saat ini = 9% per tahun. P = Rp 5.850,- per kg = Rp 5.850.000,- per mt F = 9% x 3th = 27% per 3 tahun Cc = P.F = Rp 5.850.000,- x 27% = Rp 1.579.500,- per mt per 3 tahun

65 Biaya Pemesanan Biaya pemesanan (order cost) didapat dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk satu kali proses pemesanan yang tercakup didalamnya biaya PPN, biaya telepon, biaya fax, biaya ekspedisi, biaya bahan bakar, biaya pengepakan, dan biaya pemeriksaan. Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan. (ada beberapa data-data biaya yang dianggap sangat privacy sehingga tidak mencantumkan data yang detail dan hanya hasil dari interview sebagai gambaran untuk melakukan perhitungan). Memang biaya pemesanan tersebut cukuplah besar, mengingat barang yang dipesan yaitu berupa minyak yang ditempatkan dalam sebuah storage tank yang didatangkan dari luar pulau yaitu dengan menggunakan kapal laut dengan skala besar. 4.2 Pengolahan Data Data-data yang sudah ada selanjutnya diolah sesuai dengan metode yang ditetapkan. Karena perusahaan tidak melakukan back order (pemesanan dipenuhi kemudian hari) dan tidak ada diskon pada pemesanan bahan baku dengan jumlah tertentu, maka metode pengendalian persediaan yang paling tepat adalah metode EOQ, metode EOI, dan metode Min-Max untuk mendapatkan total biaya tahunan yang paling minimum atau menguntungkan, setelah itu dilakukan simulasi untuk meramalkan jumlah yang harus di order dan kapan harus dilakukan peng-orderan kembali.

66 4.2.1 Perhitungan Fixed Order Quantity Systems (EOQ) Merupakan metode persediaan yang menggunakan re-order point (titik pemesanan kembali) untuk pemesanannya dimana pemesanan dilakukan bila persediaan telah mencapai re-order point. Besar kuantitas pemesanan adalah sama. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan EOQ : a. Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007 D = 69517,827 mt b. Harga bahan P = Rp. 5.850.000,- per mt (1000kg) c. Biaya pemesanan Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan d. Biaya penyimpanan Cc = Rp 1.579.500,- per mt per 3 tahun e. Lead Time L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan f. Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95% Maka dari tabel kurva normal didapat, Z = 1,65

67 Karena data demand merupakan data rekapitulasi selama 3 tahun (2004-2007). Maka diperlukan data kebutuhan CCO per bulannya sehingga didapat : D d = n 69517,827 d = 36 d = 1931,05 mt Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan barulah economic order quantity dapat dicari, sebagai berikut : Q* = 2CoD Cc Q* = 2 87.000.000 69517,827 27% 5.850.000 Q* = 2767,342mT Sedikit pembulatan untuk kemudahan melakukan pesanan dan transportasinya, sehingga EOQ menjadi = 2770 mt.

68 Meski jumlah pesanan ekonomis telah didapat, tetapi pada kenyataannya jumlah demand bersifat tidak pasti, dan selalu berubah-ubah. Selain itu banyak kemungkinan lain bisa terjadi sehingga kemungkinan kehabisan persediaan dapat terjadi. Karena service level yang diinginkan oleh PT. Palko Sari Eka adalah 95%, berarti kemungkinan untuk kehabisan persediaan hanya 5% saja. Oleh karena itu, untuk menghindari kehabisan persediaan ini, diperlukan adanya persediaan dalam jumlah tertentu sebagai stok cadangan (safety stock) agar tidak terjadi resiko kehabisan atau kekurangan pesanan tersebut. Dalam penentuan safety stock, diperlukan terlebih dahulu data standar deviasi dari permintaan CCO selama 3 tahun terakhir yang didapat dengan rumus : s = ( Di d) n 1 2 Barulah setelah itu safety stock dapat dicari dengan rumus : SS = Zs L Berikut adalah tabel perhitungan untuk mencari standar deviasi dari demand CCO selama 3 tahun :

69 Tabel 4.2 Perhitungan Standar Deviasi Demand CCO Year Month Demand (mt) Average Demand Di d 2 Di d Juli 1939.348 1931.051 8.297 68.844 Agustus 1867.830 1931.051-63.221 3996.863 2004 September 1855.946 1931.051-75.105 5640.723 Oktober 1876.340 1931.051-54.711 2993.266 November 1989.448 1931.051 58.397 3410.239 Desember 1923.417 1931.051-7.634 58.274 Januari 1906.232 1931.051-24.819 615.970 Februari 1896.547 1931.051-34.504 1190.509 Maret 1865.349 1931.051-65.702 4316.720 April 1875.975 1931.051-55.076 3033.338 Mei 1891.732 1931.051-39.319 1545.964 2005 Juni 1886.906 1931.051-44.145 1948.759 Juli 2018.357 1931.051 87.306 7622.381 Agustus 1951.223 1931.051 20.172 406.920 September 1932.463 1931.051 1.412 1.994 Oktober 1957.568 1931.051 26.517 703.165 November 2012.523 1931.051 81.472 6637.728 Desember 2003.688 1931.051 72.637 5276.170 Januari 1976.585 1931.051 45.534 2073.368 Februari 1948.919 1931.051 17.868 319.274 Maret 1957.568 1931.051 26.517 703.165 April 1984.363 1931.051 53.312 2842.196 Mei 1975.763 1931.051 44.712 1999.185 2006 Juni 1900.654 1931.051-30.397 923.962 Juli 1869.574 1931.051-61.477 3779.391 Agustus 1876.637 1931.051-54.414 2960.856 September 1889.231 1931.051-41.820 1748.891 Oktober 1924.676 1931.051-6.375 40.637 November 2045.478 1931.051 114.427 13093.596 Desember 1989.521 1931.051 58.470 3418.770 Januari 1925.266 1931.051-5.785 33.463 Februari 1967.573 1931.051 36.522 1333.875 2007 Maret 1962.629 1931.051 31.578 997.186 April 1925.182 1931.051-5.869 34.442 Mei 1890.526 1931.051-40.525 1642.255 Juni 1856.790 1931.051-74.261 5514.659 Total 69517.827 92927.001

70 Standar Deviasi kebutuhan CCO per bulan s = ( Di d) n 1 s = 92927, 001 35 s = 51,527 mt 2 Persediaan Pengaman (Safety Stock) SS = Zs L SS = 1, 65 51,527 0, 23 SS = 40,774 mt 41 mt Kemudian dapat dicari berapa banyak pesanan bahan baku CCO yang dilakukan selama 3 tahun, m, dan berapa hari interval antar pesanannya, T, dapat ditentukan : D CcD m = = Q * 2 Co = 69517,827 2770 = 25,10 25 kali pesanan selama 3 tahun

71 1 Q* T = W W m = D, dimana W = Jumlah hari dalam 3 tahun 2770 = 3x365 69517,827 = 43,63 hari Kemudian titik pemesanan kembali (reorder point) juga dapat ditentukan. Lead time pemesanan CCO dalam hitungan bulan, maka perhitungan reorder point-nya adalah sebagai berikut : R = SS + dl R = 41 + (1931, 05 0, 23) R = 485,142 mt 486 mt Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat pula dengan : I = SS + ( xq*) 1 2 I = 41 + ( 2770) 1 2 I = 1426mT D TOR = I 69517.827 TOR = 1426 TOR = 48,75

72 Berdasarkan tujuan awalnya yaitu dapat meminimasi total biaya persediaan, maka total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari yaitu : Total Biaya Persediaan Dalam 36 Bulan D TC( Q*) =. ( 1 Co + SS + 2. Q*) Cc Q* 69.517,827 = 87.000.000 (41 1 + + 2.770)1.579.500 2 x 2.770 = Rp 4.371.019.395 baku, yaitu : Untuk total biaya tahunan tinggal ditambah biaya pembelian bahan D TC( Q*) = PD + Co ( SS 1 + + 2. Q*) Cc Q* = (5.850.000 x 69.517,827 ) + 4.371.019.395 = Rp 411.050.307.345

73 4.2.2 Perhitungan Fixed Order Interval Systems (EOI) Merupakan metode persediaan dengan pemesanan bahan baku memiliki interval pemesanan yang sama dengan besar kuantitas pemesanan berubah-ubah sesuai dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan EOI : a. Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007 D = 69517,827 mt b. Harga bahan P = Rp. 5.850.000,- per mt (1000kg) c. Biaya pemesanan Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan d. Biaya penyimpanan Cc = Rp 1.579.500,- per mt per 3 tahun e. Lead Time L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan f. Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95% Maka dari tabel kurva normal didapat, Z = 1,65 g. Demand CCO per bulan d = 1931,05 mt h. Standar deviasi kebutuhan CCO per bulan s = 51.527 mt

74 Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan barulah economic order interval dapat dicari, sebagai berikut : T* = 2Co CcD T* = 2 87.000.000 1.579.500 69.517,827 T* = 0, 0398 Karena data historis diambil selama jangka waktu 36 bulan maka diperlukan penyesuaian perhitungan untuk kemudahan melakukan inspeksi secara periodik dalam jangka bulanan, sehingga EOI menjadi : T* = 0,0398 x 36 bulan = 1,4328 bulan 1,5 bulan atau T* = 0,0398 x 3 tahun x 365 hari = 43,581 hari 45 hari Untuk menghindari kehabisan persediaan, diperlukan adanya persediaan dalam jumlah tertentu sebagai stok cadangan (safety stock) agar tidak terjadi resiko kehabisan atau kekurangan pesanan tersebut. SS = Zs ( T * + L) SS = 1, 65 51,527 (1, 4328 + 0, 23) SS = 109, 632 mt 110 mt

75 Pada perhitungan EOI kali ini agak berbeda dengan EOQ dimana terdapat Maximum Inventory Level yaitu tingkat maksimum persediaan yang cukup besar dalam memenuhi demand selama waktu interval pesanan T* dan tentunya waktu tenggang L. Dimana perhitungannya adalah : E = SS+ d( T* + L) E = 110 + 1.931,05(1,4328 + 0,23) E = 3.320,95 mt 3.321 mt Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat dengan : I = SS+ 1 2 ( dt*) I = 110 + 1 2 (1.931, 05 1, 4328) I = 1.493, 404 mt D TOR = I 69.517,827 TOR = 1.493, 404 TOR = 46,55

76 Kuantitas pesanan untuk periode pesanan dimana tingkat pelayanan PT. Palko Sari Eka adalah 95% dapat dicari sebagai berikut : Q= E I Q = 3.321 1.493, 404 Q= 1.827,596 mt 1.830 mt Berdasarkan tujuan awalnya yaitu dapat meminimasi total biaya persediaan, maka total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari yaitu : Total Biaya Persediaan Dalam 36 Bulan Co TC( T*) = + ( SS + 1 2 dt*) Cc T * = 87.000.000 + (110 + 1 1931,05 0,0398)1.579.500 2 x x 0, 0398 = Rp 4.544.761.614 Untuk total biaya tahunan tinggal ditambah biaya pembelian bahan baku, yaitu : Co TC( T*) = PD + + ( SS + 1 2 dt*) Cc T * = (5.850.000 x 69.517,827 ) + 3.792.706.792 = Rp 411.224.049.564

77 4.2.3 Perhitungan Maximum - Minimum Systems (Min-Max) Cara kerja Min-Max System ini yaitu apabila persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati batas safety stock maka reorder harus dilakukan. Jadi batas minimum stock merupakan batas re-order level. Batas maksimum adalah batas kesediaan perusahaan atau manajemen untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi dalam hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maximum untuk dapat menentukan order quantity. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan Min-Max : a. Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007 D = 69517,827 mt b. Harga bahan P = Rp. 5.850.000,- per mt (1000kg) c. Biaya pemesanan Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan d. Biaya penyimpanan Cc = Rp 1.579.500,- per mt per 3 tahun e. Lead Time L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan f. Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95%

78 Pada metode ini terdapat sedikit perbedaan didalam menentukan safety stock, yaitu tidak memerlukan adanya nilai standar deviasi dan nilai Z dalam perhitungannya. Nilai safety stock didapat dari nilai kebutuhan bahan baku CCO per bulannya yaitu : D SS = n 69517,827 SS = 36 SS = 1931, 05 mt 1930 mt Kemudian dalam metode ini juga ada 2 variabel baru yaitu minimum stock dan maximum stock. Dimana minimum stock adalah titik pemesanan kembali, sedangkan maximum stock adalah titik dimana tingkat persediaan paling tinggi diijinkan, dengan perhitungan sebagai berikut : Min Stock = ( DL) + SS Min Stock = (69.517,827 0, 23) + 1.930 Min Stock = 18.150,83 mt 18.150 mt Max Stock = 2( DL) + SS Max Stock = 2(69.517,827 0, 23) + 1.930 Max Stock = 34.372, 70335 mt 34.370 mt

79 Dalam penentuan jumlah pesanannya pun agak berbeda, yaitu dengan cara mencari selisih antara maximum stock dengan minimum stock. Q = Max Stock Min Stock Q = 34.370 18.150 Q = 16.220 mt Seperti halnya dalam perhitungan EOQ, dapat dicari berapa banyak pesanan bahan baku CCO yang dilakukan selama 3 tahun, m, dan berapa hari interval antar pesanannya, T, dapat ditentukan : D m = Q = 69.517,827 16.220 = 4,29 4 kali pesanan selama 3 tahun 1 Q T = W W m = D, dimana W = Jumlah hari dalam 3 tahun 16220 = 3x365 69517,827 = 255,49 hari 255 hari

80 Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat pula dengan : I = SS + (. Q) 1 2 I = 1930 + (.16220) 1 2 I = 10040 mt D TOR = I 69517.827 TOR = 10040 TOR = 6,92 Untuk perhitungan yang terakhir yaitu total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari sebagai berikut : D TC( Min Max) = Co + CcD Q 69.517,827 = 87.000.000 + 1.579.500 x 69.517,827 16.220 = Rp 110.176.283.884 Untuk perhitungan total biaya tahunan : D TC( Min Max) = PD + Co + CcD Q = (5.850.000x69.517,827) + 110.176.283.884 = Rp 516.855.571.834

81 4.2.4 Simulasi persediaan dengan menggunakan metode Monte Carlo Dengan menggunakan simulasi Monte Carlo, diharapkan dapat mengetahui probabilitas yang akan terjadi dalam 36 bulan ke depan dan dapat mengantisipasi permintaan yang melonjak dan probabilitas diambil berdasarkan data historis yang pernah terjadi. Simulasi dilakukan dengan tiga metode sebagai pembanding, yaitu metode EOQ dengan Perpetual Inventory Simulation, metode EOI dengan Periodic Inventory Simulation, dan metode Min-Max dengan Min-Max Inventory Simulation yang mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan situasi permintaan yang akan terjadi. Sebelumnya perlu dibuat terlebih dahulu distribusi probabilitas yang didapat dari data historis dari bulan Juli 2004 Juni 2007, seperti yang terlihat pada tabel 4.3, dimana jumlah selang kelasnya adalah sebanyak 20. Untuk data demand diambil dari limit atas selang kelas, lalu dilakukan penghitungan frekuensi dari setiap demand yang pernah terjadi, kemudian dibuat probabilitasnya. Untuk membuat range probability diperlukan membuat komulatif probabilitasnya terlebih dahulu. Ternyata terdapat beberapa kali frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu pada nomor urut 7, 15, 18, 19 yang ditandai dengan warna pada baris tersebut. Untuk kasus ini range probability diambil dari demand yang sebelumnya.

82 Tabel 4.3 Distribusi Probabilitas Bahan Baku CCO No Demand Frequency Probability Cumulative Probability Range Probability 1 1860 2 0.0556 0.0556 0-0.0556 2 1870 3 0.0833 0.1389 0.0557-0.1389 3 1880 3 0.0833 0.2222 0.1390-0.2222 4 1890 3 0.0833 0.3056 0.2232-0.3056 5 1900 3 0.0833 0.3889 0.3057-0.3889 6 1910 1 0.0278 0.4167 0.3890-0.4167 7 1920 0 0.0000 0.4167 0.3890-0.4167 8 1930 4 0.1111 0.5278 0.4168-0.5278 9 1940 2 0.0556 0.5833 0.5279-0.5833 10 1950 1 0.0278 0.6111 0.5834-0.6111 11 1960 3 0.0833 0.6944 0.6112-0.6944 12 1970 2 0.0556 0.7500 0.6945-0.7500 13 1980 2 0.0556 0.8056 0.7501-0.8056 14 1990 3 0.0833 0.8889 0.8057-0.8889 15 2000 0 0.0000 0.8889 0.8057-0.8889 16 2010 1 0.0278 0.9167 0.8890-0.9167 17 2020 2 0.0556 0.9722 0.9168-0.9722 18 2030 0 0.0000 0.9722 0.9168-0.9722 19 2040 0 0.0000 0.9722 0.9168-0.9722 20 2050 1 0.0278 1.0000 0.9723-1.0000 Total 36 1.0000 4.2.4.1 Perpetual Inventory Simulation Simulasi dilakukan selama 36 bulan untuk memudahkan perbandingan metode mana yang paling baik, yang dapat dilihat pada tabel 4.4. Data demand didapat dengan men-generate random number dari program excel dengan menggunakan formula =RAND() kemudian random number tersebut dicocokkan masuk ke range probability yang mana, sehingga memberikan data simulasi untuk data demand.

83 Untuk data on hand inisialisasi didapat dari penjumlahan jumlah pesanan optimal (Q*) dan safety stock (SS), dimana setiap kali melakukan pesanan jumlahnya tetap yaitu 2770 mt. Kemudian dari simulasi tersebut dihitung Total Inventory Cost-nya. Tabel 4.4 Simulasi Kebutuhan Bahan Baku CCO dengan Metode EOQ Simulated Random Numbers Simulated Activity Simulated Cost Month Demand Demand Order Unit Balance Holding Cost Order Cost Inventory Cost 0 2811 1 0.4257 1930 0 881 Rp19,326,938 Rp0 Rp19,326,938 2 0.6912 1960 2770 1691 Rp37,096,313 Rp87,000,000 Rp124,096,313 3 0.9453 2020 2770 2441 Rp53,549,438 Rp87,000,000 Rp140,549,438 4 0.4983 1930 0 511 Rp11,210,063 Rp0 Rp11,210,063 5 0.2082 1880 2770 1401 Rp30,734,438 Rp87,000,000 Rp117,734,438 6 0.8845 1990 2770 2181 Rp47,845,688 Rp87,000,000 Rp134,845,688 7 0.8198 1990 2770 2961 Rp64,956,938 Rp87,000,000 Rp151,956,938 8 0.2151 1880 0 1081 Rp23,714,438 Rp0 Rp23,714,438 9 0.7175 1970 2770 1881 Rp41,264,438 Rp87,000,000 Rp128,264,438 10 0.8349 1990 2770 2661 Rp58,375,688 Rp87,000,000 Rp145,375,688 11 0.1190 1870 0 791 Rp17,352,563 Rp0 Rp17,352,563 12 0.8586 1990 2770 1571 Rp34,463,813 Rp87,000,000 Rp121,463,813 13 0.3710 1900 2770 2441 Rp53,549,438 Rp87,000,000 Rp140,549,438 14 0.1271 1870 0 571 Rp12,526,313 Rp0 Rp12,526,313 15 0.0086 1860 2770 1481 Rp32,489,438 Rp87,000,000 Rp119,489,438 16 0.8207 1990 2770 2261 Rp49,600,688 Rp87,000,000 Rp136,600,688 17 0.2497 1890 2770 3141 Rp68,905,688 Rp87,000,000 Rp155,905,688 18 0.1284 1870 0 1271 Rp27,882,563 Rp0 Rp27,882,563 19 0.5280 1940 2770 2101 Rp46,090,688 Rp87,000,000 Rp133,090,688 20 0.2484 1890 2770 2981 Rp65,395,688 Rp87,000,000 Rp152,395,688 21 0.7940 1980 0 1001 Rp21,959,438 Rp0 Rp21,959,438 22 0.3601 1900 2770 1871 Rp41,045,063 Rp87,000,000 Rp128,045,063 23 0.4950 1930 2770 2711 Rp59,472,563 Rp87,000,000 Rp146,472,563 24 0.9451 2020 0 691 Rp15,158,813 Rp0 Rp15,158,813 25 0.4541 1930 2770 1531 Rp33,586,313 Rp87,000,000 Rp120,586,313 26 0.0605 1870 2770 2431 Rp53,330,063 Rp87,000,000 Rp140,330,063 27 0.4279 1930 0 501 Rp10,990,688 Rp0 Rp10,990,688 28 0.2287 1890 2770 1381 Rp30,295,688 Rp87,000,000 Rp117,295,688 29 0.5505 1940 2770 2211 Rp48,503,813 Rp87,000,000 Rp135,503,813 30 0.8770 1990 2770 2991 Rp65,615,063 Rp87,000,000 Rp152,615,063 31 0.8820 1990 0 1001 Rp21,959,438 Rp0 Rp21,959,438 32 0.7315 1970 2770 1801 Rp39,509,438 Rp87,000,000 Rp126,509,438 33 0.1346 1870 2770 2701 Rp59,253,188 Rp87,000,000 Rp146,253,188 34 0.5821 1940 0 761 Rp16,694,438 Rp0 Rp16,694,438 35 0.3150 1900 2770 1631 Rp35,780,063 Rp87,000,000 Rp122,780,063 36 0.4371 1930 2770 2471 Rp54,207,563 Rp87,000,000 Rp141,207,563 Total 69590 Rp1,403,692,875 Rp2,175,000,000 Rp3,578,692,875

84 4.2.4.2 Periodic Inventory Simulation Untuk data on hand inisialisasi didapat dari tingkat persediaan maksimum (E), dimana setiap kali melakukan pesanan jumlahnya berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan seperti yang terlihat pada tabel 4.5. Pesanan dilakukan secara periodik dengan selang waktu 45 hari. Tabel 4.5 Simulasi Kebutuhan Bahan Baku CCO dengan Metode EOI Simulated Random Numbers Simulated Activity Simulated Cost Month Demand Demand Order Size Unit Balance Holding Cost Order Cost Inventory Cost 0 3321 1 0.4257 1930 0 1391 Rp30,515,063 Rp0 Rp30,515,063 2 0.6912 1960 2910 2341 Rp51,355,688 Rp87,000,000 Rp138,355,688 3 0.9453 2020 3000 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 4 0.4983 1930 0 1391 Rp30,515,063 Rp0 Rp30,515,063 5 0.2082 1880 2870 2381 Rp52,233,188 Rp87,000,000 Rp139,233,188 6 0.8845 1990 2930 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 7 0.8198 1990 0 1331 Rp29,198,813 Rp0 Rp29,198,813 8 0.2151 1880 2930 2381 Rp52,233,188 Rp87,000,000 Rp139,233,188 9 0.7175 1970 2910 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 10 0.8349 1990 0 1331 Rp29,198,813 Rp0 Rp29,198,813 11 0.1190 1870 2925 2386 Rp52,342,875 Rp87,000,000 Rp139,342,875 12 0.8586 1990 2925 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 13 0.3710 1900 0 1421 Rp31,173,188 Rp0 Rp31,173,188 14 0.1271 1870 2835 2386 Rp52,342,875 Rp87,000,000 Rp139,342,875 15 0.0086 1860 2795 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 16 0.8207 1990 0 1331 Rp29,198,813 Rp0 Rp29,198,813 17 0.2497 1890 2935 2376 Rp52,123,500 Rp87,000,000 Rp139,123,500 18 0.1284 1870 2815 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 19 0.5280 1940 0 1381 Rp30,295,688 Rp0 Rp30,295,688 20 0.2484 1890 2885 2376 Rp52,123,500 Rp87,000,000 Rp139,123,500 21 0.7940 1980 2925 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 22 0.3601 1900 0 1421 Rp31,173,188 Rp0 Rp31,173,188 23 0.4950 1930 2865 2356 Rp51,684,750 Rp87,000,000 Rp138,684,750 24 0.9451 2020 2985 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 25 0.4541 1930 0 1391 Rp30,515,063 Rp0 Rp30,515,063 26 0.0605 1870 2865 2386 Rp52,342,875 Rp87,000,000 Rp139,342,875 27 0.4279 1930 2865 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 28 0.2287 1890 0 1431 Rp31,392,563 Rp0 Rp31,392,563 29 0.5505 1940 2860 2351 Rp51,575,063 Rp87,000,000 Rp138,575,063 30 0.8770 1990 2960 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 31 0.8820 1990 0 1331 Rp29,198,813 Rp0 Rp29,198,813 32 0.7315 1970 2975 2336 Rp51,246,000 Rp87,000,000 Rp138,246,000 33 0.1346 1870 2855 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 34 0.5821 1940 0 1381 Rp30,295,688 Rp0 Rp30,295,688 35 0.3150 1900 2890 2371 Rp52,013,813 Rp87,000,000 Rp139,013,813 36 0.4371 1930 2880 3321 Rp72,854,438 Rp87,000,000 Rp159,854,438 Total 69590 Rp1,860,541,313 Rp2,088,000,000 Rp3,948,541,313

85 4.2.4.3 Min-Max Inventory Simulation Untuk data on hand inisialisasi didapat dari maximum stock (max stock), dimana setiap kali melakukan pesanan jumlahnya tetap yaitu 16220 mt. Pesanan akan dilakukan begitu persediaan mencapai minimum stock. Min-Max Inventory Simulation dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Simulasi Kebutuhan Bahan Baku CCO dengan Metode Min-Max Simulated Random Numbers Simulated Activity Simulated Cost Month Demand Demand Order Unit Balance Holding Cost Order Cost Inventory Cost 0 34370 1 0.4257 1930 0 32440 Rp711,652,500 Rp0 Rp711,652,500 2 0.6912 1960 0 30480 Rp668,655,000 Rp0 Rp668,655,000 3 0.9453 2020 0 28460 Rp624,341,250 Rp0 Rp624,341,250 4 0.4983 1930 0 26530 Rp582,001,875 Rp0 Rp582,001,875 5 0.2082 1880 0 24650 Rp540,759,375 Rp0 Rp540,759,375 6 0.8845 1990 0 22660 Rp497,103,750 Rp0 Rp497,103,750 7 0.8198 1990 0 20670 Rp453,448,125 Rp0 Rp453,448,125 8 0.2151 1880 0 18790 Rp412,205,625 Rp0 Rp412,205,625 9 0.7175 1970 16220 33040 Rp724,815,000 Rp87,000,000 Rp811,815,000 10 0.8349 1990 0 31050 Rp681,159,375 Rp0 Rp681,159,375 11 0.1190 1870 0 29180 Rp640,136,250 Rp0 Rp640,136,250 12 0.8586 1990 0 27190 Rp596,480,625 Rp0 Rp596,480,625 13 0.3710 1900 0 25290 Rp554,799,375 Rp0 Rp554,799,375 14 0.1271 1870 0 23420 Rp513,776,250 Rp0 Rp513,776,250 15 0.0086 1860 0 21560 Rp472,972,500 Rp0 Rp472,972,500 16 0.8207 1990 0 19570 Rp429,316,875 Rp0 Rp429,316,875 17 0.2497 1890 16220 33900 Rp743,681,250 Rp87,000,000 Rp830,681,250 18 0.1284 1870 0 32030 Rp702,658,125 Rp0 Rp702,658,125 19 0.5280 1940 0 30090 Rp660,099,375 Rp0 Rp660,099,375 20 0.2484 1890 0 28200 Rp618,637,500 Rp0 Rp618,637,500 21 0.7940 1980 0 26220 Rp575,201,250 Rp0 Rp575,201,250 22 0.3601 1900 0 24320 Rp533,520,000 Rp0 Rp533,520,000 23 0.4950 1930 0 22390 Rp491,180,625 Rp0 Rp491,180,625 24 0.9451 2020 0 20370 Rp446,866,875 Rp0 Rp446,866,875 25 0.4541 1930 0 18440 Rp404,527,500 Rp0 Rp404,527,500 26 0.0605 1870 16220 32790 Rp719,330,625 Rp87,000,000 Rp806,330,625 27 0.4279 1930 0 30860 Rp676,991,250 Rp0 Rp676,991,250 28 0.2287 1890 0 28970 Rp635,529,375 Rp0 Rp635,529,375 29 0.5505 1940 0 27030 Rp592,970,625 Rp0 Rp592,970,625 30 0.8770 1990 0 25040 Rp549,315,000 Rp0 Rp549,315,000 31 0.8820 1990 0 23050 Rp505,659,375 Rp0 Rp505,659,375 32 0.7315 1970 0 21080 Rp462,442,500 Rp0 Rp462,442,500 33 0.1346 1870 0 19210 Rp421,419,375 Rp0 Rp421,419,375 34 0.5821 1940 16220 33490 Rp734,686,875 Rp87,000,000 Rp821,686,875 35 0.3150 1900 0 31590 Rp693,005,625 Rp0 Rp693,005,625 36 0.4371 1930 0 29660 Rp650,666,250 Rp0 Rp650,666,250 Total 69590 Rp20,922,013,125 Rp348,000,000 Rp21,270,013,125

86 4.3 Analisa Data 4.3.1 Analisis Metode Pengendalian Persediaan Dari hasil perhitungan ketiga metode pengendalian persediaan, baik sistem persediaan secara kontinu (EOQ), sistem persediaan secara periodik (EOI), dan sistem persediaan Min-Max mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hasil perbandingan metode EOQ, metode EOI, dan metode Min-Max terhadap bahan baku CCO yang terdapat pada PT. Palko Sari Eka dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut : Tabel 4.7 Perbandingan Metode EOQ, Metode EOI, dan Metode Min-Max No. Bahan Baku CCO EOQ EOI Min-Max 1 Order Quantity 2770 mt 1830 mt 16220 mt 2 Safety Stock 41 mt 110 mt 1930 mt 3 Inventory Level 1493.404 mt 1426 mt 10040 mt 4 Turn Over Ratio 48.75 46.55 6.92 5 Total Inventory Cost Rp4,371,019,395 Rp4,544,761,614 Rp110,176,283,884 Perbandingan setiap metode pengendalian persediaan akan dilakukan berdasarkan 5 kriteria pada tabel 4.7 diatas yaitu jumlah pesanannya (order quantity), persediaan pengaman (safety stock), tingkat persediaan rata-rata (inventory level), rasio pengembalian aset (turn over ratio), dan yang terakhir yang menjadi tujuan penelitian ini adalah total biaya persediaannya.

87 Perbandingan pertama dapat kita lihat dari jumlah pesanan yang dilakukan, bila metode EOQ menghitung jumlah pesanan yang paling optimal yaitu 2770 mt setiap pesan, lain halnya dengan metode EOI yang melakukan pesanan berdasarkan kebutuhan, dalam hal ini perhitungan didapat dari pesanan rata-rata yaitu 1830 mt. Hasil yang cukup mengejutkan didapat dari metode Min-Max yang mempunyai jumlah pesanan yang sangat tinggi yaitu 16220 mt, hal ini dapat dimaklumi karena rumus pada metode Min-Max menggunakan variabel demand selama 3 tahun yang jumlahnya sudah cukup besar, sehingga otomatis perhitungannya pun menjadi lebih besar. Untuk safety stock dapat terlihat metode EOI membutuhkan safety stock lebih besar yaitu 110 mt jika dibandingkan EOQ yang hanya menyediakan safety stock sebanyak 41 mt, hal ini jelas terjadi karena EOI harus mempunyai sediaan lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan pesanan sampai waktu yang ditentukan, baru setelah itu dapat melakukan pesanan lagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya stockout selama periode T* dan lead time (L). Tetapi walau begitu tetaplah metode Min-Max yang mempunyai sediaan pengaman paling besar yaitu 1930 mt karena safety stock dihitung berdasarkan kebutuhan bahan baku CCO per bulannya. Pada perbandingan untuk nilai tingkat persediaan, lagi-lagi metode Min-Max terlihat mempunyai nilai yang paling besar karena metode ini mempunyai nilai safety stock dan order quantity yang cukup besar. Tidak sebanding dengan nilai yang ada pada kedua metode lainnya.

88 Sesuai dengan pengertiannya Turn Over Ratio, yaitu rasio pengembalian aset atau tolak ukur keberhasilan inventory, maka metode yang mempunyai Turn Over Ratio yang lebih besar berarti lebih baik, maka metode EOQ terlihat lebih baik dengan nilai rasio sebesar 48.75. Sedangkan nilai rasio paling kecil terdapat pada metode Min-Max yaitu 6,92 karena metode ini memiliki tingkat persediaan rata-rata yang sangat besar jika dibandingkan dengan kedua metode lainnya.. Perbandingan terakhir tentunya dapat kita lihat dari besarnya biaya persediaan selama 3 tahun. Ternyata dari ketiga metode pengendalian persediaan, metode EOQ menghasilkan biaya persediaan yang paling minimum. Sedangkan metode Min-Max mempunyai biaya persediaan yang paling besar akibat biaya penyimpanan yang sangat besar karena terlalu banyak persediaan bahan baku yang menumpuk.. Jika dilihat dari variabel pembanding hasil perhitungan rumus, diambil kesimpulan kalau metode pengendalian persediaan yang paling baik diantara ketiga metode adalah metode EOQ (Economic Order Quantity) dengan jumlah pesanan sebesar 2770 mt dan total biaya persediaan sebesar Rp 4.371.019.395,-. Tetapi hasil ini belum tentu benar adanya, karena demand diasumsikan selalu konstan, padahal kenyataannya seringkali demand bersifat tidak pasti, oleh karena itu perlu dianalisa lebih lagi melalui simulasi yang dilakukan terhadap ketiga metode tersebut.

89 4.3.2 Analisis Hasil Simulasi Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi mengenai metode pengendalian persediaan yang paling baik, dapat ditelusuri lebih lanjut lagi dari hasil perbandingan simulasi. Jika pada perpetual inventory simulation menggunakan reorder point dalam penentuan melakukan pesanan dan min-max inventory simulation yang menggunakan minimum stock dalam penentuan melakukan pesanan, berbeda dengan periodic inventory simulation yang menggunakan interval secara periodik dalam penentuan melakukan pesanan. Dapat dilihat terdapat perbedaan berapa kali dilakukan pesanan selama 3 tahun, jika perpetual inventory simulation melakukan pesanan sebanyak 25 kali, pada periodic inventory simulation melakukan pesanan sebanyak 24 kali, dan min-max inventory simulation melakukan pesanan yang paling sedikit yaitu 4 kali. Karena perpetual inventory simulation melakukan pesanan paling banyak, otomatis total order cost-nya menjadi yang paling besar yaitu Rp 2.175.000.000,-. Sedangkan total order cost yang paling kecil tentunya pada min-max inventory simulation yaitu Rp 348.000.000,- saja karena melakukan pesanan yang paling sedikit. Untuk total holding cost yang paling besar terdapat pada Min-Max Inventory Simulation, karena metode ini menggunakan kisaran angka yang besar dalam perhitungannya, maka jumlah persediaan bahan baku yang menumpuk pun makin besar yang berimbas pada besarnya holding cost yang

90 harus dikeluarkan yaitu mencapai Rp 20.922.013.125,- jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Meski mempunyai total order cost yang paling besar, perpetual inventory simulation ternyata mempunyai biaya total persediaan yang paling minimum dibandingkan metode lainnya yaitu Rp3.578.692.875,-. Berkebalikan dengan perpetual inventory simulation, min-max Inventory Simulation yang mempunyai total order cost paling kecil, ternyata mempunyai total biaya persediaan yang paling besar yaitu mencapai Rp21.270.013.125,- hal ini dapat dimengerti karena metode ini ternyata menghasilkan total holding cost yang sangat besar. Kemudian kita akan melihat perbandingan total biaya persediaan antara hasil perhitungan rumus dan hasil perhitungan simulasi yang terdapat pada tabel 4.8. Total biaya antara rumus dengan simulasi tidak sama persis karena perhitungan holding cost pada simulasi berubah-ubah sesuai jumlah persediaan yang masih tersisa pada bulan itu, sedangkan pada rumus diasumsikan selalu tetap. Ternyata perbandingan hasil ketiga metode tersebut tetaplah sama, dengan metode EOQ yang memberikan total biaya yang paling rendah dan kemudian diikuti oleh metode EOI dan metode Min-Max. Tabel 4.8 Perbandingan Total Biaya Persediaan Rumus dan Simulasi EOQ EOI Min-Max Rumus Rp4,371,019,395 Rp4,544,761,614 Rp110,176,283,884 Simulasi Rp3,578,692,875 Rp3,948,541,313 Rp21,270,013,125

91 Setelah melihat hasil dari ketiga simulasi yang telah dilakukan, memanglah benar adanya kalau metode EOQ lebih baik daripada metode EOI dan metode Min-Max. Selain mempunyai total biaya pesan yang paling kecil, metode ini juga mempunyai total biaya persediaan yang paling kecil baik dari hasil rumus maupun setelah dilakukan simulasi. 4.3.3 Analisis Usulan Dengan Sistem Berjalan Setelah mengetahui metode pengendalian persediaan yang paling baik dari hasil rumus dan hasil simulasi, apakah usulan yang menggunakan metode EOQ lebih optimal daripada jumlah pesanan yang biasa dilakukan oleh PT. Palko Sari Eka? Jawabannya dapat diketahui dengan membandingkan total biayanya masing-masing. Total biaya persediaan 3 tahunan jika menggunakan jumlah pesanan yang biasa dilakukan PT. Palko Sari Eka yaitu 300 mt setiap memesan dan safety stock sebesar 400 mt adalah : D TC( Q) =. Co ( SS 1 + + 2. Q) Cc Q 69.517,827 = 87.000.000 (400 1 + + 2.300)1.579.500 300 = Rp 21.028.894.830,-

92 Ternyata setelah dibandingkan dengan total biaya persediaan dengan menggunakan metode EOQ, didapat selisih total biaya persediaan sebesar Rp 16.657.875.435,-. Jadi ternyata memanglah benar jika EOQ lebih unggul daripada jumlah pesanan yang biasa dilakukan di PT. Palko Sari Eka, oleh karena itu metode ini cocok digunakan pada PT. Palko Sari Eka untuk meminimasi biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya. Suatu cara coba-coba dapat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara rencana pemesanan (kuantitas) dengan total biaya. Tabel 4.9 menunjukkan hasil perhitungan total biaya simpan, total biaya pesan, dan total biaya persediaan selama 3 tahun bila kuantitas pesanan berubah-ubah. Tabel 4.9 Biaya Persediaan untuk Kuantitas Pesanan Bervariasi Jumlah Pesanan Total Holding Cost Total Order Cost Total Inventory Cost (mt) (Rp) (Rp) (Rp) 300 236,925,000 20,160,169,830 20,397,094,830 500 394,875,000 12,096,101,898 12,490,976,898 1,000 789,750,000 6,048,050,949 6,837,800,949 2,000 1,579,500,000 3,024,025,475 4,603,525,475 3,000 2,369,250,000 2,016,016,983 4,385,266,983 4,000 3,159,000,000 1,512,012,737 4,671,012,737 5,000 3,948,750,000 1,209,610,190 5,158,360,190 Ternyata semakin kecil kuantitas item yang dipesan, total biaya akan semakin besar. Sedangkan sebaliknya, semakin besar kuantitas item yang dipesan akan semakin kecil biaya total, namun pada suatu titik tertentu, maka total biaya ini akan membesar lagi. Pada titik inilah total biaya minimal terjadi.