DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK TES YANG BAIK

BAB III METODE PENELITIAN. langsung berbagai hal yang berhubungan dengan kompetensi profesional guru

VALIDITAS & RELIABILITAS. Sami an

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

nr 1 + (n-1)r r n n = RELIABILITAS

BAB III METODE PENELITIAN. Penilitian ini adalah penelitian kuantitatif. Berdasarkan pada Variabel yang

r P1, r P2,..., r p30 r R1, r R2,..., r R30

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis terhadap butir-butir item tes mata

Reliabilitas & Konfidensi. Wahyu Widhiarso Fakultas Psikologi UGM

BAB III METODE PENELITIAN. No Kelas Jumlah 1 XII Busana XII Busana XII Busana 3 32 Jumlah 94 Tabel 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di MAN 1 Surakarta pada kelas X Semester II

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan sesuatu hasil (Pabundu Tika, 1997: 10). Adapun tujuan dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS ANGKET Materi Kuliah TIK oleh Dr. Sumadi,M.Pd.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif eksperimen yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen. Pada penelitian ini peneliti melakukan satu macam perlakuan yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung yang

BAB III METODE PENELITIAN. ingin peneliti ketahui. Dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode dan

Validitas dan Reliabilitas

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013: 107) metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KUALITAS INSTRUMEN PENGUKURUAN DALAM PEMBELAJARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti

BAB III METODE PENELITIAN. dibutuhkan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Variabel bebas atau Independent

Prodi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh 23111

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilaksanakan merupakan deskriptif analitik. Menurut Sukardi

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada

BAB III METODE PENELITIAN

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilaksanakan di SD Negeri 3 Gedung Air kecamatan. Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung.

UJI PERSYARATAN INSTRUMEN

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun

III. METODE PENELITIAN. Menurut Margono (2010:1) metode penelitian adalah semua kegiatan

UJI VALIDITAS DAN UJI RELIABILITAS

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. 2003). Menurut jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk ke dalam jenis

Indah Arsita Sari, Edy Wiyono, Ahmad Fauzi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan fokus telaahan dalam penelitian ini yakni mendeskripsikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Tentang Proses Pengembangan Perangkat Evaluasi dengan. Memperhatikan Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bandung Jawa Barat.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif merupakan metode penelitian yang menekankan pada fenomenefenomena

BAB III METODE PENELITIAN. desain eksperimen dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

AKTERISTIK BUTIR TES MATEMATIKA PADA TES BUATAN MGMP MATEMATIKA KOTA PALOPO BERDASARKAN TEORI KLASIK

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Yogyakarta. Waktu. penelitian pada bulan November 2013 Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 2. Variabel bebas : Kepemimpinan transformasional

Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Soal Uraian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMP Negeri 5 Stabat. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan peneliti adalah penelitian

III. METODE PENELITIAN. SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2011/2012. SMA Al-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. bebas terhadap variabel terikat, maka dalam hal ini penulis menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tata cara tersebut dikenal sebagai metode penelitian. Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian (inquiry),

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Objek

Karakteristik Butir Tes dan Analisisnya. Oleh: Heri Retnawati

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian komparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian (research design)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di SDN Cikaret Ippor tepatnya terletak di jalan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berlokasi di SMK Negeri I Limboto

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENGEMBANGAN INSTRUMEN DALAM PEMBELAJARAN

Transkripsi:

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii iii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Pengukuran dalam Pendidikan 1 B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern 4 BAB II ANGKET DAN TES 8 A. Angket 8 B. Tes Hasil Belajar 11 BAB III VALIDITAS BUTIR INSTRUMEN 21 A. Validitas Isi 22 B. Validitas Kriterium 25 C. Validitas Konstruk 28 1. Validitas Butir Tes Objektif 31 2. Validitas Butir Tes Esai, Tes Kinerja atau Angket 36 BAB IV RELIABILITAS INSTRUMEN 41 A. Reliabilitas Instrumen dengan Formula Spearman-Brown 42 B. Reliabilitas Instrumen dengan Formula Rulon 45 C. Reliabilitas Instrumen dengan Formula Flanagan 49 D. Reliabilitas Instrumen dengan Formula Kuder Richardson 52 E. Reliabilitas Instrumen dengan Formula Hoyt 60 F. Reliabilitas dengan Formula Alpha Cronbach 67 G. Reliabilitas Rater 72 H. Kriteria Reliabilitas Instrumen 80 2

BAB V TARAF KESUKARAN, DAYA BEDA, DAN EFEKTIVITAS PENGECOH 81 A. Taraf Kesukaran Butir 81 B. Daya Beda Butir 85 C. Efektivitas Pengecoh 93 BAB VI PENGUJIAN INSTRUMEN DIKOTOMI 94 A. Pengujian Validitas Butir 96 B. Pengujian Reliabilitas Instrumen 100 C. Pengujian Taraf Kesukaran Butir 108 D. Pengujian Daya Beda 109 E. Pengujian Efektivitas Pengecoh 111 BAB VII PENGUJIAN INSTRUMEN NON DIKOTOMI 114 A. Pengujian Validitas Butir 116 B. Pengujian Reliabilitas Instrumen 119 C. Pengujian Taraf Kesukaran Butir 122 D. Pengujian Daya Beda Butir 125 BAB VIII ANALISIS FAKTOR UNTUK BUTIR DENGAN SPSS 128 A. Apa Itu Analisis Faktor 128 B. Analisis Faktor dengan SPSS 131 BAB IX ANALISIS INSTRUMEN DENGAN PROGRAM ITEMAN 144 A. Informasi Umum 144 B. Sistem Komputer yang Diperlukan 145 C. Instalasi Program 145 D. Format File Data 146 E. Menjalankan Program 150 F. Hasil Analisis dan Interpretasi 152 G. Contoh Penerapan 154 3

BAB X ANALISIS INSTRUMEN DENGAN PROGRAM BIGSTEPS 165 A. Penjelasan Umum 167 B. Sistem Komputer yang Diperlukan 168 C. Instalasi Program 169 D. Format File Kontrol dan File Data 170 E. Menjalankan Program 174 F. Hasil Analisis 175 G. Contoh Penerapan 175 DAFTAR PUSTAKA 216 LAMPIRAN: Tabel Kritik Koefisien Korelasi 217 4

KATA PENGANTAR Pengujian instrumen merupakan suatu uji kelayakan instrumen yang akan digunakan untuk mengukur gejala psikologis yang merupakan hasil belajar, baik yang bersifat kognitif maupun non kognitif. Istilah lain yang sering digunakan adalah analisis instrumen atau analisis butir. Buku Pengujian Instrumen disusun dengan tujuan membantu mahasiswa untuk mempelajari teknik pengujian instrumen, baik secara manual maupun dengan bantuan komputer. Pembaca yang ingin memperdalam pengujian instrumen, dipersilakan membaca buku sumber dalam daftar pustaka. Pembahasan dalam buku ini lebih mengutamakan pada pengalaman praktis, sehingga lebih banyak membahas contoh penerapan daripada membahas teori. Pembahasan didahului dengan pembahasan secara manual, dengan harapan para mahasiswa memahami mekanisme penerapan teknik analisis yang sedang dipelajari. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan menggunakan program komputer. Melalui pendekatan seperti ini diharapkan mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih terintegrasi. Setelah selesai mempelajari buku ini, para mahasiswa diharapkan mampu menganalis instrumen (tes), baik untuk kepentingan penelitian, untuk kepentingan pembelajaran, atau untuk kepentingan standarisasi tes. Proses ini diharapkan membawa efek yang lebih jauh, yakni peningkatan kualitas pendidikan secara umum, melalui peningkatan kualitas alat evaluasi pembelajaran dan juga peningkatan kualitas instrumen penelitian. Akhirnya, dengan terlebih dahulu memanjatkan puji sukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, buku ini dipersembahkan kepada pembaca yang budiman, semoga bermanfaat bagi dunia pendidikan. Singaraja, Agustus 2010 Penulis 5

BAB I PENDAHULUAN A. Pengukuran dalam Pendidikan Evaluasi dalam pendidikan mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Ada dua istilah yang amat penting terkait dengan evaluasi pendidikan, yakni pengukuran dan asesmen. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan tingkatan sesuatu yang diperoleh dari belajar. Sementara itu, asesmen adalah penetapan tingkatan sesuatu yang diperoleh dari belajar dengan berbagai bukti. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan didahului dengan proses pengukuran dan atau asesmen. Pengukuran bidang kognitif umumnya menggunakan tes atau asesmen bentuk yang lain, seperti portofolio. Pengukuran bidang afektif umumnya dilakukan melalui penyebaran angket, wawancara atau observasi (pengamatan). Pengukuran bidang psikomotor umumnya dilakukan melalui observasi kinerja, perbuatan atau prilaku. Pengkajian pada buku ini dibatasi pada pengukuran dengan menggunakan tes atau angket. Bagian yang amat penting dalam pengukuran pendidikan adalah penyekoran. Penyekoran menjadi amat penting karena pengukuran pendidikan mengukur gejala-gejala yang tidak dapat diamati, seperti hasil belajar, sikap, minat, motivasi. Gejala-gejala tersebut tidak dapat diukur secara langsung menggunakan alat tertentu. Pengukuran pendidikan yang melibatkan gejala-gejala yang tidak tampak masih memerlukan proses tertentu agar menampakkan indikator yang operasional, sehingga dapat diukur. Hal ini sangat berbeda dengan pengukuran-pengukuran gejala fisik. Pengukuran untuk mendapatkan data pada gejala-gejala atau fenomenafenomena fisik yang umum terjadi pada ilmu pengetahuan alam relatif 6

mudah karena gejala atau fenomena yang diukur sudah terdefinisi dengan jelas (well established), sehingga lebih mudah ditera. Berat benda, tahanan listrik, tekanan udara, atau masa partikel dapat diukur dengan baik karena ukuran dan alat ukur sudah jelas. Oleh karena itu, hubungan antara bilangan yang menyatakan hasil pengukuran dengan fenomena yang diukur sudah jelas. Bilangan hasil pengukuran akan dapat menjelaskan mana partikel yang masanya lebih besar, mana benda yang lebih tinggi, dan seterusnya. Tidak banyak interpretasi yang diperlukan untuk memahami hasil pengukuran gejala fisik. Gejala-gejala pada ilmu sosial dan ilmu perilaku termasuk ilmu pendidikan, seperti kemampuan, prestasi, motivasi, sikap, opini, dan seterusnya berbeda dengan gejala-gejala fisik pada ilmu pengetahuan alam. Pada gejala sosial dan gejala perilaku, hubungan antara suatu gejala dengan suatu bilangan sebagai hasil pengukurannya tidak terlalu jelas. Sangat banyak pertimbangan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan pada pengukuran gejala sosial dan gejala perilaku termasuk pendidikan, baik pada penyusunan instrumen, pengujian instrumen, pelaksanaan pengukuran, maupun interpretasi hasil pengukuran. Gejala-gejala yang tidak tampak yang ingin diukur dalam pengukuran pendidikan dapat diakses dengan memberikan stimulus berupa tes atau angket. Pemberian tes atau angket kepada peserta merupakan stimulus yang dapat membuat peserta tersebut memberikan respon yang dapat ditafsirkan dalam bentuk sekor. Jika stimulus tersebut dibuat dengan tepat, maka respon tersebut dapat menggambarkan hasil belajar, minat, sikap atau motivasi. Stimulus berupa tes, angket atau bentuk lainnya umum disebut instrumen pengukuran. Apabila dinyatakan secara ringkas, maka proses pengukuran pendidikan dari awal sampai dengan mendapat sekor dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Mendefinisikan gejala yang ingin diukur, misalnya hasil belajar, prestasi belajar, minat, sikap atau motivasi. 2) Memberikan stimulus berupa tes atau angket yang tepat kepada peserta. 3) Peserta memberikan respon yang 7

tepat terhadap stimulus yang diberikan berupa tes atau angket, yang mana respon tersebut diharapkan dapat menggambarkan gejala yang hendak diukur. 4) Menafsirkan respon yang diberikan oleh peserta menjadi sekor. Apabila keempat proses di atas berjalan dengan baik, maka sekor yang diperoleh peserta dapat menggambarkan gejala tidak tampak yang ingin diukur dengan pengukuran pendidikan. Ada beberapa persoalan yang mengemuka dalam pengukuran pendidikan. Persoalan pertama, apakah stimulus atau instrumen berupa tes atau angket sudah dapat mengukur gejala yang ingin diukur. Persoalan ini terkait dengan validitas instrumen yang harus mendapat pertimbangan secara cermat dalam penyusunan instrumen. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi dalam hal validitas oleh sebuah instrumen dalam pengukuran pendidikan, sehingga instrumen tersebut dianggap sudah mampu mengukur gejala yang mestinya diukur. Apabila persoalan pertama telah terselesaikan karena instrumen sudah benar-benar mampu mengukur gejala yang mestinya diukur, maka persoalan kedua yang muncul adalah apakah respon yang diberikan oleh para peserta sudah dapat dipercaya untuk ditafsirkan menjadi sekor. Permasalahan kedua ini merupakan reliabilitas instrumen yang juga harus mendapatkan pertimbangan dengan cermat dalam penyusunan instrumen pengukuran pendidikan. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh reliabilitas instrumen, sehingga instrumen tersebut dapat dianggap reliabel, yang menggambarkan bahwa respon peserta sudah dapat dipercaya sebagai respon yang sebenarnya harus diberikan. Apabila reliabilitas instrumen sudah terpenuhi yang berarti respon peserta sudah dapat dipercaya, maka persoalan berikutnya adalah apakah penafsiran respon menjadi sekor sudah benar atau sudah tidak terdapat kekeliruan. Apabila terdapat kekeliruan, maka langkah apa yang harus ditempuh untuk menghindarkan kekeliruan tersebut agar diperoleh sekor murni. Persoalan terakhir yang juga harus mendapat pencermatan dalam penyusunan instrumen adalah apakah sekor yang diberikan berdasarkan pada respon peserta sudah tidak bergantung kepada kelompok butir yang 8

digunakan atau bergantung kepada kelompok peserta yang dikenakan. Apabila sekor yang diperoleh responden masih tergantung pada kelompok butir atau kelompok responden, maka sekor yang diperoleh responden belum merupakan sekor murni karena masih belum mampu menggambarkan kemampuan responden yang sebenarnya. B. Teori Sekor Klasik dan Teori Sekor Modern Sehubungan dengan beberapa persoalan penyekoran di atas, dalam pengukuran pendidikan dikenal sekor klasik dan sekor modern. Selain waktu pengembangannya memang berbeda, kedua sekor tersebut memang memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Prosedur pengujian instrumen dengan teori sekor klasik sangat perberbedaan dibandingkan dengan pengujian instrumen dengan memakai teori sekor modern. Walaupun demikian, kedua jenis sekor tersebut masih digunakan saat ini. Sekor klasik masih sangat banyak digunakan, sedangkan sekor modern memang sudah banyak diterapkan, namun sebagian besar masih berada dalam proses pengembangan. Pada teori sekor klasik, sekor jawaban benar dan jawaban salah untuk satu butir dari semua responden menghasilkan sekor komposit butir. Sekor komposit butir pada sekor dikotomi adalah proporsi jawaban benar dari semua responden untuk butir tersebut. Apabila tingkat kesulitan butir bervariasi atau heterogen, maka ada butir yang memperoleh proporsi jawaban benar tinggi, ada butir yang memperoleh proporsi jawaban benar sedang, dan ada pula butir yang memperoleh proporsi jawaban benar rendah. Apabila tingkat kesulitan butir homogen tinggi, maka semua butir cenderung memperoleh proporsi jawaban benar yang rendah. Sebaliknya apabila tingkat kesulitan butir homogen rendah, maka semua butir cenderung memperoleh proporsi jawaban benar yang tinggi. Teori sekor klasik juga mengenal sekor komposit responden yang dimiliki oleh setiap responden. Pada uji coba tes, setiap responden mengerjakan semua butir. Sekor yang diperoleh oleh tiap-tiap responden untuk semua butir yang dikerjakan menghasilkan sekor komposit dari 9

responden masing-masing. Sekor komposit responden dapat dianggap sebagai ukuran keberhasilan responden bersangkutan. Responden yang memperoleh sekor komposit responden yang tinggi dianggap memiliki keberhasilan yang tinggi. Sebaliknya, responden yang memperoleh sekor komposit responden yang rendah dianggap memiliki keberhasilan yang rendah. Apabila kondisi berjalan normal, maka akan terdapat hubungan antara tingkat keberhasilan responden dan peluang menjawab dengan benar pada butir tes. Umumnya, responden dengan keberhasilan tinggi mempunyai probabilitas lebih besar untuk dapat menjawab dengan benar suatu butir tes. Sebaliknya, responden dengan keberhasilan rendah mempunyai probabilitas lebih kecil untuk dapat menjawab dengan benar butir tes. Akan tetapi, secara insidental dapat saja terjadi hasil yang menyimpang dari ketentuan tersebut. Responden yang memiliki keberhasilan rendah dapat saja secara kebetulan memilih jawaban yang benar, yang sebetulnya tidak mereka duga. Di lain sisi, juga terdapat hubungan antara sekor komposit butir dengan tingkat kesukaran butir. Butir yang memiliki sekor komposit tinggi atau dengan kata lain butir tersebut dapat dijawab dengan benar oleh banyak responden adalah butir yang mudah. Sebaliknya, butir yang memiliki sekor komposit butir yang rendah atau dengan kata lain butir tersebut dapat dijawab dengan benar oleh sedikit responden adalah butir yang sukar. Dengan demikian, proporsi jawaban benar pada butir dapat juga ditafsir sebagai tingkat kesukaran dari butir itu. Apabila proporsi jawaban benar semakin besar, maka tingkat kesukaran butir tersebut semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, apabila proporsi jawaban benar semakin rendah, maka tingkat kesukaran butir tersebut semakin tinggi. Taraf kesukaran butir adalah ciri butir sedangkan keberhasilan responden adalah ciri responden. Pada sekor klasik, kelompok butir yang menghasilkan ciri responden dan kelompok responden yang menghasilkan ciri butir selalu tidak terpisahkan. Ciri butir selalu bergantung kepada kelompok responden. Kalau kelompok responden berubah, maka biasanya, ukuran ciri butir juga berubah. Sebaliknya, ciri responden bergantung 10

kepada kelompok butir. Kalau kelompok butir berubah, maka biasanya ukuran ciri responden juga berubah. Dengan kata lain, ukuran keberhasilan responden bergantung kepada kelompok butir tes, sebaliknya taraf kesukaran butir bergantung kepada kelompok responden yang dikenakan tes. Jadi teori sekor klasik memiliki ciri khas ketergantungan pada peserta tes. Artinya, antara butir tes dengan peserta memiliki saling ketergantungan. Dengan kata lain, ukuran keberhasilan responden bergantung kepada kelompok butir tes, sebaliknya taraf kesukaran butir bergantung kepada kelompok responden tes. Satu tes yang terdiri dari beberapa butir akan dapat memiliki tingkat kesukaran tinggi untuk sekelompok responden, namun tes tersebut akan dapat memiliki tingkat kesukaran yang rendah untuk kelompok responden yang lain. Akibatnya, pembahasan tentang ukuran kesukaran butir harus menyebut kelompok respondennya. Pada kelompok responden yang berbeda-beda, ukuran taraf kesukaran butir yang sama akan berbeda-beda pula. Kita juga tidak dapat lagi berbicara tentang ukuran keberhasilan atau kemampuan responden tanpa harus menyebut kelompok butirnya. Pada kelompok butir yang berbeda, ukuran keberhasilan atau kemampuan responden yang sama akan dapat menjadi berbeda. Sebaliknya, pada kelompok responden yang berbeda, butir yang sama akan dapat memiliki tingkat kesukaran yang berbeda. Teori sekor modern yang juga disebut teori respon butir (item respons theory) mengharapkan pengukuran dan penyekoran di bidang pendidikan memiliki taraf kesukaran butir yang invariant (tidak berubah) sekalipun dikerjakan oleh responden yang berbeda. Selain itu, teori respon butir mengharapkan pengukuran dan penyekoran di bidang pendidikan menunjukkan kemampuan peserta yang tidak berubah sekalipun mereka mengerjakan butir tes yang berbeda. Artinya, butir tes dapat menggambarkan kemampuan responden secara individu, tidak secara kelompok. Dengan kata lain, informasi tingkat kesukaran yang ditampilkan butir tes menyangkut kemampuan responden. Misalnya saja, hasil ujicoba 11

seperangkat instrumen memberikan informasi bahwa butir nomor satu memiliki tingkat kesukaran X dan hanya dapat dijawab oleh responden yang memiliki kemampuan Y. Buku ini membahas analisis butir instrumen menggunakan teori sekor klasik, baik manual maupun menggunakan program ITEMAN. Teknik pengujian yang dibahas mencakup validitas dan reliabilitas butir, baik untuk butir tes dikotomi, butir tes non-dikotomi, maupun angket. Khusus untuk butir tes dikotomi, pembahasan juga mencakup analisis tingkat kesukaran, analisis daya pembeda, dan analisis efektifitas pengecoh (distractor). Sementara itu, untuk butir tes non-dikotomi, seperti tes uraian atau tes kinerja, pembahasan juga dilengkapi dengan analisis reliabilitas inter-rater untuk menguji konsistensi penilai. Analsis faktor untuk kalibrasi isntrumen juga dibahas pada buku ini secara sepintas. Pada bagian akhir, buku ini membahas analisis butir dengan teori sekor modern menggunakan program BIGSTEPS. 12