Kebijakan Percepatan Pembangun Industri Perikanan Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

KONTRIBUSI UNTUK INDONESIA POROS MARITIM DUNIA. Kerangka Rencana Strategis Perum Perindo

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

DAFTAR ISI BAGIAN PERTAMA PRIORITAS NASIONAL DAN BAB 1 PENDAHULUAN PRIORITAS NASIONAL LAINNYA

Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional

Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR / PERMEN-KP/2017 TENTANG SATU DATA KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PELAYANAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TAHUN 2013

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA SETARA DENGAN ESELON I

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

Strategi UKM Indonesia

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

2017, No Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomo

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

Paparan Walikota Bengkulu

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

LAUT MASA DEPAN BANGSA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PERMEN-KP/2017 TENTANG

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk. meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

PRIORITAS 5 MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2011 WILAYAH MALUKU

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Holiday Resort, Senggigi-Lombok, 22 Mei 2017

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Abstrak Pembicara Utama

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republ

Transkripsi:

Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangun Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan di bawah kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sejak tahun 2014. Namun, industri tersebut masih menghadapi berbagai permasalahan dari segi ekonomi maupun tata kelola, seperti tingkat produksi yang belum maksimal, ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai, ekspor yang masih didominasi oleh bahan baku, serta tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya terintegrasi. Ringkasan kebijakan ini merekomendasikan agar kelanjutan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2016 menitikberatkan peninjauan atas kebijakan terkait industri perikanan lintas lembaga, diperkuatnya sistem rantai dingin, reformasi pelayanan usaha yang ramah investasi, dan mendorong investasi yang berkelanjutan. Kondisi Perikanan Saat Ini Dengan luas laut yang mencapai 70% dari total luas wilayah indonesia, ternyata kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap produk domestik bruto masih kurang dari 3%. Padahal, industri perikanan sangat diharapkan menjadi sektor yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara setelah pariwisata. Oleh karena itu, keberadaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional menjadi titik tolak upaya pemerintah guna mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional. Kebijakan ini memiliki 3 (tiga) tujuan mendasar, yakni: (1) meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, dan pemasar hasil perikanan; (2) menyerap tenaga kerja; dan (3) meningkatkan devisa negara. Terdapat tujuh langkah percepatan yang diinstruksikan Presiden kepada 25 pejabat lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan institusi penegakan hukum untuk dilaksanakan secara terkoordinasi dan terintegrasi. Secara khusus, Presiden menginstruksikan 13 langkah percepatan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, termasuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, Center for Public Policy Transformation Workshop : Jl. Cipaku V No. 24, Petogogan, Kebayoran Baru Jakarta 12170. Indonesia Office : Perkantoran Fatmawati Mas Blok I/118 Jl. Fatmawati Raya No. 20 Jakarta 12430. Indonesia Phone (021) 2702401 / 72793779 I Fax. (021) 7209946 I www.transformasi.org I email : info@transformasi.org 1

Secara khusus, Presiden menginstruksikan 13 langkah percepatan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, termasuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, pemasaran dalam negeri, ekspor hasil perikanan, dan tambak garam nasional; serta menyusun peta jalan (road map) industri perikanan nasional. Untuk menjawab instruksi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan kenaikan nilai ekspor sebesar 11,79% per tahun, serta peningkatan volume produk olahan sebesar 4,85% per tahun. Dalam mencapai target tersebut, KKP menyasar 3 hal yaitu, 1) Perluasan Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala mikro, kecil dan menengah; 2) Optimalisasi kapasitas terpasang industri perikanan; dan 3) Perluasan industri perikanan. masih menerapkan teknologi sederhana, serta 97,5% pengolah ikan merupakan usaha mikro kecil. Sebagai ilustrasi, jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) saat ini sebanyak 61.601 unit, meliputi UPI skala usaha besar sebanyak 718 unit (1%), dan UPI skala UMKM sebanyak 60.426 unit (99%). Total omzet per tahun UPI mencapai Rp. 300 juta Rp. 3 milyar (UPI skala kecil), kemudian UPI skala menengah (Rp. 3-50 milyar), dan UPI skala usaha besar mencapai lebih dari Rp. 50 milyar (KKP, 2016). Komposisi Unit Pengolahan Ikan (UPI) UPI Skala Besar 718* 1% Permasalahan dan Tantangan Setidaknya terdapat 4 (empat) permasalahan dan tantangan kebijakan industri perikanan nasional, yakni: Pertama, masih rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi. Kondisi ini sebagai akibat dari masih dominannya skala usaha UMKM yang berkecimpung dalam industri perikanan. Misalnya, menurut data KKP (2016) sebanyak 88% usaha perikanan tangkap dioperasikan dengan perahu tanpa motor, motor tempel, dan kapal motor dibawah 30 GT. Kemudian, sebanyak 54,3% rumah tangga pembudidaya mengusa hakan lahan 0,1 ha, dan 83,5% budidaya tambak * Berdasarkan SKP 2015 * * Data Statistik BPS 2015 Selain UPI yang didominasi oleh usaha skala UMKM, utilisasi industri pengolahan ikan juga tergolong belum optimal. Menurut data KKP (2016), pada tahun 2015, kapasitas produksi industri pengolahan ikan skala besar mencapai 2,49 juta ton/tahun, namun volume produksi yang dihasilkan baru mencapai 1,80 juta ton/tahun. 99 % UPI Skala UMKM 60.883** Sumber: KKP, 2016 2

Policy Brief TR 2016 02 Demikian pula kinerja produksi industri pengolahan ikan skala mikro, kecil, dan menengah baru mampu mencapai volume produksi sebesar 3.742.401 ton/tahun dari total bahan baku sebanyak 5.207.000 ton/tahun. Kedua, aksesibilitas serta ketersediaan infrastruktur masih belum memadai. Permasalahan ini disebabkan oleh lokasi produksi yang sebagian besar terletak di daerah terpencil. Penyediaan kebutuhan listrik secara mencukupi untuk pemenuhan sistem rantai dingin, seperti cold storage, air blast freezer, contact plate, ice flake machine, dan lain-lain. sebagai alat untuk menjaga mutu ikan yang memerlukan daya listrik yang relatif tinggi masih belum bisa dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. Selain itu, ketersediaanlahan yang jelas dan sah untuk pembangunan kawasan industri ini masih terbatas. Dilihat dari alur sistem logistik ikan nasional, yakni mulai dari pengadaan, penyimpanan, transportasi, dan distribusi, ketersediaan dan kebutuhan cold storage masih menjadi tantangan terbesar. Pada tahun 2015, ketersediaannya baru mencapai 200.000 ton/tahun, padahal kebutuhannya mencapai 1,32 juta ton/tahun, dan 1,7 juta ton/tahun di tahun 2017 mendatang. Sebagai perbandingan, di Jawa kebutuhannya mencapai 515.000 ton/tahun, namun baru tersedia sebanyak 118.000 ton/tahun. Demikian pula di wilayah Maluku dan Papua, dari kebutuhan mencapai 68.000 ton/tahun, baru tersedia sebanyak 14.000 ton/tahun (KKP, 2016). Data tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pasokan bahan baku dengan industri dan pasar. Selain itu, sekitar 53% produksi berada di wilayah timur Indonesia, sedangkan 67% usaha pengolahan berada di barat Indonesia (Kantor Staf Presiden, 2016). Kebutuhan dan Ketersediaan Cold Storage 600 500 400 300 200 100 0 220 23 515 118 84 11 61 Sumatera Jawa Bali & Kalimantan Sulawesi Maluku & Nusa Tenggara Papua Kebutuhan (ribu ton) Sumber: KKP, 2016 Rendahnya aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, mengakibat kan biaya logistik yang tinggi. Sistem logistik nasional masih belum mampu menghubungkan antara sentra-sentra produksi perikanan dengan pasar secara efisien dan efektif. Kondisi ini semakin diperparah dengan terbatasnya sarana angkut baik di darat maupun laut, serta angkut baik di darat maupun laut, serta terbatasnya sarana sistem rantai dingin pada sarana angkut. Sehingga, jaminan mutu dan keamanan, ketelusuran, dan keberlanjutan bahan baku industri masih rendah. Kesulitan mengakses infrastruktur industri perikanan juga mengakibatkan ketimpangan konsumsi produk perikanan secara nasional, serta menyebabkan harga komoditas produk perikanan secara keseluruhan menjadi belum kompetitif di pasar domestik. Sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa, yang terletak jauh dengan lokasi produksi di timur Indonesia. Menurut data KSP (2016), konsumsi produk perikanan di pulau Jawa hanya mencapai 26,2 kg perkapita per tahunnya, dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia yang mencapai 40-50 kg per kapita per tahunnya. 4 117 31 68 Ketersediaan (ribu ton) 14 3

Sebaran Unit Pengolahan Ikan (UPI) Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Regulasi ini mengatur usaha perikanan tangkap yang dilarang (negative list) bagi penanaman modal asing. Modal asing didorong untuk mengembangkan industri pengolahan ikan yang diharapkan dapat industri perikanan >5.000 Units 1.000-5.000 Units <1.000 Units Sumber: KKP: 2016 saing mendukung nasional dan mampu yang menyerap hilirisasi berdaya tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Keempat, kebijakan industri perikanan nasional Ketiga, walaupun data nilai ekspor menunjuk belum kan adanya peningkatan dari tahun 2013 hingga karena dipengaruhi oleh rendahnya kualitas tata 2015, pada saat ini ekspor perikanan masih kelola didominasi Permasalahan industri perikanan nasional memerlukan adanya ekspor dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sinergi dan koordinasi kebijakan antar kemente adanya hambatan tarif dan non-tarif yang makin rian/lembaga ketat, terutama kementerian/lembaga, oleh bahan baku. untuk terbatasnya jumlah produk industri dan olahan, diversifikasi mampu berkembang kebijakan. Percepatan terkait. maupun daerah, sesuai harapan pembangunan Sebanyak baik telah di 25 tingkat pusat diidentifikasi akan produk olahan, serta regulasi terkait hilirisasi berkontribusi produk perikanan masih terbatas. diperlukan untuk percepatan industri perikanan Nilai Ekspor Perikanan Indonesia pada Tahun 2014 untuk sinergi koordinasi antar secara efektif masih kebijakan umum, kebijakan perikanan di Indonesia saat ini 4.2 2013 2012 belum memiliki arah yang jelas dan kurang 3.9 sistematis guna mendukung percepatan industri 3.5 perikanan nasional. Belum tersedianya suatu 2.9 0 1 2 3 dan mewujudkan mendapatkan perhatian ekstra serius. Secara 4.6 2010 yang merupakan suatu persoalan besar yang perlu 3.3 2011 upaya nasional. Namun upaya kementerian/lembaga 2015 berbagai peta jalan (road map) terkait upaya tersebut 4 5 Milyar US$ Sumber: KKP, 2015 (data tahun 2015 angka sementara hingga bulan Oktober 2015) semakin menyulitkan bagi kementerian/lembaga terkait untuk mampu saling bersinergi secara efektif dan efisien. Contohnya, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dimana wewenang Pemerintah saat ini telah mengeluarkan Perpres untuk menerbitkan No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha kapal perikanan berada di bawah Kementerian yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Perhubungan. perizinan terkait ukuran 4

Policy Brief TR 2016 02 Sedangkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, memberikan wewenang pada Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menerbitkan perizinan terhadap kapal penangkap ikan, terutama izin kapal perikanan. Persoalan muncul saat terjadi praktik maladministrasi berupa manipulasi ukuran kapal penangkap ikan sehingga berdampak terhadap maraknya praktik IUU fishing yang mengancam perikanan berkelanjutan. Rekomendasi Kebijakan Efektivitas pelaksanaan Inpres No.7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional akan terwujud bila pemerintah mampu mengkonsolidasikan sumber daya, terutama terkait regulasi, finansial, SDM, informasi dan teknologi untuk melakukan 6 (enam) kegiatan strategis, yakni: (1) peningkatan produksi; (2) perbaikan distribusi dan logistik; (3) penataan pengelolaan ruang laut; (4) penyediaan sarana dan prasarana; (5) pengembangan kompetensi SDM dan inovasi iptek; dan (6) perbaikan kualitas pelayanan perizinan. Untuk melakukan upaya-upaya di atas, ada 4 (empat) opsi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu : 1. Peninjauan Kebijakan Evaluasi secara menyeluruh terhadap berbagai regulasi, seperti UU, PP, Perpres, atau Permen, perlu dilakukan guna menghilangkan hambatan kebijakan yang berpotensi menggagalkan upaya percepatan pembangunan industri perikanan nasional. Fokus evaluasi kebijakan terutama diarahkan pada: (a) harmonisasi regulasi, yakni menghilangkan tumpang tindih peraturan perundang-undangan di tingkat pusat, khususnya antar kementerian/lembaga, maupun dengan peraturan di tingkat daerah; (b) merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Usaha Perikanan Tangkap, dan Usaha Pengolahan Ikan; (c) merevisi UU Perikanan, terutama yang berkaitan dengan penegakan hukum; (d) penyelesaian deregulasi paket kebijakan terkait perizinan usaha perikanan tangkap dan kapal perikanan, serta penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di sektor kelautan dan perikanan; dan (e) meningkatkan kapasitas dan peran aktif pemerintah provinsi dalam menyusun seperangkat regulasi teknis dan program yang mendukung percepatan pembangunan industri perikanan dan memberdayakan nelayan. 2. Memperkuat Sistem Rantai Dingin Sentra industri perikanan modern yang akan dikembangkan harus didukung dengan keberadaan sistem rantai dingin yang mampu berkontribusi terhadap percepatan industri perikanan nasional. Langkah-langkah untuk mewujudkan hal tersebut antara lain melalui; (a) pemberian kemudahan akses bagi para nelayan untuk memperoleh es dan air bersih; (b) penyediaan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh industri perikanan, seperti Unit Pengolahan Ikan (UPI), listrik, cold storage, akses jalan ke pelabuhan, perumahan, telekomunikasi, dan sarana transportasi ikan berpendingin. Hal ini dapat dicapai melalui sinergi kebijakan antara kementerian dengan pemerintah daerah dalam penyediaan sarana prasarana yang mendukung kegiatan industri perikanan, seperti listrik, air bersih, cold storage, dan lain sebagainya. 5

3. Reformasi Pelayanan Usaha yang Ramah Investasi Salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh industri perikanan nasional adalah prosedur pelayanan perizinan usaha yang dianggap ruwet sehingga menghambat investasi. Oleh karena itu, reformasi pelayanan publik di bidang perizinan usaha perikanan perlu dilakukan melalui strategi berikut: (1) penyusunan dan penerapan standar pelayanan sesuai amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Keberadaan standar pelayanan ini akan mengurangi secara sistematis praktik-praktik pemberian pelayanan yang tidak berkepastian, baik menyangkut biaya, waktu penyelesaian, prosedur, persyaratan, maupun cara melayani; (2) optimalisasi fungsi BUMDes dimana keberadaan BUMDes sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat dimanfaatkan sebagai buffer stock bagi penyediaan bahan baku industri perikanan nasional. Dalam hal ini, diperlukan adanya sinergi kebijakan antar lembaga untuk memberdayakan potensi nelayan kecil dan kelompok usaha UMKM perikanan, terutama dari segi pembiayaan, kompetensi, pendampingan teknis dan akses terhadap pasar. Hal ini sangat penting mengingat karakteristik usaha perikanan di Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (99% UPI). 4. Mendorong Investasi yang Berkelanjutan Untuk mendukung kebijakan industri perikanan yang menguntungkan berbagai lapisan masyarakat, pemerintah juga perlu memberikan kemudahan akses bagi para nelayan, khususnya bagi UMKM perikanan, agar dapat memperoleh fasilitas permodalan usaha yang berkelanjutan. Dukungan pembiayaan perlu terus dikembangkan melalui pengembangan skema program JARING dengan pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Pemerintah juga dapat membuat dan menyosialisasikan pedoman teknis tentang investasi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pelaku industri, penyedia jasa keuangan, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, perlu adanya insentif bagi pelaku usaha perikanan yang menjalankan usahanya secara produktif dan bertanggung jawab. Tim Penulis: Nazla Mariza, M.A., Direktur Program, Pusat Transformasi Kebijakan Publik Bambang Wicaksono, M.Si., Penasihat Kebijakan, Pusat Transformasi Kebijakan Publik Joanna Octavia, M.Sc., Peneliti, Pusat Transformasi Kebijakan Publik Narasumber: Dr. M. Azbas Taurusman, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor Dr. Tri Wiji Nurani, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor Transformasi Roundtable Series Pembiayaan Usaha Perikanan Berkelanjutan 18 Oktober 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia Penerjemah dan Penyunting Bahasa: Wicaksono Prayogie, B.Sc., Spesialis Ilmu Bahasa, Pusat Transformasi Kebijakan Publik Produksi: Buyung Yuliandri, Koordinator Program Sumber Data: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia 6