27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO 4 dan larutan aditif asam sitrat dengan perbandingan molar 2:2:1:3. Konsentrasi asam sitrat pada sintesis NASICON ini berturut-turut sebesar 3M, 4M, 5M, 6M, dan 7M. Pada penambahan asam sitrat 3M, sol yang stabil dihasilkan setelah pengocokan selama 10 menit. Hal yang sama terjadi pula pada sol yang ditambahkan asam sitrat sebesar 4M dan 5M. Akan tetapi semakin besar asam sitrat yang ditambahkan yaitu 6M dan 7M, sol yang stabil dapat terbentuk tanpa pengocokan terlebih dahulu. Perubahan sol menjadi gel dilakukan melalui pemanasan selama 14 jam pada suhu 120 C. Pemanasan gel secara berkelanjutan menghasilkan gel kering atau xerogel Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukkan sol dan xerogel yang dipreparasi dengan konsentrasi asam sitrat yang bervariasi. Karakteristik sol dan xerogel yang dihasilkan dirangkum pada Tabel 4.1.
28 Gambar 4.1 Sol yang dihasilkan setelah pengocokan 10 menit Gambar 4.2 Xerogel yang dihasilkan dari sol yang dipanaskan selama 16 jam Tabel 4.1 Karakteristik sol dan xerogel yang dihasilkan Jenis sol Warna sol Warna xerogel Asam sitrat (3) Tidak berwarna Putih Asam sitrat (4) Tidak berwarna Putih kekuningan Asam sitrat (5) Tidak berwarna Putih, lengket (+) Asam sitrat (6) Tidak berwarna Kuning muda, lengket (++) Asam sitrat (7) Tidak berwarna Kuning muda, lengket (+++) Karakter xerogel yang terbentuk dari sol dengan konsentrasi aditif asam sitrat yang berbeda menghasilakan tekstur xerogel yang berlainan. Semakin tinggi
29 konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada sol, semakin lengket xerogel yang dihasilkan.. 4.1.2 Analisis FT-IR Analisis FT-IR berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi pada material hasil sintesis. Analisis FT-IR pada sintesis NASICON ini dilakukan pada tiga sampel, yaitu xerogel (gel yang sudah dikeringkan pada suhu 120 C), material hasil kalsinasi 750 C, dan material hasil kalsinasi 1000 C. Hasil analisis FT-IR terhadap xerogel yang dipreparasi pada berbagai konsentrasi asam sitrat diperlihatkan pada Gambar 4.3. 120 100 80 Vibrasi ulur Zr-O, P-O-P, Si-O Asam sirtat 3 Asam sitrat 4 Asam sitrat 5 Asam sitrat 6 Asam sitrat 7 Intensitas 60 40 20 Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O 0 C=O dan Air terabsorpsi N-O 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.3 Spektra FT-IR xerogel yang dibuat melalui metode sol-gel dengan penambahan aditif asam sitrat
30 Kelima spektra FT-IR xerogel menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 400-750 cm -1, 800-1091 cm -1, 1384.4 cm -1, 1631.7 cm -1, 1728.1 cm -1 dan 3500 cm -1. 120 100 80 120 0 C 750 0 C 1000 0 C Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O Intensitas 60 40 Vibrasi PO 4 dan SiO 4 20 P-O-P 0 C=O dan Air terabsorpsi N-O 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.4 Spektra FT-IR xerogel dengan aditif asam sitrat 3M yang dikalsinasi bertahap pada suhu 750 o C dan 1000 o C
31 120 Intensitas 100 80 60 40 120 0 C 750 0 C 1000 0 C Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O Vibrasi PO 4 dan SiO 4 20 0 C=O dan Air terabsorpsi N-O P-O-P 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.5 Spektra FT-IR xerogel dengan aditif asam sitrat 4M yang dikalsinasi bertahap pada suhu 750 o C dan 1000 o C 120 100 Intensitas 80 60 40 Vibrasi PO 4 dan SiO 4 Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O 20 0 C=O dan Air terabsorpsi N-O P-O-P 120 0 C 750 0 C 1000 0 C 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.6 Spektra FT-IR xerogel dengan aditif asam sitrat 5M yang dikalsinasi bertahap pada suhu 750 o C dan 1000 o C
32 120 100 120 0 C 750 0 C 1000 0 C Intensitas 80 60 Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O 40 20 Vibrasi PO 4 dan SiO 4 0 C=O dan Air terabsorpsi N-O P-O-P 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.7 Spektra FT-IR xerogel dengan aditif asam sitrat 6M yang dikalsinasi bertahap pada suhu 750 o C dan 1000 o C 120 100 120 0 C 750 0 C 1000 0 C 80 Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O Intensitas 60 40 C=O dan Air terabsorpsi N-O 20 Vibrasi PO 4 dan SiO 4 P-O-P 0 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.8 Spektra FT-IR xerogel dengan aditif asam sitrat 7M yang dikalsinasi bertahap pada suhu 750 o C dan 1000 o C
33 Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.8 menunjukkan spektra FT-IR terhadap material yang dikalsinasi secara bertahap pada suhu 750 C dan 1000 C. Pada spektra terlihat serapan N-O pada bilangan gelombang 1384.8 cm -1 yang terdapat pada xerogel sudah tidak tampak lagi pada spektra setelah xerogel dikalsinasi pada suhu 750 o C dan 1000 o C. Tetapi hal ini tidak tampak pada xerogel dengan asam sitrat 7 M, pada xerogel hasil kalsinasi pada suhu 750 o C masih terdapat serapan N-O pada bilangan gelombang 1384.8 cm -1 dengan intensitas yang rendah. 120 100 80 Asam sitrat 3M Asam sitrat 4M Asam sitrat 5M Asam sitrat 6M Asam sitrat 7M Vibrasi tekuk Zr-O, P-O-P, Si-O Intensitas 60 40 20 0 Vibrasi PO 4 dan SiO 4 P-O-P 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 Bilangan Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.9 Spektra FT-IR material konduktor ionik dengan aditif asam sitrat yang dikalsinasi pada suhu 1000 C
34 Gambar 4.9 menunjukkan spektra FT-IR material konduktor ionik untuk berbagai konsentrasi asam sitrat. Spektra tersebut menunjukkan puncak yang lebar pada bilangan gelombang 900-1100cm -1 dan puncak-puncak tajam pada bilangan gelombang 400-750 cm -1. 4.1.3 Analisis XRD Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui pola difraksi sinar-x NASICON hasil sintesis. Analisis XRD ini dilakukan pada sampel NASICON yang dipreparasi dengan konsentrasi asam sitrat 3M sampai dengan 7M. Pola difraktogram menunjukkan adanya puncak-puncak pada 2 = 16, 22, 23, 27, 32, 36, dan 40 dengan intensitas tinggi. Selain itu terdapat pula puncak-puncak dengan intensitas rendah pada 2 = 48, 53, 55, 59, 64, dan 70. Pola difraktogram dari kelima sampel dapat dilihat pada Gambar 4.10.
35 Asam sitrat 7M Asam sitrat 6M Intensitas Asam sitrat 5M Asam sitrat 4M Asam sitrat 3M 10 20 30 40 50 60 70 80 2θ Gambar 4.10 Pola difraktogram sinar-x material konduktor ionik 4.1.4 Pengukuran Konduktifitas Pengukuran konduktifitas berfungsi untuk mengetahui konduktifitas material konduktor ionik yang dihasilkan. Gambar 4.11, 4.12, dan 4.13 menggambarkan nilai konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan penambahan asam sitrat sebesar 3 M, 4 M, dan 5 M sebagai fungsi waktu. Analisis IS ini dilakukan pada beberapa suhu untuk mengetahui pengaruh suhu analisis terhadap konduktifitas NASICON.
36-2.5-3.0 log σ (S/cm -1 ) -3.5-4.0-4.5-5.0-5.5 150 C 175 C 200 C 225 C 250 C 275 C 300 C 325 C 350 C 375 C 400 C -6.0-6.5-7.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 t (sekon) Gambar 4.11 Konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 3M -2.5-3.0 log σ (S/cm -1 ) -3.5-4.0-4.5-5.0-5.5-6.0 150 C 175 C 200 C 225 C 250 C 275 C 300 C 325 C 350 C 375 C 400 C -6.5-7.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 t (sekon) Gambar 4.12 Konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 4M
37-2.5-3.0 log σ (S/cm) -3.5-4.0-4.5-5.0-5.5-6.0 150 C 175 C 200 C 225 C 250 C 275 C 300 C 325 C 350 C 375 C 400 C -6.5-7.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 t (sekon) Gambar 4.13 Konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 5M 4.1.5 Uji Kinerja NASICON Untuk mengetahui kelayakan NASICON dijadikan sebagai komponen sensor gas NO x maka dilakukan uji kinerja NASICON. Melalui uji ini dapat diketahui kemampuan NASICON dalam merespon gas NO x yang dilalirkan. Gambar 4.14 menunjukkan nilai konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 5M pada suhu 375 C tanpa dialiri gas NO 2 dan dengan dialiri gas NO 2.
38-2.6-2.8 375 C 375 C + gas log σ (S/cm) -3.0-3.2-3.4 0 20 40 60 80 100 120 140 160 t (sekon) Gambar 4.14 Konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 5M pada suhu 375 C tanpa dialiri gas NO 2 dan dengan dialiri gas NO 2
39 4.2 Pembahasan 4.2.1 Kestabilan sol Sintesis NASICON menggunakan metode sol-gel memiliki beberapa keuntungan diantaranya homogenitas dan kemurnian yang tinggi serta material yang dihasilkan bersifat amorf dan nanopori. Tetapi dibalik keuntungan tersebut ada kelemahan metode sol-gel dalam mensintesis NASICON yaitu sulitnya menstabilkan sol yang dapat dipreparasi menjadi NASICON. Sol yang stabil sulit diperoleh karena terbentuknya zirconil fosfat (ZrOHPO 4 ) atau zirconium fosfat (Zr(HPO 4 ) 2 ) ketika larutan ZrO(NO 3 ) 2 dan larutan NH 4 H 2 PO 4 ditambahkan. Di dalam larutan, ion Zr 4+ lebih mudah bereaksi dengan OH - dari basa membentuk ZrOH 3+ yang kemudian akan terurai menjadi ZrO 2+. Ion ZrO 2+ dalam larutan inilah yang akan bereaksi dengan ion HPO 4 2- membentuk ZrOHPO 4 (Mouazer et al. (2003)). Zr 4+ + OH - ZrOH 3+ K = 10 14 (1) ZrOH 3+ ZrO 2+ + H + K = 10 0.7 (2) ZrO 2+ + HPO 2-4 ZrOHPO 4 K = 10 19.5 (3) Dalam penelitian ini ZrOHPO 4 atau Zr(HPO 4 ) 2 yang terbentuk dikurangi dengan membentuk senyawa komplek antara ion Zr 4+ dengan senyawa asam sitrat. Pada reaksi pembentukkan kompleks ini Zr 4+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada asam membentuk kompleks RCOOZr. Reaksi yang terjadi adalah:
40 Zr 4+ 2- + R(COOH)(COO) 2 [Zr(COO) 2 (COOH)R] 2+ (4) [Zr(COO) 2 (COOH)R] 2+ + H + [Zr(COO)(COOH) 2 R] 3+ (5) Pada bagian 4.1.1 telah diuraikan bahwa pada penambahan asam sitrat sebesar 3-5 M sol yang stabil dihasilkan setelah pengocokan selama 10 menit. Tetapi semakin besar asam sitrat yang ditambahkan yaitu 6M dan 7M, sol yang stabil dapat terbentuk tanpa pengocokan terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan akan lebih menstabilkan sol (mencegah pertumbuhan endapan zirconil dan zirconium fosfat). 4.2.2 Analisis FT-IR Kelima spektra FT-IR xerogel (Gambar 4.3) menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 400-750 cm -1, 800-1091 cm -1, 1384.4 cm -1, 1631.7 cm -1, 1728.1 cm -1 dan 3500 cm -1. Serapan pada bilangan gelombang 400-750 cm -1 diakibatkan oleh vibrasi tekuk dari Zr-O, P-O-P dan Si-O sedangkan puncak-puncak pada bilangan gelombang 800-1091 cm -1 selain diakibatkan oleh senyawa organik yang terdapat dalam xerogel juga diakibatkan oleh vibrasi ulur dari Zr-O, P-O-P dan Si-O (Monros, 1992). Serapan pada bilangan gelombang 1384.8 cm -1 menunjukkan adanya gugus N- O serta serapan pada bilangan gelombang 1728.1 cm -1 menunjukkan adanya gugus karbonil (C=O) pada xerogel. Sedangkan puncak pada bilangan gelombang 1631.7 cm -1 dan 3500 cm -1 menunjukkan adanya air yang terabsorbsi di dalam xerogel.
41 Variasi konsentrasi asam sitrat pada xerogel hasil FTIR ini tidak menunjukkan perbedaan pola puncak. Perbedaan yang nampak dari spektra tersebut terletak pada intensitas puncak. Spektra xerogel dengan konsentrasi asam sitrat 5M menunjukkkan intensitas paling tinggi jika dibandingkan dengan keempat spektra xerogel yang lainnya. Perubahan pola spektra terlihat setelah xerogel dipanaskan pada suhu 750 o C dan 1000 o C. Pada spektra (Gambar 4.4 sampai Gambar 4.7) terlihat serapan N-O pada bilangan gelombang 1384.8 cm -1 yang terdapat pada xerogel sudah tidak tampak lagi pada spektra setelah xerogel dikalsinasi pada suhu 750 o C dan 1000 o C. Tetapi hal ini tidak tampak pada xerogel dengan asam sitrat 7 M (Gambar 4.8), pada xerogel hasil kalsinasi pada suhu 750 o C masih terdapat serapan N-O pada bilangan gelombang 1384.8 cm -1 dengan intensitas yang rendah. Hal ini mungkin diakibatkan adanya gas NO yang terjebak dalam xerogel. Gejala yang sama juga tampak pada bilangan gelombang 1728.1 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi gugus C=O. Hilangnya gugus C=O pada spektra xerogel yang telah mengalami kalsinasi menunjukkan sudah tidak adanya senyawa organik yang terdapat pada sampel. Bahkan pada spektra sampel setelah kalsinasi kedua (1000 o C) puncak pada bilangan gelombang 1631.7 cm -1 sudah tidak tampak. Hal ini menunjukkan sudah tidak adanya air bebas atau air yang terabsordsi pada sampel. Puncak-puncak pada bilangan gelombang 800-1100 cm -1 menunjukkan kemiripan pola pada semua spektra. Puncak-puncak ini disebabkan oleh kombinasi
42 vibrasi ulur dari gugus Zr-O, P-O-P dan Si-O. Perbedaan puncak yang tampak pada daerah 400-750 cm -1 menunjukkan mulai terbentuknya material konduktor ionik (Qiu et al., 2003). Puncak-puncak tersebut menunjukkan adanya vibrasi tekuk gugus Zr-O, P-O-P dan Si-O (Monros et al., 1992). Perbandingan spektra FT-IR untuk material konduktor ionik yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 4.9. Spektra material yang dihasilkan menunjukkan pola yang serupa. Spektra tersebut menunjukkan puncak yang lebar pada bilangan gelombang 900-1100 cm -1 dan puncak-puncak tajam pada bilangan gelombang 400-750 cm -1. Tabel 4.2 menunjukkan vibrasi gugus-gugus yang menyebabkan puncakpuncak tersebut dapat terjadi. Tabel 4.2 Daftar serapan gugus-gugus pada NASICON (Monros et al, 1992; Zhang. S et al, 2003; Qiu et al, 2003, 2004; Rao et al., 2001) Puncak serapan Analisis 400-750 cm -1 Vibrasi tekuk ZrO 6, PO 4 dan SiO 4 470 cm -1 Vibrasi ZrO 2 550-560 cm -1 Vibrasi O P O, 600-900 cm -1 Vibrasi Zr O 850-1250 cm -1 Vibrasi O Si O dan P O P 890-920 cm -1 Vibrasi P O P 980-1080 cm -1 Vibrasi PO 4 3- dan SiO 4 1100-1150 cm -1 Vibrasi ion PO -
43 4.2.3 Analisis XRD Pada Gambar 4.10 dapat dilihat pola difraktogram NASICON yang dipreparasi dengan konsentrasi asam sitrat 3-7 Molar. Puncak-puncak dari kelima NASICON ini menunjukkan nilai yang sama pada 2 = 16, 22, 23, 27, 32, 36, dan 40 dengan intensitas tinggi. Puncak-puncak yang dihasilkan ini sesuai dengan pola XRD untuk NASICON rujukan (Gambar 2.4). Selain puncak-puncak tersebut terdapat pula puncak-puncak dengan intensitas kecil pada 2 = 48, 53, 55, 59, 64, dan 70. Tetapi dari puncak yang dihasilkan terdapat puncak pengotor yaitu pada 2 = 60 yang menunjukkan adanya ZrO 2. Adanya zirconia pada NASICON yang dihasilkan akan mengurangi nilai konduktifitasnya. 4.2.4 Pengukuran Konduktifitas Pengukuran konduktifitas dilakukan pada berbagai suhu, yaitu suhu 150 C, 175 C, 200 C, 225 C, 250 C, 275 C, 300 C, 325 C, 350 C, 375 C dan 400 C. Penggunaan variasi suhu ini dilakukan untuk mengamati hubungan nilai konduktifitas material konduktor ionik terhadap kenaikan suhu. Secara umum nilai konduktifitas NASICON semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu (Ahmad et al, 1987). Pada Gambar 4.11 nilai konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 3M paling rendah berada pada log = -6,5 pada suhu 175 C, sedangkan paling tinggi berada pada log = -3,4 pada suhu 400 C. Pada Gambar 4.12 nilai konduktifitas NASICON yang dipreparasi denagn asam sitrat 4M paling rendah
44 berada pada log = -6,4 pada suhu 150 C, sedangkan paling tinggi berada pada log = -3,3 pada suhu 375 C. Pada Gambar 4.13 nilai konduktifitas NASICON yang dipreparasi dengan asam sitrat 5M paling rendah berada pada log = -5,6 pada suhu 150 C, sedangkan paling tinggi berada pada log = -3,0 pada suhu 375 C. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada sampel NASICON maka semakin tinggi pula nilai konduktifitas yang dihasilkannya. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan semakin menambah kestabilan NASICON yang diperoleh. Nilai konduktifitas NASICON yang disintesis telah memenuhi untuk digolongkan sebagai fast ionic conductor dan dapat digunakan sebagai komponen sensor gas NO x. 4.2.5 Uji Kinerja NASICON Dari hasil pengukuran konduktifitas diketahui nilai konduktifitas NASICON tertinggi diperoleh pada sampel dengan konsentrasi asam sitrat 5M dengan log = - 3.0 pada suhu 375 C. Untuk mengetahui kelayakan NASICON dijadikan sebagai komponen sensor gas NO x maka dilakukan uji kinerja NASICON. Melalui uji ini dapat diketahui kemampuan NASICON dalam merespon gas NO x yang dilalirkan. Gas NO x yang digunakan dalam uji kinerja NASICON ini diperoleh dari pemanasan Ba(NO 3 ) 2. Sebanyak 0,0134 mol Ba(NO 3 ) 2 dialirkan ke dalam sistem selama 135 detik pada suhu 375 C. Setelah dilakukan pemanasan, Ba(NO 3 ) 2 yang
45 tersisa adalah 0,0126 mol. Dengan demikian terdapat 0,0016 mol gas NO 2 yang mengalir ke dalam sistem dan bereaksi dengan NASICON. Pada Gambar 4.14 dapat dilihat nilai konduktifitas NASICON yang dialiri gas NO 2 lebih tinggi daripada nilai konduktifitas NASICON tanpa dilaliri gas. Hal ini menunjukkan adanya reaksi antara NASICON dengan gas NO 2. Pada saat gas NO 2 berinteraksi dengan lapisan NaNO 2 pada elektroda kerja, NO 2 akan bereaksi dengan Na +. Sedangkan pada elektroda counter, NaNO 2 terurai menjadi Na + dan NO 2. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.15. Sensing electrode : NO 2 (g) + Na + + e - NaNO 2 Counter electrode : NaNO 2 NO 2 + e - + Na + e - NO 2 (g) + Na + + e - NaNO 2 NaNO 2 Na + NASICON e - NaNO 2 NO 2 + e - + Na + Elektroda Gambar 4.15 Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas NO 2