BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1

dokumen-dokumen yang mirip
MENGGGAS RUMAH SAKIT PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Oleh : Muhammad Syarif, SHI1

Pasal 68 UU no. 1 Tahun 2004

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May :55 -

BAB 3 METODE PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif yang menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perusahaan-perusahaan yang berada di dalam era persaingan yang semakin lama semakin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

MANAJEMEN KEUANGAN RUMAH SAKIT SWASTA DAN RUMAH SAKIT BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM

BAB II DASAR TEORI. 1. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan. dikeluarkan oleh badan yang berwenang. Standar Akuntansi Keuangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Persaingan antar organisasi bisnis yang semakin ketat beberapa dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Strategi pembangunan kesehatan nasional adalah mewujudkan Indonesia

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS BISNIS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. lebih lanjut dalam perencanaan dan perumusan strategi bisnis. Jadi akan di jabarkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pearce dan Robinson (2008, p2) menyatakan bahwa strategi merupakan suatu

Gambaran Transisi Menuju Standar Akuntansi Pemerintah dalam Penerapan PPK- BLUD

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III KERANGKA PEMIKIRAN

TENTANG MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

III. KERANGKA PEMIKIRAN

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat terlihat dari munculnya pesaing pesaing baru maupun pesaing. pesaing yang sudah mapan dalam suatu bidang usaha.

KONSEP PEMBENTUKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (PPK-BLUD)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

BAB II KAJIAN TEORI. bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya

III. KERANGKA PEMIKIRAN

MATERI 3 ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis

BAB IV METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. umum yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis persaingan antara pengusaha (perusahaan) dengan

-1- BERIKUT PENJELASANNYA

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

Oleh: Prof Dr H Jamal Wiwoho, SH,MHum PR II UNS

BAB I PENDAHULUAN. satu kepentingan yang sama yaitu untuk memperoleh laba. Perusahaan yang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. Metodologi Penelitian

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS SWOT UNTUK MENENTUKAN STRATEGI PEMASARAN PRODUK SOLID FURNITURE PADA PT. WIRAMAS INTI LESTARI SKRIPSI. Oleh : RIO SAILENDRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

2016, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Le

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik

POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Badan Layanan Umum (BLU) 2.1.1 Pengertian,tujuan dan azas BLU Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu Badan Layanan Umum adalah instansi di Iingkungan Pemenntah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengertian mi kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dan Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwà BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. 10

11 Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu: 1) Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dan instansi induknya; 2) Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Iayanan umum kepada pimpinan instansi induk; 3) BLU tidak mencari laba; 4) Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah; 5) Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat. Dan uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat tenlihat bahwa BLU memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu 1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dan kekayaan Negara; 2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; 3) Tidak bertujuan untuk mencarai laba; 4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi; 5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk; 6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;

12 7) Pegawai dapat terdiri dan pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil; 8) BLU bukan subyek pajak. Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan pninsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik Iainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu: 1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) Kekayaan BLU merupakan bagian dan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan; 3) Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteni Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 4) Pembinaan keuangan BLU instansi pemenintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bengangkutan; 5) Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan; 6) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan

13 dan RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah; 7) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa Iayanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah; 8) Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan; 9) BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dan masyarakat atau badan lain; 10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah (dhi. PP No. 23 Tahun 2005). 2.1.2 Jenis dan persyaratan BLU Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain; 2) BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan 3) BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai. Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur menurut Pasal 4 pp No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut: 1) Persyaratan Substantif, apabila menyelanggarakan Iayanan umum yang berhubungan dengan :

14 (1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; (2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau (3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. 2) Persyaratan Teknis, yaitu (1) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya Iayak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan (2) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 3) Persyaratan Administratif, yaitu (1) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; (2) pola tata kelola (yang baik); (3) rencana strategis bisnis; (4) laporan keuangari pokok; (5) standar pelayanan minimum; dan (6) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

15 1. Persyaratan substantif : Penyelenggaraan layanan umum; 2. Persyaratan teknis: kinerja; 3. Persyaratan administratif: dokumen-dokumen Standar layanan Tarif layanan Pengelolaan keuangan Gambar 2.1 Syarat-Syarat BLU 2.1.3 Puskesmas sebagai BLU 1) Standar pelayanan dan tarif layanan Puskesmas yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal puskesmas maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu (1) Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD; (2) Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai dengan standar yang telah ditetapkan;

16 (3) Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya; (4) Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD; (5) Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan. Puskesmas yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh puskesmas kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut: (1) kontinuitas dan pengembangan layanan; (2) daya beli masyarakat; (3) asas keadilan dan kepatutan; dan (4) kompetisi yang sehat. 2) Pengelolaan Keuangan Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

17 Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan biaya. Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU. Perubahan mi berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabihtas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kineija (sesual dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002). Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dad indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum. 3) Pelaporan dan pertanggungjawaban BLU sebagai Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi

18 pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) pp No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dan IAI. Sebagai organisasi kepemenintahan yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemermntah daerah semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK. Laporan keuangan puskesmas merupakan laporan yang disusun oleh pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangari tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagal organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen. Adapun Laporan Keuangan puskesmas daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk: (1) mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;

19 (2) pertanggungjawaban manajemen Puskesmas (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas); (3) mengetahul kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan); (4) mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas). laporan keuangan puskesmas daerah mencakup sebagai berikut: (1) Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Kiasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih dikiasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan teiikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampal dengan terpenuhinya keadaan tertentu; (2) Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih); (3) Laporan arus kas yang mencakup arus kas dan aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan; (4) Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan kiasifikasi aktiva bersih.

20 2.2 Standar Keberhasilan Program Puskesmas Menurut buku pedoman kerja Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi secara rutin menetapkan target atau standar keberhasilan masing-masing kegiatan program. Standar pelaksanaan program ini juga merupakan standar unjuk kerja (standar performance) pegawai. Standar unjuk kerja merupakan ukuran kualitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program. Secara kualitatif keberhasilan program diukur dengan membandingkan standar prosedur kerja untuk masing-masing kegiatan program dengan penampilan (kemampuan) staf dalam melaksanakan kegiatan masing-masing program. Cakupan program dapat dianalisis secara langsung oleh staf Puskesmas dengan menganalisis data harian setiap kegiatan program. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat (effect program) dan dampak program (impact) seperti tingkat kematian, kesakitan (termasuk gangguan gizi), tingkat kelahiran, dan kecacatan tidak diukur secara langsung oleh Puskesmas. Impaca program diukur setiap lima tahun melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) atau Surkesnas (Survei Kesehatan Nasional) Depkes. Khusus untuk perkembangan masalah gizi dipantau setiap tiga tahun, tetapi hanya sampai di tingkat kabupaten. Standar pelayanan minimal program kesehatan pokok mulai diterapkan oleh Depkes tahun 2003 untuk menjamin bahwa dilaksanakan tugas utama pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat yang esensial di daerah. Indikator derajat kesehatan masyarakat yang paling peka untuk menilai

21 dampak (impact) program kesehatan adalah IMR, MMR dan BR (Infant Mortality Rate, Maternal Mortality Rate, Birth Rate). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, empat program pokok perlu lebih diprioritaskan oleh Puskesmas yaitu KIA, KB, P2M, dan Gizi. Keempat program pokok tersebut juga dilaksanakan secara terpadu di luar gedung Puskesmas melalui Pos kesehatan di tingkat dusun atau Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu). Sejak tahun 1992/1993, pemerintah juga telah menempatkan bidan di desa. Bidan yang bertugas di desa, mengelola pondok bersalin desa (Polindes) (Depkes, 2004). Menurut Anwar, pengembangan pelayanan Puskesmas di era desentralisasi sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan masalah kesehatan yang potensial berkembang di masingmasing wilayah kerja Puskesmas Konsep Puskesmas era desentralisasi yang disusun oleh Depkes Pusat dapat digunakan oleh Dinkes Kabupaten/Kota sebagai pedoman kerja pelaksanaan pengembangan mutu pelayanan kesehatan masyarakat melalui Puskesmas (Anwar,1996). 2.3 Manajemen Strategis Perusahaan-perusahaan yang berada di dalam era persaingan yang semakin lama semakin sengit dewasa ini, memerlukan fungsi manajemen strategis untuk mengarahkan gerak perusahaan. Mengacu pada tugas pokok manajemen strategis menurut Pearce dan Robinson (2008), didefinisikan bahwa manajemen strategis sebagai satu set keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk meraih tujuan suatu perusahaan. Manajemen strategis terdiri atas sembilan tugas penting yaitu:

22 1) Merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai maksud, filosofi dan sasaran perusahaan. 2) Mengembangkan suatu analisis yang mencerminkan kondisi kapabilitas internal perusahaan. 3) Menilai lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan dan konstektual umum lainnya. 4) Menganalisis pilihan pilihan yang dimiliki oleh perusahaan dengan cara menyesuaikan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal. 5) Mengidentifikasi pilihan paling menguntungkan dengan cara mengevaluasi setiap pilihan berdasarkan misi perusahaan. 6) Memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi umum (grand strategy) yang akan menghasilkan pilihan paling menguntungkan tersebut. 7) Mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan. 8) Mengimplementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumber daya yang dianggarkan, di mana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur, teknologi dan sistem penghargaan. 9) Mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan pengambilan keputusan dimasa mendatang. Seperti yang ditunjukkan oleh kesembilan tugas tersebut, maka manajemen strategi meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan perusahaaan yang berkaitan dengan strategi. Jadi strategi dapat diartikan oleh para manajer sebagai

23 rencana mereka yang berskala besar dan berorientasi pada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai tujuan perusahaan. Bila dikaitkan dengan perusahaan, strategi adalah rencana suatu perusahaan, meskipun rencana ini tidak secara persis merinci semua pemanfaatan SDM, keuangan, dan bahan dimasa depan. Strategi memberi kerangka untuk keputusankeputusan manajerial. 2.4 Visi dan Misi Perusahaan Hal pertama yang menjadi perhatian dalam proses manajemen strategis adalah visi dan misi perusahaan. Suyanto (2007) menyatakan bahwa visi adalah tujuan unik perusahaan yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasikan cakupan umum yang luas dan bersifat tahan lama tentang keinginan atau tujuan perusahaan. Pearce dan Robinson (2008) akan mengidentifikasi lingkup operasi perusahaan dalam hal produk, pasar serta teknologinya. Dalam pernyataan misi setidaknya mencakup komponen-komponen sebagai berikut : 1) Komponen Pokok, meliputi : (1) Spesifikasi kebutuhan konsumen yang hendak dipuaskan oleh perusahaan dalam bentuk riilnya berupa barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (2) Spesifikasi segmen pasar yang dituju sebagai kelompok sasaran dan wilayah pemasaran yang hendak dijangkau (3) Spesifikasi teknologi dan fungsi manajerial yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen

24 2) Komponen Pelengkap, meliputi : (1) Komitmen untuk bertahan hidup, pertumbuhan dan laba (2) Perumusan falsafah perusahaan (3) Konsep jati diri (4) Citra perusahaan yang diinginkan (5) Komitmen terhadap karyawan (6) Tanggung jawab sosial terhadap masyarakat 2.5 Pemahaman Lingkungan Perusahaan Lingkungan perusahan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Faktor lingkungan eksternal memberikan sejumlah peluang dan ancaman bagi perusahaan, sementara faktor lingkungan internal memberikan sejumlah kekuatan dan kelemahan bagi perusahaan. Paparan dari masing-masing lingkungan akan dijelaskan berikut ini. 2.5.1 Lingkungan Eksternal Faktor eksternal akan mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan, dan akhirnya struktur organisasi perusahaan tersebut. Murray (1988) menyatakan bahwa lingkungan eksternal akan banyak mempengaruhi strategi yang diadopsi perusahaan dalam upaya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Lingkungan eksternal terdiri atas tiga sub katagori yang saling berkaitan yaitu faktor-faktor dalam lingkungan jauh (remote), faktor-faktor dalam lingkungan industri dan faktor - faktor dalam lingkungan operasional (Pierce dan Robinson, 2008). Penjelasan dari ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut:

25 1) Lingkungan jauh Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang bersumber dari luar dan tidak berhubungan dengan situasi operasional suatu perusahaan tertentu seperti ekonomi, sosial budaya, politik, teknologi dan hukum. Perubahan yang sering terjadi pada lingkungan akan akan menimbulkan peluang dan ancaman. (1) Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu perusahaan beroperasi baik ekonomi nasional maupun internasional. Perencanaan strategi setiap perusahaan harus mempertimbangkan kecenderungan ekonomi datam segmen pasar yang mempengaruhi industrinya. (2) Faktor Sosial Budaya. Bentuk interaksi yang terjadi antara perusahaan dengan aneka ragam kelompok masyarakat yang dilayaninya. Berbagai faktor ada di dalamnya seperti keyakinan, sistem nilai yang dianut, sikap, opini dan bahkan gaya hidup. Para anggota masyarakat dalam berinteraksi dengan perusahaan sering tidak konsisten dalam perilakunya sebagai akibat kondisi keagamaan, pendidikan, kultur, moral, etika yang mengalami pergeseran. (3) Faktor Politik dan Hukum. Arah dan stabilitas politik merupakan pertimbangan utama bagi pengusaha dalam memformulasikan strategi perusahaan. Faktor-faktor politik mendefinisikan parameter-parameter dan pengaturan perusahaan bagaimana harus beroperasi. Kendala-kendala politik diperlakukan

26 terhadap perusahaan melalui keputusan perdagangan yang wajar, program perpajakan, perundangan gaji minimum, kebijakan polusi, harga dan tindakan lain yang bertujuan untuk melindungi karyawan, konsumen dan masyarakat umum. (4) Faktor Teknologi. Untuk menghindari keusangan dan meningkatkan inovasi, suatu pernsahaan harus sadar mengenai perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi industrinya. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat mengusulkan kemungkinan untuk produk baru, untuk perbaikan produk yang sudah ada, atau dalam teknik pemasaran. (5)Faktor Ekologi. Hubungan timbal balik antara usaha dan masyarakat, yang menyangkut hubungan antara manusia dan mahiuk hidup lain, termasuk juga udara, tanah serta air yang menyokongnya. 2) Lingkungan Industri Sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima kekuatan atau faktor. Porter (dalam Pearce dan Robinson, 2008) membagi lima kekuatan persaingan yaitu : (1) Ancaman pendatang baru Pendatang baru ke suatu industri membawa masuk kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar (market share), dan seringkali sumber daya yang cukup besar. Besarnya ancaman masuk dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada

27 menurut perkiraan calon pendatang baru. Jika hambatan masuk tinggi dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini jelas tidak merupakan ancaman yang serius. (2) Kekuatan tawar menawar pemasok. Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar menawar terhadap para peserta industri dalam mengancam akan menaikkan harga atau menukarkan mutu produk atau jasa yang dibeli. Pemasok yang kuat dapat menekan kemampulabaan industri yang tidak mampu mengimbangi kenaikan harganya. (3) Persaingan diantara industri yang ada. Persaingan di kalangan anggota industri terjadi bila mereka berebut posisi dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, pengenalan produk, dan perang iklan. Adanya persaingan yang sengit bisa menyebabkan turunnya profitabilitas organisasi. Schafer et al. (2005) menemukan bahwa persaingan berkorelasi negatif dengan profitabilitas. Metts (2007) juga mengemukakan hal yang kurang lebih sama yaitu ketatnya persaingan dalam lingkungan industri akan berpengaruh negatif terhadap kinerja organisasi. (4) Kekuatan tawar menawar pembeli. Pembeli menekan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik serta berperan sebagai pesaing satu sama lain, dengan mengorbankan kemampulabaan industri. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli tergantung pada situasi

28 pasarnya dan relatif pada kepentingan pembelinya dan industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut. (5) Ancaman produk substitusi. Perusahaan dalam suatu industri bersaing dalam arti luas, dengan industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dan industri dengan menetapkan harga jual (ceiling price) yang dapat diberikan oleh perusahaan. Makin menarik harga yang diberikan, maka makin ketat pembatasan laba industri. Kekuatan persaingan dalam industri digambarkan oleh Porter sebagai berikut: Ancaman Masuknya Pendatang Baru Pesaing Industri Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Persaingan diantara perusahaan yang ada Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Ancaman Produk Pengganti Gambar 2.2 Kekuatan Persaingan Porter Sumber : Pearce dan Robinson (2008)

29 Setelah kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industri serta sebab pokoknya didiagnosis, perusahaan berada dalam posisi untuk mengenali kekuatan dan kelemahan secara relatif terhadap industri. 3) Lingkungan operasional. Lingkungan operasional terdiri dan faktor-faktor dalam persaingan yang mempengaruhi suksesnya perusahaan dalam memanfaatkan sumber dayanya dan memasarkan produknya. Beberapa faktor penting tersebut adalah posisi bersaing perusahaan, komposisi / profile konsumen, reputasi konsumen, reputasi perusahaan terhadap pemasok dan kreditur serta kemampuan perusahaan untuk menarik serta memelihara karyawannya. Faktor-faktor dalam lingkungan operasional Iebih berpengaruh langsung terhadap perusahaan daripada lingkungan jauh (remote environment). Oleh sebab itu apabila terjadi perubahan pada tingkatan ini, perusahaan hanya bereaksi secara relatif karena jauh diluar kontrol. Terhadap faktor-faktor yang ada pada lingkungan operasional diharapkan perusahaan dapat bertindak secara tepat dan positif (Pierce dan Robinson, 2007). 2.5.2. Lingkungan Internal Pemahaman terhadap kondisi internal perusahaan adalah faktor penting dalam penyusunan suatu strategi yang efektif. Perumusan strategi perusahaan harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Kekuatan dan kelemahan perusahaan dapat diketahui dengan melihat fungsi pokok teknikal yang dilakukan oleh manajemen dalam membangun perusahaan yaitu sejak dari fungsi perencanaan, implementasi dan pengendalian

30 pada berbagai jenis manajemen fungsional : pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan operasi (Suwarsono, 2008) Mengetahui peluang dan ancaman saja tidaklah cukup, perusahaan harus menemukan jati diri dan kemampuan dalam organisasinya agar peluang dan ancaman bisa dimanfaatkan secara efektif dan efisien, sehingga tujuan perusahan dapat tercapai. Perusahaan dapat mengenal lebih jauh beberapa kekuatan dan kelemahan dalam dirinya dengan melakukan analisis lingkungan internal. Dalam lingkungan yang bersaing secara global, sumber keunggulan bersaing tradisional, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal, dan bahan baku tidak lagi menjadi efektif. Keunggulan bersaing tersebut sekarang ini dengan mudah dapat dipenuhi melalui strategi global. Setiap perusahaan harus mempunyai sumber daya dan kemampuan khusus yang tidak dimiliki perusahan lain, atau setidaknya dalam kombinasi yang berbeda. Faktor lain penyebab pentingnya analisis lingkungan internal dilakukan oleh perusahaan adalah adanya ketidakpastian, kompleksitas, dan konflik yang dihadapi dalam organisasi. Manajer menghadapi kondisi ketidakpastian dalam hal munculnya teknologi baru, perubahan kecenderungan politik dan ekonomi yang berlangsung cepat, perubahan dalam nilai sosial, dan pergeseran permintaan konsumen. Ketidakpastian lingkungan akan meningkatkan kompleksitas dan jumlah masalah yang harus diamati manajer saat mempelajari lingkungan internal. Melakukan analisis terhadap lingkungan internal suatu perusahaan, keunggulan bersaing tradisional seperti disebutkan sebelumnya tidak lagi banyak dibicarakan.

31 Pearce dan Robinson (2008) mengarahkan keunggulan strategis perusahaan pada pemahaman tentang pandangan berbasis sumber daya. Pandangan yang mendasari adalah bahwa setiap perusahaan berbeda secara fundamental karena setiap perusahaan memiliki sumber daya yang unik yang berupa: 1) Aset berwujud Merupakan sumber daya yang mudah diidentifikasi dam sering ditemukan pada laporan neraca perusahaan. Aset berwujud meliputi aktiva perusahaan yang dapat dilihat, disentuh ataupun dihitung. 2) Aset tidak berwujud Merupakan sumber daya tidak berwujud yang meliputi hak properti intelektual seperti hak paten, merek dagang dan hak cipta hingga sumber daya manusia dalam kaitannya sebagai bagian dan masyarakat dan subyektif seperti jaringan kerja, budaya organisasi dan reputasi perusahaan 3) Kapabilitas organisasi Kapabilitas perusahaan adalah kapasitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang terintegrasi untuk mencapai apa yang diharapkan. Sejumlah pengetahuan manusia dan modal merupakan salah satu kemampuan perusahaan yang paling signifikan dan akar dari segala keunggulan bersaing. Pengetahuan manusia dipandang sebagai penjumlahan segala sesuatu yang diketahui setiap orang dalam perusahaan yang memberikan perusahaan tersebut kemampuan bersaing dalam pasar.

32 2.6 Konsep Strategi Strategi menjadi penting dibicarakan terkait hubungannya dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan. Chandler pada tahun 1962 (dalam Rangkuti, 2008) mengemukakan pengertian strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan, dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Sementara menurut Pearce dan Robinson (2008), strategi adalah rencana berskala besar dengan orientasi masa depan guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dari definisi strategi yang telah dikemukakan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan perusahaan, dalam hal ini yaitu mewujudkan visi dan misinya. Strategi merupakan alat yang responsif terhadap peluang dan ancaman berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan untuk dapat menyusun tindakan melalui kebijakan-kebijakan perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Tindakan ini bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dilakukan berdasarkan sudut pandang apa yang diharapkan oleh para konsumen dimasa depan. Perencanaan strategi selalu dimulai dengan apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dengan apa yang terjadi dalam lingkungan perusahaan. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen di sisi lain menuntut perusahaan untuk merespon perubahan tersebut dan menyiapkan

33 kompetensi inti (Core Competencies) yang dimilikinya. Perusahan perlu mencari dan menyiapkan kompetensi inti untuk bisnis yang dilakukan. 2.7 Tingkatan Strategi Suatu strategi dibutuhkan oleh perusahaan secara keseluruhan mulai dari tingkatan korporat sampai dengan fungsional. Strategi dalam suatu perusahaan terbagi atas tiga tingkat strategi yaitu : korporat, unit bisnis dan fungsional (Siagiaan, 2000). Ketiga tingkat strategi tersebut biasanya dipakai oleh perusahaan besar yang memiliki lebih dari satu unit bisnis. Jika dalam perusahaan tersebut hanya terdapat satu unit bisnis, maka strategi korporat akan sama dengan strategi bisnis. Adapun penjelasan mengenai masing-masing tingkatan strategi adalah sebagai berikut : 1) Strategi Tingkat Korporate (Corporate Strategy) Andrews dalam Rangkuti (2008 ) menyatakan strategi korporat sebagai strategi yang disusun dalm suatu bisnis, dimana perusahaan akan bersaing dengan cara mengubah distinctive competence menjadi competitive competence. Pada tingkat korporat ini, masalah yang cukup krusial adalah menentukan bisnis apa yang akan dikembangkan, bisnis apa yang ingin dipertahankan dan bisnis apa yang akan dilepaskan. Strategi pada tingkat korporat ini merupakan landasan dan acuan untuk penyusunan strategi di tingkat-tingkat yang lebih rendah (strategi bisnis dan strategi fungsional). Dengan demikian, strategi yang telah disusun di ketiga

34 tingkatan strategi (korporat, unit bisnis dan fungsional) merupakan satu kesatuan strategi yang saling mendukung dan terkait. Penyusun strategi di tingkat korporat biasanya terdiri atas dewan direksi dan eksekutif kepala, Mereka bertanggung jawab atas kinerja keuangan perusahaan dan atas pencapaian tujuan-tujuan bukan keuangan, seperti memperkuat citra perusahaan dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan. 2) Strategi di Tingkat Unit Bisnis (Business Strategy) Strategi pada tingkat ini lebih diarahkan pada pengelolaan kegiatan dan operasi unit bisnis tertentu. Pada dasarnya strategi pada tingkat ini berupaya untuk menentukan pendekatan yang digunakan oleh suatu unit bisnis terhadap pasarnya dan bagaimana melaksanakan pendekatan tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Intinya adalah bagaimana unit bisnis perusahaan bersaing dalam pasarnya, produk atau jasa apa yang ditawarkan, konsumen mana yang dilayani dan bagaimana mendistribusikan sumber daya dalam unit bisnis tersebut. Pada tingkat unit bisnis, penyusun strateginya biasanya terdiri dari manajer unit bisnis dan korporat. Para manajer harus menerjemahkan rumusan arah dan keinginan yang dihasilkan di tingkat korporat ke dalam sasaran dan strategi yang kongkrit untuk masing-masing divisi usaha. Para manajer akan menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing dalam pasar tertentu. Mereka berusaha untuk mengidentifikasi dan mengamankan segmen-segmen pasar yang paling prospektif dalam pasar tersebut.

35 3) Strategi Level Fungsional (Functional Strategy) Merupakan strategi dalm kerangka fungsi-fungsi manajemen yang secara umum terdiri atas fungsi manajemen produksi atau operasi, fungsi manajemen pemasaran, fungsi manajemen keuangan dan fungsi manajemen sumber daya manusia. Strategi pada tingkat ini lebih bersifat operasional karena akan langsung diimplementasikan oleh fungsi-fungsi manajemen. Penyusun strategi pada tingkat ini terdiri atas manajer manajer produk wilayah dan fungsional. Mereka menyusun sasaran tahunan dan strategi jangka pendek di bidang bidang seperti produksi, riset dan pengembangan, keuangan, pemasaran dan hubungan karyawan. Tanggung jawab mereka dalah mengimplementasikan rencana strategi perusahaan. 2.8 Proses Perencanaan Strategis Kotler dan Amstrong (2007) memberikan definisi perencanaan strategis sebagai proses untuk mengembangkan dan memelihara strategi yang cocok antara sasaran serta kemampuan organisasi dan peluang pemasaran yang berubah-ubah. Tidak ada suatu strategi yang optimal bagi semua perusahaan dalam usaha tersebut, setiap perusahaan harus menentukan strategi apa yang paling sesuai dan sudut pandang industri dan tujuan, peluang, keahlian dan sumber dayanya. Menentukan strategi dilakukan melalui tiga tahap pelaksanaan sebagi berikut :

36 TAHAP 1 PENGUMPULAN DATA TAHAP 2 ANALISIS Gambar 2.3 Kerangka Formulasi Strategi Sumber : Rangkuti (2008) TAHAP 3 PENGAMBILAN KEPUTUSAN 1) Tahap pengumpulan data Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan kegiatan pengklasifikasian data yang dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal diperoleh dan lingkungan luar perusahaan seperti analisis pasar, analisis kompetitor, analisis pemasok, analisis komunitas dan analisis. Sedangkan untuk data internal diperoleh di dalam perusahaan itu sendiri seperti laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran, laporan kegiatan SDM (jumlah karyawan, pendidikan. keahlian, pengalaman, gaji, turnover) serta laporan keuangan (neraca, laba / rugi, cosh flow dan struktur pendanaan). 2) Tahap analisis Setelah pengumpulan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memasukkan semua informasi tersebut dalam analisis perencanaan strategis. Alat analisis yang dapat digunakan diantaranya: 1) Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threath) 2) Matrik IE (Internal External)

37 3) Tahap pengambilan keputusan Setelah melewati tahap analisis, selanjutnya akan diambil sebuah keputusan yaitu berupa perumusan sebuah strategi dengan melihat posisi kinerja dan perusahaan yang diidentifikasi dari faktor-faktor eksternal dan internal. 2.9 Analisis SWOT Salah satu alat analisis yang cukup banyak digunakan adalah matrik SWOT. Analisa SWOT merupakan proses menganalisis organisasi dan lingkungannya berdasarkan pada faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang didalamnya mencakup analisa lingkungan eksternal untuk melihat apa saja peluang dan ancaman dan analisa lingkungan internal untuk melihat apa saja kekuatan dan kelemahan perusahaan (Ahmed et al., 2006). Penjabaran lebih detail dari masing masing komponen di atas adalah sebagai berikut: a) Kekuatan (Strengths) adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan - keunggulan relatif lainnya dibanding pesaing. Kekuatan merupakan kompentensi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, dan lainnya b) Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan

38 c) Peluang (Opportunity) adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Perubahan teknologi, berubahnya persepsi konsumen, peraturan pemerintah merupakan peluang bagi perusahaan. d) Ancaman (Threat) adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya daya tawar pembeli atau pemasok dapat menjadi ancaman keberhasilan perusahaan. Analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi, menganalisis dan mendiagnosis keadaan di luar perusahaan. Hal ini penting agar pimpinan perusahaan dapat mengetahui dan memaksimalkan kekuatan dan peluang yang berasal dari lingkungan eksternal perusahaan. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis mengenai faktor strategis internal. Analisis faktor strategis internal pada dasarnya merupakan usaha mawas diri menghadapi persaingan dalam lingkungan bisnis. 2.10 Matrik Internal Eksternal (IE) Alat analisis ini digunakan untuk mengukur besarnya peluang atau ancaman yang dihadapi perusahaan dalam suatu industri dan juga untuk menilai seberapa besar faktor kekuatan atau kelemahan bisnis yang dimiliki perusahaan. Berikut adalah langkah-langkah dalam menyusun matrik Internal Eksternal. 1) MelakukanEvaluasi Faktor Eksternal (Bxternal Factor Evaluation /EFE) Metode EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data yang dikumpulkan yang menyangkut faktor ekonomi, sosial, budaya, demografi, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar

39 industri dimana perusahaan berada pada data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Berikut disajikan contoh table variable dami EFAS dan IFAS Faktor faktor Strategi Eksternal Peluang Ancaman Total Sumber : Rangkuti (2008) Tabel 2.1 Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) Bobot Rating Bobot x Rating Intepretasi 2) Melakukan Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation /IFE) Metode IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan informasi perusahaan dapat digali dan beberapa fungsional perusahaan, misalnya dan aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem infomasi dan produksi. Faktor-faktor Strategi Internal Kekuatan Tabel 2.2 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) Kelemahan. Total Sumber : Rangkuti (2008) Bobot Rating Bobot x Rating Intepretasi

40 3) Matrik Internal - Eksternal (IE) Parameter yang digunakan yaitu kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi perusahaan. Matrik IE bermanfaat untuk memposisikan suatu perusahaan ke dalam matrik yang terdiri 9 sel. Matrik IE terdiri atas dua dimensi yaitu total skor dari IFE pada sumbu X dan total skor dari EFE matrik pada sumbu Y. Faktor Internal (IFE) 4 Kuat 3 Sedang 2 Lemah 1 Faktor Eksternal (EFE) Kuat Sedang 3 2 Lemah 1 1 Pertumbuhan Konsentrasi melalui Integrasi vertikal 4 Stabilitas Hati-Hati 7 Pertumbuhan Diversifikasi Konsentrik. 2 Pertumbuhan Konsentrasi melalui Integrasi Horizontal 5 Pertumbuhan Konsentrasi melalui Integrasi Horizontal Stabilitas, Hati-Hati 8 Pertumbuhan Diversifikasi Konglomerat Gambar 2.4 Matrik Internal Eksternal Sumber : Rangkuti (2008:42) 3 Penciutan Turn Around 6 Penciutan Divestasi 9 Likuidasi Bangkrut atau Likuidasi

41 Diagram tersebut dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: (1) Tumbuh dan Bina, yaitu sel 1, 2, dan 4. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif. Dalam strategi ini tindakan yang dapat dilakukan adalah penetrasi pasar, yaitu mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk produk atau jasa yang sudah ada sekarang, lewat usaha pemasaran yang lebih gencar. Atau melakukan pengembangan pasar dalam pengertian memperkenalkan produk atau jasa yang sudah ada ke wilayah geografis baru. (2) Pertahankan dan pelihara yaitu sel 3, 5 dan 7. Tindakan yang dapat diambil dalam strategi ini adalah melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk (3) Panen atau divestasi, yang termasuk dalam strategi ini adalah sel 6, 8 dan 9. Tindakan yang dapat ditempuh dalam strategi panen atau divestasi ini adalah menjual suatu bagian atau seluruhnya dari suatu perusahaan Secara lebih detail tindakan dari kesembilan sel strategi tersebut di atas dijelaskan pada bagian berikut ini: (1) Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy) Strategi ini adalah usaha untuk mendesain pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset, keuntungan atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru,

42 menambah kualitas produk atau jasa atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminimalkan biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Cara ini merupakan strategi terpenting apabila kondisi perusahaan berada dalam pertumbuhan cepat dan terdapat kecenderungan pesaing untuk melakukan perang harga. (2) Strategi Pertumbuhan Melalui Konsentrasi dan Diversifikasi Ada dua strategi dasar pertumbuhan pada tingkat korporat yaitu konsentrasi pada satu industri atau diversifikasi ke industri lain. Jika perusahaan tersebut memilih strategi konsentrasi, perusahaan dapat tumbuh melalui integrasi vertikal maupun horizontal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan menggunakan sumber daya dari luar. Jika perusahaan tersebut memilih strategi diversifikasi, perusahaan dapat tumbuh melalui konsentrasi atau diversifikasi konglomerat, baik secara internal melalui pengembangan produk baru atau eksternal melalui akuisisi. (3) Konsentrasi Melalui Integrasi Vertikal (Sel 1) Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai baik melalui integrasi vertikal dengan cara backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat (high market share) dalam industri yang berdaya tarik tinggi. Agar dapat meningkatkan kekuatan

43 bisnisnya, perusahaan harus melakukan upaya meminimalkan biaya dan operasi yang tidak efisien (4) Konsentrasi Melalui Integrasi Horizontal (Sel 2 dan 4) Strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Jika perusahaan tersebut berada dalam industri yang sangat menarik (sel 2), tujuannya adalah untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Sementara jika perusahaan ini berada dalam moderate attractive industry, strategi yang diterapkan adalah konsolidasi (sel 4). Tujuannya adalah untuk menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan keuntungan (5) Diversifikasi Konsentris (sel 7) Strategi pertahankan dan pelihara melalui diversifikasi konsetris umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan posisi kompetitif sangat kuat tetapi nilai daya tarik pasar rendah. Perusahaan tersebut berusaha memanfaatkan kekuatannya untuk membuat produk baru secara efisien karena perusahaan sudah memiliki kemampuan produksi dan pemasaran yang baik. Prinsipnya adalah menciptakan sinergi dengan harapan bahwa dua bisnis secara bersama dapat menciptakan lebih banyak keuntungan daripada jika melakukannya sendiri-sendiri. (6) Diversifikasi Konglomerat (Sel 3 dan 5) Strategi pertahankan dan pelihara melalui kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan dapat dilakukan jika perusahaan memiliki posisi kompetitif

44 yang tidak begitu kuat dan nilai daya tarik industri sangat rendah. Kedua faktor tersebut memaksa perusahaan melakukan usahanya ke dalam perusahaan lain. Tetapi pada saat pemisahan tersebut mencapai tahap matang, perusahaan yang hanya memiliki posisi kompetitif rata-rata cenderung akan menurun kinerjanya. Untuk itu strategi diversifikasi konglomerat sangat diperlukan. 2.11 Gambaran Umum Badan Layanan Umum Puskesmas Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah diindonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai BLUD. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Sedangkan Standar Pelayanan

45 Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian Negara /lembaga /SKPD/ pemerintah daerah. Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: 1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum 2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau 3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Persyaratan teknis terpenuhi apabila: 1) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan 2) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

46 Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut: 1) pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; 2) pola tata kelola; 3) rencana strategis bisnis; 4) laporan keuangan pokok; 5) standar pelayanan minimum; dan 6) laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Pejabat pengelola BLU terdiri atas: 1) Pemimpin ; Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban: (1) menyiapkan rencana strategis bisnis BLU; (2) menyiapkan RBA tahunan; (3) mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan (4) menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU. 2) Pejabat keuangan Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :

47 (1) mengkoordinasikan penyusunan RBA; (2) menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU; (3) melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja; (4) menyelenggarakan pengelolaan kas; (5) melakukan pengelolaan utang-piutang; (6) menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU; (7) menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan (8) menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. 3) Pejabat teknis. Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban: (1) menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya; (2) melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan (3) mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya. Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.