BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN: Daftar Kuesioner & Hasil Olah Data. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010.

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia. Analisis keberadaan..., Marthin Hadi Juliansah, FE UI, 2010.

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EKONOMI PERENCANAAN KOTA & DAERAH JAKARTA JULI 2010

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

LAPORAN REALISASI BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL TAHUN ANGGARAN 2017 BAB I PENDAHULUAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

III. METODE PENELITIAN

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TPA KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I P E N D A H U L U A N

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

PEMANFAATAN SAMPAH MENJADI TENAGA LISTRIK

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia khususnya Ibukota Jakarta membawa masalah yang besar, yaitu sampah.

VI. PERUMUSAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Jurnal Gea Volume 14 Nomor 2, Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN I- 1

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan laju ekonomi yang semakin meningkat serta

DESKRIPSI PROGRAM AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH. Oleh : Tri Harningsih, M.Si

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

LAPORAN REALISASI BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL TAHUN ANGGARAN 2017

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

V ANALISIS HASIL STUDI AHP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

.3 Jumat, 24 Juni 2016

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN MESIN PELEBUR SAMPAH (INCINERATOR) PROPOSAL. Mudah dalam pengoperasian. Tidak perlu lahan besar. Hemat energy.

K U E S I O N E R. Intensitas Pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai program yang relevan. Peningkatan kualitas lingkungan terdiri dari berbagai

5. STRATEGI PENGELOLAAN TPA BANTAR GEBANG. 5.1 Hasil SWOT Pengelolaan TPA Bantar Gebang

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar

MEWUJUDKAN SANITASI KOTA BANJARMASIN 50 AL, 90 PS, 90 DR DAN 100 AM TAHUN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

Hasil Wawancara. Kecamatan Jatiasih

VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG.

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

BAB 5 HASIL PENELITIAN

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

DEVELOPMENT OF A WASTE TO ENERGY PILOT : PERSPECTIVE FROM JAMBI CITY

SUMMARY. PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus di UD. Loak Jaya)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

Transkripsi:

34 BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Area TPST Bantar Gebang terletak diatas lahan seluas 110,216 Ha dibawah penguasaan Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan mencakup 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu. Area ini semula merupakan bekas lahan galian tanah untuk kepentingan pembangunan beberapa perumahan di Jakarta, seperti Sunter, Podomoro, dan Kelapa Gading serta perbaikan jalan di Narogong. Sebelumnya nama TPST ini adalah TPA (Tempat Pembuangan Akhir), secara operasional pengelolaan sampah di TPA didasarkan Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen Kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah yaitu, namun dengan diterbitkannya Undangundang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dimana diatur mengenai cara dan standar-standar pengelolaan sampah, maka nama TPA pun berubah dan sesuai dengan fungsinya menjadi TPST (Tempat Pengolahan Sampah terpadu) Bantar Gebang. Lokasi TPA Bantargebang Sumber : Pemerintah Kota Bekasi Gambar 6. Peta Lokasi TPST Bantar Gebang 34

35 Gambar 7. Kondisi TPST Bantar Gebang (2010) Menurut Sri Bebassari (2008) persetujuan DPR terhadap RUU Sampah merupakan titik awal yang baru bagi sistem pengelolaan sampah yang lebih baik di Indonesia. Sekarang tinggal menyusun Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen), Peraturan Daerah (Perda), hingga aturan di tingkat RW saja, agar UU sampah bisa lebih cepat diterapkan. Selain itu, UU Pengelolaan Sampah juga merupakan upaya untuk menutup semua Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menggunakan sistem open dumping, yakni pembuangan sampah di lahan tanah lapang tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Sebagian besar TPA di Indonesia saat ini masih menggunakan sistem open dumping, padahal sistem ini sangat tidak ramah lingkungan dan tidak efektif menangani volume sampah yang terus menggunung dari hari ke hari. Resistensi sosial terhadap keberadaan TPA jenis ini juga terus mengalir dari berbagai tempat, penduduk sekitar TPA umumnya tidak setuju ada TPA open dumping di dekat rumah mereka, karena bau serta penyakit dari gununggunung sampah itu sangatlah mengganggu. Dengan UU Pengelolaan Sampah ini, semua TPA open dumping akan ditutup dalam waktu 5 tahun ke depan. (dikutip dari Ella Syafputri, 2008). Biaya penutupan TPA sistem open dumping akan dibiayai bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penutupan TPA akan dibiayai oleh APBN dan APBD, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah dan kapasitas tampung sampah. Dengan payung hukum ini, pengelolaan sampah di Indonesia diharapkan bisa lebih baik, karena selama ini sebagian besar sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih bertumpu kepada pendekatan akhir (end of pipe) yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, lalu dibuang ke TPA. Dengan UU sampah diharapkan juga dapat mengubah paradigma end of pipe ini sehingga sampah tidak lagi dilihat sebagai barang tak berguna tapi justru barang yang memiliki nilai ekonomis bila diolah dengan tepat.

36 Sejak dioperasionalkannya TPA Bantar Gebang tahun 1989 yang sekarang telah berganti menjadi TPST Bantar Gebang kerjasama antara Pemerintah Kota Bekasi dan Provinsi DKI Jakarta telah terjalin. Beberapa periode kerjasama sempat terkendala dan mengalami perubahan-perubahan skema kerjasama, negosiasi politik dan kendala dilapangan merupakan hambatanhambatan dalam kerjasama untuk pengelolaan TPST Bantar Gebang tersebut. Pemerintah DKI Jakarta sebagai pemilik lahan dan lokasi terletak dalam wilayah administratif kota Bekasi. Berikut disajikan perjalanan kerjasama terkait dengan keberadaan TPA/TPST di Bantar Gebang: Jangka Waktu Kerjasama (Tahun) Pihak pihak yang terkait 1989-1999 Pemkot Bekasi Pemprov DKI Jakarta 2000-2004 Pemkot Bekasi Pemprov DKI Jakarta 2004-2006 Pemkot Bekasi Pemprov DKI Jakarta Swasta (PT. PBB) 2007 2008 2008 - Sekarang Pemkot Bekasi Pemprov DKI Jakarta Pemkot Bekasi Pemprov DKI Jakarta Swasta (PT. Godang Tua Jaya Jo. PT. Navigat). Tabel.2 Kerjasama TPST Bantar Gebang. Operator Lapangan Pemprov DKI Jakarta Pemprov DKI Jakarta Swasta (PT. PBB) Pemprov DKI Jakarta Swasta (PT. Godang Tua Jaya Jo. PT. Navigat) Bentuk Kerjasama Pemerintah DKI Jakarta memberikan kompensasi berupa dana tunai ke Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta bertanggung jawab atas Infrastruktur di lingkungan sekitar (Perbaikan Jalan, Sarana Kesehatan, dll) Karena terjadi gejolak politik, bentuk kerjasama pada masa ini di kaji ulang. Namun Operasional tetap berjalan. Sebesar 20 % dari pembayaran Tipping Fee setiap Ton sampah dari Pemprov DKI Jakarta ke PT. PBB dibayarkan ke Pemkot Bekasi. Sebesar 20 % dari pembayaran Tipping Fee setiap Ton sampah dari Pemprov DKI Jakarta yang masuk ke TPST dibayarkan ke Pemkot Bekasi. Tipping Fee sebesar 20 % dari pembayaran setiap Ton sampah dari Pemprov DKI Jakarta ke PT. Godang Tua Jaya dibayarkan ke Pemkot Bekasi.

37 TPST ini menerapkan metode Sanitary Landfill. Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. (Pemkot Bekasi, 2009), metode ini dianggap dapat menghilangkan polusi udara. Proses Sanitary Landfill ini tentu memerlukan biaya investasi, operasional, dan pemeliharaan. Seluruh biaya ini dapat dicerminkan dalam rupiah per ton sampah yang disebut Tipping Fee. Menurut Sri Bebassari (2010), biaya Tipping Fee standar untuk TPA yang benar adalah Rp 100.000,- s.d Rp 300.000,- per ton. Serta biaya yang harus dibayarkan setiap rumah tangga per bulan sekitar Rp.100.000,- s.d Rp 150.000,- untuk jasa pembuangan sampah. Jelas hal tersebut berbeda dengan kenyataan saat ini, karena di Indonesia pengelolaan sampah di masyarakat masih disubsidi oleh Pemerintah. Volume sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang tersebut relatif menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Berikut daftar jumlah volume sampah TPST Bantar Gebang Bekasi : Tahun Tabel 3. Volume Sampah TPA Bantargebang dari DKI Jakarta Penduduk (juta) Volume Sampah DKI (juta ton/th) Volume masuk Bantar Gebang (juta ton/th) 1996 8,96 2,33 1,98 1997 8,81 2,36 2,00 1998 8,67 2,38 2,01 1999 8,53 2,40 2,03 2000 8,36 2,42 2,05 2001 8,46 2,45 2,07 2002 8,56 2,47 2,09 2003 8,66 2,50 2,11 2004 8,77 2,52 2,13 2005 8,86 2,54 2,15 2006 8,96 2,57 2,17 2007 9,07 2,59 2,20 Sumber: BPS, data diolah

38 Dengan jumlah/volume sampah yang begitu banyak, wajar apabila lingkungan wilayah TPST menjadi turun kualitas lingkungan bersihnya. Metode Sanitary Landfill dianggap metode yang paling baik untuk saat ini. Secara umum Sanitary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut : Lining System berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite. Leachate Collection System dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan memompa ke luar sebelum leachate menggenang di lining system, yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut Leachate Extraction System yang biasanya di kirim ke Wastewater untuk diproses sebelum pembuangan akhir. Cover atau cap system berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk ke dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate. Gas ventilation System berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam landfill dengan demikian mengurangi resiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan peledakan. Monitoring system bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. 4.2 Eksternalitas, Public Goods, dan Property Rights Dalam kasus keberadaan TPST Bantar Gebang dapat dilihat bahwa telah terjadi eksternalitas dalam lingkungan sekitarnya, mekanisme pasar tidak berjalan semestinya, sehingga terdapat pihak- pihak yang dan terdapat pula pihak-pihak yang dirugikan. Sebagai gambaran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. dibawah ini:

39 Lingkungan Bersih Penduduk DKI Jakarta Free Rider Fungsi tanah terjaga Air tanah tdk tercemar Udara bersih Sampah (-) Pencemaran lingkungan Rusaknya fungsi tanah Tercemarnya air tanah Tercemarnya udara Tata Ruang TPST (Swasta) Free Rider (+) Aktifitas wilayah Penerangan jalan Arus transportasi Perbaikan jalan Penduduk Bekasi Gambar 8. Eksternalitas, Public Goods, dan Property Rights Gambar diatas menunjukkan bahwa telah terjadinya eksternalitas lingkungan, lingkungan yang bersih yang terdiri dari Udara, Lingkingan/Tata Ruang, Kualitas Air, dan Kualitas Tanah didaerah tersebut berkurang, hal tersebut tentunya dikarenakan pengaruh sampah yang berasal dari daerah DKI Jakarta. Oleh karena lingkungan yang bersih tersebut tidak ada yang memproduksi dan yang merasakan dampak dari adanya TPST Bantar Gebang adalah masyarakat sekitar, maka perlu adanya kompensasi yang bisa diberikan kepada masyarakat sekitar akibat supply ataupun potensi lingkungan yang bersih tersebut diatas berkurang kualitasnya. Pihak yang menikmati lingkungan bersih atau yang mensupply bad goods (sampah) tersebut tentunya akan mendapatkan manfaat yaitu kualitas udara wilayahnya menjadi bersih, juga kualitas air tanah, tata ruang menjadi lebih teratur karena sampah-sampah yang ada di wilayahnya dibuang ke wilayah lain dan tidak menumpuk sehingga image lingkungannya pun menjadi baik.

40 Selain itu dengan adanya public goods yang disediakan oleh Pemerintah akibat adanya TPST Bantar Gebang tersebut juga menyebabkan eksternalitas positif di masyarakat sekitar, masyarakat dapat menikmati akses jalan yang mampu melintasi antar kelurahan sekitar, dimana jalan di tengah tengah lokasi TPST Bantar Gebang tersebut menghubungkan jarak antar kelurahan, sebelumnya akses antar kelurahan sekitar sangat sulit karena harus melewati beberapa kelurahan, namun setelah kebijakan untuk membelah jalan dilokasi TPST dan boleh untuk dilalui masyarakat sekitar, maka akses dan transportasipun menjadi lancar dan masyarakat menikmati hal tersebut. Kemudian penambahan lampu-lampu jalan akses masuk TPST Bantar Gebang, secara tidak langsung masyarakat juga menikmati penerangan lampu jalan tersebut tanpa harus mengeluarkan biaya apapun. Perbaikkan jalan secara rutin juga merupakan keuntungan yang dirasakan penduduk sekitar TPST. Property rights juga penting untuk diperhatikan, karena dengan adanya property rights akan dapat melindungi hak-hak yang seharusnya dapat diperoleh oleh setiap orang. Secara hukum kepemilikan lahan adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun perlindungan akan hukum bagi masyarakat dan aturan-aturan yang ditetapkan dalam hak mendapatkan lingkungan yang bersih belum terbentuk. Pemerintah terkait menganggap bahwa dengan telah disepakatinya kerjasama dengan memberikan 20 % dari total nominal Rupiah sampah yang masuk ke TPST tersebut yang dijadikan sebagai Community Development yang didalamnya diatur dengan programprogram tertentu, merupakan cara terbaik untuk memberikan kompensasi bagi masyarakat sekitar. Namun sebenarnya kejelasan mengenai status hukum dan hak-hak masyarakat sekitar lebih penting daripada hanya dengan pemberian program program setiap tahunnya. 4.3 Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) Berdasarkan hasil olah data atas jawaban responden menggunakan software Expert Choice, maka dapat dilihat hasil akhir berupa rasio Benefit terhadap Cost dari adanya TPST Bantar Gebang sebagai berikut:

41 Dampak TPST Bantar Gebang Alternatif Strategi Kebijakan Kerjasama Tabel 4. Hasil Olahan Data Rasio B/C Keterangan Benefit Cost Rasio B/C Prioritas Ekonomi 0.197 0.128 Sosial 0.614 0.706 Lainnya 0.189 0.166 1.000 1.000 Goal Jakarta- Swasta 0.149 0.133 1.118 1 Jakarta- Bekasi- 0.706 0.709 0.996 2 Swasta Swasta 0.145 0.158 0.919 3 1.000 1.000 *Hasil Olah Data menggunakan Software Expert Choice Menurut hasil analisis data masing masing antara Benefit dan Cost, ditemukan bahwa dampak sosial merupakan dampak yang dinilai paling dirasakan dengan keberadaan TPST tersebut, dengan nilai koefisien sebesar 0.614 pada sisi benefit yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan sisi ekonomi dan lainnya yaitu sebesar 0.197 dan 0.189. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya sampah merupakan hal yang utama yang harus diperhatikan terlebih dahulu, karena kedua hal ini merupakan muara/hulu permasalahan sampah yang terjadi. Perubahan paradigma mengenai sampah memang diperlukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi. Pada sisi cost yang terdiri dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan air), berkurangnya tempat bermain anak akibat berkurangnya lahan, dan image lingkungan yang buruk akibat bau dan tatanan wilayah yang mayoritas untuk keperluan sampah merupakan hal yang paling dirasakan terkena dampak negatifnya dan hal yang harus segera diperhatikan karena dampak tersebut akan berakibat kerusakan jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.716 merupakan nilai tertinggi dibandingkan sisi ekonomi dan lainnya yang hanya sebesar 0.128 dan 0.166. Hasil analisis data mengeenai strategi kebijakan menunjukkan bahwa strategi kebijakan yang dinilai sebagai pilihan kebijakan yang terbaik adalah

42 dengan Kebijakan Kerjasama Pemerintah DKI Jakarta dan Swasta dalam pengelolaan TPST Bantar Gebang dengan nilai rasio B/C sebesar (1.118). Hal tersebut dinilai karena kerjasama dengan pemerintah Bekasi saat ini hanya sebatas pemberian Community Development dari Tipping Fee, namun belum adanya kontribusi menyeluruh dalam hal keberadaan TPST Bantar Gebang tersebut. Angka Fee sebesar 20 % yang mengharuskan Pemerintah DKI dan Swasta mengalokasikan ke Pemerintah Kota bekasi merupakan angka politik, dimana angkat tersebut didapatkan berdasarkan negosiasi antar Pemerintah bukan berdasarkan suatu kajian tersendiri. Sehingga dianggap belum dapat mewakili atau mengkompensasikan eksternalitas yang terjadi akibat keberadaan TPST Bantar Gebang. Dari sini juga bisa terlihat bahwa belum adanya suatu lembaga khusus yang memiliki sturuktur kelembagaan yang mengatur operasional TPST tersebut yang melibatkan seluruh pihak yang diatur oleh peraturan yang mengikat. Kejelasan siapa dan bagaimana yang bertanggung jawab penuh atas TPST tersebut mulai dari pengangkutan, pemilahan, pengolahan, pendistribusian hasil olahan, dan juga yang bertanggung jawab terhadap pengaturan dampak dari adanya eksternalitas belum ada, Konsep Property Rights pun sulit untuk diterapkan. Disatu sisi wilayah TPST tersebut merupakan milik Pemerintah DKI Jakarta, namun letak TPST tersebut berada di wilayah Pemerintahan Bekasi. Kerjasama antar pihak terkait (Jakarta-Bekasi-Swasta) untuk saat dinilai hanya akan menambah besar biaya daripada manfaatnya. Hal tersebut melihatkan bahwa pola kerjasama yang belum jelas akan struktur kelembagaan dan pengaturan Property Right nya hanya akan menambah resiko berbagai pihak karena masing-masing pihak akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari kerjasama tersebut. 4.4 Keterbatasan Studi Berkaitan dengan Analsis Biaya dan Manfaat, maka Valuasi Ekonomi terhadap proyek-proyek pembangunan yang berkaitan dengan lingkungan penting untuk dilakukan terutama apabila dikaitkan dengan kebijakan yang

43 mempertimbangkan nilai ekonomi (moneter). Selain itu penggunaan valuasi ekonomi diperlukan agar aspek lingkungan dipertimbangkan sebagai aset ekonomi sehingga segala bentuk analisis dampak lingkungan yang juga merupakan bagian dari kelayakan suatu proyek dapat dilihat manfaat dan kerugiannya dari segi moneter. Perkembangan metode valuasi ekonomi sudah banyak digunakan secara luas. Berbagai metode valuasi ekonomi dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 5. Matriks Metode Valuasi Ekonomi No. Klasifikasi Nilai Metode Penilaian 1 2 Nilai Pakai Langsung Nilai Pakai Tidak Langsung - Effect on Production - Preventive Expenditure - Property Value - Wage Differential Approach - Replacement Cost - Opportunity Cost Approach - Human Capital Approach - Compensation Payments - Travel Cost Methods - Contingent Valuation - Effect on Production - Preventive Expenditure - Property Value - Wage Differential Approach - Replacement Cost - Relocation Cost - Shadows Project Cost - Cost Effective Analysis - Contingent Valuation 3 Nilai Non Pakai Bequest Values Option Values Existence Values Sumber : Sulistiyo dan Whiting (2001) - Contingent Valuation - Contingent Valuation - Contingent Valuation Penggunaan metode diatas tentu saja harus disesuaikan dengan jenis fungsi atau manfaat yang berhasil diidentifikasi dari kegiatan analisis dampak lingkungan pada proyek pembangunan tertentu. Selain itu, pemilihan metode

44 penilaian yang sesuai juga harus dipertimbangkan faktor biaya dan waktu studi. Pada kasus TPST Bantar Gebang untuk menghitung biaya dan manfaat dapat menggunakan Metode Contingent Valuation. Contingent Valuation Method (CVM) adalah salah satu metodologi berbasis survei untuk mengestimasi seberapa besar penilain seorang/masyarakat terhadap barang, jasa, dan kenyamanan. Metode ini banyak digunakan untuk mengestimasi nilai sesuatu yang tidak diperjualbelikan di pasar, sementara metode preferensitersirat (revealed preference) tidak dapat digunakan (Boyle, 2003). Namun mengingat batas dan biaya studi, maka penelitian yang dilakukan saat ini sulit untuk diterapkannya Metode Contingent Valuation, dan penelitian ini hanya menilai dampak dari keberadaan TPST Bantar Gebang menggunakan pendekatan kualitatif dan sebatas kerangka biaya manfaat menggunakan metode Analytical Hierarchy Process untuk menentukan strategi kebijakan yang terbaik.