BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. industri yang ramah lingkungan juga sering disebut sebagai industri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi di daerah diukur dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi yaitu ; modal, tenaga kerja dan teknologi (Sukirno, 1994:456). Sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, akan dapat mengurangi angka ketimpangan pada setiap daerah. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi setiap daerah dapat juga dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Tujuan dari itu ialah untuk melihat sejauh mana perkembangan pertumbuhan ekonomi daerah dengan di tingkat nasional. Periode laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 hingga 2013, maka badan pusat statistik menggunakan acuan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 untuk mendapatkan nilai prosentase laju pertumbuhan ekonomi. Tentu jika dilihat perbandingan signifikan antara tingkat provinsi dan nasional cukup terlihat. Dimana dari tahun ketahun laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diatas laju pertumbuhan ekonomi tingkat Nasional. Provinsi Bali sendiri telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya secara mandiri, walaupun diketahui di tahun 2008 terjadi krisis 1

global (Badan Pusat Statistik, 2013). Kondisi pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih lebih baik daripada nasional dan dapat pula diasumsikan ketimpangan yang terjadi kecil. Hasil yang didapat di tingkat nasional belum tentu sama dengan yang ada di daerah Provinsi Bali antara kabupaten satu dengan yang lain. Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut PDRB atas dasar harga konstan 2000 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Setiap daerah kabupaten/kota mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi antara wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju (Gebbert et al., 2005). Perbedaan kondisi pertumbuhan ekonomi tersebut juga terjadi pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Provinsi Bali masih memiliki ketimpangan dalam hal pertumbuhan ekonomi di setiap daerah. Sebagai contoh dapat diambil kondisi pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng. Kondisi pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar 2

cenderung lebih baik dari pada Kabupaten Buleleng. Hal tersebut di buktikan dengan meningkatnya infrastruktur yang ada di Kota Denpasar dari pada di Buleleng. Dengan meningkatnya infrastruktur telah menunjukkan bahwa memang pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menjadi faktor pemicu ketersediaan infrastruktur. (BPS, 2013). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi berarti terjadi kenaikan didalam aktivitas ekonomi di daerah tersebut, jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di daerah tersebut sedang mengalami penurunan. Dengan memingkatnya ketersediaan infrastruktur di daerah maka turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dari segi pemenuhan kebutuhan sekunder. Masyarakat tidak perlu keluar daerah hanya untuk memenuhi kebutuhannya dan kembali lagi ke daerahnya, sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di suatu daerah. Hal tersebut perlu dihindari mengingat jumlah penduduk pun dapat di gunakan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak terjadi ketimpangan. Sebagai contoh Kota Denpasar menjadi daerah di Provinsi Bali dengan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi, itu artinya di Provinsi Bali memang telah terjadi ketimpangan. Namun, uniknya adalah dengan jumlah penduduk yang padat, Kota Denpasar mampu mempertahankan kondisi pertumbuhan ekonomi dengan terus melakukan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan. Seperti, Rumah Sakit Bali Mandara yang terletak di Sanur, fasilitas-fasiltas pendidikan, fasilitas umum, dll. Hal tersebut sangat berbeda 3

kondisinya di daerah luar denpasar kecuali badung, dimana daerah-daerah lainnya cenderung minim fasilitas penunjangnya. Fenomena seperti itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh dalam penyediaan infrastruktur dan lain-lain untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional juga untuk meningkatkan produktivitas (Suparmoko, 2002). Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan di bidang ekonomi maka sektor-sektor yang lain akan meningkat pula seiring dengan peningkatan pada sektor ekonomi. Pembangunan sosial ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah diharapkan dapat terwujud oleh upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah (Akudugu,2012). Keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai. Tinggi rendah laju pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan tingkat perubahan kesejahteraaan ekonomi warganya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil setiap tahunnya menunujukkan kesejahteraan ekonomi meningkat, sementara perekonomian yang menurun atau pertumbuhan ekonomi dengan nilai negatif berarti turunnya kesejahteraan ekonomi. Disisi lain tingkat pertumbuhan ekonomi juga digunakan untuk mengevaluasi tepat atau tidaknya kebijakan yang telah diambil sehubungan dengan peran pemerintah dalam perekonomian, hal tersebut 4

juga di lakukan di provinsi Bali khususnya dalam masalah ketimpangan setiap daerah.. Adanya ketimpangan setiap daerah dalam segi pertumbuhan ekonomi menyebabkan perbedaan dalam pengelolaan wisata yang dimiliki. Mengingat Provinsi Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia yang memiliki potensi keindahan alam serta keunikan budaya dan kehidupan sosial masyarakatnya, serta sektor pariwisata menjadi sektor andalan perekonomian Provinsi Bali. Dalam hal ini, peran serta khususnya masyarakat perlu dioptimalkan agar daerah dapat menyerap pendapatan dari destinasi wisata dan mengurangi angka ketimpangan. Masyarakat/Penduduk dapat juga menjadi faktor untuk meningkatkan kondisi perekonomian, dikarenakan penduduk memiliki dua peran yakni sebagai agen pembangunan daerah atau sebagai beban daerah. Penduduk yang bertambah dari waktu kewaktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Disamping itu perlu diingat pula, bahwa pengusaha adalah sebagian dari penduduk. Maka luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara juga bergantung kepada jumlah pengusaha dalam ekonomi. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu lebih banyak, maka akan lebih banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan (Sukirno, 2006:430). Secara teoritis pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan memicu pertumbuhan output, sehingga dibutuhkanlah tenaga kerja yang tinggi pula, dari 5

sana dibutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk memenuhi permintaan output yang meningkat (Arsyad, 2010). Dengan permintaan output yang tinggi, pemerintah daerah akhirnya meningkatkan pendapat asli daerah masing-masing. Selain penduduk yang dapat menjadi agent of change, faktor lain yang dapat mempengaruhi ketimpangan di daerah adalah pengelolaan dana di daerah yang termuat dalam dana perimbangan. Pengelolaan dana perimbangan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali tidak terlepas dari kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan pada Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Maimunah, 2006). Dengan adanya otonomi daerah, segala urusan yang terdapat di kabupaten/kota terbebas dari campur tangan pemerintah pusat, juga menerima dana transfer untuk daerah dari pusat. Daerah Kabupaten/Kota diharapkan mampu mandiri dalam mengatur pemerintahannya termasuk dalam menggali pendapatan daerah sebagai sumber dana untuk membangun perekonomian yang lebih baik agar jarak ketimpangan antar daerah dapat dikurangi. Penerimaan dana perimbangan yang dialokasikan kepada anggaran belanja langsung tidak diperbolehkan melebihi belanja rutin, agar pengeluaran dana dapat dijadikan investasi untuk saat-saat yang tidak terduga. Pemerintah daerah seharusnya memperhatikan hal tersebut sehingga belanja langsung yang mengarah pada peningkatan infrastruktur dapat menunjang 6

pertumbuhan ekonomi (Felix, 2012;1). Dana perimbangan juga tidak dapat dipisahkan satu sama lain mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi, seperti pergerakan dana perimbangan Provinsi Bali. Berdasarkan Gambar 1.2, dana perimbangan yang diperoleh tiap Kabupaten/Kota selama periode 2009-2013 berfluktuasi di beberapa Kabupaten/Kota, namun cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, karena dana transfer daerah yang meliputi dana perimbangan ini menunjukkan alokasi yang cenderung meningkat ditiap tahunnya, meskipun terdapat dana perimbangan di beberapa kabupaten/kota pada beberapa tahun menurun. Untuk itu dengan adanya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah bebas mengelola hal yang menyangkut daerahnya khususnya keuangan daerah. Gambar 1.2 Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 (dalam juta rupiah) Sumber: BPS Provinsi Bali 2013 Sesuai penjelasan, dapat diambil suatu pemahaman bahwa kondisi ketimpangan di daerah tidak hanya dalam pertumbuhan ekonomi setiap daerah, 7

melainkan juga penerimaan dana perimbangan. Untuk itu kesiapan daerah dalam menerapkan otonomi daerah belum sepenuhnya berjalan dengan baik, begitupun juga pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten/Kota juga terjadi ketimpangan pula. Pengeluaran pemerintah juga merupakan komponen penting bagi pembangunan ekonomi. Di daerah manapun pemerintah mempunyai peranan tidak hanya sekedar membuat undang-undang melainkan memperbaiki perekonomian yang sedang lesu. Jika dalam suatu perekonomian peran sektor swasta menurun dalam meningkatkan pembangunan ekonomi maka pemerintah dapat memacu pembangunan ekonomi dengan cara meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah. Kenaikan pengeluaran pemerintah daerah ini dapat merangsang perkembangan dari sektor-sektor yang lain. Pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah khususnya di Provinsi Bali akan mempengaruhi berbagai sektor dalam perekonomian sehingga akan mengurangi ketimpangan yang terjadi. Adanya pengeluaran pemerintah secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor produksi barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan berpengaruh secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi. Pengeluaran pemerintah ini biasa diwujudkan kedalam belanja daerah. 8

Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada satu periode anggaran yang dikeluarkan guna melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah pusat. Belanja daerah cenderung memiliki kekurangan dalam pembiayaannya karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan diterima daerah. Belanja daerah terdiri dari berbagai macam karena keperluan daerah dan pengeluaran daerah sangat banyak guna meningkatkan potensi daerah, terutama sumber daya manusia yang dimiliki. Seluruh pembelanjaan yang dilakukan pemerintah akan dipertanggungjawabkan melalui laporan pertanggungjawaban keuangan daerah. Adanya pembelanjaan pemerintah ini dapat mendorong kesejahteraan yang telah ditetapkan didalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Menurut PP 58/2005 dan PERMENDAGRI 59/2007 alokasi pembelanjaan yang terdapat dalam APBD terdapat dua pengeluaran yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja langsung kemudian diklasifikasikan lagi menjadi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial, belanja tidak terduga. Sementara belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal (Mahmudi, 2010:97). Guna mendukung kelancaran pelaksanaan pemerintahan secara optimal dan memperbesar tabungan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan nasional, maka belanja langsung harus diterapkan dengan benar dan tepat. Belanja tidak langsung diarahkan kepada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan 9

dan ketersediaan pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya pembiayaan nasional dengan belanja langsung maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dikarenakan dengan penggunaan belanja langsung yang tepat sasaran seluruh permasalahn infrastruktur dan juga ketimpangan di daerah akan berkurang. Penting untuk diketahui juga bahwa jika belanja langsung yang diterapkan oleh pemerintah salah sasaran maka cita-cita pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan bebas dari ketimpangan daerah tidak akan tercapai. Tentunya untuk mencapai hal tersebut beberapa indikator pendukung harus bebas dari masalah, seperti kemiskinan, infrastruktur, dll. Jumlah penduduk yang cukup diatas rata-rata seharusnya dapat dioptimalkan menjadi sumber daya manusia yang produktif. Serta ketersediaan dana yang melimpah harus dialokasikan untuk kegiatan penunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan dialokasikan terhadap belanja langsung. Pada saat ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa dana perimbangan dan jumlah penduduk tidak dapat mempengaruhi belanja langsung. Itu dikarenakan cara berpikir masyarakat yang ketika mereka meminta kepada pemerintah, maka pemerintah akan membelanjakan langsung sesuai kebutuhan yang diinginkan. Jumlah anggaran belanja langsung dapat ditentukan melalui jumlah penduduk dan dana perimbangan. Dimana, dengan jumlah penduduk yang besar maka pemerintah daerah akan menggunakan anggaran yang besar pula terhadap belanja langsung. Selain jumlah penduduk, banyaknya dana perimbangan yang digunakan juga dapat mencerminkan anggaran belanja 10

langsung. Semakin besar dana perimbangan yang dikeluarkan, maka anggaran belanja langsung akan naik atau besar pula. Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis berusaha membuktikan hal tersebut menggunakan data-data yang ada. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1) Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 2) Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai, antara lain : 1) Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 2) Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 1.2 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 11

1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk menerapkan konsep konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan tentang jumlah penduduk, dana perimbangan, pertumbuhan ekonomi dan belanja langsung serta meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai temuan pada penelitian. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah yang berkaitan utamanya yang berkaitan Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Belanja Langsung serta pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi. 1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lainnya dan disusun secara sistematis secara terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masingmasing bab dapat diperinci sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa konsep yang 12

meliputi Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Langsung serta pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh agar nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 13