6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

dokumen-dokumen yang mirip
4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 39-51

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

7 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN STRATEGIS DENGAN KONSEP MICRO-MACRO LINK

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. dengan pola aktivitas dan strategi penghidupan masyarakat nelayan di Kawasan. Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB VI ARAHAN DAN STRATEGI

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl.

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Transkripsi:

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak (pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net) dapat dikembangkan secara optimal di Kabupaten Belitung, maka pengembangannya harus dilakukan pada wilayah yang tepat sesuai dengan pola pengembangan alat tangkap yang digunakannya. Bila hal ini dapat dilakukan, maka komoditas perikanan tangkap yang menjadi unggulan di Kabupaten Belitung dapat dikembangkan dengan mudah karena pengembangan dilakukan dengan pola yang ada pada wilayah dan masyarakat pesisirnya. Pengembangan berbasis wilayah ini, juga dapat mengakomodasi pola pengembangan pasar, dimana komoditas perikanan biasanya di-trade-kan dengan berbasiskan kewilayahan. Jaringan pasar komoditas akan mudah berkembang bila suatu wilayah menyediakan supplay komoditas yang cukup. Pemusatan produksi komoditas perikanan tertentu pada suatu wilayah yang sesuai akan menjamin terciptanya supplay komoditas yang memadai dan kontinyu pada pasar komoditas. Kabupaten Belitung merupakan kabupaten yang dihuni oleh berbagai etnis, yaitu etnis melayu, cina, jawa, dan bugis. Keempat etnis tersebut mempunyai akar budaya yang kuat dan berbeda, dan akar budaya tersebut umumnya mempengaruhi perilaku keseharian mereka, sehingga kondisi ini dapat mempengaruhi pola pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Belitung, termasuk pada usaha perikanan tangkap. Usaha ekonomi yang tidak dikembangkan dengan melihat atau mempertimbangkan pada potensi dan kecenderungan yang ada pada setiap wilayah, akan sulit dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu, pengembangan ketujuh jenis usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak dan unggulan haruslah berdasarkan potensi yang ada pada setiap wilayah pesisir di Kabupaten Belitung. Kabupaten Belitung berada dekat dengan jalur pelayaran dan perdagangan dunia, yaitu Selat Malaka. Disamping itu, Kabupaten Belitung juga cukup dekat

dengan pasar potensial untuk komoditas perikanan tangkap, yaitu Batam, Singapura, dan Jakarta. Kondisi ini tentu membuka peluang besar bagi pemasaran komoditas usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Namun di era globalisasi saat ini, peluang pasar tidak akan bisa diraih bila usaha perikanan tersebut tidak tumbuh kuat dan mengakar di lokasi. Usaha perikanan tangkap yang sesuai dengan potensi wilayahnya akan menjadi perkembangan yang lebih baik pada usaha perikanan tangkap tersebut terutama dapat memenuhi permintaan pasar yang ada. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dikeluarkan oleh Kabupaten Belitung pada tahun 2006, dijelaskan tentang rencana penggunaan lahan di setiap wilayah Kabupaten Belitung termasuk wilayah pesisir untuk menjadi lokasi usaha perikanan. Secara umum, RTRW tersebut menekankan tentang pentingnya pengembangan dan pemanfaatan wilayah termasuk dengan usaha ekonomi yang berbasis perikanan, agar dilakukan berdasarkan potensi yang ada pada wilayah tersebut. Usaha ekonomi tersebut diharapkan supaya dapat memberikan manfaat maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengacu kepada hal tersebut, maka pengembangan usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net, hendaknya dilakukan pada wilayah yang sesuai dengan potensi yang ada saat ini di wilayah Kabupaten Belitung. Salah satu ukuran penting dari potensi atau karakteristik suatu wilayah dalam mendukung usaha ekonomi termasuk usaha perikanan tangkap adalah mata pencaharian atau keahlian yang dimiliki oleh anggota masyarakat nelayan di wilayah tersebut. Jenis tenaga kerja yang ada akan menentukan layak tidaknya suatu usaha ekonomi dikembangkan di wilayah tersebut. Ketidak-sesuaian usaha ekonomi dengan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerjanya tidak akan membuat usaha ekonomi tersebut bertahan lama, apalagi berkembang menjadi lebih baik. 6.2. Location Quotients (LQ) bagi Usaha Perikanan Tangkap Unggulan Secara umum, wilayah pesisir Kabupaten Belitung yang berkembang usaha perikanan tangkapnya adalah Kecamatan Sijuk, Kecamatan Tanjung Pandan, Kecamatan Badau, dan Kecamatan Membalong. Selama ini, kecamatan- 110

kecamatan tersebut mempunyai intensitas usaha perikanan tangkap yang berbeda satu sama lain, dimana setiap kecamatan mengembangkan usaha perikanan tangkap berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan secara turun temurun. Beberapa daerah bahkan telah melakukan introduksi atau adopsi teknologi dari luar/pendatang, tetapi hanya dalam desain bagian-bagian tertentu dari alat tangkap tersebut. Analisis Location Quotients (LQ) yang dilakukan akan menentukan apakah kecamatan-kecamatan yang ada dapat menjadi sektor basis bagi pengembangan salah satu atau beberapa usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak dan menjadi unggulan untuk Kabupaten Belitung. Hasil analisis LQ tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa nelayan merupakan tenaga kerja perikanan dan menjadi pelaku langsung untuk tumbuh dan berkembangnya usaha perikanan tangkap di wilayah tersebut. Tabel 8 menyajikan hasil analisis Location Quotients (LQ) bagi pengembangan usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero, pukat pantai, bubu, dan trammel net di wilayah Kabupaten Belitung. Tabel 8 Hasil analisis LQ usaha perikanan tangkap unggulan Usaha Perikanan Tangkap Kec. Sijuk Kec. Tanjung Pandan Nilai LQ Kec. Badau Kec. Membalong Pancing Tonda 2.49 0.16 0.37 0.27 Payang 0.42 1.88 0.44 0.32 JIH 0.48 1.84 0.20 0.76 Sero 1.32 0.91 0.63 0.86 Pukat Pantai 0.53 0.65 0.58 5.40 Bubu 1.61 0.75 0.53 0.66 Trammel net 0.30 0.97 2.83 0.21 Berdasarkan Tabel 8, usaha perikanan pancing tonda, sero, dan bubu di Kecamatan Sijuk mempunyai LQ > 1, yaitu masing-masing 2,49; 1,32; dan 1,61. Dengan demikian, Kecamatan Sijuk dapat menjadi wilayah basis bagi 111

pengembangan ketiga usaha perikanan unggulan tersebut di Kabupaten Belitung. Untuk mendukung hal ini, nelayan dan masyarakat yang terkait dengan kegiatan ketiga usaha perikanan tangkap tersebut perlu diberikan pembinaan sehingga usaha perikanan yang dilakukan dapat berkembang lebih baik dan menjadi andalan di Kecamatan Sijuk. Disamping itu, lokasi pusat kegiatan perikanan di Kecamatan Sijuk baik berupa fasilitas TPI, usaha penyediaan bahan perbekalan maupun fasilitas jalan perlu dioptimalkan fungsinya sehingga dapat mendukung pengembangan usaha perikanan pancing tonda, sero, dan bubu di Kecamatan Sijuk. Payang, jaring insang hanyut (JIH), pukat pantai, dan trammel net bukan sektor basis di Kecamatan Sijuk karena keempat usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai LQ di bawah 1. Nilai LQ dibawah 1 ini memberi indikasi bahwa intensitas kegiatan keempat usaha perikanan tangkap di Kecamatan Sijuk masih dibawah rata-rata dibandingkan dengan kegiatan usaha perikanan tangkap serupa di kecamatan lain di Kabupaten Belitung. Kecamatan Tanjung Pandan dapat menjadi wilayah basis bagi usaha perikanan payang dan jaring insang hanyut (JIH) yang ditunjukkan oleh nilai LQ yang lebih besar dari 1, yaitu masing-masing 1,88 dan 1,84. Hal ini cukup realistis karena kegiatan perikanan tangkap di Kecamatan Tanjung Pandan sangat dominan, dan Kecamatan Tanjung Pandan dapat menjadi wilayah basis bagi usaha perikanan payang dan jaring insang hanyut (JIH). Dari 1650 payang di Kabupaten Belitung, sekitar 75 % yang menjalankan usahanya di Kecamatan Tanjung Pandan. Sedangkan untuk nelayan jaring insang hanyut (JIH), sekitar 74 % yang menetap dan menjalankan usahanya di Kecamatan Tanjung Pandan. Kondisi ini tentu memperkuat alasan untuk menjadikan Kecamatan Tanjung Pandan sebagai wilayah basis bagi pengembangan kedua usaha perikanan tangkap unggulan tersebut. Menurut Kimker (1994), untuk mendukung pengembangan tersebut, maka nelayan yang terlibat maupun tertarik bekerja pada usaha perikanan dimaksud, perlu dibina dengan baik terutama dengan teknik penangkapan yang efektif, penanganan hasil penangkapan, serta perawatan payang dan jaring insang hanyut (JIH), sehinga usaha mereka dapat berkembang lebih baik. Bila hal ini berlanjut, 112

maka produktivitas usaha perikanan payang dan jaring insang hanyut (JIH) di Kecamatan Tanjung Pandan dapat diandalkan dalam memenuhi permintaan pasar perikanan Kabupaten Belitung terutama dari jenis ikan pelagis. Kecamatan Badau dapat menjadi wilayah basis bagi pengembangan usaha perikanan trammel net. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQ-nya yang besar yaitu sekitar 2,83. Sedangkan di tiga kecamatan lainnya, nilai LQ trammel net di bawah 1. Hal ini cukup realitis karena jumlah nelayan yang menjalankan usaha trammel net di Kecamatan Badau (1254 orang) termasuk paling banyak dibandingkan di tiga kecamatan lainnya di Kabupaten Belitung. Disamping sekitar 66,67 % nelayan yang ada di Kecamatan Badau menjalankan usaha perikanan dengan alat tangkap berupa trammel net. Bila dilihat lebih jauh, Kecamatan Badau termasuk kecamatan yang terkenal dengan hasil tangkapan biota laut non ikan, seperti kepiting, rajungan dan cumi-cumi (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung, 2007). Dijadikannya trammel net sebagai sektor basis diharapkan dapat lebih memperkenalkan Kecamatan Badau akan usaha biota laut non ikannya kepada masyarakat luas. Usaha perikanan tangkap lainnya tidak menjadi sektor basis di Kecamatan Badau, karena nilai LQ-nya di bawah 1, yang berarti bahwa selain trammel net, intensitas usaha perikanan tangkap di Kecamatan Badau termasuk rendah, dan di bawah intensitas rata-rata kabupaten. Untuk Kecamatan Membalong, dapat dijadikan sebagai wilayah basis bagi pengembangan usaha perikanan pukat pantai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQnya yang tinggi, yaitu sekitar 5,40. Dari 916 nelayan yang ada di Kecamatan Membalong, sekitar 62,01 % menjalankan usaha perikanan tangkap jenis pukat pantai. Jumlah ini termasuk paling banyak dibandingkan tiga kecamatan lainnya yang menjadi lokasi pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Belitung. Usaha pukat pantai di Kecamatan Membalong telah berkembang cukup lama dan berlangsung secara turun termurun dan dilakukan secara priodik ditempat tertentu yang sudah disepakati oleh kelompok-kelompok nelayan yang melakukan penangkapan dengan pukat pantai. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terutama karena pukat pantai termasuk alat tangkap yang kurang selektif, maka bila dikembangkan di kemudian hari, menurut Karyana (1993), 113

nelayan atau anggota masyarakat yang terlibat dalam usaha perikanan tersebut harus benar-benar dibimbing dan diberi penyuluhan intensif, sehingga pukat pantai tersebut benar-benar dapat dioperasikan secara ramah lingkungan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka usaha perikanan pukat pantai Kecamatan Membalong dapat menjadi bagian dari produksi komoditas perikanan dari jenis ikan pelagis kecil. 6.2.1 Location Quotients (LQ) bagi usaha perikanan pelagis Usaha perikanan pelagis baik dari jenis ikan pelagis besar maupun ikan pelagis kecil berkembang sangat baik di Kabupaten Belitung. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, ikan pelagis besar di Kabupaten Belitung mempunyai potensi maksimum lestari sebesar 45513,78 ton, sedangkan tingkat pemanfaatannya baru sekitar 19,91 %. Kondisi ini tentu memberi peluang besar untuk pengembangannya terutama untuk menyediakan suplai yang cukup bagi pasar ikan pelagis besar di Provinsi Bangka Belitung, maupun pasar besar potensial di dalam negeri dan luar negeri. Hal yang sama juga terjadi pada ikan pelagis kecil, yang tingkat pemanfaatannya baru mencapai 77,56 % sehingga memberi peluang untuk pengembangannya. Dari tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan layak dan unggulan untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung, pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero dan pukat pantai dapat diandalkan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di Kabupaten Belitung. Berdasarkan hasil analisis LQ, pancing tonda dan sero menjadi sektor basis di Kecamatan Sijuk, payang dan jaring insang hanyut (JIH) menjadi sektor basis di Kecamatan Tanjung Pandan, sedangkan pukat pantai menjadi sektor basis di Kecamatan Membalong. Dalam kaitan ini, pengembangan usaha perikanan pelagis dari jenis ikan pelagis besar maupun ikan pelagis kecil di Kabupaten Belitung dapat berbasis di tiga wilayah kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Sijuk, Kecamatan Tanjung Pandan, dan Kecamatan Membalong. Untuk mendukung hal ini, pengembangan sarana dan prasarana pendukung dapat dilakukan secara integratif di ketiga kecamatan tersebut, yaitu untuk usaha perikanan pancing tonda, payang, jaring insang hanyut (JIH), sero dan pukat 114

pantai. Beberapa sarana dan prasarana pendukung yang dapat difungsikan secara bersama-sama, cukup dibangun satu saja, dan selanjutnya perhatian dapat dicurahkan untuk membangun sarana dan prasarana lain yang juga dibutuhkan. Bila hal ini dijadikan acuan, pengembangan usaha perikanan pelagis dapat lebih efektif dan tepat sasaran, meskipun pada kondisi keuangan yang terbatas. Pembinaan terhadap nelayan terkait, sebaiknya dilakukan secara periodik dan intensif di ketiga kecamatan wilayah basis, sehingga upaya pengembangan tersebut akan mendapat dukungan penuh dari pelaku langsung usaha perikanan tangkap tersebut. 6.2.2 Location Quotients (LQ) bagi usaha perikanan demersal, udang, dan biota laut non ikan Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, potensi maksimum lestari ikan demersal di perairan Kabupaten Belitung sekitar 10761,05 ton dan tingkat pemanfaatannya sekitar 49,58 %. Sedangkan potensi maksimum lestari udang dan biota laut non ikan sekitar 2102,80 ton dan tingkat pemanfaatannya baru sekitar 38,34 %. Kondisi ini tentu memberi peluang yang besar bagi pengembangan usaha perikanan tangkap unggulan dengan komoditas ikan demersal, udang dan biota laut non ikan tersebut, dimana dapat menggunakan alat-alat tangkap yang memang sesuai untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung, seperti pancing tonda, sero, bubu, dan trammel net. Selain menangkap ikan pelagis besar, pancing tonda di Kabupaten Belitung juga dapat diandalkan untuk menangkap ikan demersal, dan sero juga dapat dimanfaatkan untuk menangkap ikan demersal, disamping ikan pelagis kecil. Bubu biasanya digunakan untuk menangkap ikan demersal. Sedangkan trammel net banyak digunakan nelayan Kabupaten Belitung untuk menangkap udang dan biota laut non ikan. Terkait dengan ini, maka keempat alat tangkap ini dapat diandalkan bagi pengusahaan yang lebih besar dari komoditas perikanan tersebut. Berdasarkan hasil analisis LQ pada bagian sebelumnya, pancing tonda, sero, dan bubu dapat menjadi sektor basis di Kecamatan Sijuk dan trammel net menjadi sektor basis di Kecamatan Badau. Dengan demikian, pengembangan 115

usaha perikanan komoditas ikan demersal, udang dan biota laut non ikan di Kabupaten Belitung dapat berbasis di kedua kecamatan tersebut. Untuk mendukung pengembangan ini, berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk usaha perikanan pancing tonda, sero, dan bubu sebaiknya diprioritaskan dibangun di Kecamatan Sijuk, sedangkan fasilitas pendukung trammel net sebaiknya dibangun di Kecamatan Badau. Realisasi hal ini perlu mendapat dukungan penuh dari berbagai stakeholders, terutama dari pemerintah Kabupten Belitung dan masyarakat lokal di setiap wilayah kecamatan tersebut. Menurut Kimker (1994), hal yang demikian itu menjadi sangat penting, agar upaya pengembangan perikanan tangkap tersebut dapat berjalan dengan baik di wilayah basis. Pembinaan terhadap nelayan yang merupakan tenaga kerja atau pelaku langsung kegiatan usaha perikanan tersebut juga tidak boleh dilupakan sehingga kegiatan pemanfaatan sumberdaya demersal dan biota laut non ikan dapat berjalan secara baik dan berkelanjutan di Kabupaten Belitung. 6.3. Pertumbuhan Tenaga Kerja di Wilayah Basis 6.3.1 Pengganda Basis Pengganda basis (K), dianalisis dengan maksud untuk mengetahui perbandingan tenaga kerja seluruh sektor di wilayah basis dengan tenaga kerja sektor basis. Bila semakin rendah nilai pengganda basis, maka semakin tinggi dominasi sektor basis di wilayah basis. Pengganda basis ini dapat memberi ilustrasi tentang seberapa besar kemungkinan dan dukungan pengembangan sektor basis pada wilayah yang ditetapkan menjadi basis. Tabel 9 menyajikan nilai pengganda basis untuk setiap sektor basis di wilayah basisnya. Tabel 9 Nilai pengganda basis (K) setiap sektor basis Usaha Nilai K Perikanan Kec. Tanjung Kec. Kec. Sijuk Kec. Badau Tangkap Pandan Membalong Pancing Tonda 2.23 33.80 15.17 20.36 Payang 15.58 3.48 14.81 20.36 JIH 17.10 4.44 41.80 10.78 Sero 13.87 20.12 28.94 21.30 Pukat Pantai 16.56 13.35 15.05 1.61 Bubu 4.40 9.42 13.34 10.78 Trammel net 14.25 4.40 1.50 20.36 116

Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa trammel net merupakan sektor basis yang mempunyai pengganda basis (K) paling rendah, yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bahwa usaha perikanan trammel net merupakan usaha perikanan tangkap yang paling dominan di wilayah basisnya yaitu di Kecamatan Badau dibandingkan dengan enam usaha perikanan tangkap unggulan lainnya. Sekitar 66,67 % dari usaha perikanan yang ada di Kecamatan Badau merupakan usaha perikanan trammel net (Statistik DKP Kab. Belitung, 2009). Kondisi ini tentu memberi dukungan yang sangat positif bagi pengembangan usaha perikanan trammel net di wilayah basis yang dipilih. Tenaga kerja (nelayan) yang sebelumnya telah berprofesi sebagai nelayan trammel net tentu lebih mudah diarahkan bila ada program-program pengembangan yang terkait dengan trammel net itu sendiri. Bila hal ini dapat berjalan baik, maka kontribusi Kecamatan Badau dalam menyediakan komoditas perikanan jenis udang dan biota laut lainnya tentu sangat membantu bagi pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. Pukat pantai juga mempunyai nilai pengganda basis (K) yang rendah, yaitu 1,61, yang berarti pengembangan pukat pantai di Kecamatan Membalong juga mendapat dukungan penuh dari masyarakatnya. Hal ini terjadi karena sekitar 62,01 % usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan merupakan jenis pukat pantai (Statistik DKP Kab. Belitung, 2009). Sehingga pemilihan Kecamatan Membalong sebagai wilayah basis bagi pengembangan pukat pantai merupakan keputusan yang sangat tepat, karena mereka melakukan penangkapan ikan dengan mempergunakan pukat pantai hanya pada tempat tertentu saja, yang sudah dilakukan nelayan secara priodik dan berkelompok. Namun demikian, karena pukat pantai mempunyai selektifitas yang rendah, maka program-program pembinaan nelayan yang dilakukan di Kecamatan Membalong harus lebih banyak tentang teknik penangkapan yang ramah lingkungan, ukuran ikan yang boleh ditangkap, teknik-teknik konservasi sumberdaya ikan dan ekosistem, dan lainnya. Sero merupakan sektor basis dengan nilai pengganda basis (K) paling tinggi, yaitu sekitar 13,87. Hal ini menunjukkan bahwa sero bukanlah usaha perikanan tangkap yang paling dominan di Kecamatan Sijuk sebagai wilayah basis. Total semua nelayan di Kecamatan Sijuk sama dengan 13,87 kali jumlah nelayan sero, atau jumlah nelayan sero di Kecamatan Sijuk sebagai wilayah 117

basisnya hanya 7,21 % (Statistik DKP Kab. Belitung, 2009). Hal ini dapat dipahami karena alat tangkap sero tidak menjadi basis di Kecamatan Sijuk, sebab kecamatan ini lebih menjadikan pancing tonda dan bubu sebagai basisnya. Dibanding kedua usaha perikanan tangkap ini, usaha perikanan sero termasuk yang rendah dukungannya di Kecamatan Sijuk, namun demikian pemilihan Kecamatan Sijuk sebagai wilayah basis pengembangan sero masih lebih baik dibandingkan tiga kecamatan lainnya (mengingat nilai LQ sero paling tinggi di Kecamatan Sijuk). Terhadap kondisi tersebut, menurut Monintja (2005), program-program pembinaan yang terkait dengan usaha perikanan dimaksud perlu lebih ditingkatkan dibandingkan pembinaan sektor basis lainnya. Bila hal ini dapat dilakukan, maka Kecamatan Sijuk tentu dapat memenuhi harapan pengembangan usaha perikanan tangkap unggulan di Kabupaten Belitung, yaitu Kecamatan Sijuk sebagai wilayah basis pengembangan usaha perikanan pancing tonda, bubu, dan juga sero. Realisasi semua sektor basis di wilayah basisnya perlu mendapat dukungan serius dari pemerintah daerah dan para stakeholders, sehingga usaha perikanan tangkap tersebut benar-benar dapat memberi kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakatnya sekaligus dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten Belitung. 6.3.2 Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah basis Pertumbuhan tenaga kerja di bidang perikanan mempunyai arti strategis dalam pencapaian keseluruhan sasaran pembangunan ekonomi perikanan. Angkatan kerja yang produktif merupakan modal untuk membangun keluarga sejahtera yang akan memberikan dampak, baik langsung maupun tidak langsung pada sektor pembangunan perikanan tangkap. Konsekuensi strategis bahwa pembangunan ekonomi perikanan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan adalah dengan jalan meningkatkan produktivitas. Analisis pertumbuhan tenaga kerja dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah basis bila sektor basis dikembangkan. Pertumbuhan tenaga kerja ini merupakan cerminan dari pertumbuhan usaha perikanan tangkap bila kegiatan pengembangan dilakukan terus pada tujuh jenis 118

usaha perikanan tangkap unggulan. Nilai pengganda basis pada analisis sebelumnya akan menjadi peubah dalam penilaian pertumbuhan tenaga untuk setiap usaha perikanan tangkap unggulan di wilayah basis. Dalam arti lebih luas, pertumbuhan tenaga kerja merupakan cerminan dari kontribusi sektor perikanan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Belitung. Selain dari itu, masalah tenaga kerja yang sebenarnya adalah masyarakat nelayan, diperlukan program pemberdayaan yang dilengkapi dengan indikator keberhasilan, sehingga masyarakat nelayan dapat dimonitor secara lebih terperinci tingkat keberhasilannya, baik dari dalam hal kesejahteraan maupun dalam jumlah nelayan. Hasil analisis pertumbuhan tenaga kerja di wilayah basis disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Pertumbuhan tenaga kerja (Delta N) di wilayah basis Usaha Perikanan Tangkap Delta N Kec. Kec. Tanjung Sijuk Pandan Kec. Badau Pancing Tonda 165 Payang 173 JIH 182 Sero 140 Pukat Pantai 31 Bubu 176 Trammel net 77 Kec. Membalong Hasil Tabel 10 menunjukkan bahwa pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Sijuk karena kontribusi usaha perikanan pancing tonda, sero, dan bubu berturut-turut adalah 165 orang/tahun, 140 orang/tahun, 176 orang/tahun. Pertumbuhan tenaga kerja untuk ketiga usaha perikanan tangkap unggulan tersebut tinggi. Hal ini berarti bahwa ketiga usaha perikanan tangkap tersebut telah berkembang dengan baik di Kecamatan Sijuk, termasuk usaha perikanan sero sebagai usaha perikanan unggulan yang mempunyai dominasi paling rendah di Kecamatan Sijuk. Kondisi ini terjadi karena keaktifan ketiga usaha perikanan tangkap cukup tinggi di lokasi penelitian, dimana cukup banyak nelayan yang terlibat sebagai tenaga kerja, meskipun secara rasio tidak selalu dominan. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Tanjung Pandan dalam kontribusi usaha perikanan payang dan jaring insang hanyut (JIH) berturut-turut 119

adalah 173 orang/tahun dan 182 orang/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tenaga kerja di kedua sektor basis, yaitu usaha perikanan tangkap payang dan jaring insang hanyut (JIH) di Kecamatan Tanjung Pandan termasuk tinggi. Pertumbuhan tenaga kerja pada usaha perikanan jaring insang hanyut merupakan pertumbuhan paling tinggi diantara tujuh usaha perikanan tangkap unggulan lainnya. Hal ini terjadi karena adanya dukungan penuh terhadap pengembangan usaha perikanan tangkap tersebut di hampir semua aspek. Dari aspek nelayan, jumlah nelayan yang bekerja pada usaha perikanan jaring insang hanyut termasuk banyak di Kecamatan Tanjung Pandan (975 orang). Jumlah yang banyak ini juga didukung oleh keaktifan usaha perikanan tangkap yang juga tinggi di lokasi ini, dimana kegiatan penangkapan lebih tertib dan diusahakan minimal oleh skala menengah sehingga mempunyai jangkauan penangkapan yang luas tanpa tidak banyak dipengaruhi musim. Di samping, dari aspek finansial usaha perikanan tangkap ini cukup menguntungkan. Hasil analisis sebelumnya, usaha perikanan jaring insang hanyut mempunyai nilai B/C ratio (1,59) dan IRR (38,81 %) yang baik. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Badau dalam kontribusi usaha perikanan trammel net cukup tinggi, yaitu 77 orang/tahun. Namun bila dibandingkan dengan sektor basis pada dua kecamatan lainnya, maka pertumbuhan tenaga kerja trammel net di Kecamatan Badau ini lebih rendah. Trammel net mempunyai nilai pengganda basis paling baik yaitu 1,50 dan jumlahnya sangat banyak dan dominan di Kecamatan Badau. Namun karena jumlah tenaga kerja perikanan atau nelayan trammel net di kecamatan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Sijuk dan Kecamatan Tanjung Pandan, dan juga operasinya biasa-biasa saja (tidak sangat aktif), maka cukup wajar bila pertumbuhan tenaga kerja trammel net tidak terlalu tinggi di Kecamatan Badau. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Membalong kurang baik, karena kontribusi usaha perikanan pukat pantai termasuk paling rendah diantara tujuh usaha perikanan tangkap unggulan yang dikembangkan, yaitu 31 orang/tahun. Hal ini terjadi karena manfaat ekonomi yang diberikan oleh usaha perikanan pukat ini tidak terlalu baik meskipun termasuk layak, dan ini 120

ditunjukkan oleh hasil analisis finansial yang dilakukan, dimana dari tujuh usaha perikanan tangkap unggulan, pukat pantai mempunyai B/C ratio dan IRR yang paling rendah yaitu 1,09 dan 12,60. B/C ratio sebesar 1,09 memberi pengertian bahwa usaha perikanan pukat pantai hanya memberikan pendapatan sekitar 1,09 kali dari biaya yang dikeluarkan. Menurut Syarifin (1993), usaha perikanan pukat pantai dapat merekrut banyak tenaga kerja, yaitu sekitar 10-15 orang per unitnya, sehingga pengembangannya perlu didukung selama usaha perikanan tangkap tersebut tidak merugikan dan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan perikanan di Kabupaten Belitung. 121