Sri Hartiyah 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

Industri Kreatif Jawa Barat

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Perkembangan Industri Kreatif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelesaikan masalah kesenjangan sosial ekonomi dimasyarakat. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. saat ini masih dalam proses pembangunan disegala bidang baik dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha lainnya. Menurut Porter dalam Solihin (2012 :42), intensitas

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Produksi Esre Periode

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

Bab I Pendahuluan. 1 Ratih Purbasari_

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

TERMS OF REFERENCE (TOR) EAGLE AWARDS DOCUMENTARY COMPETITION 2014

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang dilakukan oleh setiap negara tak terkecuali Indonesia. Adapun

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM INDUSTRI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif, yang berfokus pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

Assalaamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Om Swastiastu.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN USAHA MIKRO DHI SABLON & PRINTING DAN THE JOKER S SABLON & OFFSET DI MALANG

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan

4.2.7 URUSAN PILIHAN PERINDUSTRIAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

2015 PENGARUH BRAND PERSONALITY TERHADAP PURCHASE DECISION U

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA. Puguh Setyo Nugroho, FE UNS Malik Cahyadin, FE UNS

PROFESSIONAL WEB DESIGN & DEVELOPMENT - SEO - CYBER PR

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

SEMINAR NASIONAL BBS 2016 Literasi Bahasa, Sastra, dan Budaya di Era Industri Kreatif

Transkripsi:

PELATIHAN DESAIN GRAFIS & CETAK DIGITAL DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN Erna Dwi Astuti 1 Fakultas Teknik, Universitas Al-Quran Jawa Tengah E-mail: erna_unsiq@yahoo.co.id Sri Hartiyah 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah Email : hartiyahsry@gmail.com ABSTRAK Smart Enterpreneur adalah individu yang mampu menciptakan usaha baru yang bersifat kreatif dan inovatif dengan berani mengambil resiko dan ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dengan cara mengidentifikasi peluang serta menggabungkan sumberdaya yang dimiliki. Masyarakat Wonosobo dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Wonosobo memang dikenal sebagai masyarakat miskin dan terbelakang. Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan faktor penghambat yang utama dalam pencapaian daya saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Wonosobo. Subsektor industri kreatif yang akan dikembangkan dibatasi pada subsektor percetakan dan pemasarannya melalui pembuatan toko online. Batasan ini bertujuan untuk menyesuaikan pada permasalahan pokok yang dihadapi oleh lingkungan Pondok Pesantren, yaitu perlu adanya suatu kegiatan/pelatihan di lingkungan Pondok Pesantren dengan tujuan untuk menciptakan wirausahawan mandiri serta mengembangkan kreativitas peserta didik di masingmasing pondok pesantren. Istilah percetakan (sablon) memiliki konotasi kegiatan cetak mencetak grafis yang dilakukan secara manual. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang banyak menawarkan kemudahan dalam menuangkan ide-ide kreatif bagi desainer grafis, maka teknologi proses cetak secara digital dengan bantuan perangkat komputer menjadi alternatif pilihan bagi pelaku bisnis percetakan maupun konsumen percetakan. Kecanggihan peralatan, kualitas hasil produk yang sangat baik, dan inovasi dalam hal pemasaran/marketing merupakan faktor yang berpengaruh pada keberlangsungan usaha/bisnis percetakan saat ini. Kata kunci : smart enterpreneur, industri kreatif, pondok pesantren PENDAHULUAN Analisis Situasi Potensi Industri Kreatif Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan budaya, tidak terkecuali dengan daya kreativitas sumber daya manusianya. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kemunculan industri-industri baru di Indonesia dalam berbagai bidang yang berpotensi menambah devisa negara. Potensi besar yang dimiliki Indonesia ini menarik perhatian pemerintah untuk memberdayakan potensi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. Dukungan ini dibuktikan dengan dikeluarkannya buku Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Ekonomi kreatif diharapkan dapat memberikan peran untuk memanfaatkan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan terbatas, yaitu ide, talenta, dan kreativitas.

Industri kreatif menurut UK DCMS Task Force 1998 adalah Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill, & talent, and which have potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content. Departemen Perdagangan Republik Indonesia juga mendefinisikan industri kreatif sebagai merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Beberapa sektor industri yang berbasis kreativitas adalah : periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan. Di Indonesia, peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan besar kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto ratarata tahun 2002-2006 adalah sebesar 6,3 % atau setara dengan 104,6 triliun rupiah (nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Industri ini telah mampu menyerap tenaga kerja rata-rata tahun 2002-2006 adalah sebesar 5,4 juta dengan tingkat partisipasinya sebesar 5,8 %. Persentase kontribusi Produk Domestik Bruto subsektor industri kreatif terhadap sektor industri kreatif pada tahun 2006 didominasi oleh subsektor (1) Fashion 43,71% ~ 45,8 triliun rupiah; (2) Kerajinan (25,52 % ~ 26,7 triliun rupiah); (3) dan Periklanan (7,93% ~ 8,3 triliun rupiah) (Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan Indonesia). Gambar 1. Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Lapangan Usaha Utama dan Industri Kreatif di Indonesia Tahun 2006 Industri fashion merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar pada industri kreatif di Indonesia, yaitu berkontribusi hampir mencapai 46 triliun rupiah (harga konstan) di tahun 2006 dengan rata-rata persentase kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto industri kreatif sekitar 43,71 %. Industri kerajinan merupakan subsektor industri kreatif yang memiliki nilai kontribusi Produk Domestik Bruto terbesar kedua setelah subsektor fashion dengan nilai kontribusi di tahun 2006 sebesar 25,51 %. Industri periklanan merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar ketiga setelah subsektor fashion dan subsektor kerajinan dengan nilai kontribusi sebesar 7,93 % atau sekitar 8,3 triliun rupiah di tahun 2006. Industri subsektor kreatif penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar keempat pada industri kreatif

di Indonesia adalah industri desain sebesar 5,88 % atau sekitar 6,1 triliun rupiah, diikuti oleh industri Penerbitandan Percetakan (4,09 % ~ 4,2 triliun rupiah), industri Arsitektur (3,95 % ~ 4,1 triliun rupiah), industri musik 3,65 % ~ 3,8 triliun rupiah), industri televisi dan radio (2,04 % ~ 2,1 triliun rupiah), industri layanan komputer dan piranti lunak (0,99 % ~ 1,04 triliun rupiah), industri riset dan pengembangan (0,93% ~ 0,97 triliun rupiah), industri pasar seni dan barang antik (0,65 % ~ 0,685 triliun rupiah), industri permainan interaktif (0,32 % ~ 0,337 triliun rupiah), industri film, video, dan fotografi (0,24 % ~ 0,25 triliun rupiah), dan industri seni pertunjukan (0,12 % ~ 0,124 triliun rupiah) (Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan Indonesia). Persentase kontribusi subsektor industri kreatif pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kontribusi Produk Domestik Bruto subsektor industri kreatif pada tahun 2006. Apabila kita cermati, bisnis kreatif sablon digital memiliki peluang usaha yang sangat baik. Usaha sablon digital ini didukung dengan modal yang relatif murah terjangkau sehingga dapat dilakukan dalam industri skala rumah (home Industry). Kelebihan usaha cetak digital yang mengandalkan desain grafis menggunakan komputer dibandingkan dengan industri cetak sablon manual adalah efisiensi waktu dikarenakan konsumen dapat menunggu hasil proses cetak sablon dalam waktu yang singkat (Or-coy dan Katamsi, 2008). Proses pembuatan cetak sablon secara digital ini juga tergolong sederhana dan hanya dibutuhkan sentuhan kreativitas dalam pembuatan desain gambar/sablon yang akan dicetak. Kondisi Masyarakat Wonosobo Masyarakat Wonosobo dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Wonosobo memang dikenal sebagai masyarakat miskin dan terbelakang. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan sebagian akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), minimnya kemampuan untuk mengolah potensi sumber daya alam serta ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan peluang dalam dunia usaha yang terkait industri kecil dan menengah. Salah satu faktor penyebab tingkat

kemiskinan yang menjadi prioritas dan kepedulian dari pemerintah pusat maupun daerah adalah masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Wonosobo. Hal ini dibuktikan dengan data faktual Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo pada tahun 2013 dan 2014 yang menyebutkan bahwa angka putus sekolah (APS) masyarakat di Kabupaten Wonosobo masih tergolong tinggi, meskipun setiap tahunnya mengalami penurunan. Angka putus sekolah tersebut meliputi mulai tingkat sekolah dasar (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU/MA). Dinas Sosial setempat mencatat angka putus sekolah pada tahun 2013 untuk SD/MI sebesar 23% sedangkan pada SMP/MTs mencapai 39% dan SMU/MA38%. Secara keseluruhan siswa yang mengalami putus sekolah berjumlah 550 siswa. Sedangkan rinciannya adalah 125 merupakan siswa Sekolah Dasar dan 213 siswa Sekolah Menengah Pertama, sisanya sejumlah 212 siswa Sekolah Menengah Umum. Apabila dibandingkan dengan jumlah pada tahun sebelumnya APS pada tahun ini mengalami penurunan. Jumlah APS pada tahun 2014 untuk tingkat SD/MI sebesar 26 % pada tingkat SMP/MTs 40 % dan SMU/MA34%. Pada tahun 2014 APS untuk tingkat SD 121 siswa dan SMP 192, serta SMU159 siswa, dengan jumlah keseluruhan mencapai 472 siswa. Terdapat dua faktor utama yang mendasari terjadinya putus sekolah, yaitu faktor ekonomi keluarga siswa yang bersangkutan serta budaya masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan sekunder. Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Wonosobo merupakan faktor penghambat utama dalam pencapaian daya saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Kabupaten Wonosobo seiring dibangun dan diperbaikinya kembali sarana dan prasarana. Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada saat ini bekerjasama untuk menggalakkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di seluruh wilayah Wonosobo. Pada program PNPM tersebut, pemerintah pusat mengalokasikan dana dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pelatihan peningkatan kapasitas dan pelatihan pengembangan usaha rakyat Keberlanjutan pengembangan program PNPM dan proses industrialisasi secara bertahap dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan menimbulkan efek multiplier yang dapat memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Wonosobo sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat secara signifikan. Pengembangan industrialisasi yang diharapkan tentu saja bukan industrialisasi yang akan mengikis kearifan dan kekayaan budaya lokal masyarakat, namun proses industrialisasi yang mampu bersinergi dengan budaya masyarakat setempat. Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan di masyarakat Wonosobo merupakan lembaga keagamaan dengan peran yang sangat vital dalam hubungannya dengan keberlangsungan industrialisasi di Wonosobo saat ini. Pesantren diperlukan sebagai filter budaya terhadap pengaruh negatif dari keberlangsungan industrialisasi di Pulau Wonosobo. Di era globalisasi saat ini, wacana mengenai pondok pesantren semakin menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena pesantren merupakan lembaga keagamaan yang memiliki peranan sebagai lembaga refungsionalisasi, dimana pesantren tidak sekedar memainkan fungsi-fungsi tradisionalnya, seperti transmisi ilmu-ilmu keislaman, pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi ulama, tetapi juga telah berkembang pada fungsi pembangunan nilai (value development), pembangunan ekonomi (economical development), pengembangan teknologi tepat guna, penyuluhan kesehatan, penyelamatan lingkungan hidup, pusat studi gender, kemandirian (self reliance and sustainability) dan pengembangan kecakapan hidup (life skill). Pesantren dituntut untuk melakukan transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan teknologi

informasi dan IPTEK Pesantren diharapkan mampu menjalin networking/kerjasama dengan dunia usaha sehingga mampu mendukung program pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para santri peserta didik khususnya maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Sehingga pihak pondok pesantren membutuhkan pendampingan dan pengelolaan kewirausahaan untuk memberdayakan para santri khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya karena minimnya fasilitas dan prasarana pendukung kegiatan kewirausahaan di masing-masing pondok pesantren dan masih minimnya pengetahuan para santri terhadap perkembangan informasi dan teknologi serta kurangnya kemampuan dalam hal pengenalan internet. METODE PENELITIAN Kegiatan ini diharapkan mampu mengoptimalkan potensi dan meningkatkan peran serta masyarakat pondok pesantren untuk mendukung pengembangan industri kreatif sebagai penunjang sistem ekonomi pesantren. Beberapa langkah kongkrit yang ditawarkan antara lain : a. Memberikan pelatihan berupa keahlian dalam perancangan dan pembuatan desain grafis khususnya teknologi cetak digital. b. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan selama proses cetak digital dan pemasaran hasil produk sehingga dapat berjalan dengan baik c. Pemanfaatan internet sebagai sarana pemasaran hasil produksi cetak digital d. Pemanfaatan sistem kepakaran dan penciptaan sinergi secara networking Setelah implementasi kegiatan program/pelatihan ini selesai dilaksanakan diharapkan : 1. Mampu menghasilkan jiwa wirausahawan mandiri yang berasal dari kalangan santri pondok pesantren 2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian para santri dalam mengembangkan usaha sablon secara digital 3. Mampu memperluas jaringan informasi dan bisnis dalam proses pemasaran hasil produksi melalui internet 4. Setiap santri mampu mengembangkan dan menghasilkan ide-ide kreatif sekaligus sebagai fasilitas pengembangan kewirausahaan untuk kalangan pondok pesantren. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari program ini merupakan hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan selesai dilaksanakan target luaran Kegiatan ini merupakan kombinasi antara metode pengenalan, pelatihan, dan pendampingan yang dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pengembangan model usaha penyablonan serta tahap pemasaran hasil usaha sablon secara digital. Pada tahap pengembangan model usaha penyablonan, para santri dari pondok pesantren akan diberikan pelatihan dan pendampingan berkaitan dengan kewirausahaan, desain grafis, proses produksi cetak digital, serta kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital. Pada tahap berikutnya, para santri yang telah mengikuti pelatihan pada tahap kedua akan diberi pelatihan berkaitan dengan proses pemasaran hasil produksi melalui website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress. Pelaksanaan kedua tahapan tersebut diharapkan mampu mengingkatkan kemampuan santri dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk hasil sablon sehingga mampu menciptakan usaha percetakan yang inovatif yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat pondok pesantren khususnya mapun bagi masyarakat

sekitar pada umumnya. Rangkaian kegiatan bawah ini: ditunjukkan pada Gambar 3 di Santri dan Pondok Pesantren Pelatihan & pendampingan kewirausahaan, desain grafis, proses produksi cetak digital, dan kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital Pelatihan pembuatan website/toko online dengan memanfaatkan aplikasi wordpress Gambar 3. Rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan Gambaran Ipteks Yang Akan Ditransfer Kepada Para Santri

Desain pola gambar sablon dengan menggunakan peralatan komputer Mencetak pola sablon pada printer dengan menggunakan kertas sublimasi Hasil desain gambar sablon dicetak pada mug Hasil desain gambar sablon dicetak pada kaos Pemasaran hasil produk melalui pelatihan pembuatan website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress

Peta Lokasi Wilayah Pesantren

KESIMPULAN Berdasarkan refleksi hasil kegiatan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Program Peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan keterampilan santri dan masyarakat di sekita Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien terhadap penguasaan komputer untuk mendukung proses pembelajaran maupun usaha cetak digital lainnya. b. Kegiatan pelatihan wirausaha mampu meningkatkan jiwa enterpeneur bagi santri Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien dan Masyarakat desa Modung sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk membuka peluang di bidang cetak digital c. Pelatihan Blogging for Bussines membantu peserta program Ibm mengembangkan usaha cetak digital ke arah persaingan bisnis secara online. SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka beberapa saran bagi tim dan pengambil kebijakan di perguruan tinggi adalah sebagai berikut : a. masih banyak pihak, terutama sekolah maupun pondok pesantren yang berada di wilayah Kabupaten Wonosobo yang membutuhkan adanya kegiatan ini, untuk membantu guru, siswa untuk meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan guna meningkatkan kualitas pembelajaran maupun jiwa entrepreneur di sekolah/pondok pesantren. Oleh karena itu diperlukan adanya prioritas dalam hal pelatihan dan pendampingan. b. Penyebaran informasi tentang kegiatan PPM lebih diperluas. Diutamakan informasi berupa agenda kegiatan PPM yang akan dilaksanakan dan dapat diakses oleh masyarakat sehingga pihak-pihak yang membutuhkan dapat mengetahui dan mengikuti kegiatan yang dimaksud. DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Wonosobo. 2013. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka. Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo. BPS Kabupaten Wonosobo. 2014. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka. Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo Helianthusonfri, Jefferly. 2013. Toko Online Canggih dan Praktis dengan Wordpress. Elex Media Computindo : Jakarta. Nusantara, Guntur. 2004. Panduan Praktis Cetak Sablon. Kawan Pustaka : Jakarta. Misriyanto, Sapto. 2009. Teknik Dasar Cetak Sablon dan Digital Printing. Media Pressindo : Jakarta

Or-coy dan Katamsi, Y., (2008), Digital printing: Panduan Teknik Cetak Cepat di Aneka Media, Kawan Pusataka. Pangestu, M.E., (2008), Pengembangan Industri Kreatif Indonesia 2025: Hasil Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2025. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional: Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa, Bandung. Praktikno, Yanto. 2009. Dasar-Dasar Kewirausahaan Untuk SMK/MAK/SMA/MA. Pustaka Binaman Presindo : Jakarta Rahmanto, S., (2008), Bisnis Advertising Desain Grafis, dan Digital Printing, Media Pressindo. Simatupang, TM. 2008. Perkembangan Industri Kreatif. Paper. Bandung: SMB ITB Suryanie, D., dan Esti, R.K., (2008), Potrait of Creative Industry in Indonesia, Economic Review, no. 212, juni 2008, hal. 1-8. Suwoyo, Bambang B. 2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun14, Nomor 12. Zainal, Ali. 2011. Cepat dan Mudah Membuat Website Keren Dengan Wordpress 3.X. Mediakita : Jakarta.