BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. wilayah Desa Muntuk yang terdiri dari 11 dusun, yaitu Dusun Gunung

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

POTENSI LONGSOR LAHAN DI DESA MUNTUK KECAMATAN DLINGO KABUPATEN BANTUL

Oleh : Lutfia Fajria, Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN JATINOM KABUATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan peneliti untuk

METODE PENELITIAN. Sampel tanah untuk analisis laboratorium yaitu meliputi sampel tanah terusik dan sampel tanah tidak terusik. 2.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB III PRODUSER PENELITIAN. Metode Deskriptif Eksploratif, dalam metode yang mengungkap masalah atau

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah mengungkap bagaimana suatu penelitian

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ali Achmad 1, Suwarno 2, Esti Sarjanti 2.

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI. Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Oleh : SIDIK NURCAHYONO

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EROSI DAN SEDIMENTASI

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Arikunto (2006:26) Metode Penelitian adalah cara yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR

TINGKAT KERENTANAN LONGSORLAHAN DI SEKITAR RUAS JALAN KUTOARJO-BRUNO BATAS WONOSOBO KILOMETER 8-32 KABUPATEN PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research) yaitu

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

ANALISIS KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT KESESUAIAN LAHAN DI KOTA SURAKARTA PROPINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA

AGIHAN KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PADI SAWAH DI KECAMATAN JOGOROGO KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BATANG PROVINSI JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cipatat yang secara administratif

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan analisis data saja (Moh. Nazir, 2011: 84). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Dalam desain studi ini, termasuk desain untuk studi formulatif dan eksploratif yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena fenomena untuk keperluan studi selanjutnya (Moh. Nazir, 2011: 89). Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan segala sesuatu yang terdapat di lapangan yang berhubungan dengan longsor lahan di Desa Muntuk Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah Geografi khususnya Geomorfologi, yaitu ilmu tentang berbagai bentuk lahan di permukaan bumi baik di atas maupun di bawah permukaan laut dengan penekanan studinya pada: asal, sifat, proses perkembangan, susunan material, dan kaitannya dengan lingkungan (Heru Pramono, 2003: 2). Pendekatan Geografi yang digunakan adalah pendekatan kelingkungan, yaitu studi mengenai interaksi antara organisme hidup dengan lingkungan 1

2 (Peter Haggett dalam Bintarto dan Surastopo Hadi Sumarno, 1979: 12-30). Pendekatan kelingkungan digunakan karena penelitian ini meneliti tentang variabel-variabel yang berpengaruh terhadap longsor lahan, dimana terdapat keterkaitan antara organisme hidup dengan lingkungan, seperti: pengaruh penggunaan lahan. 10 konsep Geografi yang ada, penelitian ini menggunakan beberapa konsep Geografi meliputi konsep lokasi, jarak, pola, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, deferensiasi area, dan interaksi interdependensi. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014. C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 60). Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variable tersebut (Moh. Nazir, 2011: 126).

3 1. Tekstur tanah Tekstur tanah adalah ukuran butir dan proporsi kelompok ukuran butir butir primer bagian mineral tanah. Butir butir primer tanah terkelompok dalam liat (clay), debu (silt), dan pasir (sand) (Sitanala Arsyad, 2010: 134). Satuan yang digunakan pada tanah adalah persen. Pengukuran dilakukan dengan melihat segitiga pembatasan fraksi tanah dalam Isa Darmawijaya (1997: 165) setelah diketahui persentase liat, debu, dan pasir dari hasil uji laboratorium. Contoh perhitungan: 35% lempung + 40 % debu + 25% pasir termasuk tekstur tanah geluh lempungan. 2. Ketebalan solum tanah Ketebalan solum tanah menunjukkan berapa tebal tanah diukur dari permukaan sampai ke batuan induk. Satuan yang digunakan pada ketebalan solum tanah adalah cm. 3. Permeabilitas tanah Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah dalam meloloskan air (Chay Asdak, 2007: 353). Satuan yang digunakan pada permeabilitas tanah adalah cm/jam. Permeabilitas tanah diketahui melalui uji laboratorium.

4 4. Tingkat pelapukan batuan Tingkat pelapukan batuan dapat diartikan sebagai sejauh mana tingkatan batuan dalam mengalami pelapukan. Tingkatan pelapukan batuan diamati dengan berpedoman pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Pelapukan Batuan Tingkat No. pelapukan batuan 1 Pelapukan ringan 2 Pelapkan sedang 3 Pelapukan lanjut 4 Pelapukan sangat lanjut Keterangan Batuan belum mengalami perubahan atau sedikit mengalami perubahan warna dan perubahan warna baru terjadi di pemukaan batuan Batuan mengalami perubahan warna dan pelapukan warna lebih besar dan menembus bagan dalam batuan serta sebagian dari massa batuan menjadi tanah Batuan mengalami perubahan warna dan lebih dari setengah massa batuan berubah menjadi tanah. Perubahan warna menembus kebahan batuan cukup dalam tetapi batuan asal masih ada. Seluruh massa batuan terdekomposisian berubah luarnya menjadi tanah tetapi susunan batuan asal masih bertahan Batuan berubah sempurna menjadi tanah dengan Berubah 5 susunan jaringan asal telah rusak tetapi tanah yang sempurna dihasilkan tidak terangkat Sumber : New Zealand Geomechanic Society (1988) dalam PSBA (2001). 5. Kemiringan lereng Kemiringan lereng adalah besarnya tingkat kecuraman lereng yang dinyatakan dalam persen. Kemiringan lereng dilihat dari peta kemiringan lereng lembar D.I.Yogyakarta. 6. Kerapatan vegetasi Kerapatan vegetasi adalah tingkat kerapatan tanaman dilihat dari jarak tanaman atau tajuk daun. Satuan yang digunakan pada kerapatan

5 vegetasi adalah persen. Kerapatan vegetasi diukur dari persentase kerapatan vegetasi di tiap satuan lahan. 7. Penggunaan lahan Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi atau campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Sitanala Arsyad, 2010: 305). Menurut Suratman Worosuprojo, dkk (1992) dalam PSBA (2001) bentuk-bentuk penggunaan lahan adalah: hutan sejenis, hutan tidak sejenis, perkebunan, sawah, permukiman, dan tegalan. D. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan lahan di Desa Muntuk Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. E. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat

6 diberlakukan untuk populasi. Sampel yang diambil dari populasi harus betulbetul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2013: 118). Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 124). Sampel pada penelitian ini adalah setiap satuan lahan yang terdapat di Desa Muntuk. Satuan lahan diperoleh dengan cara tumpang susun (overlay) tiga peta, yaitu: peta jenis tanah, peta geologi, dan peta kemiringan lereng. Dari setiap satuan lahan tersebut kemudian diambil satu wilayah secara acak (random) untuk dijadikan sampel. Setiap wilayah sampel mewakili satu satuan lahan yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama. F. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperoleh (Moh. Nazir, 2011: 174). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Observasi yaitu kegiatan untuk pendokumentasian mengenai gejala atau situasi dan kondisi yang terjadi di daerah penelitian (Hadi Sabari Yunus, 2010: 376). Observasi ini dilakukan dalam bentuk pengamatan yang langsung dilakukan di wilayah penelitian. Dalam observasi ini peneliti mengamati karakteristik medan yang ada di daerah penelitian

7 berupa: ketebalan solum tanah, kerapatan vegetasi dan tingkat pelapukan batuan. Instrumen dalam observasi menggunakan checklist (daftar pemeriksaan). 2. Pengukuran Lapangan Pengukuran adalah metode yang dilakukan di lapangan dengan jalan mengukur secara langsung variabel yang berpengaruh terhadap longsor lahan, antara lain: kedalaman solum tanah, tingkat pelapukan batuan, dan kerapatan vegetasi. Alat-alat yang digunakan untuk pengukuran adalah bor tanah dan skop untuk mengambil sampel tanah, meteran untuk mengukur kedalaman solum tanah, serta alat Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui koordinat lokasi pengamatan dan pengukuran sampel. 3. Uji laboratorium Uji laboratorium yaitu melakukan pengujian sampel tanah yang diperoleh di lapangan untuk memperoleh data tentang sifat-sifat tanah, meliputi tekstur dan permeabilitas tanah. Uji tekstur dan permeabilitas tanah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. 4. Dokumentasi Dokumentasi adalah metode pencarian data mengenai hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006: 231). Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data terkait seperti: data curah

8 hujan, peta penggunaan lahan, peta geologi, peta jenis tanah, peta tematik lainnya, foto-foto daerah yang diteliti, serat keterangan data yang diperoleh dari instansi terkait. Instrumen yang digunakan adalah kamera, dan flashdisk. G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistemastis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2012: 244). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Kondisi fisik Desa Muntuk, meliputi kondisi geologi (dilihat dari peta geologi) dan kondisi litologi (dilihat dari peta jenis tanah), dan kondisi topografi (dilihat dari peta kemiringan lereng) di overlay untuk menyusun peta satuan lahan. Kemudian dilakukan observasi dan/atau pengukuran variabel yang berpengaruh terhadap longsor lahan, yaitu: kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman solum tanah, permeabilitas tanah, tingkat pelapukan batuan, kerapatan vegetasi, serta penggunaan lahan. Pemberian skor (scoring) dan pembobotan pada masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap longsor lahan akan menghasilkan data tingkat potensi longsor lahan di setiap wilayah. Data tersebut dibuat menjadi peta

9 yang kemudian ditumpang susunkan (overlay) pada tiap-tiap peta variabel yang memepengaruhi longsor lahan. Hasil akhirnya berupa peta potensi longsor lahan di Desa Muntuk. Peta ini menunjukan persebaran wilayah yang berpotensi longsor lahan, dari tingkat wilayah yang memiliki potensi longsor lahan rendah hingga wilayah yang berpotensi longsor lahan tinggi. Adapun langkah-langkahnya dapat dilihat pada Gambar 7 halaman 36.

10 Desa Muntuk Kondisi Fisik Geologi - Peta geologi Litologi - Peta jenis tanah Topografi - Peta kemiringan lereng Peta Satuan Lahan Sampel Observasi / Pengukuran Lapangan Faktor Lithologi - Tekstur tanah - Permeabilitas tanah - Solum tanah, dan - Pelapukan batuan Faktor Topografi - Kemiringan lereng Faktor Organik - Kerapatan vegetasi Faktor Lain - Penggunaan lahan Pengharkatan dan Pembobotan Overlay Peta Tingkat Potensi Longsor Lahan dan sebarannya Gambar 7. Skema Teknik Analisis Data

11 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Cara Kualitatif Cara kualitatif yaitu dengan menafsirkan kondisi fisik lahan yang berpengaruh terhadap terjadinya longsorlahan pada setiap satuan unit lahan. Faktor yang berpengaruh terhadap longsor adalah: (1) Faktor topografi: kemiringan lereng; (2) Faktor litologi: tekstur tanah, solum tanah, permeabilitas tanah, dan pelapukan batuan; (3) Faktor organik: kerapatan vegetasi; serta (4) Faktor lain, yaitu: penggunaan lahan. 2. Cara Kuantitatif a. Pemberian skor (scoring) atau pengharkatan. Pemberian skor dilakukan untuk menentukan nilai atau skor pada setiap variabel untuk menentukan tingkat potensi longsor lahan di daerah penelitian. Pemberian skor untuk masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap longsor lahan, tiap parameter diklasifikasikan ke dalam lima kelas. Harkat yang paling tinggi, dalam hal ini adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap terjadinya longsor lahan. Harkat yang paling rendah, dalam hal ini 1, adalah yang paling kecil pengaruhnya terhadap terjadinya longsor lahan.

12 1) Tekstur tanah Tabel 5. Pengharkatan Tekstur Tanah NO. Kelas tekstur Harkat 1 Geluh 1 2 Geluh lempung, geluh debuan 2 3 Geluh pasiran 3 4 Lempung pasiran, lempung berat 4 5 Lempung 5 Sumber : Fletcher dan Gibb (1990) dalam Tim PSBA (2001) Kandungan fraksi pasir, geluh dan lempung berpengaruh pada tingkat pelapukan batuan, sebagai bahan induk tanah. Tanah bertekstur pasir, karena kekuatan agregat kurang kuat, maka apabila terjadi kelembaban tertentu dapat menyebabkan tidak stabilnya agregat tanah. Tanah dengan tekstur lempung, apabila dalam keadaan lembab sulit untuk segera kering, kondisi ini menyebabkan volume tanah bertambah dimana hal ini sangat menunjang terhadap terjadinya longsor lahan. Sedangkan tanah bertekstur geluh, geluh berpasir, dan geluh berlempung mempunyai karakter menyimpan dan meloloskan air dalam keadaan seimbang (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: III-7). 2) Ketebalan Solum tanah Tabel 6. Pengharkatan Ketebalan Solum Tanah Ketebalan solum NO Kelas ketebalan Harkat (cm) 1 Sangat tipis 0-30 1 2 Tipis >30-60 2 3 Sedang >60-90 3 4 Tebal >90-150 4 5 Sangat Tebal >150 5 Sumber : FAO Guidelines for Soils Profils Description (1968), dalam PSBA 2001 Solum tanah merupakan bagian dari profil tanah yang terdiri dari horizon O (horizon organik), horizon A (horizon pencucian), horizon B (horizon penumbukan), dan horizon C (horizon bahan lapuk). Di dalam horizon tanah, berlangsung berbagai proses seperti infiltrasi, dan perkolasi yang dipengaruhi oleh tekstur tanah. Pada solum tanah dalam akan menerima dan menyimpan air lebih besar dibanding solum tanah dangkal yang berpengaruh pada massa agregat tanahnya. Oleh karena itu, tanah dengan horizon dalam akan lebih mendukung terhadap terjadinya longsor lahan dibandingkan tanah dengan horizon dangkal (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: III-11).

13 3) Permeabilitas tanah Tabel 7. Pengharkatan Permeabilitas Tanah No. Permeabilitas cm/jam Kategori Harkat 1 >12,5 Sangat cepat 1 2 >6,25-12,5 Cepat 2 3 >2,0-6,25 Sedang 3 4 >0,5-2,0 Lambat 4 5 <0,5 Sangat Lambat 5 Sumber : Sitanala Arsyad (2010: 342) Kemampuan tanah dalam meloloskan air salah satunya di pengaruhi oleh tekstur tanah, dalam hal ini pori tanah, yang secara langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya air bergerak di dalam tanah. Kaitannya dengan longsor lahan, tanah dengan permeabilitas cepat, kurang mendukung terhadap terjadinya longsor lahan, di banding permeabilitas lambat (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: III-9). 4) Tingkat pelapukan batuan Tabel 8. Pengharkatan Tingkat Pelapukan Batuan Tingkat No. pelapukan batuan Keterangan Harkat Batuan belum mengalami perubahan atau 1 batuan Pelapukan sedikit mengalami perubahan warna dan ringan perubahan warna baru terjadi di pemukaan 1 2 3 4 5 Pelapkan sedang Pelapukan lanjut Pelapukan sangat lanjut Berubah sempurna Batuan mengalami perubahan warna dan pelapukan warna lebih besar dan menembus bagan dalam batuan serta sebagian dari massa batuan menjadi tanah Batuan mengalami perubahan warna dan lebih dari setengah massa batuan berubah menjadi tanah. Perubahan warna menembus kebahan batuan cukup dalam tetapi batuan asal masih ada. Seluruh massa batuan terdekomposisi an berubah luarnya menjadi tanah tetapi susunan batuan asal masih bertahan Batuan berubah sempurna menjadi tanah dengan susunan jaringan asal telah rusak tetapi tanah yang dihasilkan tidak terangkat Sumber : New Zealand Geomechanic Society (1988) dalam PSBA 2001 2 3 4 5

14 Di dalam tubuh batuan yang telah mengalami pelapukan, terjadi perubahan dimana fragmen batuan yang mulanya besar menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil, sehingga gaya tarik menarik antar butir fragmen lapuk menjadi kecil. Hal ini dapat mempertinggi proses infiltrasi dan perkolasi serta mempengaruhi stabilitas lereng terutama pada lahan dengan kemiringan lereng besar. Kaitannya dengan longsor lahan, pada batuan yang mengalami pelapukan sangat mendukung terjadinya longsor lahan dibanding batuan masih segar (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: III-11). 5) Kemiringan lereng Tabel 9. Pengharkatan Kelas Kemiringan Lereng Kelas lereng Kriteria Harkat I 0-8% Datar 1 II 8-15% Landai 2 III 15-25% Miring 3 IV 25-40% Terjal 4 V >40% Sangat Terjal 5 Sumber: Van Zuidam and Cancelado (1985) dalam PSBA 2001 Kemiringan lereng didasarkan pada konsep gravitasi bumi sepanjang lereng, yaitu semakin datar lereng maka gaya gravitasi semakin efektif dalam mengikat material. Pergeseran horizontal tidak akan terjadi meskipun material tanah/batuan lapuk cukup tebal. Sebaliknya, pada lereng yang miring hingga terjal akan terjadi resultan gaya akibat adanya gaya gravitasi dengan gaya geser. Selain itu, kemiringan lereng berpengaruh pula pada gerakan air permukaan dan kelulusan air kedalam tanah (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: II-11). 6) Kerapatan vegetasi Tabel 10. Pengharkatan Kerapatan Vegetasi No. Kelas Kerapatan Besar kerapatan (%) Harkat 1 Sangat rapat >75-100 1 2 Rapat >50-75 2 3 Sedang >25-50 3 4 Jarang >15-25 4 5 Sangat jarang <15 5 Sumber: Suratman Worosuprojo, dkk (1992) dalam PSBA (2001).

15 Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kohesivitas tanah, sehingga tanah lebih aman terhadap bahaya longsor. Tanaman juga dapat memicu terjadinya tanah longsor karena tambahan beban dari berat pohon, dan meningkatnya infiltrasi (granularitas dan porositas meningkat) yang memungkinkan lebih banyak air meresap dalam tanah, dan berakibat menurunkan tegangan gesernya (Suripin, 2004: 58). 7) Penggunaan lahan Tabel 11. Pengharkatan Penggunaan Lahan No Penggunaan lahan Harkat 1 Hutan sejenis 1 2 Hutan tidak sejenis 2 3 Perkebunan 3 4 Sawah, permukiman 4 5 Tegalan 5 Sumber: Suratman Worosuprojo, dkk (1992) dalam PSBA (2001). Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam guna kesejahteraan hidupnya. Kegiatan ini seringkali hanya menekankan pada aspek ekonomi dan kurang peduli pada aspek lingkungan terutama pada kemungkinan terjadinya bencana sebagai dampak pengelolaan yang keliru (Pusat Studi Bencana Alam, 2001: II-12). b. Tumpang susun (overlay) Cara ini dilakukan dengan menumpang susunkan peta tematik yang diperlukan, diantaranya peta geologi, peta jenis tanah dan peta kemiringan lereng yang akan menghasilkan peta satuan unit lahan sebagai sampel. Tiap-tiap sampel variabel yang berpengaruh terhadap longsor lahan akan menghasilkan penilaian

16 tingkat potensi longsor lahan. Kemudian, dari seluruh peta variabel yang mempengaruhi longsor lahan dioverlay, sehingga menghasilkan peta tingkat potensi longsor lahan. Peta inilah yang akan menunjukan persebaran daerah yang berpotensi longsor, dari tingkat potensi longsor rendah hingga daerah yang memiliki potensi longsor tinggi. c. Pembobotan parameter yang mempengaruhi longsor lahan Pembobotan dilakukan untuk memberikan bobot kepada masing-masing parameter yang mempengaruhi longsor lahan. Penilaian dilakukan dengan Weight Metod menurut Struges (1980), yaitu dengan memperhitungkan jumlah nilai maksimal pembobotan dikurangi dengan jumlah nilai minimal pembobotan. Hasil pengurangan ini dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan, maka akan menghasilkan interval skor kriteria bahaya (PSBA, 2001: II-13). Pembobotan parameter yang mempengaruhi longsor lahan terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Klasifikasi Parameter yang Mempengaruhi Longsor Lahan No. Parameter Pengaruh Bobot Skor Skor minimal maksimal 1 Kemiringan lereng 10 10 50 2 Tekstur tanah 1 1 5 3 Permeabilitas tanah 1 1 5 4 Solum tanah 1 1 5 5 Tingkat pelapukan 1 batuan 1 5 6 Kerapatan vegetasi 1 1 5 7 Penggunaan lahan 1 1 5 Jumlah 16 16 80 Sumber : Data primer 2014

17 Kemiringan lereng diberi bobot paling besar karena kemiringan lereng merupakan faktoryang paling berpengaruh terhadap longsor lahan. Interval kelas potensi longsor lahan ditentukan dengan tiga tingkatan, dilakukan berdasarkan metode Struges (dalam PSBA) sebagai berikut : Interval = Jumlah skor maksimal Jumlah skor minimal Jumlah kelas Interval = = 21 Berdasarkan hasil interval kelas, maka ditentukan kelas potensi longsor lahan sebagai berikut : Tabel 13. Interval Kelas Potensi Longsor Lahan No Interval Total Kriteria Potensi Longsor Skor Lahan Kelas 1 16-37 Rendah I 2 38-59 Sedang II 3 60-80 Tinggi III Sumber : Data Primer 2014