BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN KLAUSA RELATIF BAHASA INDONESIA DENGAN TEKNIK REKURSIF-DIAGRAM DI FKIP UNINUS BANDUNG

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis. Penggunaan. metode ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan:

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

RINGKASAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lainnya, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial,

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kata adalah satuan-satuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk yang utuh berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupannya mulai dari bangun tidur, melakukan aktivitas, menyampaikan pendapat dan informasi melalui bahasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

5 Universitas Indonesia

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

LANDASAN TEORI. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan

ANALISIS BENTUK PASIF PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI MEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Gorontalo (selanjutnya disingkat BG) adalah bahasa yang

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

SILABUS MATA KULIAH : SINTAKSIS

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi, perubahan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

PENGARUH PENGUASAAN KOMPETENSI SINTAKSIS TERHADAP PRODUKSI KALIMAT EFEKTIF PADA KARANGAN EKSPOSISI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

KONSTRUKSI KALIMAT DALAM KARANGAN MAHASISWA TRANSFER KREDIT YUNNAN MINZU UNIVERSITY (YMU) DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SKRIPSI

PEMERLENGKAPAN DALAM BAHASA SUNDA 1)

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa definisi, teori, dan konsep yang akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan pada bagian ini.

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

RELASI FINAL DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT BAHASA INDONESIA

KESALAHAN PENULISAN KONJUNGTOR DALAM NOVEL GARIS WAKTU: SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA KARYA FIERSA BESARI

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

OBJEK DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Wagiati*) Abstract

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi dapat berupa percakapan (lisan) dan tulisan. Apabila pesan yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi (eklektik). Pemerian klausa biasanya selalu dikontraskan dengan frase. Padahal kedua istilah itu memiliki konsep yang sangat berbeda. Perbedaannya dapat dilihat dari hal-hal berikut. Pertama, dilihat dari segi konstruksi, yakni klausa mengandung predikasi sedangkan frase tidak. Kedua, dilihat dari relasi antarkonstituen klausa adalah predikatif sedangkan frase adalah subordinatif, koordinatif, dan perangkai sumbu (Pike dan Pike dalam Sugono, 1995: 54). Ketiga, dilihat dari perilaku sintaksisnya, urutan konstituen dalam klausa dapat dipertukarkan tempatnya tanpa mengubah relasi konstituen sedangkan urutan konstituen dalam frase tidak dapat dipertukarkan (Matthew dalam Sugono, 1995: 55). Untuk menperjelas pemerian di muka, perhatikanlah satuan gramatik berikut. (1) rumah itu kosong (2) kekosongan rumah Satuan gramatik (1) terdiri atas dua konstituen yakni subyek dan predikat. Konstituen tersebut adalah rumah itu dan kosong. Dengan demikian, satuan

gramatik (1) mengandung predikat dan sekaligus kedua konstituen tersebut mengandung relasi predikatif. Di samping itu, kedua konstituen itu dapat dipertukarkan tempatnya tanpa mengubah relasi antarkonstituennya. Satuan gramatik (1) tersebut susunannya menjadi terbalik, predikat berada di depan subjek. Satuan gramatik tersebut menjadi sebagai berikut. (3) kosong rumah itu Satuan gramatik (2) tidak mengandung predikasi. Satuan gramatik tersebut tidak dapat dipisahkan sebagai dua konstituen yang menduduki subjek dan predikat. Relasi antarkonstituennya pun tidak menunjukkan predikatif tetapi menunjukkan subordinatif. Apabila kedua konstituen yang terdapat pada satuan gramatik (2) tersebut dipertukarkan tempatnya maka akan merusak atau mengubah relasi antarkonstituen itu sendiri. Satuan gramatik tersebut akan berbunyi sebagai berikut. (4) rumah kekosongan Oleh karena itu, satuan gramatik (1) dinamakan klausa dan satuan gramatik (2) dinamakan frase. Secara rinci, pemerian mengenai klausa berkaitan dengan tipe klausa, hubungan gramatik antarklausa, dan hubungan sistematis antarklausa. Tipe klausa dapat dilihat dari kategori kata yang menduduki unsur predikat sehingga terdapatlah klausa nominal, klausa verbal, klausa ajektival, klausa numeral, dan klausa peposisional. Perhatikanlah contoh tipe-tipe klausa berdasarkan kategori kata yang menduduki fungsi predikatnya berikut ini. (5) Jepang menjajah Indonesia selama tiga setengah tahun 1

(6) kami guru bahasa Indonesia (7) anak kami dua orang (8) anak pertama kami sangat cerdas (9) anak kedua kami di Pesantren Gontor Kelima contoh klausa di atas masing-masing dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Klausa (5) predikatnya menjajah. Kata menjajah termasuk kategori kata verbal. Oleh karena itu, klausa (5) disebut klausa verbal. Klausa (6) memiliki predikat guru bahasa Indonesia yang berkategori kata nominal sehingga klausa (6) disebut dengan klausa nominal. Klausa (7) memiliki predikat dua orang yang berkategori numeral sehingga klausa ini disebut klausa numeral. Klausa (8) memiliki predikat sangat cerdas yang berkategori ajektival sehingga klausa ini disebut klausa ajektival dan klausa (9) memiliki predikat di Pesantren Gontor yang berkategori frase preposisional sehingga klausa ini disebut dengan klausa preposisional. Tipe klausa dapat pula dilihat dari hubungan gramatiknya sehingga terdapatlah klausa utama dan klausa subordinatif. Traugott (dalam Yuwono, 2004: 3) memerikan klausa utama sebagai klausa yang dapat berdiri sendiri. Longacre (dalam Yuwono, 2004: 3) menyebut klausa utama sebagai nukleus. Kridalaksana (1985: 156) menyebutnya sebagai klausa bebas dan memerikannya sebagai klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat. Sementara itu, klausa subordinatif didefinisikan sebagai klausa yang bergantung pada nukleus atau klausa utama. Longacre (dalam Yuwono, 2004: 3) menyebutnya sebagai klausa margin. Kridalaksana (1985: 156) menyebut klausa subordinatif sebagai klausa terikat 2

yaitu klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat dan hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Perhatikanlah kalimat di bawah ini. (10) Mereka lupa bahwa ayah saya telah meninggal. Kalimat (10) terdiri atas dua klausa, yakni klausa mereka lupa sebagai klausa utama dan klausa ayah saya sudah meniggal sebagai klausa subordinatif. Hubungan gramatik antarklausa dalam kalimat luas dapat dibedakan pula menjadi hubungan koordinatif dan hubungan subordinatif. Hubungan yang demikian, menurut Haliday (dalam Yuwono, 2004:3) disebut dengan hubungan parataktis dan hipotaksis. Hubungan koordinatif atau parataksis adalah hubungan yang berstatus sejajar sedangkan hubungan subordinatif atau hipotaksis adalah hubungan antara dua klausa yang tidak sejajar, yaitu antara klausa utama dan klausa subordinatif. Hubungan semantis antarklausa dapat dibedakan menjadi beberapa hubungan semantis. Hubungan semantis tersebut adalah perjumlahan, pemilihan, pertentangan, waktu, sebab, perbandingan, cara, hasil, syarat, tujuan, pengandaian, komplementasi, atribut, alat, konsesif, dan optatif (Alwi, 1998: 404-414). Dari sekian pemerian mengenai tipe klausa yang penulis kemukakan, tipe klausa subordinatiflah yang telah ditelaah secara rinci. Lebih khusus, penelitinya, Lapoliwa (1990) menamai klausa tersebut sebagai klausa pemerlengkapan. Yang dimaksud pemerlengkapan oleh Lapoliwa (1990: 2) adalah konstituen kalimat yang lazim disebut objek, pelengkap, dan keterangan yang kehadirannya bersifat melengkapi makna kalimat. Unsur keterangan yang berfungsi menerangkan fungsi sintaksis tertentu tidaklah dimasukkan sebagai pemerlengkapan. 3

Unsur keterangan yang menerangkan atau menjelaskan atau memberi infomasi tambahan fungsi sintaksis tertentu (subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan) dapatlah menjadi sebuah klausa subordinatif yang disematkan dalam klausa utama. Klausa yang demikian dinamakan klausa relatif (Keenan: 1985, Givon: 1990, Lapoliwa: 1990, Sneddon: 1996, Alwi: 1998, Samsuri: 1985). Pemerian mengenai klausa relatif telah dilakukan oleh para linguis asing seperti Keenan (1995), Givon (1990), Teramura (dalam Fadilah: 2002). Para paneliti yang telah secara khusus meneliti klausa relatif Indonesia adalah Lapoliwa (1990) dan Sneddon (1996). Namun demikian, pemerian klausa relatif bahasa Indonesia belumlah memadai. Verhaar (1996) misalnya mengupas klausa relatif sangat singkat. Klausa relatif dibahas hanya sebagai atribut frase nominal dalam pemerian mengenai frase nominal. Begitu halnya Samsuri (1982) dan Sneddon (1996). Pemerian klausa relatif sekalipun dibahas secara khusus tetapi masih relatif singkat. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia sebagai tata bahasa rujukan para praktisi pendidikan pun belum mengupasnya secara rinci. Sekaitan dengan pemerian klausa relatif yang penulis kemukakan tersebut, hal yang tak kalah urgennya adalah ihwal model pembelajaran yang tepat. Keurgenan model pembelajaran untuk klausa relatif ini sebagaimana keurgenan bahan ajar lainnya dalam subsistem bahasa yang disebut juga dengan tatabahasa. Ur (dalam Thornbury, 2000: 14) berpendapat bahwa kaidah tatabahasa sangat penting dalam penguasaan suatu bahasa. Pendapat Ur ini menguatkan pendapat Chomsky (dalam Woyowasito, 1976: 75) bahwa tatabahasa adalah lukisan suatu bahasa. Dengan perkataan lain, seseorang yang menguasai kaidah tatabahasa 4

dengan baik maka dia akan menunjukkan penguasaannya terhadap suatu bahasa dengan baik pula. Oleh karena itu, Thornbury (2000: 15-20) berpendapat bahwa pembelajaran tatabahasa itu sangat diperlukan sebab tatabahasa merupakan mesin pembuat kalimat. Di samping itu, penguasaan tatabahasa pun merupakan awal yang tepat bagi penguasaan terhadap suatu bahasa. Klausa relatif sebagai bagian dari kalimat luas merupakan bahan ajar mata kuliah sintaksis di perguruan tinggi. Penyampaian bahan ajar ini haruslah menggunakan metode yang efektif sehingga pembelajaran menjadi sesuatu yang bermakna bagi pembelajar yang mayoritas calon guru bahkan sudah menjadi guru. Berdasarkan temuan di lapangan pembelajar mengalami kesulitan memahami tatakalimat. Kesulitan tersebut dialami saat pembelajar harus menentukan fungsi-fungsi sintaksis (unsur-unsur kalimat), mengklasifikasikan tipe-tipe klausa, dan membedakan frase dengan klausa atau membedakan keduanya dengan kalimat. Untuk mengatasi kesulitan semacam itu Ur (dalam Nunan, 1991: 154-155) menyarankan sebuah model pembelajaran. Adapun solusi model pembelajaran tersebut terdiri atas empat langkah, yakni: 1. presentasi; 2. pengklasifikasian dan penjelasan; 3. pelatihan; 4. pengevaluasian. Presentasi dilakukan melalui teks. Dari teks ini pada hakikatnya ditampilkan kaidah tatabahasa, hanya pembelajar tidak menyadarinya. Tahap 5

berikutnya adalah pengklasifikasikan dan penjelasan kaidah-kaidah yang terdapat dalam teks. Pelatihan dilakukan untuk memastikan apakah pembelajar sudah memahami kaidah tersebut atau belum. Pengevaluasian adalah langkah terakhir untuk mengetahui hasil belajar. Selain Ur, masih banyak pakar pendidikan yang menyodorkan solusi model pembelajaran. Chomsky (dalam Woyowasito, 1976: 75) misalnya menyodorkan model pembelajaran kalimat yang sangat sederhana, yakni dengan menggunakan diagram pohon dan rekursif. Sementara itu, Thornbury (2000: 14) menyarankan kaidah tatabahasa diberikan dengan pendekatan induktif, yakni pendekatan yang memanipulasi contoh-contoh. Artinya, pembelajar mempelajari contoh-contoh dan dari contoh-contoh itulah pembelajar akan memperoleh pemahaman yang berupa kaidah. Dengan penemuan kaidah itu pula diharapkan pembelajar menjadikan keberadaan kaidah itu bermakna dan berguna. Oleh karena pembelajar menyadari kebermaknaan dan kebergunaan akan keberadaan kaidah itu pulalah pembelajar yang mengalami kesulitan belajar dan menyebabkannya pasif akan menjadi aktif. Pembelajar menjadi lebih termotivasi. Namun, sekalipun banyak model yang diperkenalkan tetapi tentu saja tidak mudah melaksanakannya. Sebagai seorang pengajar ketika menghadapi kesulitan semacam yang penulis kemukakan di muka maka sudah sepatutnya tidak mempertanyakan model mana yang terbaik sebab menurut Dahlan (1984: 21) semua model mengajar adalah baik. Bahkan kebaikan model mengajar itu sendiri bergantung pada seberapa jauh model tersebut dapat digunakan,untuk siapa dan untuk tujuan apa. 6

Oleh karena itu, berdasarkan pemerian di muka, yakni ihwal penelitian awal mengenai klausa relatif dan pemeriannya yang belum rinci dalam beberapa buku tata bahasa Indonesia maka klausa relatif masih sangat perlu dikaji dan dideskripsikan. Sebagai contoh pemarkah apakah yang menandai kehadiran klausa relatif? Bagaimanakah hubungan nomina inti dengan klausa relatif? Bagaimana pula kedudukan nomina inti dalam klausa utamanya? Bagaimanakah fungsi klausa relatif bagi nomina inti? Fungsi-fungsi sintaksis apa sajakah yang terdapat dalam klausa relatif? Tipe- tipe klausa relatif apa saja yang terdapat dalam bahasa Indonesia? Di samping itu, klausa relatif sebagai salah satu bahan ajar sintaksis juga memiliki kompleksitas seperti bahan ajar lainnya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran klausa relatif diperlukan adanya upaya pengembangan model pembelajaran yang selama ini belum mendapat perhatian yang layak. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa fokus penelitian ini adalah: 1. klausa relatif ; dan 2. pengembangan model pembelajaran klausa relatif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian terdahulu, ada beberapa masalah yang berkaitan dengan klausa relatif bahasa Indonesia. Masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut. 1. Nomina inti apa sajakah yang dapat diikuti klausa relatif bahasa Indonesia? 7

2. Pemarkah apa sajakah yang menandai kehadiran klausa relatif bahasa Indonesia? 3. Fungsi sintaksis apa sajakah yang terdapat dalam klausa relatif bahasa Indonesia? 4. Tipe klausa relatif apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Indonesia? 5. Bagaimanakah kemampuan pembelajar memahami nomina inti sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram? 6. Bagaimanakah kemampuan pembelajar memahami pemarkah klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram? 7. Bagaimanakah kemampuan pembelajar memahami fungsi-fungsi sintaksis dalam klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram? 8. Bagaimanakah kemampuan pembelajar memahami tipe-tipe klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penilitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan masalah klausa relatif bahasa Indonesia terutama dalam hal: 1. nomina inti; 2. pemarkah; 3. fungsi sintaksis dalam klausa relatif ; 8

4. tipe-tipe klausa relatif; 5. kemampuan pembelajar memahami nomina inti sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram; 6. kemampuan pembelajar memahami pemarkah klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursifdiagram; 7. kemampuan pembelajar memahami fungsi-fungsi sintaksis dalam klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursif-diagram; 8. kemampuan pembelajar memahami tipe-tipe klausa relatif bahasa Indonesia sebelum dan sesudah pembelajaran klausa relatif dengan teknik rekursifdiagram. Untuk itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. memperkaya khasanah karya tatabahasa Indonesia; 2. menjadi bahan masukan bagi para pakar, peneliti, dan praktisi pendidikan bahasa Indonesia; 3. mendorong tumbuhnya kajian lebih lanjut, terutama kajian terhadap klausa relatif bahasa Indonesia dan model pembelajarannya. 1.4 Anggapan Dasar Anggapan dasar penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Klausa relatif berfungsi menjelaskan, membatasi atau memberi informasi tambahan terhadap nomina inti yang menduduki salah satu fungsi sintaksis dalam klausa utama. 9

2. Berdasarkan karakteristiknya, klausa relatif dapat diajarkan dengan menggunakan teknik rekursif-diagram. 1.5 Definisi Operasional Istilah-istilah khusus yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut. 1. Model Pembelajaran Yang dimaksud dengan model pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu rencana atau pola untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran klausa relatif, dan memberi petunjuk kepada pengajar dalam pelaksanaan pembelajaran klausa relatif di kelas. 2. Klausa Relatif Yang dimaksud dengan klausa relatif dalam penelitian ini adalah klausa subordinatif yang disematkan dalam klausa utama untuk menjelaskan atau membatasi atau memberi informasi tambahan (parantetik) terhadap nomina inti yang menduduki salah satu fungsi sintaksis dalam klausa utama. 3. Teknik Rekursif-Diagram Yang dimaksud teknik rekursif-diagram dalam penelitian ini adalah daya upaya atau cara-cara yang digunakan pengajar untuk menyampaikan materi ajar klausa relatif dengan cara menuliskan kembali unsur-unsur klausa relatif berdasarkan nomina inti, pemarkah, fungsi sintaksis, dan tipe klausa relatif. Rekursif menyerupai garis-garis siku keluang atau zig-zag kemudian dijelaskan kembali dengan diagram pohon. 10