TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994).

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI

I. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan

HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA KUALITAS YANG SAMA SKRIPSI DEDI MULYADI

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur itik umumnya berukuran

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR, KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI TELUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

Sutomo, B

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAMA SIMPAN TELUR ITIK TERHADAP PENURUNAN BERAT, INDEKS KUNING TELUR (IKT), DAN HAUGH UNIT (HU).

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

PEMBAHASAN. I. Definisi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan warna kerabang cokelat

BAB II TINJAUAN PUTAKA

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 01 Januari 2013, ISSN

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis tergolong famili Guttiferae, diduga hybrid allotetraploid dari G.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LOGO BAKING TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. infertil dapat berasal dari telur yang tidak dibuahi oleh pejantan atau yang biasa

KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM RAS DENGAN PENGGUNAAN LARUTAN DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

R E A K S I U J I P R O T E I N

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH (Pipper Betle.L) SEBAGAI PERENDAM TELUR AYAM RAS KONSUMSI TERHADAP DAYA AWET PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG.

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta mempunyai daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Menurut Winarno dan Koswara (2002) protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan lain. Telur mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kulit telur, putih telur (albumen), dan kuning telur dengan persentase 11%, 57%, dan 32% (Buckle et al., 1987). Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) Komponen kimia telur terbesar adalah air diikuti protein, lemak, dan karbohidrat (Panda, 1996). Buttery dan Lindsay (1980) menambahkan bahwa telur mengandung 66% air, 12% protein, 11% lemak dan 10% ion inorganik.

Kerabang Telur Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsi utamanya sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986). Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kerabang telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan kutikula, bunga karang, mamilaris, dan membran kerabang telur. Diagram radial kerabang telur dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar 2. Diagram Radial Kerabang Telur (Stadelman dan Coterill, 1995) Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002). Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982). Menurut Sirait (1986), pada kulit telur utuh terdapat beberapa ribu pori-pori yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut sangat sempit, berukuran 0,01-0,07 mm dan tersebar diseluruh permukaan kulit telur. Telur yang masih baru, pori-porinya masih dilapisi oleh lapisan kutikula untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur dan mengurangi penguapan air yang terlalu cepat (Sirait, 1986). Putih Telur Putih telur disebut juga albumen merupakan bagian terbesar dalam telur, yaitu 60% dari berat telur. Albumen merupakan sumber utama protein yang juga mengandung niasin dan riboflavin (Wikipedia, 2005). Albumen atau putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan chalazaferous (Nakai dan Modler, 3

2000). Perbedaan kekentalan ini disebabkan karena perbedaan kadar air pada lapisanlapisan tersebut. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lain, sehingga bagian ini lebih mudah rusak selama penyimpanan. (Romanoff dan Romanoff, 1963). Komposisi kimia putih telur tertera pada (Tabel 1). Penurunan kekentalan putih telur terutama disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur gelnya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisikokimia dari serabut ovomucin yang berakibat keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya (Sirait, 1986). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977). Tabel 1. Komposisi Kimia Putih Telur Ayam dan Itik Komponen Kimia Telur ayam (51,6 gram) Telur itik (66,6 gram) ---------------------------- ---(%)------------------------------- Air Padatan 73,6 26,4 69,7 30.3 Bahan organik Protein Lemak Karbohidrat Bahan anorganik 25,6 12,8 11,8 1,0 0,8 29,3 13,7 14,4 1,2 1,2 Sumber: Romanoff dan Romanoff, 1963 Kuning Telur Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002). Kuning telur terletak ditengah-tengah bila telur dalam keadaan normal atau masih segar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Posisi kuning telur tersebut akan bergeser apabila telur mengalami penurunan kualitas (Buckle et al., 1987). 4

Kualitas Telur Kualitas merupakan ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995). Faktor kualitas telur dibagi menjadi dua, yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kandang. Faktor interior meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalannya, bentuk kuning telur yaitu tidak ada noda pada putih maupun kuning telur. Kualitas interior telur dapat dilihat dengan candling (peneropongan), sehingga akan diketahui kondisi kulit telur, ukuran rongga dan pergeseran kuning telur (Umar, 2000). Sirait (1986) menyatakan bahwa, beberapa faktor yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah susut berat telur, keadaan diameter rongga, keadaan putih dan kuning telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Penyusutan bobot telur pada telur-telur yang tidak diawet, relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan pengaruh suhu yang tinggi selama penyimpanan, pengaruh lama penyimpanan, serta kelembaban yang rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur segar yang disimpan pada suhu kamar hanya akan bertahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami kerusakan (Sarwono, 1995). Waktu penyimpanan yang semakin lama menyebabkan pori-pori semakin besar dan rusaknya lapisan mukosa, sehingga air, gas dan bakteri lebih mudah melewati kerabang tanpa ada yang menghalangi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan kesegaran telur semakin cepat terjadi (Muchtadi, 1992). Daya dan Kestabilan Buih Daya Buih Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat terbentuk saat dikocok (Winarno dan Koswara, 2002). Ketika putih telur dikocok gelembung akan ditangkap oleh putih telur, dan buih akan terbentuk. Selama pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung 5

. Buih akan stabil dan kehilangan kemampuan mencair seiring dengan peningkatan pengikatan gelembung oleh putih telur saat pengocokan, namun apabila pengocokan terus dilanjutkan maka buih akan rusak dan kehilangan kelembabannya serta akan terlihat mengkilat (Lowe, 1955). Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur (Georgian Egg Commision, 2005). Daya buih berperan penting dalam proses pengolahan pangan, seperti pembuatan cake (Winarno dan Koswara, 2002). Jahja (1972) dalam Kurniawan (1991) mengatakan bahwa daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Hal utama dalam pembentukan buih adalah overrun (kapasitas) dan kestabilan yang bertentangan dengan pengeringan cairan dan tirisan. Sangat sulit sekali mendapatkan daya buih yang tinggi dan kestabilan buih yang maksimal pada waktu yang bersamaan karena faktor yang meningkatkan kestabilan buih dapat menyebabkan penurunan daya buih ( Hammersoj dan Anderson, 2002). Kestabilan Buih Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih terjadi karena ikatan antara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al., 1960). Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kestabilan buih berbanding terbalik dengan tirisan buih. Kestabilan buih yang tinggi dicirikan oleh rendahnya tirisan buih, sebaliknya kestabilan buih yang rendah akan dicirikan oleh tirisan buih yang tinggi (Kurniawan, 1991). 6

Kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Buih yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mekanisme Pembentukan Buih Buih terbentuk pada waktu pengocokan, karena terbukanya ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian masuk diantara molekul molekul protein yang rantainya telah terbuka dan tertahan sehingga volume bagian buih telur menjadi bertambah (Sirait, 1986). Mekanisme terbentuknya buih ini tertera pada (Gambar 3). PROTEIN DENATURASI PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS MENANGKAP UDARA PERBAIKAN BUIH YANG TIRISAN GEL. BUIH PECAH Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981) 7

Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981). Perubahan tersebut menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi putih telur, dan absorpsi buih penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Albumen telur ayam ras merupakan komponen pembentuk buih yang bagus. Komponen pembentuk buih yang bagus ditentukan berdasarkan kecepatan menyerap dengan cepat pada interfase dalam air selama pengocokan dan pembentukkan gelembung, dan juga berdasarkan kemampuan membentuk film viscoelastis yang bersatu melalui interaksi molekular (Mine, 1995). Protein menstabilkan buih dengan membentuk sebuah film yang menyatu dan fleksibel disekitar gelembung (Poole dan Fry, 1987). Molekul protein mempunyai bagian hidrofilik dan bagian hidrofobik pada permukaan luarnya. Selama proses pengocokan ditangkap larutan dan membentuk gelembung, bagian hidrofobik memudahkan penyerapan pada permukaan dalam, proses ini diikuti oleh terbukanya sebagian rantai protein (denaturasi permukaan luar). Perubahan dalam konfigurasi molekular ini menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi protein, yang tersedia pada interfase cair dalam. Reduksi yang terjadi pada permukaan yang tegang mempermudah pembentukan interfase baru dan lebih banyak lagi banyak gelembung (Lomakina dan Mikova, 2006). Protein Putih Telur Protein utama yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovomucin, globulin, dan ovalbumin (Stadelman dan Cotterill, 1995), conalbumin, lysozyme, serta ovomucoid (Nakamura dan Sato, 1964b). Hasil-hasil penelitian yang dikutip Alleoni dan Antunes (2004), menunjukkan bahwa salah satu fraksi protein putih telur 8

yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin dan conalbumin mempunyai kemampuan membuih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Jenis protein putih telur, persentase dan karakteristiknya dapat dilihat seperti pada Tabel 2. Ovalbumin merupakan salah satu jenis protein dalam putih telur (54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membuat buih (Alleoni dan Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk busa paling baik pada ph sekitar 3,7 sampai 4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada ph sekitar 6,5 sampai 9,5 (Sirait, 1986). Meskipun ovalbumin mudah terdenaturasi oleh perlakuan pada permukaan seperti pembuihan, tetapi relatif stabil pada pemanasan (Froning, 1988). Tabel 2. Protein dalam Putih Telur Ayam* Protein Persentase (%) Karakteristik Ovalbumin 54 Phosphoglicoprotein Conalbumin (Ovotransferin)** 13 Mengikat logam terutama besi Ovomucoid 11 Menghambat Trypsin Lysozyme 3.5 Membunuh beberapa bakteri G2 globulin 4.0 - G3 Globulin 4.0 - Ovomucin 1.5 Sialoprotein Flavoprotein 0.8 Mengikat riboflavin Ovoglikoprotein 0.5 Sialoprotein Ovomacroglobulin 0.5 - Ovoinhibitor 0.1 Menghambat beberapa bakteri Protease Avidin 0.05 Mengikat biotin *Sumber: Stadelman dan Cotterill, 1995 ** Belitz dan Grosch, 1999 9

Ovalbumin sangat mudah terdenaturasi (Whitaker dan Tannenbaum, 1977). Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh ph ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton; zat terlarut tertentu seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan sehingga terbentuk busa (Lehninger, 1982). Denaturasi protein mungkin dapat balik dan mungkin juga tidak, pada denaturasi yang dapat balik protein membentang karena senyawa pendenatur, tetapi akan kembali melipat setelah senyawa tersebut tidak ada (Wilbraham dan Matta, 1992). Protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau ph ekstrim akan kembali ke struktur asli dan memperoleh kembali aktivitas biologinya. Jika protein ini didinginkan atau dikembalikan ke ph normal secara perlahan-lahan maka proses ini disebut renaturasi (Lehninger, 1982). Globulin dapat menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur. Kurangnya globulin dalam putih telur menyebabkan dibutuhkannya waktu pengocokan yang lebih lama untuk mencapai volume tertentu (Stadelman dan Cotterill, 1977). Ovomucin merupakan protein putih telur yang berbentuk selaput, bersifat sukar larut dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Baldwin 1973). Komposisi ovomucin sebanyak 1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1999). Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucin. Ovomucin adalah protein yang bersifat menstabilkan busa, jika ovomucin terdapat dalam jumlah banyak maka busa yang terbentuk bersifat stabil (Sirait, 1986). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tingkat pengocokan, ph putih telur, umur telur, penambahan bahan kimia/ stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), serta konsentrasi protein, komposisi protein, ph, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004). 10

Umur Telur Umur telur sangat mempengaruhi nilai ph. Selama proses penyimpanan, telur akan mengalami perubahan karena terjadinya penguapan CO 2 dan air, sehingga terjadi perubahan ph, serta perubahan stuktur serabut protein putih telur. Hal ini menyebabkan penurunan berat telur serta pengenceran putih telur. Pengenceran putih telur karena serat glikoprotein ovomucin pecah, mengakibatkan melemahnya ikatan ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963). PH Telur yang baru dihasilkan induk mempunyai ph sekitar 7,6. Peningkatan ph putih telur selama penyimpanan disebabkan penguapan H 2 O dan CO 2 pada putih telur. Penguapan CO 2 dari dalam telur diakibatkan oleh senyawa NaHCO 3 yang terurai menjadi NaOH, kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion Na + dan OH - sehingga mengakibatkan ph putih telur meningkat (Silverside dan Scott, 2000). Peningkatan ph putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada ph sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada ph kurang dari 8,0. Peningkatan ph putih telur sampai 10,7 selama dilakukan penyimpanan akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozyme yang menyebabkan kondisi putih telur jadi encer (Stadelman dan Cotterill, 1977). Alleoni dan Antunes (2004) menyatakan bahwa transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan dengan adanya peningkatan ph dan suhu. Jika kandungan s-ovalbumin meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya tirisan buih dan menurunkan stabilitas buih. Penampilan kue yang baik dicerminkan dari volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada saat ph putih telur mencapai 8,75. Peningkatan ph putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963). Nakamura dan Sato (1964b) menyatakan bahwa daya buih tinggi dapat dicapai pada ph netral dan ph asam, kecuali ph yang terlalu asam (ph 1,00). Kestabilan buih yang tinggi dapat dicapai pada ph putih telur 8,6 dan akan menurun dengan adanya perubahan ph. Penambahan asam atau garam asam ke dalam putih telur akan menambah kestabilan 11

buih (Lowe, 1955). Penambahan bahan-bahan kimia berupa asam dan garam asam dapat mempertahankan ikatan antara dengan protein putih telur sehingga buih yang terbentuk lebih stabil (Rhodes et. al., 1960). Pengocokan Pengocokan dengan alat pengocok elektrik ternyata memerlukan yang lebih singkat dalam membentuk buih putih telur (Kurniawan, 1991). Pengocokan lebih dari enam menit tidak akan menambah volume buih, melainkan akan memperkecil ukuran gelembung. (Winarno dan Koswara, 2002). Pengocokan yang berlebihan pada larutan protein mengakibatkan peningkatan konsentrasi gelembung yang lebih kecil menghasilkan buih yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas gelembung. (Johnson dan Zabik, 1981). Cream of Tartar (KC 4 H 5 O 6 ) Cream of tartar diproduksi dari ampas pengolahan anggur dan disebut juga asam potassium tartrate, argol, potassium bitartrate, atau potassium hydrogen tartrate. Berfungsi untuk menstabilkan ph putih telur, dapat dikombinasikan dengan baking soda untuk membuat baking powder, mencegah kristalisasi pada sirup gula (Wikipedia, 2005). Cream of tartar merupakan garam asam yang tidak larut dalam air serta berwarna putih (Kurniawan, 1991). Cream of tartar mempunyai kisaran ph 7,0-9,0 (Jinlong, 2002). Cream of tartar mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara dengan rantai polipeptida yang terbuka sehingga dapat mempertahankan buih yang stabil (Seideman, 1963). Cream of tartar yang bereaksi dengan putih telur akan menguraikan protein dan membuka ikatan dalam molekul protein putih telur dengan jalan menurunkan ph putih telur sehingga akan membentuk sumbu memanjang bila dilakukan pengocokan (Griswold, 1962). 12