BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping ASI (MP ASI) Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi mulai usia 4-6 bulan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi lain yang tidak dapat dicukupi ASI, disamping itu organ pencernaan bayi yang mulai sudah siap untuk menerima makanan pendamping ASI (Azwar, 2000). Pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian makanan pendamping ASi harus setelah empat bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan atau diare. Sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Toeti Sunardi,2000) Menurut RSCM dan PERSAGI (1994), sesudah bayi berumur 4 bulan, berangsur perlu diberikan makanan pelengkap atau pendamping berupa sari buah atau buah-buahan segar, makanan lumat dan akhirnya makanan lembik. Sedangkan menurut Dep.Kes RI(2007), MP-ASI merupakan makanan peralihan dan dari ASI ke makanan keluarga. Sebaiknya pengenalan makanan bayi dimulai dari satu jenis makanan, misalnya pisang, alpukat dan pepaya. Kemudian setelah diberi makanan bayi tersebut, perhatikan respon dari bayi itu sendiri, apakah bayi menerima makanan yang diberikan atau tidak. Jika bayi menolak, biasanya dengan cara memuntahkan makanan, jangan dipaksakan, berikan makanan bayi pendamping lainya. Biasanya bayi lebih menyukai makanan yang rasanya manis, oleh karena itu berikan makanan bayi seperti buah-buahan pada ujung lidah dan sayuran pada bagian tengah. Utamakan pemberian sayuran dibanding buah-buahan, karena cita rasa sayuran cenderung langu dan kurang dinikmati bayi. Bayi yang terus menerus dikenalkan pada rasa manis ditakutkan bayi tidak akan suka dengan sayur.(dunia Balita.com)
1. Pemberian Makanan Pendamping ASI Terlalu Dini Proses dimana bayi secara perlahan-lahan mulai dibiasakan dengan dengan makanan orang dewasa. Dikenal juga dengan sebutan proses penyapihan. Penyapihan adalah masa berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Telah diketahui bahwa terdapat resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama penyakit diare, selama proses ini dibandingkan dibandingkan dengan masa sebelumnya dalam kehidupan bayi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan konsumsi ASI yang bersih dan mengandung faktor anti infeksi, menjadi makanan yang sering kali disiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak higienis. (Muchtadi, 2004) Hasil penelitian Kasnodihardjo dkk. Menemukan bahwa alas an ibu memberikan MP ASI kepada bayi secara dini adalah adanya anggapan bahwa ASI saja tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan. Mereka khawatir bayi menjadi lapar bila tidak diberi makanan tambahan. Menurut WHO (2005) memberi makanan tambahan terlalu cepat berbahaya karena: a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan pada saat ini, dan makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika makanan diberikan, maka anak akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit memenuhi kebutuhan nutrisi anak. b) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat. c) Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI. d) Makanan yang diberikan sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini membuat lambung penuh, tetapi memberi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi.
e) Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui. Bayi memiliki fungsi organ yang belum sempurna. Jika kemudian bayi dapat beradaptasi dengan pola makan yang tidak diperlukan, seperti pemberian makanan tambahan yang terlalu dini, bukan berarti pemberiannya dibenarkan. Terbukti, ada banyak kerugian jika pemberian makanan tambahan diberikan terlalu dini sebagai berikut: 1) Resiko jangka pendek. Pemberian makanan selain ASI akan mengurangi keinginan bayi untuk menyusu sehingga frekuensi dan kekuatan bayi menyusu berkurang akibat produksi ASI berkurang. Disamping itu, pemberian makanan lain merupakan kerugian bagi bayi karena pasti nilai gizinya lebih rendah dari ASI. Pemberian sereal atau sayur-mayur akan mengahmbat penyerapan zat besi dalam ASI, juga dapat meningkatkan diare jika kurang bersih dalam penyediaan maupun pemberiannya. 2) Resiko jangka panjang. Pemberian makanan tambahan yang terlalu dinidan tidak tepat mengakibatkan kebiasaan makan menjadi kurang baik dan menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain obesitas, hipertensi, arterosklerosis dan alergi makanan (Huliana, 2003). 2. Jenis atau Bentuk Makanan Pendamping ASI a) Makanan utama, yaitu ASI dan susu formula sebagai pengganti ASI b) Buah-buahan Buah-buahan sudah dapat diberikan dengan maksud mendidik bayi mengenal jenis makanan baru dan sebagai sumber vitamin. Berikan buah sesuai kebutuhan bayi. Pada awal, biasanya yang bersifat air atau sari seperti : sari jeruk, sari
tomat, dan lainya yang bersifat tidak asam. Pada usia 6 bulan sudah dapat diberikan buah papaya, pisan. c) Biskuit Biskuit diberikan dengan maksud untuk mendidik kebiasaan makan dan mengenal jenis makanan lain dan bermanfaat untuk penambahan kalori. Kebanyakan bayi akan menyukai biskuit rasa manis tapi sebagian lagi akan menyukai rasa asin. d) Kue atau makanan lain Pada usia sekitar 6 bulan jenis kue lain dapat diberikan dengan syarat, kue tersebut harus lembek dan mudah dicerna. e) Bubur Bubur susu merupakan salah satu makanan pelengkap utama bayi dan berperan sebagai sumber nutrisi, air, kalori, protein, sedikit lemak dan mineral. Yang perlu diperhatikan adalah komposisi utamanya harus terdiri dari tepung, susu dan gula. f) Nasi tim Nasi tim sering diberikan pada bayi berusia 6 bulan sampai berusia 9 bulan. Komposisi nasi tim terdiri dari beras atau kentang, protein dari hewan (hati ayam, daging, telur, ikan tawar, ikan laut, udang). Sayuran yang diberikan seperti wortel, bayam, kangkung, tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Bahan-bahan tersebut harus dilunakkan (Roesli, 2001). 3. Tahapan pemberian Makanan Pendamping ASI Menurut Krisnatuti (2000) Makanan pendamping ASI diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Adapun garis besar pemberian makanan pendamping ASI menurut kelompok umur :
a) 0-4 bulan Bayi hanya diberikan ASI lebih sering, lebih baik segera setelah lahir, berikan kolostrum (ASI yang berwarna kekuningan) kepada bayi. b) 4-6 bulan Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang, dan pepaya yang dihaluskan. c) 6-9 bulan Bayi terus diberikan ASI pada umur 6 bulan. Alat pencernaan pada bayi sudah lebih berfungsi oleh karena itu bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP ASI). Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau margarin bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, memberi rasa enak jika mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lain yang larut dalam lemak. d) 9-12 bulan Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti : bubur nasi, bubur kacang hijau, dan lain-lain. Pada usia 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap bentuk dan kepadatan nasi tim bayi diatur secara mendeteksi bentuk dan kepadatan makanan keluarga. e) 12-24 bulan Bayi terus diberikan ASI, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) atau makanan keluarga sekarang 3x sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali
makan selain tetap diberikan ASI tetap diberikan makanan selingan dua kali sehari (Poppy, 2001) Adapun pola pemberian ASI/makanan pendamping ASI (MP ASI) yang dianjurkan oleh DEPKES dapat dilihat pada tabel berikut: Golongan umur (bulan) Tabel 1 pola pemberian ASI/MP ASI ASI Pola pemberian ASI/MP ASI MP ASI Makanan Makanan lumat lembik Makanan keluarga 0-4 V 4-6 V V 6-12 V V 12-24 V V 4. Cara Pemberian Makanan Pendamping ASI Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Berikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk encer, berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental b) Makanan baru diperkenalkan satu-persatu dengan memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik c) Makanan yang mudah menimbulkan alergi yaitu sumber protein hewani diberikan terakhir. Untuk pemberian buahbuahan, tepung-tepungan, sayuran, daging dan lain-lain. Sedangkan telur diberikan pada usia 6 bulan d) Cara pemberian makanan bayi mempengeruhi perkembangan emosinya. Oleh karena itu jangan dipaksa, sebaiknya diberikan saat ia lapar (Notoatmodjo, 2007)
Pemberian makanan bayi di Indonesia masih banyak yang belum sesuai dengan umumnya, terutama di daerah pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya memberikan pisang (57,3%) kepada bayinya sebelum usia 4 bulan (Litbangkes, 2003) B. Faktor faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping asi 1. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dialami seseorang dan berijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam kesehatan terutama pada pola asuh anak, alokasi sumber zat gizi serta utilisasi informasi lainya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan keluarga serta anakbalitanya. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumberdaya manusia. Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk, sikap dan perilaku masyarakat. Menurut Sciartino, pendidikan juga dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu proses belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia untuk dapat berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk menilai apakah budaya masyarakat dapat diterima atau mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Anonim, 2003). Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta mengasuh dan merawat anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tingka pendidikan ibu sebenarnya bukan satu-satunya faktor yang menentukan kemampuan ibu dalam menyusui dan menyiapkan hidangan bergizi. Namun, faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan ibu menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh, secara biologi ibu adalah sumber hidup anak. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan kesehatan anak merupakan suatu penjelasannya. Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak tanduknya dalam menghadapi beberapa masalah (Satoto, 1992) 2. Dukungan Keluarga Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan (Sarwono, 2003). Dukungan adalah sesuatu yang didukung, dorongan atau untuk memberi semangat kepada seseorang ( KBBI, 2005 ). Dukungan keluarga mengacu pada dukungan - dukungan yang di pandang oleh anggota keluarga sebagi sesuatu yang dapat diakses atau di adakan keluarga, dukungan keluarga
dapat atau tidak digunakan, akan tetapi anggota keluaga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedmen, 1998). Bentuk dukungan keluarga : a) Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran atau umpan balik. b) Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. c) Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. Keluarga merupakan tempat untuk bertukar pikiran dalam mengambil keputusan. Keluarga membantu dan memberi dorongan positif dalam membangun kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah. d) Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap anggota keluarga terutama pada ibu dalam waktu pemberian makanan pendamping asi. Dukungan keluarga sangatlah penting karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai penerima informasi tentang gizi. Oleh karena itu keluarga sangat berperan dalam menentukan pemberian MPASI pada anaknya misalnya memberikan informasi waktu yang baik dalam memberikan ASI. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asdan Padang pada tahun 2007 menyatakan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh secara signifikan
terhadap pemberian MP ASI adalah sikap. Variabel pendukung yang mempunyai pengaruh terhadap pemberian MP ASI adalah keterpaparan media, variabel pendorong yang mempunyai pengaruh terhadap pemberian MP ASI adalah dukungan keluarga dan kebiasaan memberi MP ASI di masyarakat. Menurut Lawrence Greeen (1993) bahwa kesehatan seseorang dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk oleh 3 faktor : 1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Bila dikaitkan dengan fenomena epidemiologi maka pengetahuan yang dimaksudkan adalah sejauh mana masyarakat mengetahui tentang penyakit, gejala penyebaran distribusi maupun dampak dari penyakit tertentu. Sedangkan sikap disini meliputi bagaimana tanggapan individu atau masyarakat tentang penyakit yang diwujudkan dalam pernyataan stuju atau tidaknya terhadap pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Kepercayaan merupakan tahap selanjutnya dari perilaku, bahwa jika pengetahuan dan sikapnya sudah diwujudkan dalam kepercayaan maka biasanya perilaku lebih sulit untuk diubah. Sedangkan tradisi yang dimaksud adalah apakah tradisi yang dimasyarakat lebih memungkinkan seseorang berperilaku tidak sehat, misalnya tradisi tidak memberikan ASI pada bayi. Memberikan ASI tidak sampai 2 tahun dan memberikan makan MP-ASI terlalu dini dan sebagainya. Disamping itu perlu juga diketahui tradisi dalam masyarakat yang mendukung dalam perilaku sehat. Nilainilai dan norma sosial dalam hal ini dapat berupa sejauh mana aktifitasaktifitas seperti pencegahan pengobatan diterima oleh masyarakat. 2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-failitas atau sarana. Faktor pendukung antara lain: 1). Sarana dan prasarana kesehatan dan 2).Kemudahan dalam mencapai sarana kesehatan tersebut. Sarana dan
prasarana kesehatan meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas kesehatan, konseling maupun pusat- pusat informasi bagi individu masyarakat. Kemudahan bagaimana kemudahan untuk mencapai sarana tersebut termasuk biaya, jarak, waktu lama pengobatan dan juga hambatan budaya seperti malu mengalami penyakit tertentu jika diketahui masyarakat. 3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas ang merupakan kelempok referensi dari perilaku masyarakat. Faktor pendorong meliputi : Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan sikap dan perilaku guru, orang tua, teman sebaya, tokoh masyarakat, keluarga dan lain lain. Sikap dan perilaku petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perilaku kesehatan. Sementara itu peranan guru,orang tua dan teman sebaya dan tokoh masyarakat merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku. Contoh dalam kasus pemberian ASI, apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang benar dan mencoba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada ynag menerapkan maka ibu tersebut menjadi asing dimasyarakat dan bukan tidak mungkin ia menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah.
C. Kerangka teori Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Umur ibu 4. Pengalaman 5. Lingkungan Pendorong : 1. Dukungan keluarga 2. Tenaga kesehatan 3. Tokoh Masyarakat Pemberian MP ASI 1. Umur pemberian MP ASI 2. Bentuk MP ASI Pendukung : 1. Sarana dan prasarana kesehatan 2. Jarak pelayanan kesehatan Gambar 1 Kerangka Teori (Sumber: L. Green, 1993 dalam Notoatmodjo 2003. Modifikasi)
D. Kerangka konsep Pendidikan ibu Dukungan keluarga Pemberian MP ASI 1. Umur pemberian MP ASI 2. Bentuk MP ASI Gambar 2 Kerangka Konsep E. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan umur pemberian makanan pendamping ASI. 2. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan bentuk makanan pendamping ASI yang diberikan. 3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan umur pemberian makanan pendamping ASI. 4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan bentuk makanan pendamping ASI yang diberikan.