4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Lampiran 1. Alat ekstraksi fluida CO 2 superkritik

EKSTRAKSI ASAM LEMAK OMEGA-3 DARI MINYAK IKAN HASIL SAMPING PENGALENGAN IKAN LEMURU DENGAN TEKNOLOGI FLUIDA CO 2 SUPERKRITIK SUMISIH C

BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Ratih et al., Karakterisasi dan Penentuan Komposisi Asam Lemak... 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN...

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAPORAN AKHIR PROGRAM KRETIVITAS MAHASISWA PENELITIAN INVENTARISASI MINYAK IKAN DI PULAU JAWA UNTUK PEMBUATAN VIRGIN FISH OIL.

Pengaruh Metode Rendering Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Organoleptik Ekstrak Kasar Minyak Ikan Lele

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

STUDI TENTANG ASAM LEMAK OMEGA-3 DARI BAGIAN-BAGIAN TUBUH IKAN KEMBUNG LAKI-LAKI ( Rastrelliger kanagurta )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

FATTY ACID PROFILE OF POND CULTURED CATFISH (Pangasius hypophthalmus) LIVER. Abstrack

4 Pembahasan Degumming

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lapisan n-heksan bebas

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Pengertian lipid. Minyak dan air tidak bercampur

PENGARUH TEMPERATUR DAN F/S TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KEMIRI SISA PENEKANAN MEKANIK

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Trigliserida Kaya Asam Lemak ω-3 dari Minyak Hasil Samping Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

III. METODE PENELITIAN

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kualitatif dan Perbandingan Kadar Asam Lemak Minyak Ikan Manyung dan Terubuk

Pemanfaatan sisik ikan mas (Cyprinus carpio) dan cangkang simping (Placuna placenta) dalam pemurnian minyak ikan sardin (Sardinella sp.

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK IKAN HASIL SAMPING PENEPUNGAN IKAN SARDIN (Sardinella sp.) DENGAN KOMBINASI ADSORBEN MIRACLE FILTER POWDER DAN BENTONIT

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Ekstraksi Biji Karet

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI MINYAK DAN LEMAK

ANALISIS KADAR ASAM LEMAK ESENSIAL PADA KULIT BIJI JAMBU METE (Annacardium occidentale L.)

F L U I D A S U P E R K R I T I K. Nosy Awanda Amrina Malahati Wilujeng Sulistyorini A

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Prosiding Farmasi ISSN:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3, Omega-6 dan Karakterisasi Minyak Ikan Patin (Pangasius pangasius)

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Asam Lemak Omega-3

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. I. Fish meal biasanya mengandung rancid fat (ketengikan yang berasal dari lemak)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

Transkripsi:

26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Minyak Ikan Sebelum Ekstraksi dengan Fluida CO 2 Superkritik Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan lemuru (Sardinella sp.) yang diperoleh dari PT. X, Banyuwangi - Jawa Timur pada bulan Oktober. Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku penelitian sehingga dapat dilakukan perbandingan dengan kondisi sampel minyak ikan setelah proses ekstraksi. Analisis yang dilakukan meliputi bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan penyabunan dan bilangan peroksida. Selain itu, untuk mengetahui komponen yang terkandung dalam minyak ikan sebelum diekstraksi, dilakukan analisis dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Minyak ikan hasil samping pengalengan lemuru yang digunakan memiliki kualitas yang cukup baik dan memenuhi ketentuan mutu minyak ikan komersial (Celik 2002) dan IFOMA (International Fishmeal and Oil Manufacturers Association) (Bimbo 1998), serta berbagai hasil penelitian lainnya dengan metode analisis yang sama. Hasil analisis mutu minyak ikan hasil samping pengalengan lemuru beserta ketentuan mutu dan berbagai hasil penelitian lainnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis mutu minyak ikan sebelum ekstraksi beserta ketentuan mutu dan berbagai hasil penelitian lainnya Keterangan Rujukan Sampel Bilangan asam (mg KOH/g) 10,15 a 3,98 ± 0,02 Kadar asam lemak bebas (%) 4,6 a ; 1-7 b 1,98 ± 0,02 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 187,4 a 178,31 ± 0,53 Bilangan peroksida (meq/kg) 3-20 b 11,80 ± 0,05 Asam lemak omega-3 (%) 29,68 c 18,52 EPA (%) 15,15 c ; 11,71 d 8,96 DHA (%) 11,36 c ; 9,11 d 8,99 Sumber : a Celik (2002) b IFOMA (Bimbo 1998) c Dewi (1996) d Estiasih et al. (2005) 26

27 Bilangan asam merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak ikan. Nilai bilangan asam minyak ikan awal, yaitu 3,98 ± 0,02 mg KOH/g. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bilangan asam minyak ikan komersial, yaitu 10,15 mg KOH/g. Kadar asam lemak bebas dalam minyak ikan hasil pengujian nilainya cukup rendah, yaitu 1,98 ± 0,02%. Standar kadar asam lemak bebas minyak ikan komersial dan minyak ikan konsumsi masing-masing 4,6% dan 1-7%. Dengan demikian, minyak ikan yang digunakan memiliki kualitas yang baik dan layak digunakan sebagai bahan baku ekstraksi asam lemak omega-3. Hal ini dikarenakan bahan baku minyak ikan masih berada dalam batas maksimal kandungan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak ikan komersial. Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah asam lemak yang tersabunkan di dalam minyak. Berdasarkan analisis terhadap minyak ikan yang digunakan, nilai bilangan penyabunan yang diperoleh adalah 178,31 ± 0,53 mg KOH/g. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bilangan penyabunan minyak ikan komersial, yaitu sebesar 187,4 mg KOH/g. Analisis bilangan peroksida dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak. Bilangan peroksida menunjukkan tingkat oksidasi yang baru terjadi sebagai produk oksidasi primer (Dugan 1996). Bilangan peroksida minyak ikan lemuru pada penelitian adalah 11,80 ± 0,05 meq/kg. Nilai bilangan peroksida minyak ikan lemuru tersebut memenuhi standar minyak ikan konsumsi, yaitu sebesar 3-20 meq/kg. Asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan merupakan komponen terbesar dalam minyak ikan. Komponen asam lemak yang terkandung dalam minyak dapat diketahui melalui analisis Gas Chromatography (GC) dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 4. Adapun profil asam lemak pada minyak ikan hasil samping pengalengan lemuru disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, asam lemak tidak jenuh merupakan tipe komponen yang paling banyak terdapat di dalam minyak ikan yang akan digunakan dalam proses ekstraksi omega-3. Jumlah asam lemak tidak jenuh di dalam minyak ikan yang tinggi, yaitu sebesar 40,87% dari seluruh total komponen. Jenis asam lemak tidak jenuh dalam 27

28 minyak ikan terdiri dari asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (MUFA) sebesar 17,80%, asam lemak tidak jenuh dengan banyak ikatan rangkap (PUFA), yaitu asam lemak omega-3 (18,52%) dengan EPA (8,96%) dan DHA (8,99%); asam lemak omega-6 (4,55%); dan asam lemak omega-9 (0,07%), serta asam lemak jenuh (SFA) sebesar 27,79%. Tabel 9. Kandungan asam lemak minyak ikan hasil samping pengalengan ikan lemuru Jenis kompnen Total komponen (%) Asam Lemak Jenuh (SFA) 27,79 Asam Lemak Tidak Jenuh Tunggal (MUFA) 17,80 N3-Asam Lemak Tidak Jenuh Jamak (PUFA) 18,17 Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic Acid, C20:5n3 8,96 Cis-4,7,10,13,16,19-Docosahexaenoic Acid, C22:6n3 8,99 N6-Asam Lemak Tidak Jenuh Jamak (PUFA) 4,55 N9-Asam Lemak Tidak Jenuh Jamak (PUFA) 0,07 Persentase perbandingan jumlah asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh menunjukkan bahwa minyak ikan sebagian besar tersusun dari asam lemak tidak jenuh. Menurut Astawan et al. (1999), kandungan asam lemak tidak jenuh PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi pada minyak ikan, menyebabkan mudah mengalami kerusakan oksidatif dan mudah menghasilkan flavor yang tidak enak. Oleh karena itu, minyak ikan disimpan di dalam ruang pendingin dengan suhu penyimpanan di bawah 0 o C. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya oksidasi (Boran et al. 2006). Asam lemak omega-3 yang terkandung dalam minyak ikan hasil samping pengalengan ikan lemuru pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Dewi (1996) dan juga Estiasih et al. (2005), bahwa kandungan asam lemak omega-3 hasil penelitian Dewi (1996) adalah sebesar 29,68%; dengan EPA (15,15%) dan DHA (11,36%), sedangkan Estiasih et al. (2005) melaporkan bahwa minyak ikan hasil samping pengalengan lemuru mengandung EPA 11,7% dan DHA 9,11%. Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi komposisi asam lemak omega-3 dalam minyak ikan lemuru ini adalah perbedaan kandungan minyak ikan pada jenis ikan lemuru yang ada, efektivitas dalam proses pengalengan yang 28

29 menghasilkan minyak ikan (precooking) dan preparasi penanganan minyak ikan. Menurut Rasyid (2001), perbedaan kandungan asam lemak tak jenuh majemuk omega-3 dapat disebabkan dari penggunaan bahan baku minyak ikan yang memiliki kandungan yang berbeda. Estiasih dan Ahmadi (2004) menyatakan bahwa mutu minyak ikan hasil samping pengalengan ikan lemuru cukup baik jika ditangani dengan baik, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber konsentat asam lemak omega-3. 4.2 Rendemen Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Rendemen konsentrat asam lemak omega-3 merupakan persentase (b/b) dari perbandingan antara total konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan total minyak ikan hasil samping pengalengan ikan lemuru yang dimasukkan dalam ekstraktor. Hasil minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik dan sampel awal dapat dilihat pada Lampiran 6. Konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan hasil ekstraksi memiliki warna kuning yang lebih jernih dan kemurnian minyak ikan yang tinggi. Rendemen konsentrat asam lemak omega-3 yang didapatkan dari proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik berkisar 5,29 ± 0,03% - 8,41 ± 0,18%. Rendemen terbesar diperoleh pada tekanan 4000 psi dan suhu 50 o C, sedangkan rendemen terkecil diperoleh pada tekanan 3500 psi dan suhu 40 o C. Rendemen pada konsentrat asam lemak omega-3 pada minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 7. Gambar 5 Rendemen pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik ( tekanan ekstraksi 3500 psi, tekanan ekstraksi 4000 psi). Keterangan: Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (α < 0,05). 29

30 Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan yang diberikan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rendemen konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa konsentrat asam lemak omega-3 dengan tekanan ekstraksi 3500 psi dan suhu ekstraksi 40 o C serta tekanan ekstraksi 4000 psi pada suhu ekstraksi yang sama memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata, demikian pula dengan tekanan ekstraksi 3500 psi dan suhu ekstraksi 50 o C dengan tekanan ekstraksi 4000 psi pada suhu ekstraksi yang sama memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Adanya perbedaaan ini diduga dari makin meningkatnya kemampuan fluida CO 2 superkritik sebagai pelarut non polar dalam mengekstraksi minyak ikan, akibat dari makin besarnya tekanan dan suhu ekstraksi yang diberikan. Secara teori kinetik gas berdasarkan hukum Boyle, besarnya tekanan terhadap gas yang diberikan dapat meningkatkan densitas dari fluida gas yang ada (fluida gas CO 2 superkritik), sedangkan makin besarnya suhu yang digunakan akan makin meningkatkan daya uap (volatilitas) dari fluida CO 2 superkritik yang ada, sehingga makin meningkatkan kemampuannya dalam mengekstraksi minyak ikan. Rizvi (1999) menyampaikan bahwa fluida CO 2 superkritis memiliki sifat yang hampir sama dengan heksan cair, yaitu memiliki massa jenis yang tinggi dan mempunyai polaritas rendah. Sifat-sifat fisikokimia ini berada dalam bentuk cair dan gas. Daya larutnya dapat diubah dengan memvariasikan massa jenisnya, terutama dengan makin meningkatnya suhu dan tekanan. Viskositas yang rendah serta densitas dan difusifitas yang tinggi dari fluida CO 2 superkritik membuat daya larutnya menjadi lebih tinggi dibandingkan pelarut lain. Kemudian Liong et al. (1992) menyampaikan bahwa meningkatnya tekanan pada gas akan memampatkan gas yang ada sehingga dapat memperbesar densitasnya. Meningkatnya densitas ini menyebabkan jarak antar molekul semakin dekat, sehingga jarak tempuh perpindahan massa dari zat yang dilarutkan ke pelarut secara difusi semakin mengecil dan kecepatan pelarutan semakin besar, sehingga perolehan ekstrak yang makin meningkat. Lebih lanjut Arai et al. (2002) menambahkan bahwa tingginya suhu yang digunakan dapat menyebabkan makin banyaknya komponen yang teruapkan dan ikut terdifusi bersama fluida CO 2 30

31 superkritik. Selain itu pengaruh suhu yang makin meningkat akan meningkatkan uap dari bahan yang dilarutkan sehingga makin meningkatkan solubilitasnya. Pengaruh peningkatan tekanan dan suhu ekstraksi ini sesuai juga dengan penelitian Sahena et al. (2010), diperlihatkan bahwa dari makin meningkatnya tekanan dan suhu ekstaksi yang digunakan, rendemen minyak ikan yang diperoleh juga semakin besar, yaitu berkisar antara 27,9% sampai 52,3%. Letisse et al. (2006) juga menyampaikan bahwa proses ekstraksi asam lemak omega-3 dari minyak ikan sarden dengan teknik ekstraksi fluida CO 2 superkritik pada kondisi proses tekanan yang makin meningkat, yaitu dari 225 sampai 300 bar (3300 sampai 4400 psi) pada suhu 75 o C, diperoleh rendemen minyak ikan yang juga semakin meningkat, yaitu dari 9,74% hingga mencapai 10,36%. 4.3 Solubilitas Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Solubilitas konsentrat asam lemak omega-3 merupakan kelarutan yang dihasilkan dari perbandingan antara total konsentrat asam lemak omega-3 yang dihasilkan dengan total CO 2 yang digunakan setiap kali proses. Solubilitas konsentrat asam lemak omega-3 yang dihasilkan berkisar 9,19 ± 0,04 g/kg x 10-3 - 14,93 ± 0,33 g/kg x 10-3. Nilai solubilitas terbesar diperoleh pada tekanan 4000 psi dan suhu 50 o C, sedangkan nilai solubilitas terkecil diperoleh pada tekanan 3500 psi dan suhu 40 o C. Solubilitas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 9. Gambar 6 Solubilitas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik ( tekanan ekstraksi 3500 psi, tekanan ekstraksi 4000 psi). Keterangan: Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (α < 0,05). 31

32 Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 10) menunjukkan interaksi antar perlakuan yang diberikan memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap solubilitas konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa konsentrat asam lemak omega-3 dengan tekanan ekstraksi 3500 psi dan suhu ekstraksi 40 o C serta tekanan ekstraksi 4000 psi pada suhu ekstraksi yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, demikian pula dengan tekanan ekstraksi 3500 psi dan suhu ekstraksi 50 o C dengan tekanan ekstraksi 4000 psi pada suhu ekstraksi yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Sejalan dengan rendemen yang dihasilkan, adanya perbedaaan tersebut diduga juga dari makin meningkatnya kemampuan fluida CO 2 superkritik sebagai pelarut non polar dalam mengekstraksi minyak ikan, akibat dari makin besarnya tekanan dan suhu ekstraksi yang digunakan. Liong et al. (1992) menyampaikan bahwa meningkatnya tekanan akan memampatkan gas yang ada sehingga memperbesar densitasnya. Meningkatnya densitas ini menyebabkan jarak antar molekul semakin dekat, sehingga jarak tempuh perpindahan massa dari zat yang dilarutkan ke pelarut secara difusi semakin mengecil dan kecepatan pelarut semakin besar, sehingga solubilitas makin meningkat. Lebih lanjut Arai et al. (2002) menambahkan bahwa tinggi suhu yang digunakan dapat menyebabkan makin banyaknya komponen yang teruapkan dan ikut terdifusi bersama fluida CO 2 superkritik. Selain itu pengaruh suhu yang makin meningkat akan meningkatkan uap dari bahan yang dilarutkan sehingga makin meningkatkan solubilitasnya. 4.4 Kandungan Asam Lemak Omega-3 Kandungan EPA dan DHA tertinggi diperoleh dengan penggunaan tekanan 4000 psi dan suhu 40 o C, yaitu masing-masing sebesar 9,13 ± 0,21% dan 7,15 ± 0,13%. Sedangkan kandungan EPA dan DHA terendah diperoleh dengan penggunaan tekanan 3500 psi dan suhu 40 o C, yaitu masing-masing sebesar 7,93 ± 0,06% dan 6,26 ± 0,07%. Kandungan EPA dan DHA pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 11. Komponen asam lemak 32

33 pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan perbedaan tekanan dan suhu terdapat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 19. Adapun profil asam lemak pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 20. Gambar 7 Kandungan EPA dan DHA pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik ( tekanan ekstraksi 3500 psi, tekanan ekstraksi 4000 psi). Keterangan: Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (α < 0,05). Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 21) menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kandungan EPA dan DHA pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru. Tidak adanya pengaruh ini diduga bahwa kelarutan asam lemak omega-3 dalam CO 2 superkritik tidak berpengaruh secara signifikan karena memiliki berat molekul yang cukup tinggi. Gunstone (1996) menyampaikan bahwa secara struktur kimia, BM eikosanoat = 312,5 dan BM dokosanoat = 340,6, sedangkan asam lemak lain memiliki BM lebih rendah, yaitu BM butanoat = 88,1; BM heksanoat = 116,2; BM oktanoat = 144,2; BM dekanoat = 172,3; BM dodekanoat = 200,3; BM tetradekanoat = 228,4; BM heksadekanoat = 256,4; BM oktadekanoat = 284,5. Hal ini diduga mempengaruhi kelarutan asam lemak omega-3 yang tidak cukup signifikan, serta kandungan asam lemak minyak ikan hasil ekstraksi yang tidak berbeda jauh dari minyak ikan awal sebelum ekstraksi. Analisis yang dilakukan Foster et al. (1991) terhadap kekuatan pelarutan fluida CO 2 superkritik menunjukkan bahwa tingkat pelarutan dari fluida CO 2 superkritik akan sangat tinggi pada komponen dengan berat molekul rendah (< 250) dan makin menurun sejalan dengan makin meningkatnya berat molekul dari 33

34 komponen terlarut yang ada, dan kemampuan tidak dapat melarutkan komponen ini adalah sampai pada berat molekul 400. Secara deskriptif terlihat adanya penurunan terhadap kandungan EPA dan DHA pada konsentrat asam lemak omega-3 dari kandungan awal. Hal ini diduga karena tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh PUFA sehingga cenderung mudah mengalami kerusakan oksidasi pada ikatan rangkapnya, sehingga menurunkan kandungan asam lemak omega-3. Vinter et al. (1999) menyatakan bahwa komponen asam lemak tidak jenuh PUFA (polyunsaturated fatty acid) omeg-3 seperti eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang tinggi pada minyak ikan, menyebabkan mudah mengalami kerusakan oksidatif. Namun, secara umum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik tingkat kerusakan komponen asam lemak omega-3 cenderung sangat kecil. Hasil penelitian ini memiliki kandungan EPA dan DHA lebih tinggi dibandingakan dengan penelitian Lopes et al. (2011), menunjukkan bahwa minyak ikan hasil ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik pada tekanan 400 bar (5800 psi) dan suhu 50 o C dapat menghasilkan asam lemak omega-3 tertinggi, yaitu kandungan EPA 4,73% dan DHA 5,59% dari kandungan EPA dan DHA minyak ikan awal yang masing-masing sebesar 4,63% dan 6,73%. Kecenderungan komposisi EPA dan DHA setelah ekstraksi dengan SFE memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara signifikan satu sama lain, serta diharapkan komponennya sama dengan minyak ikan awal sebelum ekstraksi. Berdasarkan kandungan asam lemak omega-3 (EPA dan DHA) tertinggi, yaitu 16,28%, maka konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dapat digunakan sebagai suplemen gizi. Menurut Simopoulus (1991), kebutuhan optimal asam lemak omega-3 (EPA dan DHA) untuk orang dewasa, yaitu sekitar 300-400 mg/hari. Sehingga, untuk konsumsi per hari membutuhkan konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru hasil ekstraksi sekitar 1,84-2,46 gram. 34

35 4.5 Kadar Asam Lemak Bebas Kadar asam lemak bebas merupakan indikator tingkat hidrolisis trigliserida dalam minyak ikan. Asam lemak bebas mempunyai stabilitas terhadap oksidasi yang lebih rendah dibandingkan bentuk trigliserida sehingga keberadaannya dalam produk berlemak biasa diukur. Peningkatan asam lemak bebas menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap oksidasi dan produk oksidasi yang terbentuk berpotensi menimbulkan bau (Estiasih et al. 2008). Kadar asam lemak bebas tertinggi didapatkan pada minyak ikan lemuru hasil ekstraksi dengan tekanan 4000 psi dan suhu 50 o C, yaitu 8,75 ± 0,18%, sedangkan kadar asam lemak bebas terendah didapatkan pada tekanan 3500 psi dan suhu 40 o C, yaitu 6,77 ± 0,14%. Kadar asam lemak bebas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 22. Gambar 8 Kadar asam lemak bebas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik ( tekanan ekstraksi 3500 psi, tekanan ekstraksi 4000 psi). Keterangan: Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (α < 0,05). Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 23) menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap kadar asam lemak bebas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru. Tidak adanya pengaruh ini diduga tidak terjadinya proses hidrolisis yang cukup signifikan selama ekstraksi minyak ikan hasil ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik berlangsung. Ahmadi dan Mushollaeni (2007) menjelaskan bahwa asam lemak bebas dihasilkan dari hidrolisis terhadap minyak (trigliserida) yang menyebabkan asam lemak terlepas dari ikatannya dengan gliserol, sehingga 35

36 jumlah asam lemak bebas meningkat. Asam lemak bebas dapat terhidrolisis dari struktur trigliserida dengan adanya air, kondisi tertentu seperti adanya enzim, panas, dan bahan kimia tertentu (Dugan 1996; Gunstone 1996). Secara deskriptif terlihat adanya peningkatan terhadap kadar asam lemak bebas pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dari kandungan awal. Hal ini diduga karena konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru telah mengalami penurunan mutu karena penanganan setelah ekstraksi yang kurang baik. Namun, secara umum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik tidak menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap minyak ikan lemuru. Berdasarkan IFOMA (International Fish Meal and Oil Manufacturers Association) tentang standar minyak ikan konsumsi (food grade fish oil), kadar asam lemak bebas memiliki standar sebesar 1-7%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 3500 psi dan 4000 psi pada suhu 40 o C masih dapat digunakan dengan baik untuk menghasilkan produk konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan konsumsi sebagai suplemen gizi. Namun pada tekanan 3500 psi dan 4000 psi pada suhu 50 o C dapat diduga dihasilkan mutu minyak ikan konsumsi yang semakin menurun. 4.6 Bilangan Peroksida Uji bilangan peroksida ditujukan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak ikan hasil ekstraksi. Bilangan peroksida tertinggi didapatkan pada minyak ikan lemuru hasil ekstraksi dengan tekanan 4000 psi dan suhu 50 o C sebesar 24,11 ± 0,91 meq/kg, sedangkan bilangan peroksida terendah diperoleh pada tekanan 3500 psi dan suhu 40 o C sebesar 19,23 ± 0,40 meq/kg. Bilangan peroksida pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik dapat dilihat pada Gambar 9. 36

37 Gambar 9 Bilangan peroksida pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dengan proses ekstraksi fluida CO 2 superkritik ( tekanan ekstraksi 3500 psi, tekanan ekstraksi 4000 psi). Keterangan: Perbedaan huruf superskrip menunjukkan berbeda nyata (α < 0,05). Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 24) menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap bilangan peroksida pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru. Tidak adanya pengaruh ini diduga proses oksidasi yang terjadi selama berlangsungnya proses ekstraksi minyak ikan hasil ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik tidak cukup signifikan. Yin dan Sathivel (2010) menyampaikan bahwa peroksida merupakan produk oksidasi primer pada minyak yang terjadi selama proses ekstraksi. Lebih lanjut Shahidi dan Wanasundara (1998) menyampaikan bahwa kandungan asam lemak tidak jenuh PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi pada minyak ikan memungkinkan proses oksidasi pada minyak ikan lebih cepat berlangsung. Secara deskriptif terlihat adanya peningkatan terhadap bilangan peroksida pada konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru dari kandungan awal. Hal ini diduga disebabkan konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru mengalami penurunan mutu karena penanganan setelah ekstraksi yang kurang baik. Namun, secara umum tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan fluida CO 2 superkritik tidak menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap minyak ikan lemuru. Berdasarkan IFOMA (International Fish Meal and Oil Manufacturers Association) tentang standar minyak ikan konsumsi (food grade fish oil), bilangan 37

38 peroksida memiliki standar sebesar 3-20 meq/kg. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 3500 psi dan 4000 psi pada suhu 40 o C masih dapat digunakan dengan baik untuk menghasilkan produk konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan konsumsi sebagai suplemen gizi. Namun pada tekanan 3500 psi dan 4000 psi pada suhu 50 o C dapat diduga dihasilkan mutu minyak ikan konsumsi yang semakin menurun. 38