digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Denhas (2014) melakukan penelitian mengenai peningkatan unjuk kerja turbin angin vertikal axis savonius dengan cara menambahkan sudu pengarah aliran pada turbin. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jumlah dan sudut kemiringan dari guide vane pada turbin angin Savonius. Guide vane ditempatkan di sekitar turbin Savonius untuk mengurangi torsi negatif yang dihasilkan sudu cembung dan mengarahkan angin ke sudu cekung turbin. Diameter turbin 200 mm dan tinggi 180 mm. Hasil penelitian menunjukkan turbin Savonius dengan guide vane menghasilkan daya yang lebih besar dibanding turbin Savonius tanpa guide vane. Peningkatan daya maksimal terjadi pada variasi 6 jumlah guide vane dengan kemiringan 60 o. Turbin tanpa pengarah menghasilkan kecepatan putaran 346,2 rpm dengan daya 303,6 x10-3 watt sedangkan pada variasi ini turbin menghasilkan kecepatan putaran 538,4 rpm dengan daya 746,5 x10-3 watt, peningkatan daya yang dihasilkan oleh guide vane pada variasi ini mencapai 146%. Indra (2014) melakukan penelitian turbin angin vertical axis profil NACA 0018 dengan menggunakan guide vane. Dengan variabel terikatnya yaitu daya dan efisiensi, variabel bebas yaitu jumlah blade, kecepatan angin, sudut pitch dan variasi beban. Terdapat variasi beban dari 300, 400 dan 500 gram, variasi sudut pitch dari 5 o, 10 o, 15 o, 20 o, 25 o dan 30 o dan juga variasi kecepatan yaitu 4 m/s dan 5 m/s. Dari hasil penelitian turbin dengan bantuan guide vane diperoleh daya dan efisiensi terbesar pada kecepatan 5 m/s pada beban yang terangkat 500 gram dan pada sudut pitch 30 o menghasilkan daya maksimal 29 x 10-2 watt dan efisiensi maksimal yang dihasilkan dengan guide vane adalah 4 %. Dibandingkan turbin angin tanpa menggunakan guide vane yang hanya menghasilkan daya 13,3 x 10-2 watt dengan variasi yang sama.dari penelitian di atas bahwa sudut pitch, kecepatan angin, beban, dan pemakaian guide vane sangat berpengaruh terhadap daya dan efisiensi yang dihasilkan turbin angin. 6
digilib.uns.ac.id 7 Chong dkk. (2013) melakukan penelitian tentang sistem pemulihan energi pada cooling tower menggunakan turbin angin. Udara buangan cooling tower dimanfaatkan sebagai penggerak turbin angin untuk menghasilkan energi listrik. Penelitian dilakukan dengan membuat model cooling tower skala kecil. Gambar 2.1 Skema eksperimen Turbin angin sumbu vertikal tipe H rotor 5 sudu diletakan diatas cooling tower berdiameter 0.4 m dan penutup yang terdiri dari dua plat diffuser dengan kemiringan 7 o yang diletakan pada kedua ujung turbin angin dan tiga sudu pengarah diletakan didekat outlet cooling tower, kecepatan angin yang digunakan konstan 8 m/s. Variasi yang digunakan adalah pengujian dengan dan tanpa diffuser. Hasil penelitian menunjukkan setelah menggunakan diffuser dan sudu pengarah kecepatan putar turbin meningkat 30.4 % dibandingkan tanpa diffuser. Dimana dengan diffuser dan sudu pengarah menghasilkan kecepatan putar 150 rpm sedangkan tanpa diffuser kecepatan putarnya hanya 115 rpm. Konsumsi daya cooling tower sebelum dan sesudah terpasang turbin angin tidak mengalami perubahan signifikan pada kisaran 96.08 watt - 96.314 watt. Chong dkk. (2014) melakukan penelitian sistem pemulihan energi dengan turbin angin pada sistem pembuangan udara. Model skala kecil cooling tower menggunakan kipas angin berdiameter 0.7 m dan dua buah turbin angin vertikal tipe H rotor 5 sudu serta penutup yang terdiri dari diffuser dengan kemiringan 7 o dan tiga sudu pengarah dengan sudut masing-masing 100 o, 70 o dan 90 o. Hasil penilitian menunjukkan performa turbin setelah terpasang sudu pengarah membuat koefisien torsi (c t ) meningkat 24,3% dari 0,029 ke 0,036 hal ini
digilib.uns.ac.id 8 dikarenakan sudu pengarah membuat angin langsung menuju ke daerah torsi positif turbin sehingga dapat meningkatkan performa turbin. Chong dkk. (2014) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh sudu pengarah dan diffuser pada sistem pemulihan energi pada cooling tower. Penelitian dilakukan menggunakan kipas angin berdiameter 0,7 m, duct silinder berdiameter 0,8 m, dua buah turbin H rotor 5 sudu menggunakan airfoil MH114, diffuser dengan kemiringan 7 o, dan empat sudu pengarah. Variasi sudut kemiringan sudu pengarah mulai dari 0 o -180 o. Hasil penelitian menunjukkan sudut optimal dari sudu pengarah adalah 40 o, 70 o, 70 o dan 40 o dengan masingmasing kecepatan putar turbin sebesar 471,7 rpm, 482,2 rpm, 478,9 rpm dan 480,1 rpm. Sudu pengarah pada sudut optimum membuat kecepatan putar turbin bertambah dan kecepatan rata-rata air intake meningkat 32.9%. 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Menara Pendingin (Cooling Tower) Menara pendingin merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menurunkan suhu aliran air dengan cara mengekstraksi panas dari air dan mengemisikannya ke atmosfer. Prinsip kerja dari menara pendingin adalah dengan mengontakkan air yang didinginkan dengan udara dan menguapkan sebagian air tersebut sehingga setelah keluar dari menara temperatur air menjadi turun. Untuk memperluas bidang kontak antara air dan udara, air disemprotkan melalui nozel-nozel atau memercikkan air melalui bafel-bafel (filler). Udara yang dikontakkan dengan air didalam ruang menara pendingin dapat bersirkukasi secara alami atau didorong/ditarik dengan fan. Cooling tower sangat dibutuhkan oleh industri sebab cooling tower merupakan bagian dari utilitas yang banyak digunakan. Dimana cooling tower memproses air yang panas menjadi air dingin yang digunakan kembali dan bisa dirotasikan. Cooling tower juga salah satu alat yang berfungsi mengolah air untuk mengatasi masalah polusi lingkungan karena limbah air panas yang dibuang ke laut ataupun ke lingkungan dapat memengaruhi ekosistem alam. Secara umum ditinjau dari cara mengalirnya udara cooling tower dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Non-mekanis
digilib.uns.ac.id 9 Jenis ini tidak menggunakan kipas untuk menghasilkan aliran udaranya, udara diperoleh dari aliran induksi natural atau alami dari tekanan spray. 2. Mekanis Pada cooling tower ini udara mengalir karena adanya kipas yang digerakan secara mekanik. Fungsi kipas adalah mendorong udara (forced draft) atau menarik udara (induced draft) yang dipasang diatas atau dibawah menara. Cooling tower dengan alat bantu dibagi menjadi dua jenis: Forced draft (alat bantu berada dibagian bawah tower) Menara pendingin ini mempunyai fan yang diletakkan di bagian samping bawah dari menara. Keuntungan penggerak paksa adalah kemampuannya dalam bekerja pada tekanan statik yang tinggi. Prinsip kerjanya adalah udara dihembuskan ke menara oleh sebuah fan yang terletak pada saluran udara masuk sehingga terjadi kontak langsung dengan air yang jatuh. Gambar 2.2 Forced draft cooling tower (www.energyefficiencyasia.org) Induced draft (alat bantu berada dibagian puncak tower) Untuk menara pendingin tipe ini fan yang ada dipasang pada bagian atas dari struktur menara pendingin sehingga udara yang mengalir ditarik keatas untuk dibuang. Skema Induced draft cooling tower dapat dilihat pada gambar 2.2. Prinsip kerjanya : 1. Air masuk pada puncak dan melewati bahan pengisi (filler)
digilib.uns.ac.id 10 2. Udara masuk dari salah satu sisi (menara aliran tunggal) atau pada sisi yang berlawanan (menara aliran ganda) 3. Kipas mengalirkan udara melintasi bahan pengisi menuju saluran keluar pada puncak menara Tipe induced draft tower dibedakan lagi menjadi dua, yaitu : a. Cross flow Adalah menara pendingin yang mempunyai arah dari aliran udara dan air saling tegak lurus. Udara mengalir lewat samping dari air yang jatuh ke bawah. Gambar 2.3 Menara pendingin induced draft cross flow (www.geo4va.vt.edu/a2/a2.htm) b. Counter flow Pada menara pendingin tipe ini air didinginkan dalam arah berlawanan dengan arah aliran udara di dalam menara pendingin. Udara yang ditarik oleh fan mempunyai arah vertikal ke atas sedangkan air yang didinginkan mengalir jatuh ke bawah. `Gambar 2.4 Menara pendingin induced draft dengan aliran berlawanan (www.geo4va.vt.edu/a2/a2.htm)
digilib.uns.ac.id 11 2.2.2 Turbin angin Turbin angin merupakan sebuah alat yang digunakan dalam sistem konversi energi angin (SKEA). Prinsip kerja dari turbin angin yaitu mengubah energi kinetik dalam angin menjadi energi mekanik berupa putaran rotor dan poros generator untuk menghasilkan energi listrik. Energi mekanik yang berasal dari rotor akan diteruskan pada poros generator yang kemudian akan menghasilkan energi listrik. Desain turbin angin secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: turbin angin sumbu horizontal (HAWT) dan vertikal (VAWT) yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Sedangkan berdasarkan prinsip gaya aerodinamik yang terjadi, turbin angin dibagi menjadi dua yaitu turbin angin jenis lift dan drag sebagaimana pada gambar 2.6. Gambar 2.5 Jenis-jenis turbin angin Pengelompokan berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor yang dimaksud adalah apakah turbin angin menangkap energi angin dengan hanya memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui rotor atau memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan dari aliran udara yang melalui bentuk aerodinamis sudu. Dapat dikatakan terdapat turbin angin yang menggunakan rotor jenis drag dan turbin angin yang memanfaatkan rotor jenis lift. Dua kelompok ini memiliki perbedaan yang jelas pada kecepatan putar rotornya. Rotor turbin angin jenis drag berputar dengan kecepatan putar rendah commit sehingga to user disebut juga turbin angin putaran
digilib.uns.ac.id 12 rendah. Rotor turbin angin jenis lift pada umumnya berputar pada kecepatan putar tinggi bila dibandingkan dengan jenis drag sehingga disebut juga sebagai turbin angin putaran tinggi. (Andriyanto,2008). Gambar 2.6 Turbin angin jenis drag dan lift (Manwell, 2002). Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) Turbin angin sumbu horizontal memiliki konstruksi sumbu putar yang sejajar dengan permukaan tanah dengan bidang putar rotornya selalu searah dengan arah angin. Putaran rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift. Turbin ini cocok digunakan pada tipe angin sedang dan tinggi, dan banyak digunakan sebagai pembangkit listrik skala besar. Mekanisme kerja turbin angin sumbu horizontal hampir menyerupai konsep baling-baling yang menangkap energi kinetik dari angin dan mengubahnya menjadi energi mekanik pada poros. Setiap desain rotor mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan turbin jenis ini, yaitu memiliki efisiensi yang tinggi, dan cut-in wind speed rendah. Kekurangannya, yaitu turbin jenis ini memiliki desain yang lebih rumit karena rotor hanya dapat menangkap angin dari satu arah sehingga dibutuhkan pengarah angin selain itu penempatan dinamo atau generator berada di atas tower sehingga menambah beban tower Turbin angin horizontal dibedakan menjadi dua macam berdasarkan letak rotor terhadap arah datangnya angin, commit yaitu to user jenis upwind dan downwind seperti
digilib.uns.ac.id 13 yang tampak pada gambar 2.7. Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin, sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang membelakangi arah datangnya angin. Gambar 2.7 Turbin angin jenis Upwind dan Downwind (Andriyanto, 2008) Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Vertical Axis Wind Turbine merupakan turbin angin sumbu tegak yang gerakan poros dan rotor sejajar dengan arah angin, sehingga rotor dapat berputar pada semua arah angin. Jika dilihat dari efisiensi turbin, turbin angin sumbu horisontal lebih efektif dalam mengekstrak energi angin dibanding dengan turbin angin sumbu vertikal. Sama halnya seperti HAWT, VAWT juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu memiliki torsi tinggi sehingga dapat berputar pada kecepatan angin rendah, dinamo atau generator dapat ditempatkan di bagian bawah turbin sehingga mempermudah perawatan, tidak bising, dan kerja turbin tidak dipengaruhi arah angin. Kekurangannya yaitu kecepatan angin di bagian bawah sangat rendah sehingga apabila tidak memakai tower akan menghasilkan putaran yang rendah, dan efisiensi lebih rendah dibandingkan HAWT. VAWT awalnya lebih berkembang untuk konversi energi mekanik, tetapi seiring dengan perkembangan desain, turbin tipe ini banyak digunakan untuk konversi energi listrik skala kecil. Saat ini telah dikembangkan turbin angin sumbu vertikal yang dapat memanfaatkan gaya aerodinamik. Turbin cross flow adalah salah satunya. Turbin angin cross flow merupakan turbin commit yang to awal user mulanya merupakan anya dyang
digilib.uns.ac.id 14 bekerja dengan cara tekanan udara dikonversikan menjadi energi kinetik. Aliran udara yang menyebabkan berputarnya rotor setelah berbenturan pertama dengan sudu turbin, kemudian menyilang (cross flow) mendorong sudu tingkat kedua. 2.2.3 Sudu Pengarah (Guide Vane) Sudu pengarah merupakan airfoil atau plat yang digunakan untuk mengarahkan udara, gas atau air menuju rotor turbin. Sudu pengarah terdiri dari sejumlah blade yang bisa diatur untuk menambah atau mengurangi laju aliran fluida yang melewati turbin. Tujuan utama dari sudu pengarah adalah mengkonversi bagian dari energi tekanan fluida menjadi energi kinetik dan kemudian mengarahkan fluida menuju rotor turbin pada sudut yang sesuai dengan turbin. Untuk itu diperlukan sudu pengarah, dengan tujuan mengarahkan aliran angin sehingga energi angin setelah menggunakan sudu pengarah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin seperti pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Sudu Pengarah dengan Rotor Turbin Angin Savonius (Mathew,2006) 2.2.4 Konversi Energi angin Angin merupakan udara yang bergerak disebabkan adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan lebih rendah. Bentuk energi yang terkandung dalam angin yang dapat ditangkap oleh turbin angin adalah energi kinetiknya. commit Angin to user adalah massa udara yang bergerak.
digilib.uns.ac.id 15 Besarnya energi yang terkandung dalam angin bergantung pada besarnya kecepatan angin dan massa jenis angin atau udara yang bergerak tersebut. Udara yang memiliki massa m dan kecepatan v akan menghasilkan energi kinetik sebesar : 偀 䣘 (2.1) dimana, E = Energi Kinetik (J) m = massa udara (kg) v = kecepatan angin (m/s) Energi kinetik yang terdapat pada angin berbanding lurus dengan massa jenis udara (ρ) dan berbanding lurus kuadrat dari kecepatannya. Untuk menganalisis seberapa besar energi angin yang dapat diserap oleh turbin angin, digunakan Teori Momentum Elementer Betz (Lungan, 2008). Volume udara per satuan waktu (debit) yang bergerak dengan kecepatan v dan melewati daerah seluas A adalah 䕐 䣘 úǵ (2.2) Massa udara yang bergerak dalam satuan waktu dengan kerapatan 䯠慠, yaitu ṁ 䯠慠䕐 䯠慠䣘 úǵ (2.3) Sehingga energi kinetik angin yang berhembus dalam satuan waktu (daya angin) adalah: 摈䔰 䯠慠 úǵ 䣘 䣘 䯠慠 úǵ 䣘 (2.4) Dimana : 摈䔰 ` = daya mekanik angin (watt) 䯠慠 = densitas udara ( / ) úǵ = luas penampang turbin (m 2 ) 䣘 = kecepatan udara (m/s) Besar daya di atas adalah daya yang dimiliki oleh angin sebelum dikonversi atau sebelum melewati turbin angin. Dari daya tersebut tidak semuanya dapat dikonversi menjadi energi mekanik oleh turbin (Ajao dan Adeniyi, 2009). 2.2.5 Teori Momentum Elementer Betz Albert Betz seorang aerodinamikawan Jerman, adalah orang pertama yang memperkenalkan teori tentang commit to turbin user angin. Dalam bukunya Die
digilib.uns.ac.id 16 Windmuhlen imlichte neurer Forschung. Die Naturwissenschaft (1927), ia mengasumsikan bahwa, suatu turbin mempunyai sudu-sudu yang tak terhingga jumlahnya dan tanpa hambatan. Juga diasumsikan bahwa aliran udara di depan dan di belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar) (Reksoatmodjo, 2004). Untuk menganalisis seberapa besar energi angin yang dapat diserap oleh turbin angin, digunakan Teori Momentum Elementer Betz. Secara sederhana, Teori Momentum Elementer Betz didasarkan pada pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor turbin angin. Kecepatan aliran udara berkurang dan garis aliran membelok ketika melalui rotor. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan sebagian energi kinetik angin diserap oleh rotor turbin angin. Pada kenyataannya, putaran rotor menghasilkan perubahan kecepatan angin pada arah tangensial yang akibatnya mengurangi jumlah total energi yang dapat diambil dari angin. Dalam sistem konversi energi angin, energi mekanik turbin hanya dapat diperoleh dari energi kinetik yang tersimpan dalam aliran angin, berarti tanpa perubahan aliran massa udara, kecepatan angin di belakang turbin haruslah mengalami penurunan. Dan pada saat yang bersamaan luas penampang yang dilewati angin haruslah lebih besar, sesuai dengan persamaan kontinuitas. Jika v 1 = kecepatan angin didepan rotor, v = kecepatan angin saat melewati rotor, v 2 = kecepatan angin di belakang rotor, maka daya mekanik turbin diperoleh dari selisih energi kinetik angin sebelum dan setelah melewati turbin (lihat Gambar 2.9) Gambar 2.9 Profil kecepatan commit to angin user melewati penampang rotor
digilib.uns.ac.id 17 (Dutta, 2006) Daya mekanik turbin adalah: 摈䔰 1 䯠慠 úǵ 2 䣘 1 䯠慠 úǵ 2 䣘 䯠慠 úǵ 䣘 úǵ 䣘 (2.5) Dari persamaan kontinuitas diperoleh: 䯠慠 úǵ 䣘 䯠慠 úǵ 䣘 (2.6) Sehingga, 摈䔰 = 䯠慠 úǵ 䣘 䣘 䣘 (2.7) Dengan menstubstitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.7) menjadi: 摈䔰 ṁ 䣘 䣘 (2.8) Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa daya terbesar yang diambil dari angin adalah jika v 2 bernilai nol, yaitu angin berhenti setelah melalui rotor. Namun hal ini tidak dapat terjadi karena tidak memenuhi hukum kontinuitas. Energi angin yang diubah akan semakin besar jika v 2 semakin kecil, atau dengan kata lain rasio v 1 / v 2 harus semakin besar. Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnya daya yang dapat diambil adalah persamaan momentum Gaya yang bekerja pada turbin: ṁ 䣘 䣘 (2.9) Maka daya turbin adalah: 摈䔰 䣘 ṁ 䣘 䣘 䣘 ` (2.10) Dari persamaan (2.8) dan (2.10) didapat, ṁ 䣘 䣘 ṁ 䣘 䣘 䣘 `
digilib.uns.ac.id 18 sehingga 䣘 䣘 䣘 (2.11) Sehingga kecepatan aliran pada turbin sebanding dengan nilai v 1 dan v 2. Laju aliran massa udara menjadi: Daya mekanik turbin menjadi ṁ 䯠慠 úǵ 䣘 䯠慠 úǵ 䣘 䣘 ) (2.12) 摈䔰 䯠慠 úǵ 䣘 䣘 䣘 䣘 (2.13) Sehingga perbandingan antara daya keluaran rotor terhadap daya total yang melalui penampang rotor disebut koefisien daya C p. Dirumuskan dengan dimana: = Koefisien daya (power coefficient) 摈䔰 = Daya mekanik yang dihasilkan rotor (watt) (2.14) 摈䔰 = Daya mekanik total yang terkandung dalam angin yang melalui penampang (watt) Persamaan diatas disederhanakan menjadi 摈䔰 1 ا 1 (2.15) Dengan memasukkan nilai, maka C p dapat disajikan dalam bentuk gambar berikut.
digilib.uns.ac.id 19 Gambar 2.10 Koefisien daya terhadap rasio kecepatan aliran udara (Hau, 2006) Cp maksimum diperoleh apabila ا = yang menghasilkan nilai sebesar 0,593 ini disebut dengan Betz s limit,. Ini berarti, meski dengan asumsi ideal, dimana aliran dianggap tanpa gesekan dan daya keluaran dihitung dengan tanpa mempertimbangkan jenis turbin yang digunakan, daya maksimum yang bisa diperoleh dari energi angin adalah 0,593 yang artinya hanya sekitar 60% saja daya angin yang dapat dikonversi menjadi daya mekanik. Angka ini kemudian disebut faktor Betz. Faktor Betz menunjukkan nilai maksimum semua alat konversi energi angin, tak ubahnya mesin Carnot untuk mesin-mesin termodinamika (Reksoatmodjo, 2004). 2.2.6 Tip Speed Ratio Tip speed ratio (TSR) adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas. TSR dilambangkan dengan 쾠 (Mittal, 2001). Untuk kecepatan angin nominal yang tertentu, tip speed ratio akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Turbin angin tipe lift akan memiliki tip speed ratio yang relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin tipe drag. Tip speed ratio dihitung dengan persamaan: dimana: λ = tip speed ratio D = diameter rotor (m) 쾠 SR (2.16)
digilib.uns.ac.id 20 n = putaran rotor (rpm) v = kecepatan angin (m/s) Karena setiap tipe turbin angin memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka faktor daya sebagai fungsi dari TSR juga berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.9 berikut: Gambar 2.11 Nilai C p dan tip speed ratio untuk berbagai turbin angin. (Khan, 2009) 2.2.7 Klasifikasi Aliran Udara Sebelum mempelajari lebih jauh mengenai aliran fluida, perlu diketahui bahwa karakteristik aliran fluida dianggap sebagai kumpulan molekul-molekul yang tergabung secara keseluruhan. Sebagian besar engineer mengaplikasikan aliran fluida sebagai kontinum, yaitu meninjau efek aliran fluida secara makroskopis dimana fluida tidak dapat dipecah-pecah atau dianalisa secara molekul. Sehingga sifat-sifat fluida seperti massa jenis, suhu, dan sebagainya memiliki sifat yang kontinu terhadap posisi dan waktu (R.W. Fox dkk,2003).
digilib.uns.ac.id 21 Gambar 2.12 Klasifikasi Aliran Fluida (R.W. Fox dkk, 2003) Perbedaan utama dari aliran viscous dan inviscid yaitu apabila pada aliran invisid nilai dari koefisien viskositas diasumsikan nol (µ=0) walaupun sebenarnya fluida dengan viskositas nol tidak pernah dijumpai. Sebaliknya aliran viscous adalah aliran fluida yang memiliki viskositas yang ditandai dengan munculnya efek gesekan yang signifikan. Aliran tersebut biasanya dekat dengan permukaan yang padat (R.W. Fox dkk, 2003). Gambar 2.13 Daerah aliran inviscid dan aliran viscous (Cengel, 2006) Gambar 2.13 menunjukkan daerah aliran viscous dan inviscid dimana daerah inviscid terlihat bahwa alirannya terpengaruh oleh gesekan yang terjadi dengan permukaan saluran yang berupa solid. Pengaruh dari viskositas yang terjadi antara fluida dengan permukaan solid dapat memperlambat kecepatan relatif dari keduanya. Permukaan solid mengalami gaya tarik yang berlawanan terhadap arah gerakan. Viskositas adalah kemampuan menahan suatu fluida terhadap deformasi, baik itu tegangan geser (shear) atau tegangan tarik (tensile) (Cengel, 2006).
digilib.uns.ac.id 22 Aliran viscous dibedakan menjadi dua yaitu aliran laminar dan turbulen. Aliran laminar merupakan aliran yang gerakan partikel fluidanya bergerak secara teratur dan sejajar dengan dinding pipa. Dengan kata lain pada aliran laminar tidak terdapat arus silang yang tegak lurus terhadap arah aliran, golakan ataupun berputarnya fluida (swirl). Aliran laminar disebut juga dengan aliran streamline. Sedangkan aliran turbulen adalah aliran yang terjadi pada fluktuasi kecepatan yang sangat tinggi sehingga menyebabkan golakan pada fluida. Proses antara aliran laminar dan turbulen disebut aliran transisional, dimana terdapat daerah laminar dan juga turbulen (Cengel, 2006). (a) (b) (c) Gambar 2.14 (a)aliran laminar, (b)aliran transisional, (c)aliran turbulen (Cengel, 2006). Gambar 2.14 menunjukkan perubahan aliran dari laminar, transisional, hingga menjadi turbulen. Dapat dilihat bahwa pada saat aliran transisi mulai terjadi sedikit golakan pada aliran sebelum akhirnya menjadi aliran turbulen. Untuk mengidentifikasi apakah suatu aliran laminar atau turbulen dapat juga digunakan bilangan Reynold. Dimana untuk kasus aliran internal, jika bilangan Reynold Re < 2300 dapat dikategorikan sebagai aliran laminar, jika bilangan Reynold Re > 4000 dikategorikan sebagai aliran turbulen. Sedangkan bilangan Reynold dengan interval antara 2300 hingga 4000 dimungkinkan terjadi aliran transisi, tergantung pada faktor-faktor lain seperti kekasaran pipa dan keseragaman aliran (R.W. Fox dkk, 2003). 2.2.8 Prony Brake Pengukuran torsi juga merupakan bagian penting untuk mengukur daya yang ditransmisikan oleh poros yang berputar. Salah satu metode untuk mengukur torsi poros berputar adalah dengan menggunakan prony brake.
digilib.uns.ac.id 23 Prony brake terdiri dari sebuah tali yang terikat pada poros yang berputar. Salah satu ujung tali digantungkan pada sebuah pegas gaya dan ujung yang satu membawa beban dengan massa tertentu, m. Jika gaya yang terukur pada pegas adalah Fs, maka gaya efektif Fe pada tali dapat dirumuskan dengan ƅė (2.19) Jika radius poros adalah R s dan radius tali adalah R r, maka radius efektif (R e ) tali dan drum dari sumbu putar adalah ƅė (2.20) Kemudian torsi, T dapat dihitung dengan rumus ƅė ƅė (2.21) Prinsip kerja prony brake dapat dilihat pada gambar 2.9. Gambar 2.15 Prony brake Prony brake merupakan metode yang sangat terkenal untuk mengukur torsi poros. Namun pada prosesnya dapat timbul kalor karena terjadi gesekan antara tali dan poros. Oleh karena itu sistem pendinginan air biasanya digunakan (Morris, 2001)
digilib.uns.ac.id 24 2.2.9 Torsi Torsi merupakan sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya momen gaya (torsi) tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu putaran dan letak gaya. Besar torsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Dimana : T = Torsi (Nm) 2.2.10 Daya Poros (2.22) F = Gaya yang bekerja benda (N) r = jarak sumbu rotasi ke titik dimana gaya bekerja (m) Energi kinetik angin yang ditangkap rotor diteruskan oleh poros menuju sistem prony brake. Pada sistem prony brake ini dapat dihitung torsi yang dihasilkan. Daya didefinisikan sebagai torsi dikalikan putaran poros. Putaran poros dihitung menggunakan tachometer. Sehingga untuk menghitung daya keluaran dari turbin angin digunakan rumus : 摈䔰 (2.23)