C11. SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR

dokumen-dokumen yang mirip
C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

PENGARUH POSISI RADIAL KAYU BAWANG (Dysoxylum sp.), JENIS FILLER DAN DERAJAT KELEMBUTANNYA TERHADAP KETEGUHAN REKAT

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

PENGARUH SHELLING RATIO DAN JUMLAH PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT PAPAN SERUTAN BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper Backer)

C13 PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN PEG 1000 DAN POSISI RADIAL POHON PADA USAHA PENINGKATAN KUALITAS KAYU JATI UMUR MUDA DARI HUTAN RAKYAT DI GUNUNGKIDUL

KAJIAN DIAMETER - PERSENTASE KAYU TERAS TERHADAP KUALITAS KAYU JATI (Tectona grandis Linn. F) DARI HUTAN RAKYAT GUNUNG KIDUL

PENGARUH PERBEDAAN UMUR DAN BAGIAN BATANG KAYU AKASIA (Acacia auriculiformis A. Cunn. ex. Benth) SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN KERAJINAN INTISARI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU SUKUN ( Artocarpus communis FORST) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA. Oleh: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada INTISARI

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIFAT MEKANIK PAPAN GYPSUM DARI SERBUK LIMBAH KAYU NON KOMERSIAL

METODOLOGI PENELITIAN

Universitas Gadjah Mada 1

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

Sifat-sifat papan semen partikel yang diuji terdiri atas sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

DETERMINASI KETERBASAHAN (WETTABILITY) KAYU

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

STRUKTUR DAN SIFAT KAYU TREMBESI ( Samanea saman MERR) DARI HUTAN RAKYAT DI YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

PENGARUH UMUR DAN SORTIMEN TERHADAP SIFAT PENGERINGAN KAYU Acacia auriculiformis PADA PENGERINGAN METODE RADIASI MATAHARI INTISARI

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MAPEKI XII B-33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. minyak bumi semakin menipis bisa dilihat dari produksi minyak bumi dari tahun

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B)

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.))

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

KADAR AIR DAN BERAT JENIS PADA POSISI AKSIAL DAN RADIAL KAYU SUKUN (Arthocarpus communis, J.R dan G.Frest)

PENINGKATAN DAYA TAHAN RAMBAT API KAYU LAPIS DENGAN CARA PELABURAN NATRIUM SILIKAT PADA VENIR

EMILVIAH YEPIN 1), SIPON MULADI 2) DAN EDI SUKATON 2) ABSTRACT. 32 Yepin dkk. (2002). Variasi Komponen Kimia Kayu Pendu

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

DAFTAR ISI HALAMAN. vii

BAB III METODE PENELITIAN

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU SENGON DENGAN PERLAKUAN PENGAWETAN ASAP CAIR

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH COMPACTION RATIO TERHADAP SIFAT PAPAN LANTAI PARTIKEL KAYU JATI DAN SENGON

III. METODOLOGI PE ELITIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK DAN VARIASI SIFAT FISIK KAYU MANGIUM

DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PER LINGKARAN TUMBUH KAYU SUNGKAI (Peronema canescens Jack) DARI KULON PROGO, YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Semakin meluasnya penggunaan beton

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

SIFAT FISIS PAPAN GYPSUM DARI LIMBAH GERGAJIAN KAYU

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

Transkripsi:

C11 SIFAT PEREKATAN KAYU AKASIA FORMIS (Acacia auriculiformis) DARI HUTAN RAKYAT PADA VARIASI ARAH AKSIAL, RADIAL DAN UMUR Oleh : T.A. Prayitno 1), M. Navis Rofii 1) dan Upit Farida 2) 1) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM, 2) Alumni Fakultas Kehutanan UGM INTISARI Kayu akasia formis memiliki potensi cukup besar di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Kayu Akasia dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan, rangka pintu dan jendela serta kayu perkakas. Potensi kayu akasia membuka peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut, salah satunya adalah sebagai bahan untuk produk perekatan. Penelitian mengenai sifat-sifat kayu akasia yang berkaitan dengan sifat perekatannya belum dilakukan, sehingga penelitian ini diarahkan untuk memperoleh informasi mengenai sifat perekatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada penelitian ini digunakan kayu akasia formis dari hutan rakyat di Nglipar, Gunungkidul. Perekat yang digunakan adalah urea formaldehid dari PT. PAI Probolinggo. Rancangan percobaan yang digunakan adalah pola acak lengkap dengan percobaan faktorial. Faktor yang digunakan terdiri dari 3 faktor yaitu : arah aksial (pangkal, tengah, ujung), arah radial (dekat hati, dekat kulit) dan umur (5, 10 dan 15 tahun). Dari ketiga faktor diatas akan dihasilkan 18 kombinasi perlakuan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Parameter yang diamati meliputi kadar air, berat jenis, keteguhan rekat, persen kerusakan kayu dan wetabilitas. Data yang diperoleh dianalisis variasi (Anova), apabila faktor yang ada menunjukkan beda nyata kemudian diuji lanjut dengan uji HSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi diantara ketiga faktor penelitian. Interaksi dua faktor aksial dan radial terjadi pada pengamatan kadar air. Faktor arah radial berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter. Faktor umur berpengaruh secara nyata pada wetabilitas. Secara umum kayu akasia formis menunjukkan sifat perekatan yang sedang dengan perekat urea formaldehida dan memerlukan perlakuan kayu yang lebih baik. Nilai rata-rata dari parameter uji kadar air 12,09%, berat jenis 0,72, keteguhan rekat kering 90,71 kg/cm 2, keteguhan rekat basah 120,03 kg/cm 2, persen kerusakan kayu kering 34,5%, persen kerusakan kayu basah 16,21% dan wetabilitas 234,78 mm. Kata kunci : kayu akasia formis, hutan rakyat, sifat perekatan, arah aksial, arah radial, umur PENDAHULUAN Produk hasil hutan telah menyumbang nilai ekspor Indonesia terbesar setelah migas menjelang akhir tahun 1970-an. Pada tahun 1998, sumbangan hasil hutan terhadap nilai ekspor non-migas tetap terbesar yaitu mencapai sekitar 22,32%. Besarnya sumbangan tersebut didominasi oleh nilai ekspor produk perekatan kayu seperti kayu lapis (62,73%) dan sisanya adalah nilai ekspor kayu gergajian dan lain-lainnya. (Anonim,2001). 202

Krisis ekonomi global telah menyebabkan ekspor kayu gergajian, kayu lapis dan pulp mengalami permasalahan yang serius ditandai dengan adanya penurunan produksi. Penurunan produksi tersebut disamping karena adanya penurunan potensi hutan alam, juga kemungkinan adanya kegiatan produksi dan perdagangan illegal yang volumenya tidak tercatat dan menyebabkan penurunan produksi ekspor kayu Indonesia. Oleh sebab itu, upaya peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya hutan menjadi mendesak untuk lebih ditingkatkan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan teknis produksi sehingga menghasilkan produk yang efisien dalam penggunaan bahan baku namun menghasilkan kualitas yang bagus dan memiliki nilai jual yang tinggi serta penggunaan bahan baku alternatif dari jenis-jenis lain yang mempunyai sifat cepat tumbuh, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta sifat-sifat kayu yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industri. Kayu akasia formis (Acacia auriculiformis) merupakan salah satu jenis cepat tumbuh dan memiliki potensi cukup besar, terutama dengan semakin meluasnya hutan rakyat. Kayu akasia dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan, rangka pintu dan jendela serta kayu perkakas. Potensi kayu akasia membuka peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut, salah satunya adalah sebagai bahan untuk produk perekatan. Penelitian mengenai sifat-sifat kayu akasia yang berkaitan dengan sifat perekatannya perlu dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sifat perekatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan kayu akasia formis dari hutan rakyat di Nglipar, Gunungkidul. Perekat yang digunakan adalah perekat urea formaldehida tipe UA 140 dan hardener NH4Cl yang diperoleh dari PT. PAI Probolinggo. Prosedur penelitian mengikuti langkah berikut: Kayu akasia ditebang, kemudian dipotong-potong dengan panjang log sekitar 1,5 m. Dari potongan log tersebut dibuat papan gergajian dengan ukuran 10x2x75 cm. Kemudian papan gergajian tersebut dianginanginkan terlebih dahulu hingga kering udara. Papan tersebut disusun menjadi bentuk balok dengan ukuran 2x2x30 cm yang terdiri atas 2 lapisan papan dengan 1 garis perekat. Selanjutnya papan dilaburi dengan perekat dengan jumlah yang telah ditentukan menggunakan perekat urea formaldehida. Papan yang telah dilaburi perekat dirakit dan dikempa dingin selama 1 minggu untuk melakukan kondisioning guna membentuk garis perekat yang kokoh. Setelah itu papan laminasi tersebut diplanner dan diratakaan bagian pinggirnya dan dibuat contoh uji sesuai standar uji British 373. Contoh uji wetabilitas menggunakan serbuk lolos saringan 45 mesh dan tertahan 60 mesh. Pengujian keteguhan rekat basah menggunakan metode Hot and Cold Soak Test. Pengujian wetabilitas menggunakan metode CWAH (Corrected Water Absorbed Height ) (Bodig,1962). Rancangan percobaan yang digunakan adalah pola acak lengkap dengan percobaan faktorial. Faktor yang digunakan terdiri dari 3 faktor yaitu : arah aksial (pangkal, tengah, ujung), arah radial (dekat hati, dekat kulit) dan umur (5, 10 dan 15 tahun). Dari ketiga faktor diatas akan dihasilkan 18 kombinasi perlakuan dengan masing-masing 3 kali ulangan sehingga total keseluruhan sampel berjumlah 54 buah. Parameter yang diamati meliputi kadar air, berat jenis, keteguhan rekat, persen kerusakan kayu dan wetabilitas. 203

Data yang diperoleh dianalisis variasi (Anova), apabila faktor yang ada menunjukkan beda nyata diuji lanjut dengan uji HSD. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap parameter uji disajikan dalam Tabel 1, sedangkan hasil analisis variasi (ANOVA) disajikan dalam Tabel 2. Tabel 1. Nilai rata-rata parameter uji hasil penelitian Aksial Radial Umur KA (%) BJ KRK KRB KKK KKB Wet (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) (%) (%) (mm) A 12,088 0,721 62,809 125,911 15 6 245,574 P B 13,689 0,651 110,243 148,366 47,33 8,3 289,516 C 12,978 0,676 94,436 162,361 51,66 69 179,902 A 12,194 0,700 112,400 154,482 60 41,66 447,189 T B 12,459 0,685 83,895 114,581 50 34,33 223,685 C 12,066 0,686 79,350 149,605 45,66 4,33 220,874 A 12,338 0,673 98,317 101,015 79,33 10,66 333,095 DH B 11,852 0,654 80,588 129,688 60 34,33 234,676 U C 11,934 0,768 66,294 106,130 21,66 5 216,791 12,399 0,690 87,582 132,459 47,85 23,73 265,700 A 11,514 0,829 123,289 37,502 31,66 5 214,310 P B 11,588 0,695 115,662 70,568 0 1,66 217,503 C 11,241 0,837 97,660 156,803 3 8,33 205,758 A 12,100 0,762 72,263 108,495 18,33 7,33 208,150 T B 12,039 0,675 112,405 157,323 71,66 30 183,892 C 11,690 0,739 100,368 135,114 25 21,66 217,450 A 12,053 0,767 52,186 68,636 26,66 0 246,860 DK B 12,056 0,720 78,774 119,775 9 1,66 181,012 U C 11,748 0,798 90,750 114,239 5 2,33 159,834 11,781 0,758 93,706 107,606 21,14 8,66 203,863 Rata-Rata 12,09 0,72 90,71 120,03 34,5 16,21 234,78 Tabel 3. Analisis variasi parameter uji Sumber Sig Sig Sig. db Sig. KA Sig BJ Sig KKK Sig KKB Variasi KRK KRB Wetab Aksial (A) 2 0.785 0,472 0,200 0,155 0,140 0,559 0,648 Radial (R) 1 0.007** 0,002** 0,560 0,055 0,002** 0,017* 0,012* Umur (U) 2 0.441 0,11 0,694 0,056 0,260 0,742 0,019* A x R 2 0.029* 0,359 0,477 0,201 0,403 0,911 0,497 A x U 4 0.567 0,593 0,982 0,308 0,266 0,153 0,335 R x U 2 0.625 0,532 0,597 0,224 0,976 0,839 0,185 A x R x U 4 0.651 0,768 0,180 0,537 0,065 0,088 0,410 Error 36 Total 54 Keterangan : **: Sangat Signifikan; *: Signifikan 204

Kadar Air Kadar air sampel uji perekatan blok menunjukkan kadar air produk perekatan setelah diperlakukan sesuai dengan rancangan penelitian. Rata-rata kadar air sebesar 12,09 %. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa sebagian besar faktor dalam penelitian tidak berbeda nyata kecuali faktor radial dan interaksi antara faktor aksial dan radial. Ini berarti bahwa faktor radial sangat berpengaruh nyata terhadap variasi kadar air dalam kayu. Interaksi dengan faktor aksial menunjukkan bahwa kadar air kayu akasia formis dipengaruhi oleh kombinasi dua faktor tersebut. Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan variasi kadar air dari pangkal ke ujung pada masing-masing dekat hati dan dekat kulit ternyata tak paralel. Gambaran yang seperti ini yang menyebabkan terjadinya interaksi antara kedua faktor dalam penelitian. Kadar Air 14 13 12 11 10 DK DH Radial Pangkal Tengah Ujung Gambar 1. Grafik interaksi arah aksial-radial terhadap kadar air Berat Jenis Rata-rata berat jenis kayu akasia sebesar 0,69 dekat hati dan 0,758 dekat kulit. Ini berarti kayu yang diambil dekat kulit mempunyai berat jenis lebih besar daripada kayu dekat hati. Bila dihubungkan dengan pola tumbuh kayu, maka kayu dekat hati biasanya merupakan kayu juvenil atau kayu yang belum dewasa sehingga mempunyai sifat sel yang lebih kurang baik dibandingkan sel dewasa (Brown dkk., 1952) Hasil ANOVA yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya faktor radial yang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variasi nilai berat jenis kayu, sedangkan faktor tunggal lain (yaitu faktor aksial dan umur) atau interaksinya tak berpengaruh pada berat jenis kayu. Ini berarti bahwa berat jenis kayu yang berada dekat hati memang berbeda dengan kayu yang berasal dari dekat kulit. Hasil ini sejalan dengan hasil variasi berat jenis kayu pada umumnya (Brown dkk., 1952) Keteguhan Rekat Data keteguhan rekat pada sampel perekatan berupa uji blok adalah keteguhan rekat pada kondisi kering angin dan keteguhan rekat pada kondisi basah. Kondisi basah dilakukan dengan merendam contoh uji sesuai dengan standar pengujian perekat interior yaitu perekat urea formaldehid dengan rendaman panas dingin. Gambaran keteguhan rekat kondisi kering angin uji blok menunjukkan bahwa rata-rata keteguhan rekat kayu 205

dekat kulit lebih besar daripada yang berasal dekat hati. Hal ini sejalan dengan data berat jenis bahwasanya berat jenis kayu yang tinggi cenderung menghasilkan keteguhan rekat yang tinggi pula. Makin tinggi berat jenis kayu sampai dengan berat jenis 0,8, makin tinggi keteguhan rekat kering angin yang dihasilkan (Prayitno, 1996). Walaupun secara numerik memperlihatkan kecenderungan seperti yang dibahas di muka, tetapi hasil ANOVA menunjukkan bahwa keteguhan rekat kering kayu tak dipengaruhi oleh satu pun faktor dalam penelitian. Ini berarti bahwa keteguhan rekat kayu kering yang dihasilkan oleh berbagai posisi pada pohon tak berbeda nyata. Oleh karenanya hasil pengujian ini kurang memuaskan sehingga perlu diteliti kenapa variasi datanya menghasilkan data yang tak dipengaruhi secara nyata oleh faktor yang dilibatkan. Berbeda dengan variasi data keteguhan rekat kering, data keteguhan rekat basah menunjukkan variasi yang berbeda yaitu bahwa rata-rata keteguhan rekat pada kayu yang berasal dekat hati justru lebih tinggi nilainya dari pada rata-rata keteguhan rekat kayu yang berasal dekat kulit. Bila dicermati variasi data keteguhan rekat kayu ini diperoleh gambaran bahwa data keteguhan rekat basah bernilai di atas 100 kg/cm 2, sedangkan data keteguhan rekat kering kurang dari 100 kg/cm 2. Pada umumnya sampel uji kering selalu menghasilkan keteguhan rekat yang lebih tinggi nilainya daripada sampel uji basah. Beberapa pengamatan kembali atas sampel yang telah diuji menunjukkan bahwa uji basah lebih rapat bila ditangkupkan kembali, sedangkan uji kering masih menunjukkan rongga antar permukaan kayu yang direkat. Walaupun pengamatan seperti ini sangat subyektif dan belum dapat dipertanggungjawabkan, tetapi hasil pengujian uji basah ternyata memang lebih tinggi daripada uji kering. Kondisi tingkat kerapatan permukaan seperti tersebut diatas berakibat bahwa sampel perekatan yang direndam panas dingin pun masih menghasilkan keteguhan rekat yang tinggi, lebih tinggi daripada sampel yang diuji dengan cara kering. Pencarian sebab berdasarkan teori mungkin lebih dapat membantu bahwasanya tanggapan kayu akasia terhadap panas dan dingin jauh lebih peka dibandingkan perekatnya sendiri sehingga kekuatan rekat tetap tinggi. Kerusakan Kayu Kerusakan kayu adalah gambaran permukaan bidang rekat setelah mengalami uji rekat baik geser ataupun tarik, baik dalam kondisi uji kering maupun uji basah. Kerusakan kayu juga menunjukkan banyaknya bahan rekat lain yang menempel pada bidang rekatnya sehingga menunjukkan kekuatan rekat antar bahan direkat atau dengan perekatnya. Secara numerik data persentase kerusakan kayu uji kering menunjukkan gambaran bahwa rata-rata persen kerusakan kayu dekat hati lebih besar daripada dekat kulit. Gambaran ini menunjukkan bahwa kayu dekat hati lebih lemah dari pada dekat kulit. Bila dihubungkan dengan keteguhan rekat kering maka diperoleh kombinasi nilai keteguhan rekat dengan persen kerusakan kayu. Bagian dekat hati menunjukkan nilai keteguhan rekat rata-rata sebesar 87 kg/cm 2 dengan persen kerusakan kayu 47%. Kayu dekat kulit menghasilkan keteguhan rekat kering rata-rata sebesar 93 kg/cm 2 dengan persen kerusakan kayu sebesar 21%. Konsep pengujian produk perekatan komersial biasanya menggunakan nilai persen kerusakan kayu dan keteguhan rekat minimum. Oleh sebab itu bila keduanya memenuhi nilai minimum maka produk perekatan akan lolos standar. Hasil ANOVA data persen kerusakan kayu uji kering menunjukkan bahwa faktor 206

radial sangat berpengaruh nyata pada peubah kerusakan kayu ini. Peluang untuk signifikan juga dideteksi pada interaksi antara ketiga faktor yaitu faktor radial, aksial dan umur. Bila ini memang nyata terjadi interaksi maka sebenarnya yang terjadi adalah bahwa persen kerusakan kayu ditentukan oleh ketiga faktor secara bersama-sama. Data persen kerusakan kayu pada uji blok dengan kondisi basah menunjukkan bahwa rata-rata nilai kerusakan kayu dekat hati tetap lebih besar daripada dekat kulit. Nilai rata-rata persen kerusakan kayu pada kayu dekat hati sebesar 23%, sedangkan ratarata persen kerusakan kayu dekat kulit sebesar 8%. Hasil ANOVA kerusakan kayu uji basah juga memberikan gambaran bahwa faktor radial berpengaruh secara sangat nyata pada peubah persen kerusakan kayu, sedangkan interaksi antar ketiga faktor yaitu faktor aksial, radial dan umur juga mendekati nyata dengan nilai peluang 8%. Ini berarti bahwa nilai persen kerusakan kayu uji basah kayu dekat hati secara sangat nyata lebih tinggi dari nilai persen kerusakan kayu uji basah dari kayu yang berasal dekat kulit. Perbedaan kecenderungan antara kayu dekat kulit dan kayu dekat hati yang diuji pada kondisi basah dengan kayu kondisi kering menggambarkan efek perebusan pada perekat dan kayu. Kayu yang direbus pada suhu 60 C sebenarnya tidak akan mengalami perubahan yang nyata pada orientasi fibril sehingga mengubah kekuatan kayu. Oleh sebab itu pengaruh yang mungkin terjadi pada rendaman panas adalah larutnya ekstraktif di permukaan yang juga bersinggungan dengan perekat sehingga pengaruh pada kekuatan rekat akibat perendaman panas juga tak begitu nyata. Wetabilitas Kayu Wetabilitas kayu adalah suatu tolok ukur yang bisa memberikan gambaran kemampuan kayu untuk direkat dengan perekat berbasis air. Dari data pada Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata nilai wetabilitas kayu dekat hati lebih baik dibandingkan dengan nilai wetabilitas kayu dekat kulit. Nilai CWAH kayu dekat hati sebesar 265 mm sedangkan kayu dekat kulit sebesar 203 mm. Konsep pengujian wetabilitas dengan air memberikan gambaran bahwa kayu dekat hati tak mengandung bahan yang menolak air sehingga memberikan afinitas kayu terhadap air cukup tinggi. Nilai CWAH kayu dekat kulit juga cukup tinggi sebesar 203 mm meski lebih rendah dari kayu dekat hati. Hasil ANOVA CWAH menunjukkan gambaran bahwa data CWAH dipengaruhi secara nyata oleh faktor radial dan umur. Nilai CWAH yang besar memberikan tanda kecenderungan kayu mudah direkat. Dengan data CWAH kayu akasia ini maka dapat disebutkan bahwa kayu dekat hati lebih mudah direkat daripada kayu dekat kulit. Hasil ini menjawab ketimpangan hubungan berat jenis kayu akasia dengan nilai keteguhan rekatnya khususnya keteguhan rekat basah. Uji keteguhan rekat basah memberikan gambaran bahwa kayu dekat hati justru menghasilkan nilai keteguhan rekat yang lebih tinggi daripada kayu dekat kulit. Faktor umur juga berpengaruh secara nyata pada nilai CWAH. Ini membuktikan bahwa umur kayu berhubungan dengan penuaan sel dan penambahan sel-sel baru sehingga mengubah porsi relatif penyusun kayu. Makin tua umur pohon maka makin banyak porsi kayu teras, yaitu kayu yang tersusun atas sel-sel mati dan kemudian mengandung ekstraktif. Pada umumnya ekstraktif ini terdiri atas bahan yang menolak air maupun yang menerima air (Haygreen dan Bowyer, 1989). 207

KESIMPULAN 1. Tak terjadi interaksi faktor baik dalam bentuk interaksi tiga faktor maupun dua faktor pada peubah berat jenis kayu, keteguhan rekat, persen kerusakan kayu, dan wetabilitas. Pada peubah kadar air terjadi interaksi faktor aksial dan radial. 2. Faktor tunggal radial pada umumnya berpengaruh nyata atau sangat nyata pada parameter penelitian. Kayu dekat hati berbeda nyata atau sangat nyata dibandingkan kayu dekat kulit. Faktor tunggal aksial tak berpengaruh secara nyata pada seluruh parameter uji. 3. Faktor umur berpengaruh nyata pada wetabilitas. Kayu dekat hati lebih tinggi wetabilitasnya dibandingkan kayu dekat kulit. 4. Kayu akasia formis menunjukkan sifat perekatan yang sedang dengan perekat urea formaldehid. Nilai rata-rata dari parameter uji kadar air 12,09%, berat jenis 0,72, keteguhan rekat kering 90,71 kg/cm 2, keteguhan rekat basah 120,03 kg/cm 2, persen kerusakan kayu kering 34,5%, persen kerusakan kayu basah 16,21% dan wetabilitas 234,78 mm. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Informasi Statistik Kehutanan //www.dephut.go.id/informasi/ STATISTIK/ 2001/BPK/ Oktober 2004. Bodig, J. 1962. Wettability Related to Glueabilities of Five Philippine Mahoganies. Forest Products Journal. University of Washington, Seattle. Washington. Brown, H.P., A.J Panshin dan C.C Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology, Volume II. Mc Graw Hill. New York. Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar (Terjemahan Sutjipto AH.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Prayitno, T. A. 1996. Perekatan Kayu. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 208