125 PENGARUH PENGEMASAN VAKUM DAN NON VAKUM TERHADAP PERUBAHAN MUTU KIMIA DAN SIFAT ORGANOLEPTIK BAWANG GORENG SELAMA PENYIMPANAN EFFECT OF VACUUM AND NON-VACUUM PACKAGING ON CHANGES CHEMICAL QUALITY AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF FRIED ONION DURING STORAGE Murad 1, Sukarjo 2, dan Yogi P. Rahardjo 2 1 Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Bawang goreng merupakan salah satu produk olahan bawang merah di Bima, Nusa Tenggara Barat. Bawang goreng dikemas dengan berbagai ukuran kemasan non-vakum. Untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan telah dilakukan beberapa cara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemasan vakum dan non-vakum pada perubahan kualitas kimia dan sifat organoleptik dari bawang goreng selama penyimpanan. Bawang goreng dikemas vakum dan non-vakum disimpan pada suhu kamar. Parameter yang diamati meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma dengan uji sensori; uji ketengikan bawang goreng melalui uji asam lemak bebas dan kadar air. Sifat kimia dan organoleptik antara kemasan vakum dan non-vakum dibandingkan dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kemasan vakum atau non-vakum tidak mempengaruhi kualitas kimia bawang goreng dan tidak mempengaruhi penerimaan konsumen dari segi rasa, tekstur, warna, dan aroma bawang goreng. ABSTRACT Fried onion is one of processed onion products in Bima, West Nusat Tenggara. Fried onions are packed with non-vacuum packaging in various sizes. To improve its quality and storage life, several ways have been done. This study aimed to determine the effect of vacuum and non vacuum packaging on changes in chemical quality and organoleptic properties of fried onions during storage. Fried onions are vacuum and non vacuum packed and stored at room temperature. The parameters observed were color, taste, texture and aroma by sensory test; rancidity test through tests of free fatty acids and water content. Chemical and organoleptic qualities of fried onions between vacuum and non vacuum packagings were compared using t test. The results showed that the use of vacuum or non vacuum packaging did not affect the chemical quality of fried onions, as well as consumer acceptance based on its color, flavor, texture and aroma. Kata kunci: bawang goreng, kemasan vacuum, penyimpanan Keywords: fried onion, vacuum packaging, storage PENDAHULUAN Banyak manfaat dari bawang merah untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bawang merah memberikan efek antiasthmatic (Wagner et al, 1990), anti bakteri gram positif (Dankert et al, 1979; Elnima et al, 1983; Zohri et al, 1995), menghambat bakteri mulut (Kim, 1997), bahkan bangsa Mesir Papyrus Ebers disebutkan bawang merah mengandung obat cacing, diare, infeksi lain dan penyakit inflamasi (Dorsch, 1996). Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mudah mengalami kerusakan. Untuk meningkatkan umur simpan dilakukan pengolahan; salah satunya yaitu menjadi olahan bawang goreng. Bawang goreng mempunyai umur simpan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan bahan segarnya. Umur simpan bawang goreng bisa mencapai 7-11 bulan tergantung suhu penyim-panan dan teknik pengolahannya (Rahardjo et al, 2010). Penggunaan beberapa jenis kemasan yang berbeda dapat memberikan umur simpan yang berbeda. Demikian juga dengan teknik kemasannya. Penggunaan teknik kemasan vakum pada beberapa komoditas pangan dapat meningkatkan mutu pangan dibandingkan tanpa kemasan vakum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengemasan vakum dan non vakum terhadap perubahan mutu kimia dan sifat organoleptik bawang goreng selama penyimpanan. Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010
126 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kota Bima Provinsi NTB pada Bulan Mei Desember 2009. Kegiatan yang dilakukan adalah pengujian kemasan vakum. Uji coba penggunaan alat pengemas vakum di tingkat pengusaha bawang goreng dilakukan dengan membandingkan bawang goreng yang dihasilkan dengan kemanasan non vakum dan kemasan vakum. Bawang goreng yang disimpan kemudian diamati perubahan parameter yang meliputi tekstur, aroma dan rasa melalui uji organoleptik serta uji ketengikan bawang goreng melalui uji asam lemak bebas dan kadar air. Pengujian parameter tersebut dilakukan setiap seminggu selama 2 bulan. Bawang yang dipergunakan adalah bawang yang seragam dan setiap perlakuan memiliki 3 kali ulangan. Mutu kimia dan organoleptik dengan kemasan vakum dan non vakum dibandingkan dengan mempergunakan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Kimia 1. Kadar Air Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam bahan menyebabkan daya tahan bahan rendah. Kadar air juga berhubungan nilai a w (aktivitas air). Prabhakar dan Amia (1978) menyatakan, pada a w yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada a w rendah. Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan. Hasil kadar air rata-rata selama penyimpanan diajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat kadar air bawang goreng berkisar antara 3-5%. Berdasarkan SNI makanan kering seperti kripik nangka (SNI 01-4269-1996), kripik tempe dan kripik kentang maksimal kadar air yang diperbolehkan adalah 5%. Kerenyahan bawang goreng dapat menurun bila kadar air meningkat. Bila dibandingkan dari penggunaan kemasan terkemas vakum dan tidak vakum diperoleh kadar air vakum sebesar lebih besar dibandingkan non vakum. Tingginya kadar air pada penggunaan pengemas vakum bisa dimungkinkan karena kemasan yang dipakai terlalu tipis sehingga difusifitas air masuk ke bahan menjadi lebih besar pada keadaan vakum. Cepatnya kenaikan kadar air baik pada kemasan vakum maupun non vakum mengindikasikan kemasan yang dipilih difusifitas airnya masih tinggi sehingga perlu dikaji ulang. Pada Gambar 1. menunjukkan bahwa hubungan antara kadar air dengan lama penyimpanan ada korelasi linier baik pengemasan secara vakum maupun secara tidak vakum. 2. Asam Lemak Bebas (free fatty acid, FFA) Jumlah asam-asam lemak bebas yang semakin meningkat merupakan tanda dari adanya proses ketengikan dalam bahan pangan. Asam-asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak. Hasil hidrolisa lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan bau yang tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi dan menyebabkan kerusakan vitamin larut lemak dan asam lemak esensial dalam lemak (Ketaren 1986). Hasil uji FFA pada setiap bawang goreng yang diujikan disajikan pada Tabel 2. Hasil statistic menyatakan pada uji t antara penggunaan terkemas vakum dan tidak vakum tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Bilangan asam lemak bebas yang semakin tinggi mengindikasikan kerusakan lemak akibat pemanasan. Semakin tinggi kadar asam lemak suatu bahan pangan maka semakin tinggi pula kerusakan lemak akibat proses pengolahan pangan itu sendiri. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa teknik pengemasan vakum dan non vakum tidak memberikan efek yang signifikan terhadap perbuahan jumlah asam lemak bebas. Gambar 2. menunjukkan bahwa kadar FFA tidak berhubungan linier dengan lama penyimpanan baik pengemasan secara vakum maupun secara tidak vakum, karena korelasinya kecil (jauh dari 1 atau mendekati 0). Murad dkk: Pengaruh pengemasan vakum
127 Tabel 1. Kadar air bawang goreng yang dikemas vakum dan tidak dikemas vakum Lama Penyimpanan (hari) Kadar Air (%) 0 3.43a 3.43a 30 3.75a 4.80b 60 4.48a 4.90b Gambar 1. Grafik hubungan antara kadar air dengan lama penyimpanan Tabel 2. FFA bawang goreng yang dikemas vakum dan tidak dikemas vakum Kadar FFA (%) Lama Penyimpanan (hari) 0 0.131a 0.131a 30 0.118a 0.133a 60 0.137a 0.141a Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010
128 Gambar 2. Grafik hubungan antara kadar FFA dengan lama penyimpanan Tabel 3. Hasil uji TBA bawang goreng yang dikemas vakum dan tidak dikemas vakum Bilangan TBA Lama Penyimpanan (hari) 0 2.103a 2.103a 30 2.783a 2.784a 60 2.621a 2.513a 3. Bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) TBA adalah suatu test kimia untuk uji ketengikan yang dapat digunakan pada bermacam-macam bahan dan merupakan uji yang paling sering digunakan untuk mengukur ketengikan. Kelebihan lain dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya (Ketaren 1986). Hasil uji TBA untuk mengukur ketengikan bawang goreng sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Hasil statistic menyatakan pada uji t antara penggunaan terkemas vakum dan tidak vakum tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai TBA rendah menunjukkan kandungan senyawa aldehida; senyawa hasil reaksi oksidasi; dalam produk juga rendah. Hal ini dikarenakan nilai TBA lebih di sebabkan oleh proses ketengikan bawang goreng (minyak didalamnya) dan penyimpanan selama dua bulan belum terlihat kerusakan atau ketengikan. Gambar 3. menunjukkan bahwa bilangan TBA ada korelasi linier dengan lama penyimpanan baik pengemasan secara vakum maupun secara tidak vakum. 4. Uji Organoleptik Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Sifat organoleptik yang diuji pada penelitian ini meliputi warna, rasa, tektur dan aroma. Hasil uji organoleptik bawang goring disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan pada hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, tekstur dan aroma pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua komponen yang duji tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan vakum tidak mengurangi penerimaan konsumen terhadap warna, rasa, tekstur maupun aromanya. Murad dkk: Pengaruh pengemasan vakum
129 Gambar 3. Grafik hubungan antara Bilangan TBA dengan lama penyimpanan Tabel 4. Hasil uji organoleptik terhadap bawang goreng yang dikemas vakum dan tidak dikemas vakum. Sifat Organoleptik yang diuji Skor Warna 3.54a 3.48a Rasa 3.56a 3.25a Tekstur 3.94a 3.77a Aroma 3.44a 3.48a Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi 1992). Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya perubahan warna. Oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang sesuai dan menarik harus digunakan tehnik memasak tertentu atau dengan penyimpanan yang baik (Meilgaard et al. 2000). Dari hasil uji organoleptik terhadap komponen warna, bawang goreng setelah disimpan selama 60 hari masih memiliki tingkat kesukaan warna 3.48-3.54 atau panelis masih cenderung menyukai warna bawang goring. Rasa makanan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri (Moehyi 1992). Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit (Meilgaard et al. 2000). Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan, keempukan atau kekenyalan makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan dan temperatur makanan (Meilgaard et al. 2000). Dari hasil uji organoleptik terhadap komponen rasa, bawang goreng setelah disimpan selama 60 hari masih memiliki tingkat kesukaan rasa 3.25-3.54 atau panelis masih cenderung menyukai rasa bawang goreng. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi, dan langit langit (tekak). Dari Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010
130 nilai yang diperoleh diharapkan dapat diketahui kualitas makanan. Menurut Meilgaard et al. (2000). Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta kerenyahan makanan. Untuk itu cara pengolahan dan kondisi penyimpanan dapat mempengaruhi kualitas mutu makanan. Dari hasil uji organoleptik terhadap komponen tekstur, bawang goreng setelah disimpan selama 60 hari masih memiliki tingkat kesukaan tekstur 3.77-3.94 atau panelis masih cenderung menyukai tekstur bawang goreng. Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000). Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992). Walaupun udara yang didalam kemasan vakum ditarik keluar ternyata keharuman bawang goreng tidak hilang. Dari hasil uji organoleptik terhadap komponen aroma, bawang goreng setelah disimpan selama 60 hari masih memiliki tingkat kesukaan aroma 3.44-3.48 atau panelis masih cenderung menyukai aroma bawang goreng. KESIMPULAN 1. Penggunaan kemasan vakum dan non-vakum tidak mempengaruhi mutu kimia bawang goreng. 2. Penggunaan kemasan vakum dan non-vakum tidak mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap warna, rasa, kerenyahan dan aroma bawang goreng. DAFTAR PUSTAKA Dankert, J., Tromp, T.F., de Vries, H. and Klasen, H.J. 1979. Antimicrobial activity of crude juices of Allium ascalonicum, Allium cepa and Allium sativum. Zentralblatt für Bakteriologie, Parasitenkunde, Infektionskrankheiten und Hygiene, 1, Originale A 245, 229 239. Dorsch, W. 1996. Allium cepa L. (onion): Part 2. Chemistry, analysis and pharmacology. Phytomedicine 3, 391 397. Elnima, E.I., Ahmed, S.A., Mekkawi, A.G. and Mossa, J.S. 1983. The antimicrobial activity of garlic and onion extracts. Die Pharmazie 38, 747 748. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress. Kim, J.H. 1997. Anti-bacterial action of onion (Allium cepa L.) extracts against oral pathogenic bacteria. Journal of Nihon University School of Dentistry 39, 136 141. Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Press. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bharata. Prabhakar, J.V. and B.L. Amia. 1978. Influence of water activity on the information on monocarbonyl compounds in oxidizing walnut oil. J. Food Sci. 43: 1.839 1.843. Wagner, H., Dorsch, W., Bayer, T., Breu, W. and Willer, F. 1990. Antiasthmatic effects of onions: inhibition of 5-lipoxygenase and cyclooxygenase in vitro by thiosulfinates and Cepaenes. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids 39, 59 62. Yogi P. Rahardjo, Syamsul Bakhri dan Caya Khairani, 2010. Penghitungan Umur Prima dan Umur Simpan Bawang Goreng Palu Dalam Kemasan Komersil, disampaikan pada Seminar Nasional 8-11 Desember 2010, Cisarua, Bogor. Zohri, A.N., Abdel-Gawad, K. and Saber, S. 1995. Antibacterial, antidermatophytic and antitoxigenic activities of onion (Allium cepa L.) oil. Microbiological Research 150, 167 172. Murad dkk: Pengaruh pengemasan vakum