HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

dokumen-dokumen yang mirip
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan: 1. Dengan telah dapat dibangunnya model ASDIJ sehingga dapat menjawab

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

ANALISIS EKONOMI DAN HIDROLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR WADUK JUANDA OLEH PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA II: PENDEKATAN OPTIMASI DINAMIK DISERTASI

VI. GAMBARAN UMUM DAERAH IRIGASI JATILUHUR. 6.1 Perekonomian Wilayah Jawa Barat dan Wilayah Sekitar Daerah Irigasi Jatiluhur

VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

IV. METODE PENELITIAN

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

III KERANGKA PEMIKIRAN

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IX. DAMPAK PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI DAN TEKNIS

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Citarum merupakan gabungan beberapa wilayah luas sungai dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.3 Tujuan dan Manfaat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benefit Cost Ratio (BCR) 1.2 Identifikasi Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

BAB 8 SUMBER DAYA LAHAN

Realisasi Kementerian PUPR Capai 93,66%

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pembangunan Infrastruktur Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

IV. METODE PENELITIAN

1. BAB I PENDAHULUAN

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Skenario Subsidi Silang (Cross Subsidy) dalam Pembiayaan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH

Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan

Bab 7 Teknik Penganggaran Modal (Bagian 2)

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN. dari pemerintah dalam kebijakan pangan nasional. olahan seperti: tahu, tempe, tauco, oncom, dan kecap, susu kedelai, dan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. airnya mencukupi (Bardan, 2014: 34). Pemberian air berperan penting dalam

IV METODE PENELITIAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

INSURANCE OUTLOOK 2016: NAVIGATING FINANCIAL MARKET VOLATILITY Jakarta, 24 November 2015

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Transkripsi:

155 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif 7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun 2010 2025 yang dihasilkan oleh GAMS dilihat pada Tabel 23. Secara umum pada skenario untuk kuota irigasi, makin berkurang penggunaan air untuk irigasi atau makin banyak penggunaan air untuk nonirigasi makin tinggi nilai fungsi objektif manfaat sosial bersihnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen pada setiap skenario perencana sosial, air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, atau 60 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya mengalami peningkatan. Pada tingkat diskonto 5 persen baik untuk tingkat pertumbuan 5 persen maupun 10 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya paling baik. Bahkan, pada skenario pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya lebing tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Lebih spesifik, fungsi obyektif manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial yaitu sebesar Rp 8.82 triliun dibandingkan fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya sebesar Rp 5.27 triliun. Manfaat sosial bersih dari hasil fungsi obyektif optimal perencana sosial akan dipakai

156 sebagai ceiling atau batas atas karena dianggap sebagai the best solution yang tidak mungkin dapat dicapai (Syaukat, 2000). Skenario status quo atau kuota irigasi 85 persen akan dipakai sebagai dasar pembanding skenario yang lain. Secara persentasi, apabila dilihat dari sisi skenario status quo, pada kuota air untuk irigasi 60 persen, fungsi obyektif manfaat sosial bersih sebesar 130 persen 148 persen. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 70 persen yaitu sebesar 126 persen 138 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 80 persen yaitu sebesar 113 persen 134 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario perencana sosial di atas skenario lainnya yaitu sebesar 187 persen 212 persen di atas skenario status quo (Tabel 18.). Tabel 18. Nilai Sekarang Total Manfaat Sosial Bersih Fungsi Obyektif Setiap Skenario Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 10% Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5% Skenario 15% *) 10% *) 5% *) 15% *) 10% *) 5% *) Total Manfaat Bersih Optimum (Rp juta) 1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 1 168 400 2 423 100 8 827 600 894 650 1 703 000 5 273 800 2) Irigasi 80% 723 360 1 488 100 5 348 100 564 650 1 040 800 3 187 900 3) Irigasi 70% 753 710 1 709 500 6 912 700 539 310 1 021 500 3 466 700 4) Irigasi 60% 832 840 1 720 300 6 138 600 625 090 1 185 700 3 690 900 % Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 205% 196% 187% 212% 209% 200% 2) Irigasi 80% 127% 120% 113% 134% 128% 121% 3) Irigasi 70% 132% 138% 146% 128% 126% 131% 4) Irigasi 60% 146% 139% 130% 148% 146% 140% *) Tingkat Diskonto

157 Hasil dari model ASDIJ diantaranya adalah manfaat sosial bersih (Net Social Benefit) optimal yaitu jumlah dari manfaat sosial bersih sesuai dengan yang direncanakan yaitu selama 16 tahun 2010 2025. M anfaat sosial bersih adalah selisih antara total benefit dikurangi dengan total biaya untuk setiap sektor dihitung berdasarkan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, 60 persen dan perencana sosial untuk setiap sektor. Yang dimaksud dengan skenario perencana sosial adalah perhitungannya tidak dengan kuota, tetapi diserahkan kepada sistem dari ASDIJ. Hasil manfaat sosial bersih dari perencana sosial dipakai sebagai ceiling solution atau batas atas skenario yang lain dan dianggap sebagai the best solution. Sedangkan batas bawah (base line) diambil dari manfaat sosial bersih berdasarkan skenario yang dianggap mendekati keadaan sekarang yaitu kuota air untuk irigasi sebesar 85 persen. Hasil (output) dari model ASDIJ adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 6.14 triliun, Rp 6.91 triliun, Rp 5.35 triliun, Rp Rp 4.73 triliun, dan Rp 8.83 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85

158 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. (Tabel 18.) 2) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 3.69 triliun, Rp 3.47 triliun, Rp 3.19 triliun, Rp Rp 2.64 triliun, dan Rp 5.27 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen. Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya. (Tabel 18) Manfaat sosial bersih dari 1) tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen lebih besar dari pada 2) tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen untuk semua sknario dan tingkat diskonto. Dan semua tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat diskonto manfaat sosial bersih optimal mengalami pertumbuhan dari setiap skenario. Apabila dilihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, batas bawah adalah kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo, dan batas atasnya adalah hasil sknario perencana sosial,

159 yang memenuhi syarat sementara ini adalah kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, atau 60 persen. 3) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 130 persen 146 persen, 132 persen 146 persen, 113 persen 127 persen, 187 persen 206 persen. 4) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 140 persen 148 persen, 126 persen 131 persen, 113 persen 127 persen, 187 persen 206 persen, 121 persen 134 persen, 200 persen 212 persen. Dari keempat skenario tersebut dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen dilihat dari sisi status quo semua memberikan manfaat sosial bersih diatas 100 persen. Disini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar persentasenya dibandingkan skenario lainnya, tetapi di atas skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo. Semua skenario manfaat sosial bersih meningkat di atas

160 skenario status quo dan paling atas manfaat sosial bersih scenario perencana sosial (Tabel 18). 7.1.2 Efisiensi Ekonomi Hasil hitungan manfaat sosial bersih status quo digunakan sebagai based line atau batas bawah, terlihat dari Tabel 19 yang pertama yaitu status quo akan digunakan untuk menganalisis skenario-skenario kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial. Tabel 19. Persentase Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Skenario Pertumbuhan Ekonomi 10% Pertumbuhan Ekonomi 5% 15% *) 10% *) 5% *) 15% *) 10% *) 5% *) % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) 1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 105% 96% 87% 112% 109% 100% 2) Irigasi 80% 27% 20% 13% 34% 28% 21% 3) Irigasi 70% 32% 38% 46% 28% 26% 31% 4) Irigasi 60% 46% 39% 30% 48% 46% 40% % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Diskonto 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%) -88% -74% 4 725 700-83% -69% 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial -75% -49% 8 827 600-90% -35% 5 273 800 2) Irigasi 80% -85% -69% 5 348 100-88% -61% 3 187 900 3) Irigasi 70% -84% -64% 6 912 700-100% -61% 3 466 700 4) Irigasi 60% -82% -64% 6 138 600-92% -55% 3 690 900 % Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5% 1. Status Quo (Irigasi 85%) 35% 52% 79% 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air 1) Perencana Sosial 31% 198% 235% 894 650 1 703 000 5 273 800 2) Irigasi 80% 28% 83% 103% 564 650 1 040 800 3 187 900 3) Irigasi 70% 40% 110% 162% 539 310 1 021 500 3 466 700 4) Irigasi 60% 33% 111% 133% 625 090 1 185 700 3 690 900 *) Tingkat Diskonto

161 Dilihat dari sisi efisiensi ekonomi persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen 46 pe rsen, 32 persen 46 persen, 13 persen 27 persen, 87 persen 105 persen. 1) Persentase tentang kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami ketidakefisienan sebesar antara 40 persen 48 persen, 26 persen 31 persen, 21 persen 34 persen, 100 persen 112 persen apabila dilihat dari sisi staus quo. Persentase kenaikan manfaat sosial bersih yang paling besar adalah skenario perencana sosial yaitu yang menunjukkan tidak efisien antara 100 persen sampai dengan 112 persen. Ini berarti semua skenario yang menggunakan kuota diatas status quo tetapi dibawah perencana sosial. 2) Persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing

162 berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen 46 persen, 32 persen 46 persen, 13 persen 27 persen, 87 persen 105 persen. 3) Persentase manfaat sosial bersih bila dilihat dari manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen Pertama, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 49 persen 88 persen. Kedua, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 35 persen 100 persen. Dilihat secara keseluruhan bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen manfaat sosial bersihnya lebih rendah dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen. Pada tingkat diskonto rendah akan memberikan manfaat sosial bersih lebih tinggi, sebaliknya tingkat diskonto semakin tinggi manfaat sosial bersih makin rendah. 4) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen. Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, dari hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen akan memberikan manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen antara 28 persen 235 persen. Kenaikan dari teringgi ke yang terendah adalah pada diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen.

163 7.1.3 Benefit/Cost Ratio Metode perhitungan dalam analisis ekonomi diantaranya menggunakan Net present value(npv) dan Benefit Cost Ratio(B/C Ratio) dan Net benefit(b-c). Komponnen cost dan komponen benefit dihitung present value nya berdasarkan kepada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Perbandingan antara benefit dan cost yang dihitung dengan membagi nilai present value komponen benefit dengan present value komponen cost dikatakan ekonomis apabila B/C ratio lebih besar dari 1.0 (Sjarief et al, 2003). Menurut perhitungan ASDIJ bahwa pada tingkat petumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen, B/C ratio hasil perhitungan menurut skenario kuota air untuk irigasi 80 persen antara 1.39 1.61, dan B/C ratio untuk skenario untuk kuota irigasi 85 persen antara 1.62 4.52 lebih besar daari pada skenario untuk kuota irigasi 80 persen. Untuk skenario air untuk irigasi berdasarkan perencana sosial B/C ratio, 11 tahun pertama stabil di atas 1.0 tetapi tetap dibawah B/C ratio skenario untuk kuota irigasi 85 persen dan 80 persen. Pada 4 tahun terakhir B/C rasio perencana sosial menjadi antara 0.59 0.20 lebih kecil dari 1.0 sehingga tidak layak digunakan (Gambar 14.). 7.2 Alokasi Air Optimum Jumlah air untuk irigasi selama 16 tahun (2010-2025) bahwa menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen (status quo), 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial dengan jumlah air berturut-turut sebesar 76.2 miliar m 3, 71.79 miliar m 3, 62.74 miliar m 3, 53.77 miliar m 3 dan 63.40 miliar m 3 (Tabel 20). Jumlah air untuk irigasi skenario perencana sosial, dengan jumlah air untuk

164 irigasi sebesar 63.40 miliar m 3 didekati oleh skenario kuota air untuk irigasi 70 persen dengan jumlah air sebesar 62.74 miliar m 3. Sedangkan air untuk irigasi dengan skenario air untuk irigasi 60 persen dengan jumlah air sebesar 53.77 miliar m 3 dibawah skenario perencana sosial jumlah air sebesar 63.40 miliar m 3 yang dianggap tidak mencukupi penggunan air untuk irigasi guna mempertahankan swasembada pangan. Jadi skenario air untuk irigasi 80 persen di atas skenario status quo atau skenario air untuk irigasi 85 persen yang memenuhi syarat kebijakan yang diusulkan. Tabel 20. Jumlah Air selama 16 tahun (2010-2025) per Sektor Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor (juta m3) Jumlah Skenario Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Non Listrik Status Quo (Irigasi 85%) 89 622 76 179 1 450 3 652 8 342 89 622 Perencana Sosial 91 998 63 397 8 552 9 617 10 431 91 998 Irigasi 80% 90 527 71 698 4 805 4 387 8 732 89 622 Irigasi 70% 90 527 62 735 6 572 8 490 11 825 89 622 Irigasi 60% 90 527 53 773 10 766 11 789 13 294 89 622 Jumlah alokai air selama 16 tahun (2010-2025) tiga skenario yaitu status quo, perencana sosial dan skenario untuk kuota irigasi 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat dilihat pada Tabel 21. Jumlah air untuk pengguna menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen dibawah kuota air untuk irigasi 80 persen dan perencana sosial. Paling banyak menggunakan volume air adalah skenario perencana sosial. Dari jumlah air selama 16 tahun untuk semua skenario alokasi air untuk irigasi semakin berkurang, karena areal sawah semakin berkurang berubah fungsi menjadi daerah urban dan industri.

165 Gambar 14. B/C Ratio menurut Kuota Air untuk Irigasi 85 Persen, 80 Persen dan Perencana Sosial padtingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

166 Pada skenario kuota air untuk irigasi 80 persen volume air untuk irigasi dialokasikan sebesar 71.7 miliar m 3 atau 80 persen, tetapi pada skenario perencana sosial air untuk irigasi dialokasikan hanya sebesar 63.4 miliar m 3 atau 69 persennya, selebihnya yaitu 31 persen dialokasikan untuk non irigasi. Sesuai perkembangan penduduk dan pertumbuhan industri di Daerah Irigasi Jatiluhur maka skenario perencana sosial memberi porsi untuk industri dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota (PDAM K/K) diberi alokasi kuota yang paling besar, sehingga alokasi kuota untuk irigasi berkurang. Berdasarkan kuota yang paling layak seperti yang telah diuraikan di 7.1.1 dan mempunyai B/C ratio paling baik adalah kuota untuk irgasi sebesar 80 persen. Dengan kuota air untuk irigasi 80 persen, semua alokasi air untuk setiap sektor dapat terpenuhi, masih menghasilkan nilai air yang dapat menguntungkan pengguna maupun pengelola, dan memberikan manfaat sosial bersih optimal kepada pengelolanya. Menurut perencana sosial, alokasi untuk irigasi pada awalnya alokasi optimum sebesar 4 680 juta m 3 yang dapat mengairi sawah seluas 292.5 ribu hektar (asumsi per hektar memerlukaan air 8 000 m 3 dan 1 tahun 2 kali tanam), tetapi pada tahun 2025 alokasi air untuk irigasi tinggal 3.2 juta m 3 atau hanya mampu mengairi sawah seluas 201.2 ribu hektar sawah. Hal ini diperkirakan bahwa semula untuk irigasi perlahan-lahan air beralih fungsi untuk nonpertanian, karena pertumbuhan urban dan industri yang membutuhkan bahan baku air lebih banyak.

167 Tabel 21. Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Jumlah 1. Status Quo (Irigasi 85 Persen) Listrik 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 911 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Irigasi 5 549 5 444 5 339 5 234 5 129 5 024 4 919 4 814 4 709 4 604 4 498 4 393 4 288 4 183 4 078 3 973 76 179 PDAM K/K 146 138 129 121 113 104 96 89 83 76 69 63 58 55 55 55 1 450 Industri 285 277 270 263 256 249 242 234 226 218 209 201 192 181 173 173 3 652 PAM DKI 549 546 542 539 536 533 530 526 522 519 515 511 507 502 492 473 8 342 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 2. Perencana Sosial Listrik 6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998 Irigasi 4 680 4 588 4 495 4 401 4 307 4 211 4 115 4 019 3 921 3 823 3 724 3 625 3 524 3 423 3 322 3 219 63 397 PDAM K/K 640 625 610 595 581 566 552 539 525 512 499 486 474 462 450 438 8 552 Industri 646 639 632 625 619 613 607 601 596 591 586 581 577 572 568 565 9 617 PAM DKI 702 694 687 679 672 666 659 653 647 641 635 630 624 619 615 610 10 431 Jumlah 6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998 3. Irigasi 80 Persen Listrik 6 595 6 470 6 345 6 220 6 095 5 970 5 845 5 720 5 596 5 471 5 346 5 221 5 096 4 971 4 846 4 721 90 527 Irigasi 5 223 5 124 5 025 4 926 4 827 4 728 4 629 4 531 4 432 4 333 4 234 4 135 4 036 3 937 3 838 3 739 71 698 PDAM K/K 486 468 448 428 406 383 359 332 305 275 243 210 174 136 96 55 4 805 Industri 431 417 402 386 368 350 329 307 283 257 228 198 165 129 91 47 4 387 PAM DKI 389 396 406 418 432 450 470 493 521 552 587 626 670 719 773 832 8 732 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Keterangan: Jumlah untuk non listrik

168 Menurut skenario perencana sosial, pada awalnya alokasi air optimum untuk nonpertanian hanya 1 985 juta m 3 atau 29.8 persen, tetapi pada tahun 2025 kebutuhan air untuk non pertanian menjadi 1 613 juta m 3 atau 33 persen air dari air tersedia pada tahun 2025 sebesar 4 832 juta m 3 (Tabel 21). Para pakar di bidang sumberdaya air mengemukakan bahwa inefisiensi terjadi pada sektor pertanian, karena pasokan air disamping petani tidak memberikan kontribusi ke pengelola demikian juga pemberian air ke sawah tidak dapat diukur dengan baik. Berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II sampai saat ini pemanfaatan air sekitar diatas 12 000 m 3 /hektar/tanam. Menurut Balai Klimat Sukamandi kebutuhan air per hektar sebesar 8 000 m 3 /hektar/tanam. Jadi di sektor pertanian terjadi inefisiensi penggunaan air cukup besar. Di bidang non pertanian pemakaian air cukup efisien, karena disamping pemakaiannya demikian juga penggunaannya dapat terukur dengan baik, demikian juga pengguna mau membayar dengan tarif air yang ditetapkan pemerintah yang nilainya cukup besar. Dari hasil perencana sosial ini menunjukkan bahwa tidak mungkin alokasi air optimum untuk irigasi dapat diterapkan, karena air untuk irigasi sangat penting untuk ketahanan pangan. Jadi yang dapat diterapkan adalah alokasi air untuk kuota air irigasi 80 persen dimana pada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Air untuk irigasi pada tahun 2025 tersedia 3 739 juta m3 setara areal sawah 233.7 ribu hektar. Dengan alokasi air untuk irigasi dengan kuota 80 persen telah memberikan manfaat sosial bersih, alokasi dan nilai air optimal bagi pengguna dan pengelolanya untuk perkembangan kebutuhan air dari Waduk Juannda sampai dengan tahun 2025.

169 7.3 Nilai Air Berdasarkan Manfaat Marjinal 7.3.1 Nilai Air Irigasi Model yang digunakan untuk menghitung kewajiban pelayanan umum menggunakan model Alokasi Sumberdaya Air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial telah menghitung nilai air optimum untuk irigasi. Rata-rata selama 16 tahun nilai air di Tarum Timur sebesar Rp 42.21/m 3, nilai air di Tarum Utara sebesar Rp 43.86/m 3 dan nilai air di Tarum Barat Rp 41.27/m 3. Secara keseluruhan nilai air untuk irigasi rata-rata sebesar Rp 42.24/m 3 (Tabel 22). Menurut Undang-Uundang tentang Sumberdaya Air Tahun 2004, tidak dibayar oleh penggunanya. Sehingga ada kewajiban Pemerintah untuk menggantinya. Bila air untuk irigasi selama tahun 2010 2025 rata-rata sebesar 3 3.96 miliar m /tahun, maka nilai air sebesar Rp 167 miliar/tahun harus digantikan oleh pemerintah. Jadi masih ada kekurangan biaya untuk operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp 167.4 miliar/tahun. Hal ini menyebabkan kualitas operasi dan pemeliharaan untuk saluran irigasi semakin berkurang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur pada tahun 2010 sebesar Rp 100 miliar.. 7.3.2 Nilai Air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota Model yang digunakan untuk menghitung nilai air perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industri dan listrik adalah model alokasi sumberdaya air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial menghitung nilai air optimum untuk semua pengguna. Nilai air optimum perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industry dan listrik terlihat pada Tabel 22.

170 Rata-rata nilai air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur sebesar Rp 154.9/m 3, di Tarum Utara sebesar Rp 157.11/m 3, di Tarum Barat sebesar Rp 220.17/m 3. Rata-rata nlai air optimum Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat sebesar Rp 177.36/m 3 lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota mulai tahun 2010 sebesar Rp 45/m 3. Selisihnya, sebesar Rp 132.36/m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air ke perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota rata-rata sebesar 535 juta m 3 /tahun, maka total penerimaan dari perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 94.8 miliar/tahun, sedangkan penerimaan dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 24.1 miliar, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 70.6 miliar yang harus ditanggung pemerintah. 7.3.3 Nilai Air Industri Rata-rata nilai air untuk industri di Tarum Timur sebesar Rp 263.49/m 3, di Tarum Utara sebesar Rp 278.0/m 3, di Tarum Barat sebesar Rp 283.4/m 3 (Tabel 22). Rata-rata nilai air optimum untuk industri di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar Rp 274.9/m 3 lebih besar dari tarif air untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50/m 3. Dengan rata-rata nilai air sebesar Rp 274.9/m 3 diharapkan pengelola dapat memenuhi kebutuhan air intuk industri dengan baik, mengingat pertumbuhan industri di wilayah ini semakin pesat, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara nasionl semakin baik.

171 Tabel 22. Nilai Air Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 20.60 22.00 23.50 25.09 26.80 28.62 30.57 32.65 34.87 37.24 39.77 42.48 45.37 48.46 51.75 55.27 35.32 35.32 Irigasi TT 25.84 27.45 29.15 30.97 32.89 34.93 37.11 39.41 41.86 44.46 47.23 50.16 53.28 56.59 60.11 63.84 42.21 Irigasi TU 27.28 28.92 30.66 32.51 34.47 36.55 38.75 41.08 43.56 46.18 48.96 51.91 55.04 58.35 61.87 65.60 43.86 42.44 Irigasi TB 25.92 27.45 29.07 30.79 32.60 34.53 36.57 38.73 41.02 43.44 46.01 48.73 51.60 54.65 57.88 61.30 41.27 PDAM K/K TT 84.89 91.30 98.20 105.61 113.58 122.15 131.36 141.27 151.92 163.37 175.67 188.90 203.12 218.41 234.84 252.50 154.82 PDAM K/K TU 84.92 91.48 98.54 106.15 114.34 123.16 132.66 142.89 153.91 165.77 178.54 192.29 207.10 223.04 240.21 258.69 157.11 177.36 PDAM K/K TB 115.62 124.94 135.01 145.89 157.65 170.35 184.08 198.91 214.93 232.23 250.93 271.13 292.95 316.53 342.00 369.51 220.17 Industri TT 140.73 151.93 164.00 176.99 190.96 206.00 222.18 239.59 258.31 278.45 300.10 323.38 348.40 375.30 404.22 435.29 263.49 Industri TU 143.99 156.07 169.10 183.16 198.33 214.69 232.33 251.35 271.85 293.95 317.76 343.42 371.06 400.82 432.88 467.40 278.01 274.95 Industri TB 141.54 154.04 167.58 182.25 198.13 215.33 233.95 254.10 275.90 299.48 324.99 352.58 382.41 414.66 449.52 487.20 283.35 PAM DKI 170.25 183.72 198.24 213.92 230.84 249.09 268.78 290.04 312.97 337.71 364.41 393.22 424.31 457.85 494.04 533.1 320.16 320.16

172 Selisihnya, nilai air sebesar Rp 224.9/m 3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air baku untuk industri di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk industri rata-rata sebesar 601 juta m 3 /tahun maka total penerimaan dari industri sebesar Rp 165.2 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 30.0 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 135.2 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah. 7.3.4 Nilai Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rata-rata nilai air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 320.16/m 3, lebih besar dari tarif air yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 122/m 3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 198.1/m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di Tarum Barat. Apabila air yang digunakan sebesar 632 juta m 3 /tahun, maka total penerimaan dari PAM DKI sebesar Rp 208.7 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 79.5 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 129.2 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. 7.3.5 Nilai Air Pembangkit Listrik Tenaga Air Rata-rata nilai air untuk listrik pembangkit listrik tenaga air sebesar Rp 35.3/m 3, lebih besar dari tariff air yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 28.1/m 3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 7.2/m 3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat

173 memasok listrik ke PLN. Apabila air yang digunakan untuk listrik sebesar 5.75 miliar m 3 /tahun maka total penerimaan dari listrik sebesar Rp 203.1 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 161.6 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 41.4 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai air di atas maka dapat dikatakan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan yang masih harus ditanggung pemerintah rata-rata untuk irigasi seluruhnya sebesar Rp 99.5 miliar/tahun, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 85.6 miliar/tahun, industri sebesar Rp 164.8 miliar/tahun, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 129.2 miliar/tahun dan listrik sebesar Rp 41.5 miliar (Tabel 23.). Total kekurangan semua sektor pengguna sebesar Rp 520.6 miliar/per tahun. Pada tahun 2010 Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar Rp 100 miliar pada tahun 2011, sehingga masih kekurangan Rp 420.6 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. Kekurangan ini mengakibatkan layanan operasi dan pemeliharaan pasokan air untuk para penggunanya menjadi kurang optimal. Tabel 23. Penerimaan menurut Perencana Sosial dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II Rata-rata Nilai Air (Rp/m3) Penerimaan (Rp juta) Selisih Sektor Vol Air/Th Perencana Tarif Perencana Tarif Nilai air Penerimaan (juta m3) Sosial th 2010 Sosial th 2010 (Rp/m3) (Rp juta) Listrik 5 750 35.32 28.10 203 058 161 572 7.22 41 485 Irigasi 3 962 42.24 0.00 167 369 0 42.24 167 369 PDAM K/K 535 177.36 45.00 94 803 24 054 132.36 70 750 Industri 601 274.95 50.00 165 259 30 052 224.95 135 206 PAM DKI 652 320.16 122.00 208 734 79 540 198.16 129 194 Jumlah 839 222 295 218 544 004

174 7.4 Biaya Marjinal Dalam pengelolaan sumber daya air yang bersifat intertemporal mengakibatkan pengelola melakukan pengelolaan sampai pada horizon waktu sehingga air sebagai sumber daya alam menjadi berkelanjutan. Pengelola menghadapi kurva penawaran dengan fungsi biaya total (biaya produksi) yang digunakan untuk menyalurkan atau memasok air kepada para penggunanya. Dalam konteks dinamik, nilai air akan maksimum pada saat nilai air sama dengan biaya marjinal ditambah dengan user cost marjinal dan tingkat diskonto sumber daya air tidak nol. Dalam pembahasan biaya marjinal rata-rata dilihat dari sisi perencana sosial pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen (Tabel 24.) adalah sebagai berikut: biaya rata-rata listrik sebesar Rp 21.21/m 3 ; irigasi pertanian biaya rata-rata sebesar Rp 25.14/m 3 ; biaya rata-rata perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 155.63/m 3. Biaya rata-rata untuk industri sebesar Rp 253.18/m 3, dan biaya rata-rata Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 195.65/m 3. 7.5 Biaya Marjinal Pengguna Alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini karena air bukan saja merupakan modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namum juga menyangkut dimasa mendatang serta resiko dan ketidakpastian dan alokasi sumberdaya air itu sendiri, maka keputusan intertemporal juga menyangkut biaya pengguna (user cost). Biaya pengguna menggambarkan surplus yang dapat

175 Tabel 24. Biaya Marjinal Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 15.86 16.48 17.11 17.77 18.44 19.14 19.85 20.59 21.35 22.13 22.94 23.77 24.62 25.50 26.41 27.34 21.21 21.21 Irigasi TT 22.36 22.81 23.25 23.66 24.06 24.43 24.78 25.10 25.39 25.65 25.86 26.04 26.18 26.27 26.31 26.30 24.90 Irigasi TU 22.96 23.43 23.88 24.32 24.73 25.13 25.49 25.83 26.14 26.41 26.64 26.83 26.98 27.09 27.14 27.13 25.63 25.14 Irigasi TB 22.60 23.04 23.45 23.85 24.22 24.56 24.88 25.16 25.41 25.62 25.78 25.90 25.97 25.98 25.94 25.84 24.89 PDAM K/K TT 81.90 86.90 92.23 97.92 103.98 110.45 117.36 124.74 132.63 141.05 150.06 159.69 169.99 181.02 192.82 205.47 134.26 PDAM K/K TU 81.82 86.94 92.41 98.26 104.51 111.19 118.34 125.99 134.18 142.96 152.35 162.43 173.22 184.80 197.22 210.55 136.07 155.63 PDAM K/K TB 111.55 119.31 127.66 136.63 146.28 156.66 167.83 179.85 192.79 206.72 221.73 237.91 255.34 274.13 294.38 316.23 196.56 Industri TT 135.14 145.22 156.08 167.80 180.43 194.06 208.77 224.64 241.76 260.25 280.21 301.76 325.03 350.16 377.30 406.62 247.20 Industri TU 136.09 146.58 157.93 170.19 183.45 197.78 213.28 230.04 248.17 267.78 288.99 311.95 336.79 363.68 392.77 424.27 254.36 253.18 Industri TB 135.76 146.49 158.10 170.68 184.30 199.06 215.05 232.38 251.16 271.51 293.57 317.49 343.42 371.53 402.02 435.09 257.98 PAM DKI 112.05 119.73 127.98 136.85 146.36 156.59 167.58 179.40 192.11 205.78 220.48 236.31 253.35 271.70 291.45 312.74 195.65 195.65 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota

176 diperoleh di masa mendatang jika pemilik atau pengelola sumberdaya memutuskan untuk ekstrasi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi dengan model ASDIJ dengan dasar dan skenario kuota. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna listrik sebesar Rp 14.11/m 3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk irigasi Rp 17.30/m 3. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 21.73/m 3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk industri Rp 21.77/m 3. biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rp 124.50/m 3 (Tabel 25). Biaya yang ditanggung pengguna air dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta paling besar yaitu 39 persen dari nilai airnya dan pengguna air untuk industri menanggung biaya pengguna air sebesar 8 persen-nya. Komponen biaya marjinal pengguna yang dibebankan kepada pengguna. Semakin banyak pengguna memerlukan sumberdaya air semakin banyak terjadi eksternalitas yang mempengaruhi kelestarian infrastruktur. Hal ini karena murahnya tarif air yang ditetapkan pemerintah kepada sektor pengguna. Oleh karena itu perlu dilakukan internalisasi pengaruh kepada infrastruktur, sehingga pemanfaatan air dapat ditekan menjadi tidak berlebihan. Pajak juga dapat membantu mengurangi eksternalitas hal ini dimakasudkan agar dapat mengurangi ekternalitas.

177 Tabel 25. Biaya Marjinal Pengguna Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen Sektor Wilayah Tahun (Rp/m3) Rata-rata Rata-Rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 4.73 5.52 6.38 7.33 8.36 9.49 10.72 12.06 13.52 15.11 16.84 18.71 20.75 22.95 25.34 27.93 14.11 14.11 Irigasi TT 3.48 4.64 5.91 7.30 8.83 10.50 12.32 14.31 16.47 18.82 21.36 24.12 27.10 30.32 33.80 37.55 17.30 Irigasi TU 4.32 5.49 6.78 8.19 9.74 11.42 13.25 15.25 17.42 19.77 22.32 25.08 28.06 31.27 34.73 38.47 18.22 17.30 Irigasi TB 3.31 4.41 5.62 6.94 8.39 9.97 11.69 13.57 15.61 17.83 20.23 22.83 25.64 28.67 31.94 35.47 16.38 PDAM K/K TT 2.99 4.40 5.96 7.69 9.60 11.69 14.00 16.52 19.29 22.31 25.62 29.21 33.13 37.39 42.02 47.04 20.55 PDAM K/K TU 3.10 4.54 6.13 7.89 9.83 11.97 14.32 16.90 19.72 22.81 26.19 29.87 33.88 38.24 42.98 48.13 21.03 21.73 PDAM K/K TB 4.07 5.63 7.35 9.26 11.37 13.70 16.25 19.06 22.14 25.51 29.20 33.22 37.62 42.40 47.61 53.28 23.60 Industri TT 5.58 6.72 7.92 9.19 10.53 11.94 13.42 14.95 16.55 18.19 19.89 21.62 23.37 25.14 26.91 28.67 16.29 Industri TU 7.91 9.48 11.17 12.97 14.88 16.91 19.05 21.31 23.69 26.17 28.77 31.47 34.26 37.15 40.10 43.13 23.65 21.77 Industri TB 5.77 7.55 9.48 11.57 13.83 16.27 18.90 21.72 24.74 27.98 31.42 35.10 39.00 43.13 47.50 52.11 25.38 PAM DKI 58.20 63.98 70.26 77.08 84.47 92.50 101.20 110.64 120.86 131.93 143.93 156.91 170.96 186.15 202.59 220.36 124.50 124.50 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota