BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

Komponen Struktur Tarik

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI

BAB I. Perencanaan Atap

28 NEUTRON, VOL.10, NO.1, PEBRUARI 2010: 28-42

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN RANGKA BALOK BAJA

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda. Mulai. Data perencanaan & gambar rencana

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA BENTANG PANJANG

LAMPIRAN I (Preliminary Gording)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB II STUDI PUSTAKA

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI PERBANDINGAN PERENCANAAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN PROFIL BIASA DAN PROFIL KASTELA PADA PROYEK GEDUNG PGN DI SURABAYA.

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

BAB III METODE PERANCANGAN

V. PENDIMENSIAN BATANG

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

PERENCANAAN PETRA SQUARE APARTEMENT AND SHOPPING ARCADE SURABAYA MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM NON-KOMPOSIT

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

Tugas Besar Struktur Bangunan Baja 1. PERENCANAAN ATAP. 1.1 Perhitungan Dimensi Gording

Struktur Baja 2. Kolom

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

ANALISA SAMBUNGAN BATANG TARIK STRUKTUR BAJA DENGAN METODE ASD DAN METODE LRFD

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR UNISMA BEKASI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

LAMPIRAN 1 PRELIMINARY DESAIN

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

BAB IV ANALISA & HASIL PERANCANGAN. Bab ini menjelaskan mengenai Perancangan dan Perhitungan struktur atas

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS KHUSUS PADA GEDUNG APARTEMEN METROPOLIS

BAB IV ANALISA DAN HASIL PERANCANGAN. TPA Rawa Kucing Kota Tangerang dengan menggunakan profil baja.

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

STUDI ANALISA BAJA RINGAN PADA BALOK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

TUGAS AKHIR RC

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

ELEMEN STRUKTUR TARIK

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

CAHYA PUTRI KHINANTI Page 3

TUGAS AKHIR PERANCANGAN BANGUNAN KUBAH (DOME) MENGGUNAKAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BATANG BAJA (TRUSS STRUCTURE)

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF PENGGUNAAN HONEYCOMB DAN SISTEM RANGKA BATANG PADA STRUKTUR BAJA BENTANG PANJANG PROYEK WAREHOUSE

BAB IV ANALISA STRUKTUR GEDUNG. Berat sendiri pelat = 156 kg/m 2. Berat plafond = 18 kg/m 2. Berat genangan = 0.05 x 1000 = 50 kg/m 2

Kata Kunci : Tegangan batang tarik, Beban kritis terhadap batang tekan

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

Tugas Akhir Perencanaan Struktur Salon, fitness & Spa 2 lantai TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Enny Nurul Fitriyati I

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

REVIEW DESAIN STRUKTUR GEDUNG CENTER FOR DEVELOPMENT OF ADVANCE SCIENCE AND TECHNOLOGY (CDAST) UNIVERSITAS JEMBER DENGAN KONSTRUKSI BAJA TAHAN GEMPA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Umum Secara garis besar metode penyelesaian tugas akhir ini tergambar dalam flow chart dibawah ini: Mulai Analisa 1.1 Analisa 1.2 Analisa 1.3 Mengumpulkan dan pencarian data Pemilihan Kriteria Analisa Analisa Akibat Beban Mati Analisa Akibat Beban Hidup Analisa Akibat Beban Kombinasi Bagian yang termasuk Kriteria Analisa desain (seperti rafter atap,kolom & balok lateral, jarak antar rafter, sifat bahan, dan analisa sesuai kriteria SNI (seperti factor beban, metode analisis elastis, plastis) Analisa 1.4 Analisa Struktur dengan SAP2000 (3 dimensi ) B III - 1

Analisa 1.5 B Cek Profil Batas Nominal Pertimbangan meliputi: - Keseluruhan Batas Nominal Profil Baja - Syarat Nominal Tarik - Syarat Nominal Tekan - Syarat Nominal Kelangsingan - Ukuran Proposional Profil yang di pakai No Apakah profil Memadahi Yes s Analisa 1.6a Rencanakan Profile Baru Analisa 1.6b Buat Gambar Rencana & Selesai III - 2

III.2 Flow Chart Analisa Atap Secara garis besar metode penyelesaian rangka primer atap ini tergambar dalam flow chart dibawah ini: Mulai Data Model Sruktur Atap : L, H Data Pembebanan : DL, LL, H, W, E Data Material : fy, Baja profil Penentuan Dimensi Rangka Baja Profil Gable (WF), Truss (Tee, Siku) Analisa Pembebanan Maksimum Kontrol Penampang Profil Mu max,vu max, Lendutan Ijin Kontrol Kekompakan Penampang Kontrol lateral buckling Kontrol Kapasitas Penampang elemen: Kontrol Momen Lentur : Mu < Mn ( Ok ) Kontrol Geser Vu < Vn ( Ok ) Tidak Profil Dapat dipakai Selesai III - 3

III.3 Flow Chart Analisa Kolom Baja Secara garis besar metode penyelesaian Kolom primer ini tergambar dalam flow chart dibawah ini: Mulai Pembebanan Hitung gaya tekan akibat masing-masing beban yang bekerja : DL, LL, WL Data Material : fy, Baja profil Penentuan Dimensi Rangka Baja Profil Kolom (WF) Analisa Pembebanan Maksimum Kontrol Penampang Profil Mu max,nu max, Lendutan Ijin Kontrol Kekompakan Penampang Kontrol lateral buckling Kontrol Kapasitas Penampang elemen: Kontrol Momen akibat P- : Mu = b. Mntu + s Mltu (Ok) Kontrol Geser Nu < Nn ( Ok ) Tidak Profil Dapat dipakai Selesai III - 4

III.4 Metodologi Analisa Purlin Secara garis besar metode penyelesaian rangka sekunder Purlin tergambar dalam flow chart dibawah ini:. Mulai Analisa 1.1 Rencanakan Profil Purlin Analisa 1.2 Menentukan Beban Hidup Menentukan Beban Mati Menentukan Beban Angin Analisa 1.3 Analisis Gaya Yang bekerja Analisa 1.4 Kontrol Lendutan x = 5 4 q x x L x 384 E. Iy + 1 3 P x x L x 48 E. Iy Analisa 1.5 Kontrol Tegangan σ 0 = M x W x + M y W y σ maks < σ ijin = 1600 kg/cm 2 OK Selesai III - 5

III.5 Pengumpulan dan Pencarian Data yang Diperlukan untuk analisa : A. Data Bangunan Data didapat dari proyek raw sugar werehouse terdiri dari Gudang penyimpanan yang memiliki. Lokasi : Jln. Kayu Putih No. 61, Kawasan Percut SeiTuan Luas Tanah : +/- 74.735 m 2 Luas Bangunan: 4.560 m² Kabupaten Deli Serdang, PropinsiSumatera Utara Panjang Lebar Tinggi : 114,00 m : 40,00 m : + 24,464 m Gambar 3.1: Denah Tapak Lokasi III - 6

LOKASI Gambar 3.2: Denah Site Plan III - 7

B. Type bangunan : Gudang/ Warehouse Letak bangunan : Dekat dari pantai Zone gempa : Zone 3 Tingkat Daktilitas : Daktalitas Penuh Mutu beton (f c) : 31,2 MPa ( K-350 ) Mutu profile baja (fy) Mutu Baut Mutu Las : BJ TP 240 MPa : HBT A325 : E70XX III.6 Pemilihan Kriteria Analisa Merupakan langkah awal dari menganalisa suatu warehouse, dalam langkah ini kita meninjau hanya bagian rafter atap serta kolom dan balok lateral baja yang akan menjadi pembahasan analisa selanjutnya. III.6.1 Analisa rangka atap Syarat tahanan nominal tarik Dalam menentukan tahanan nominal sebuah batang tarik, harus diperiksa terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang menentukan, yaitu: a. Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan b. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan c. Geser blok pada sambungan Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Nu 2 maka harus memenuhi: Nu. Nn III - 8

dengan Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga dan Nn di bawah ini: = 0,9 Nn = Ag. f y dan = 0,75 Nn = Ae. fu Tegangan yang terkonsentrasi disekitar lubang tersebut menimbulkan fraktur pada sambungan. Gambar 3.3 : (a) Tegangan Elastis (b) Keadaan Batas Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya An 0,85 Ag Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling, SNI 03-1729-2002 pasal 10.2. 1 diatur mengenai cara perhitungan luas netto penampang dengan lubang yang diletakkan berselang-seling A = Ant adalah luas penampang neto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3, III - 9

Gambar 3.4 : Sistem Pembautan Pada Profil Penampang Dari potongan 1-3 diperoleh: Potongan 1-2-3: A n = A g n.d.t A n = A g n.d.t+σ s 2.t/4u Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh melebihi 5% luas penampang utuh Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan geser fraktur (atau geser leleh) pada irisan lainnya yang saling tegak lurus. Dua tahanan nominal tarik dalam keruntuhan geser balok diberikan oleh persamaan: Geser Leleh Tarik Fraktur (f u.a nt 0,6.f u.a nv ) T n = 0,6.f y. A gv + f u.a nt Geser Fraktur Tarik Leleh (f u.a nt 0,6.f u.a nv ) T n = 0,6.f u. A nv + f y.a gt III - 10

Gambar 3.5 : Keruntuhan Geser Balok Kelangsingan Struktur Tarik Untuk mengurangi problem yang terkait dengan lendutan dan vibrasi, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekuatan. Syarat ini berdasarkan pada rasio kelangsingan, λ = L/r. Dengan λ adalah angka kelangsingan struktur, L adalah panjang komponen struktur, sedangkan r adalah jari jari girasi (r = 1/A). Nilai λ diambil maksimum 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. III.6.2 Keruntuhan Batang Tekan pada Kolom Keruntuhan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: 1. Keruntuhan yang diakibatkan tegangan lelehnya dilampaui. Hal semacam ini terjadi pada batang tekan yang pendek (stocky column). 2. Keruntuhan yang diakibatkan oleh terjadinya tekuk. Hal semacam ini terjadi pada batang tekan yang langsing (slender clumn). Pada keruntuhan akibat tekuk ini, asalkan tegangan pada seluruh penampang masih dalam keadaan elastis (belum mencapai σ 1 ), gaya tekuknya dapat dihitung berdasarkan rumus Euler: P kr = π 2 EL/L k Daya dukung nominal komponen struktur tekan daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: III - 11

Nn = Ag. Fcr Ag. (fy / ) fcr = fy / untuk λc 0,25 maka = 1 untuk 0,25 < λc < 1,2 maka = 1,43 / (1,6 0,67 λc ) untuk λc 1,2 maka ω = 1,25.λc 2 III.6.3 Pembebanan. Pembebanan dikelompokkan menjadi dua beban ( menurut arah gaya ). Beban vertical. 1. Beban Mati { PPIUG 1983 Pasal 1.0 (1) } Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Dalam menentukan beban mati struktur bangunan sebagai berikut, Beban mati pada konstruksi atap terdiri dari: Berat penutup atap, berat gording, berat sendiri rafter, berat alat penyambung 2. Beban Hidup pada atap gedung (PPIUG 1983) 1. Beban hidup, pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg / m² bidang datar. III - 12

2. Beban hidup pada atap dan atau bagian yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua macam beban berikut : a. Beban terbagi rata per m² bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar ( 40-0,8 α ) kg / m². Dimana α adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m² dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50º. b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg. 3. Pada balok tepi atau dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg. Beban horisontal. 1. Beban Angin ( PPIUG 1983 Pasal 1.0 (3)) Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan negatip (isapan), yang bekerja III - 13

tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positip dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg/ m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan kemudian dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan pula. 1. Tekanan tiup. a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (a),(c), dan (d). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg / m², kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat ( c ) dan (d). c. Untuk daerah-daerah didekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat-ayat (a ) dan ( b ), tekanan tiup ( p ) harus dihitung dengan rumus : P = V2 16 (Kg / m2 ) Dimana V adalah kecepatan angin dalam m / det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang. d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg / m² harus ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan. III - 14

e. Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedunggedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalangpenghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayat-ayat (a) s/d (d) dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5. 2. Koefisien angin Sumber: PPIUG 1983 Hal : 23 b. Beban gempa. 1. Gedung tertutup Kombinasi pembebanan. 1,4D Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin (+ berarti tekanan dan - berarti isapan), adalah sebagai berikut a. Dinding vertikal : di pihak angin +0,9 di belakang angin -0,4 sejajar dengan arah angin -0,4 b. Atap segi tiga dengan sudut kemiringan α : 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) Di pihak angin : α < 65º ( 0,02 α -0,4 ) 65º < α < 90º +0,9 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W) 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H) 1,2D ± 1,0E + γ L L III - 15

0,9D ± (1,3W atau 1,0E) Kombinasi pembebanan diatur dalam SNI-2002 pasal. 6.2.2 III.6.4 Analisa Struktur Gaya gaya dalam pada rangka utama diperoleh dengan bantuan program SAP 2000. III.6.5 Perhitungan Struktur Atap Setelah seluruh perhitungan pembebanan selesai, maka dapat dilanjutkan dengan perhitungan gaya dalam yang bekerja pada rafter dan struktur utama yang ada, dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAP 2000. III.6.6 Kajian Informasi Keruntuhan Rangka Atap Dalam studi Kajian atap Raw Sugar Warehouse ini penulis ingin mengetahui apa sebenarnya penyebab keruntuhan atap warehouse tersebut, hingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar dari segi financial, menurut berita yang didapat penulis dari pihak kontraktor utama dalam konstruksi warehouse tersebut, mereka menyatakan kejadian keruntuhan ini diakibatkan oleh angin putting beliung yang terjadi pada tanggal 25 september 2012, hingga mengakibatkan keseluruhan rangka roboh, pernyataan mereka dikuatkan oleh Harian Analisa yang mengatakan "Cuaca ekstrem saat ini memang membahayakan aktivitas penerbangan, dikarenakan kecepatan angin yang sangat kencang dan pergerakan awan yang meningkat hingga 25 knot," ucap Mega, Rabu (26/9/12) III - 16

Dengan informasi yang diberikan oleh para narasumber tersebut penulis merasa kajian keruntuhan perlu dilakukan, terlebih pada gambar perencanaan warehouse tersebut yang dibuat oleh konsultan perencana, dengan tujuan agar mendapatkan kesimpulan apakah keruntuhan benar dikarenakan : 1. Kejadian alam 2. Kesalahan standar oprasional prosedur pelaksaan konstruksi, atau 3. Kesalahan perencanaan konstruksi. III.6.7 Lampiran Data Project yang Akan Dianalisa Dimensi baja untuk atap existing : - Rafter : WF. 500x200x10x16 : WF. 400x200x8x13 - Kolom Baja : WF. 600x200x11x17 - Purlin : CNP. 150x65x20x2.3 - Lateral Support : WF. 150x75x5x7 - Wind Bracing : Round Bar Ø 13 : Round Bar Ø 19 - Sagrod : Round Bar Ø 13 - Mutu Baja : ST.37 (σ = 1600 Kg/cm 2 ) : Fy = 240 Mpa 2400 Kg/cm 2 - Bahan Penutup Atap : Metal Zincalume T = 0.5 mm - Bentang Kuda-Kuda : 40 m : Panjang Rafter 1 Sisi 27,151 m - Jarak Antar Kuda-Kuda : 6 m III - 17

- Jenis Atap : Pelana - Jarak antar Gording : 1,2 m - Sudut miring atap ( α ) : 43 : Sin α = 0,68 ; Cos α = 0,73 - Perkiraan Beban Angin pada saat kejadian 34.02 Knot atau setara 17.50 m/detik berdasarkan rumus P = 19.15 Kg/m 2 beban ini akan diberikan pada frame 16. - Berat Sagrod + Bracing : 3,45 Kg/m 2 - Berat Penutup Atap : 4,55 Kg/m 2 - Service + M/E : 5 Kg/m 2 - Glasswool + Aluminium foil : 2 Kg/m 2 Spesifikasi data dari tabel profil baja yang dipakai pada konstruksi atap warehouse sebagai berikut : Tipe Profil Mass A Ix Iy Wx Wy rx ry Kg/m Cm 2 Cm 4 Cm 4 Cm 3 Cm 3 Cm Cm WF. 600x200x11x17 106 134,4 77600 2280 2590 228,0 24.0 4,12 WF. 500x200x10x16 89,6 114,2 47800 2140 1910 214,0 20.5 4,33 WF. 350x175x7x11 49,6 63,14 13600 984,0 775 112 14,70 3,95 WF. 400x200x8x13 66 84,10 23700 1740 1190 174 16.8 4,54 WF. 300x100x6,5x9 36,7 46,78 7210 508 481 67,7 12,40 3,29 WF. 150x75x5x7 14 17,85 666 495 88,8 13,2 6,11 1,66 C 150x50x20x2.3 4,96 6,32 210 22 28 6,33 5,77 1,86 Tabel 3.1 Tabel Spesifikasi Baja III - 18

Nama Beban Satuan Berat Berat Sagrod + Bracing Kg/m 2 3,99 Berat Penutup Atap Kg/m 2 4,55 Service + M/E Kg/m 2 5 Glasswool + Aluminium foil Kg/m 2 2 Berat sendiri Purlin Kg/m 4,96 Jumlah Kg/m 20,5 Tabel 3.2 Tabel Beban Mati pada Atap Nama Beban Satuan Berat Berat Manusia Kg/m 2 100 Tabel 3.3 Tabel Beban Hidup pada Atap Nama Beban Satuan Berat Angin Tekan (0,46) x 40 Kg/m 2 x 1,2 m Kg/m 2 22,08 Angin Hisap (-0,4) x 40 Kg/m 2 x 1,2 m Angin Tekan merata pada Sumbu Y Kg/m 2 Kg/m 2 (-19,2) 19.15 Tabel 3.4 Tabel Beban Angin pada Atap III - 19

Gambar 3.6 : Foto Rangka Atap Single Beam Existing III - 20

Gambar 3.7 : Beban Mati yang dimasukan pada analisa atap sebesar 20,5 Kg/m 2 III - 21

Gambar 3.8 : Beban Hidup yang dimasukan pada analisa atap sebesar 100 Kg/m 2 III - 22

Gambar 3.9 : Beban Angin Tekan yang dimasukan pada analisa atap sebesar 22,08 Kg/m 2 Beban Angin Hisap yang dimasukan pada analisa atap sebesar 19,28 Kg/m 2 Beban Angin Tekan Pada Frame 16 Arah Sumbu Y sebesar 19.15 Kg/m 2 III - 23

Gambar 3.10 : 3D Frame Warehouse yang akan dianalisa III - 24