BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian dan Persyaratan Rumah Susun. Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber : diakses tanggal 2 Oktober 2015

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Perancangan Rumah Susun dengan Aspek Bioklimatik di Kota Malang

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

Jenis dan besaran ruang dalam bangunan ini sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB V KONSEP PERANCANGAN. tema perancangan dan karakteristik tapak, serta tidak lepas dari nilai-nilai

BAB V KONSEP PERANCANGAN CENGKARENG OFFICE PARK KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STUDENT APARTMENT STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY Fungsi Bangunan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI LEBAK BULUS JAKARTA DENGAN PENERAPAN PENCAHAYAAN ALAMI

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REST AREA TOL SEMARANG BATANG. Tabel 5.1. Besaran Program Ruang

BAB V KONSEP. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERANCANGAN

RENCANA TAPAK. Gambar 5.1 Rencana tapak

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI YOGYAKARTA

BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA BERTINGKAT TINGGI

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Bab V Konsep Perancangan

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

BAB VI HASIL RANCANGAN. tema Sustainable Architecture yang menerapkan tiga prinsip yaitu Environmental,

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. yang mampu mengakomodasi kebutuhan dari penghuninya secara baik.

Pengembangan RS Harum

BAB IV ANALISA. Heri Priana / Rusunawa di Otista

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB V KONSEP. Secara umum, arahan yang diberikan dalam rangka perencanaan Apartemen Di

Analisis Itensitas Pencahayaan Alami pada Ruang Kuliah Prodi Arsitektur Universitas Malikussaleh

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III ELABORASI TEMA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan.

BAB VI. Hasil Rancangan

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB V Program Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur

BAB V KONSEP. V.1.1. Tata Ruang Luar dan Zoning Bangunan

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB V KONSEP PERANCANGAN. struktur sebagai unsur utamanya. Konsep High-Tech Expression juga

DENAH LT. 2 DENAH TOP FLOOR DENAH LT. 1

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Konsep dasar rancangan yang mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1.

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Persyaratan Rumah Susun Rumah Susun sering diidentikan dengan sebuah bangunan apartemen sederhana. Rumah susun merupakan salah satu cara atau jawaban penyelesaian permasalahan mengenai tempat tinggal. Rumah susun membantu masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan menghindari lingkungan yang kumuh akibat terbatasnya lahan dan mahalnya harga tanah dikota-kota besar. - Jenis Rumah Susun Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut : Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta. - Persyaratan Teknis Rumah Susun Berdasarkan PP nomor 4/1988 mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, antara lain adalah kelengkapan, sarana dan prasarana rumah susun. 1. Kelengkapan rumah susun (Pasal 14) 7

8 Utilitas umum merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di rumah susun. Kelengkapan utilitas rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengaturan tekanan air dan tangki air dalam bangunan Jaringan air listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan Jaringan air gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan Saluran dan atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terahada kebersihan, kesehatan dan kemudahan Tempat kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya Alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku Pintu dan tangga darurat kebakaran Tempat jemuran Alat pemadam kebakaran Penangkal petir Alat / Sistem alarm Pintu kedap asap pada jarak- jarak tertentu Generator listrik digunakan untuk rumah susun yang mengunakan lift

9 2. Lokasi Rumah Susun (Pasal 22) Dalam memilih lokasi rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah Lokasi harus memungkinkan berfungsinya saluran - saluran pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah. Lokasi harus mudah dicapai angkutan umum baik langsung maupun tidak langsung Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan air bersih dan listrik 3. Prasarana Lingkungan (Pasal 25 dan 26) Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan di lingkungan rumah susun, sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, berupa jalan, tangga, selasar, drainase, sistem air limbah, persampahan dan air bersih. Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana sebagai berikut Prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, kendaraan & tempat parkir Prasarana lingkungan harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang sesuai dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut. Jaringan distribusi air bersih, gas dan listrik dengan segala kelengkapannya seperti tangki air, pompa air, tangki gas dan gardugardu listrik Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota

10 Saluran pembuangan air limbah dan atau septik yang menghubungkan air limbah dari rumah susun ke sistem jaringan limbah kota Tempat pembuangan sampah, sebagai pengumpul sampah dari Rusun yang dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan mempertimbangkan faktor kemudahan pengangkutan, kebersihan, kesehatan dan keindahan Kran-kran air untuk mencegah dan peangamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan Tempat parkir kendaraan dan atau penyimpanan barang Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan 4. Sarana Lingkungan (Pasal 27) Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial dan budaya.fasilitas lingkungan dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan : Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya sesuai standar yang berlaku. Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan sehari-hari sesuai standar yang berlaku, seperti kesehatan, pendidikan, peribadatan, olahraga. Tinjauan Sarana Tinjauan sarana bedasarkan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Fasilitas Niaga (warung) : Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni. Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.

11 Lokasi di pusat lingkungan rumah susun dan mempunyai radius 300 m. Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit rumah susun sederhana dan maksimal 36 m2 (termasuk gudang kecil). 2. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar) : Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana anak-anak usia 5-6 tahun sebanyak 8%. Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun. Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan tamantaman tempat bermain di RT/RW. Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa). 3. Fasilitas Kesehatan. Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni. Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita. Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor RT/RW. Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala aktivitas. 4. Fasilitas Peribadatan. Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan ketentuan: Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap satu blok, dengan luas lantai 9 36 m2.

12 Jumlah penghuni minimal untuk setiap satu masjid kecil adalah 400 KK. 5. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum. a. Siskamling. Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang. Dapat berada pada lantai unit hunian. Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil. b. Gedung Sebaguna. Jumlah maksimal yang dapat dilayani adalah 1000 orang. Dapat berada pada tengah-tengah lingkungan dan di lantai dasar. Luas lantai minimal 250 m2. c. Kantor Pengelola. 6. Fasilitas Ruang Terbuka. a. Tempat Bermain. Maksimal dapat melayani 12 30 anak. Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi. Luas area minimal 75 180 m2. b. Tempat Parkir. Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4). Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m, sedangkan untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m. Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga, sedang roda 2 untuk setiap 3 keluarga. 2 M2 tiap kendaraan roda 4; 1,2 M2 untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK.

13 2.2 Pengertian Arsitektur Berkelanjutan Arsitektur berkelanjutan diibaratkan interseksiional dari 3 buah lingkaran yang menghubungkan permasalahan komunitas sosial, ekonomi, dan lingkungan, sebagaimananya yang dapat menyelesaikan ketiga permasalahan tersebut adalah seorang arsitek. Gambar 2.1. Diagram Sustainable EW Sumber: google books Arsitektur berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kategori penggambaran strategi, komponen, dan teknologi dimana semuanya mengacu untuk menciptakan bangunan yang mempunyai efek baik kepada lingkungan sekitarnya, kategori tersebut adalah berdasarkan: 1. Cahaya matahari 2. Penghawaan ruang dalam 3. Panas matahari 4. Ventilasi alami 5. Efisiensi energi 6. Menciptakan energi 7. Bangunan minim limbah 8. Konservasi air 9. Managemen sampah kering 10. Pembaharuan energi 11. Pembaharuan lahan

14 Menurut David Lloyd Jones dalam bukunya yang berjudul Architecture and The Environment, arsitektur berkelanjutan terinspirasi dari keberadaan alam dan mempunyai strategi dalam meminimalisasi pemusnahan lingkungan dan mendorong tindakan ramah lingkungan. Penyediaan sumber cahaya alami ke dalam area menjadi tantangan tersendiri karena banyaknya variasi untuk menyediakan cahaya alami. Pada kebanyakan iklim dan tipe bangunan, pencahayaan alami dapat menghemat energi. Contohnya, gedung perkantoran khas di selatan California dapat menekan pemakaian lisrtik buatan sampai 20 persen dengan menggunakan cahaya alami.(sumber buku : Lechner, Norbert. (2001), Heating, Cooling, Lighting, Design Methods for Architects) 2.3 Teori berdasarkan para ahli mengenai pemanfaatan pencahayaan alami - Pengaplikasian dan Pemanfaatan cahaya alami menurut Sunlighting as Formgiver For architecture oleh William M.C Lam, yaitu: Shading / Pembayangan Memanfaatkan orientasi yang optimal terhadap arah orientasi utara dan selatan dalam pembayangan dan pengalihan cahaya matahri yang lebih efisien, serta lebih mudah dibandingkan dengan penggunaan kaca rendah tranmisi (low transmission glass). Dikarenakan dengan menggunakan kaca rendah transmisi tidak dapat menghilangkan kebutuhan pembayangan dikarenakan 10 persen dari penerangan matahari dari kaca rendah transmisi terlalu besar. Orientasi ke timur dan barat pembayangan yang permanen tidak dapat mengontrol silau fajar dan saat senja.

15 Gambar 2.2. Pembayangan kaca dan transmisi rendah Redirection / Pengalihan Pencahayaan Alami Penyebaran cahaya ditempat yang dibutuhkan untuk meminimalisir kebutuhan cahaya buatan. Tingkat pencahayaan yang tinggi tidak efisein bila tidak disebar atau didistribusikan dengan baik. Gambar 2.3. Pendistribusian Cahaya Ketempat yang di butuhkan Framing Of View / Pengambilan penglihatan Memaksimalkan view ke luar bangunan dan blok view yang tidak bagus dengan memanfaatkan elemen bayangan yang besar atau kecil. Memaksimalkan juga view kedalam / interior dengan menciptakan pemandangan yang baik untuk dilihat.

16 Gambar 2.4 Optimalisasi View Letak Sumber Cahaya Pada Jendela Pada massa dan bentuk bangunan mempengaruhi cara matahari masuk ke dalam bangunan. Bukaan bangunan adalah faktor utama dalam fasade yang membentuk komposisi tampak dan bukaan menjadi faktor penting untuk membuat cahaya matahari masuk ke dalam bangunan, yaitu contohnya dengan jendela. Jendela dibagi menjadi tiga bagian area yaitu rendah, tengah dan tinggi. Orientasi sudut pemantulan cahaya dan bentuk langit-langit diasumsikan sama dengan kasus ini. Jendela Rendah Bentuk jendela rendah menghasilkan bentuk pencahayaan yang merata dapat mendistribusikan pantulan cahaya kedalam bangunan. Dengan menggunakan jendela rendah memungkinkan dinding bagian atas dan langitlangit akan terkesan gelap. Hal tersebut dapat diatasi dengan meminimalisir daerah depan dengan memiringkan langit-langit kebawah menuju kepala jendela dan meletakan jendela rendah berdekatan dengan dinding tegak lurus. Jendela rendah dapat memiliki view tergantung besarnya jendela tersebut, terlihat pada contoh gambar diatas. Gambar kedua dengan skala jendela rendah yang kecil ruangan tersebut tidak memiliki view yang memuaskan. Dengan demikian unsur privasi merupakan masalah untuk penggunaan jendela rendah, sulit mengkombinasikan unsur privasi dengan beberapa view dan cahaya dibangunan rendah dengan jendela rendah.

17 Gambar 2.5. Peletakan Jendela Dekat Dengan Dinding Gambar 2.6. Contoh Jendela Rendah Jendela Tinggi Keuntungan jendela tinggi menghasilkan penyebaran cahaya terbaik saat langit mendung, selain itu dapat menghasilkan cahaya dengan tingkat privasi dan keamanan yang baik dari jendela lainnya. Kerugian jendela tinggi adalah pendistribusian cahayanya kurang menguntungkan untuk langit-langit dari pantulan cahaya dari bawah tanah. Jendela tinggi memaksimalkan potensial silau dari langit dan matahari. Dari segi view jendela atas juga kurang memuaskan.

18 Gambar 2.7 Contoh Jendela Tinggi Jendela Tengah Jendela tengah tidak sebaik dengan jendela rendah dalam hal pendistribusian cahaya dari pantulan tanah dan tidak sebaik jendela tinggi dalam pendistribusian cahaya dari langit mendung. Akan tetapi, jendela tengah menghasilkan pencahayaan yang cukup untuk kegunaan ruangannya ini merupakan pilihan yang cukup disukai karena jendela ini menghasilkan view terbaik. Cahaya yang silau dengan cahaya yang maksimal dari jendela tengah dapat diatasi dengan memiringkan jendela tengah menjadi di bawah tanah pandangan mata dari posisi pekerjaan yang paling penting, tetapi belum memungkinkan mereka terlihat oleh langit-langit. Gambar 2.8 Contoh Jendela Tengah Penggunaan Lighselft Terhadap Pemasukan Cahaya Lightself merupakan Strategi memasukan secara tidak langsung dengan pemantulan dengan acara membentuk dua kanopi yang membantu pembayangan pada bukaan tanpa menghalangi view. Jenis-jenis lightself yang dapat diterapkan pada bangunan adalah sebagai berikut :

19 Meletakan elemen horizontal seperti kanopi yang menerus hingga ke dalam bangunan jendela sehingga dapat terjadi pemantulan cahaya. Gambar 2.9 Contoh Kanopi horizontal Meletakan elemen horizontal yang berbentuk seperti kanopi pada bagian atas jendela namun dibuat miring untuk memantulkan cahaya keluar bangunan. Bentuk lightself yang seperti ini digunakan untuk ruangan yang tidak membutuhkan banyak cahaya namun menginginkan bentuk dan besaran bukaan yang sama pada fasade. Sama dengan poin ke dua, namun kanopinya dimiringkan kedalam, dengan tujuan memantulkan cahaya lebih banyak dengan bentuk dan besaran bukaan yang sama pada fasade. Gambar 2.10 Contoh Teknik Lightself Penggunaan Ceiling Sebagai Sumber Utama Pemantulan Cahaya Langit-langit bangunan dan dinding bagian atas merupakan daerah permukaan yang dapat diandalkan untuk memantulkan cahaya. Point-point dalam pemanfaatan langit-langit sebagai pantulan cahaya yaitu :

20 Letakan Sumber cahaya sejauh mungkin dari langit-langit, hali ini dapat dilakukan dengan menaikkan langit-langit atau menurunkan sumber cahaya. Gambar 2.11 Teknik Pemantulan Cahaya Gambar 2.12 Daya Pantul Pada Permukaan Langit-langit Bentuk dan letak elemen pemantul untuk mengarahkan cahaya, supaya silau cahaya matahari tidak masuk maka bentuk dan letak elemen pemantul perlu diperhatikan agar tepat dipantulkan langitlangit Mengoptimalkan efektif pantulan langit-langit. Menggunakan sistem bangunan yang meminimalkan jumlah luas permukaan yang membentuk rongga langit-langit. Langit-langit yang memiliki banyak

21 area permukaan justru menjadi perangkap cahaya, sedangkan langitlangit sederhana dengan luas permukaan yang lebih sedikit dapat mendistribusikan cahaya lebih efisien. Pertimbangan Cahaya Matahari dari Atas Bangunan Bukaan dari atas bangunan lebih efisen menjangkau area gelap dalam bangunan daripada bukaan dari badan bangunan, tetapi dapat menyebabkan panas berlebih karena masuknya cahaya langsung. Hal tersebut dapat diatasi dengan dibuat area - area pemantul pada dinding bangunan agar cahaya tidak masuk secara langsung. Gambar 2.13 Pencahayaan dari Atas Beberapa jenis bukaan atas yaitu : Atrium adalah bukaan atas pada bagian tengah ruangan atau bangunan yang dibuka hingga atap. Court sebuah area terbuka ketas yang dikelilingi dinding bangunan. Lightcourt, sebuah area kosong untuk memaksimalkan cahaya pada bangunan yang berdekatan. Litrium, sama seperti atrium namun bertujuan untuk memaksimalkan cahaya pada bangunan yang berdekatan.

22 Lightwell, bukaan atas untuk menyalurkan cahaya alami pada area yang berdekatan dengan melewati satu atau beberapa lantai dalam bangunan. Pemberian elemen vertikal untuk memantulkan cahaya kedalam bangunan. Hubungan Orientasi Bangunan Terhadap Matahari Dalam pemanfaatan cahaya alami ke dalam bangunan, orientasi dan bentuk bangunan terhadap garis edar matahari tentu juga mempunyai pengaruh. Orientasi bangunan juga mempunyai peran penting dalam menangkap cahaya dan mengurangi radiasi yang ditimbulkan oleh cahaya matahari yang didapatkan. Menurut Setyo Soetiadji (Soetiadji S, 1986) orientasi adalah suatu posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin, atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya. Dengan berorientasi dan kemudian mengadaptasikan situasi dan kondisi setempat, bangunan kita akan menjadi milik lingkungan. Jenis orientasi menurut Setyo Soetiadji adalah : Orientasi terhadap garis edar matahari yang merupakan suatu bagian yang elemen penerangan alami. Namun pada daerah beriklim tropis penyinaran dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan suatu masalah, sehingga diusahakan adanya elemen-elemen yang dapat mengurangi efek terik matahari. Orientasi pada potensi-potensi terdekat, merupakan suatu orientasi yang lebih bernilai pada sesuatu, bangunan dapat mengarah pada suatu tempat atau bangunan tertentu atau cukup dengan suatu nilai orientasi positif yang cukup membuat hubungan filosofisnya saja. Matahari menimbulkan gangguan dari panas dan silau cahayanya Perlindungan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut dapat digunakan beberapa cara, adapun cara yang dapat dilakukan antara lain dengan cara prinsip - prinsip pembayangan dan filterasi / penyaringan cahaya. Cara pematahan sinar matahari dengan sistem pembayangan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : Garis edar matahari

23 Kondisi lingkungan setempat Bentuk bangunan Fungsi bangunan. Standar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada ruangan Tabel 2.1 Standar kebutuhan cahaya ruangan RUANG JENIS KEGIATAN STANDAR KEBUTUHAN CAHAYA Ruang tidur Tidur 150 lux Ruang keluarga / tamu Berkumpul, menonton tv, menerima tamu 300 lux Kamar mandi Mandi 250 lux Ruang komunal Ruang serbaguna Ruang bersama Olahraga, acara sosial 200 lux 200 lux Koridor Akses menuju hunian 100 lux Sumber: Standar Nasional Indonesia 2001

24 2.4 Kerangka Berpikir JUDUL TUGAS AKHIR Optimalisasi Pencahayaan Alami pada Rumah Susun di Jakarta Timur LATAR BELAKANG Memperhatikan F dan Meningkatkan kualitas kelayakan hidup masyarakat Kampung Pulo dari segi kesehatan melalui pembangunan rumah susun yang didukung dengan pengoptimalisasian pencahayaan alami. Masyarakat setempat juga didukung dengan sarana dan pra-sarana rumah susun. MAKSUD DAN TUJUAN Menghasilkan bangunan yang layak huni berdasarkan optimalisasi pencahayaan alami. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari para penghuninya. Tinjauan Umum: Rumah Susun Tinjauan Khusus: Sustainable Pencahayaan alami F E E D B A C K PERMASALAHAN Standar intensitas cahaya pada unit hunian: - Orientasi bangunan - Tata massa letak bangunan - Lebar Bukaan ANALISIS Analisis permasalahan dari aspek lingkungan, manusia dan bangunan serta analisa khusus mengenai pencahayaan alami yang diterapkan dan dikaitkan dengan variabel-variabel yang mempengaruhi pencahayaan alami KONSEP PERANCANGAN Hasil dan Kesimpulan dari analisis permasalahan SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN