Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

STUDI PENENTUAN TARIF TOL RENCANA RUAS JALAN MANADO-BITUNG

BAB III METODELOGI III - 1

ANALISIS DAMPAK PENGOPERASIAN JEMBATAN SELAT SUNDA

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL PASURUAN

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

ANALISIS MANFAAT DAN BIAYA DALAM PENENTUAN PRIORITAS PENINGKATAN RUAS JALAN NASIONAL (STUDI KASUS : DI WILAYAH UTARA PROPINSI BANTEN)

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemacatan lalu lintas perlu dicarikan solusi yang tepat. Pemerintah kota Medan

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB II STUDI PUSTAKA. Dalam PP No. 15 Tahun 2005 tentang jalan tol, disebutkan definisi dari jalan tol

BAB III METODOLOGI START PERSIAPAN SURVEI PENDAHULUAN PENGUMPULAN DATA ANALISA DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Penelitian. Menghitung berapa kemauan membayar masyarakat. (Ability to pay) terhadap tarif jasa angkutan umum pada

BAB III METODOLOGI III-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

Puslitbang Jalan dan Jembatan Jl. AH. Nasution No. 264, Bandung 1) 2)

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

FEASIBILITY STUDY PEMBANGUNAN JALAN DARI TERMINAL MASARAN - RINGROAD BANGKALAN

ANALISIS WAKTU TEMPUH PERJALANAN KENDARAAN RINGAN KOTA SAMARINDA ( Studi Kasus JL. S. Parman- Ahmad Yani I- Ahmad Yani II- DI. Panjaitan- PM.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini.

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

dengan biaya tol yang tinggi/mahal, pemakai jalan mungkin tidak peduli pada rute

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM

ESTIMASI BIAYA KEMACETAN DI KOTA MEDAN ESTIMATION OF CONGESTION COST IN MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan. Tata Cara Pemantauan Kinerja Lalu lintas

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Studi Kelayakan Pembangunan Fly Over Jalan Akses Pelabuhan Teluk Lamong Ditinjau dari Segi Lalu Lintas dan Ekonomi Jalan Raya

BAB III METODOLOGI III-1

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA BAB III METODOLOGI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

BAB III METODA PENELITIAN

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

BAB III METODE PENELITIAN. dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Pada bab ini akan dijelaskan langkah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR - RC

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KINERJA BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA PALEMBANG. Pujiono T. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang.

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 teknik sipil. diajukan oleh :

STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL KRIAN - GEMPOL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Dalam meningkatkan kemajuan pembangunan di suatu negara sangat

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting.

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang pada umumnya masih melalui berbagai tahapan. permasalahan, mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, kepadatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

KEPPRES 19/1991, PENETAPAN GOLONGAN JENIS KENDARAAN BERMOTOR DAN BESARNYA TOL UNTUK JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK

PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG KAWASAN PARKIR BANK SUMSEL BABEL JAKABARING DI KOTA PALEMBANG

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) DI KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

STUDI KELAYAKAN JALAN ALTERNATIF SIRING LAUT PERTAMINA KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN

EVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL HUBUNGAN ANTARA VOLUME LALULINTAS DENGAN TARIF JALAN TOL

Transkripsi:

Hermawan ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia Rudy Hermawan Kelompok Keahlian/Kepakaran Rekayasa Transportasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, E-mail: ruherkar@yahoo.com Abstrak Salah satu parameter investasi jalan tol adalah terkait dengan besarnya tarif tol yang akan dikenakan. Banyak metoda yang bisa digunakan sebagai pendekatan penentuan tarif tersebut, e.g Metoda Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK), Kemauan Membayar (Willingness To Pay atau WTP) ataupun juga Kemampuan Membayar (Ability To Pay atau ATP) dll. Sejalan dengan perubahan-perubahan kondisi yang terjadi, besaran tarif yang diperoleh dari metoda-metoda tsb seyogyanya dicek dan dievaluasi secara berkala. Hal ini juga sekaligus dikaitkan dengan aspek penggolongan tarif menurut klasifikasi kendaraan dan pengaruhnya terhadap pergerakan dan ruang yang diperlukan, maupun terhadap kerusakan yang ditimbulkan pada perkerasan. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk meninjau kesesuaian tarif dan penggolongan tersebut pada kondisi saat ini. Tulisan ini mengulas cara penetapan tarif dan penggolongan tersebut berikut usulan-usulan yang diajukan berbagai pihak. Akhirnya keputusan pemerintah dan rekomendasi tindak lanjut diberikan pada akhir tulisan. Kata-kata Kunci: Jalan tol, tarif, golongan kendaraan. Abstract One of the toll investment parameters is related to the tariff applied. Many methods could be used to calculate that tariff, e.g Vehicle Operating Cost and Time Saving, Willingness To Pay or WTP and Ability To Pay or ATP etc. In accordance with the latest condition, the tariff determined from those methods should be checked and evaluated regularly. This should be also related to vehicle classification aspects and their impact on space required and damaging effect to pavement. Therefore, it is required to study the suitability of tariff determination in existing condition. This paper discusses the tariff and vehicle classification including the suggestion proposed by some parties. The government final decision and recommendation are given at the end of this paper. Keywords: Toll road, tariff, vehicle classification. 1. Pendahuluan Dalam upaya mempercepat peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah mencanangkan melakukan pembangunan infrastruktur, diantaranya jalan, untuk mendukung percepatan peningkatan aktivitas perekonomian dengan skala yang relatif cukup besar. Sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur jalan, pemerintah telah mentargetkan dilaksanakannya pembangunan jaringan jalan tol sepanjang 1150 km dalam kurun waktu 5 tahun (BPJT, 2007). Untuk bisa mewujudkan target, maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang ditugaskan memproses pelaksanakan pembangunan, kini sedang giat melakukan persiapan pelelangan ruas-ruas jalan tol dengan melibatkan para investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu subjek negosiasi antara pemerintah, c.q BPJT dengan para investor adalah dalam hal penentuan tarif tol yang pantas dikenakan. Banyak metoda yang bisa digunakan sebagai pendekatan penentuan tarif, seperti misalnya dari Metoda yang berdasarkan Biaya Operasi Kendaraan (BOK), Kemauan Membayar (Willingness To Pay atau WTP) ataupun juga Kemampuan Membayar (Ability To Pay atau ATP) dll. Namun demikian, sejalan dengan perubahan-perubahan kondisi yang terjadi, besaran tarif yang diperoleh dari metoda-metoda tadi seyogyanya dicek dan dievaluasi secara berkala. Hal ini juga sekaligus dikaitkan dengan aspek penggolongan tarif menurut klasifikasi kendaraan, yang di Indonesia terdiri dari 3 golongan, dan lebih Vol. 16 No. 2 Agustus 2009 95

Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia... jauh lagi dengan pengaruh yang ditimbulkan dari berbagai kelas kendaraan tersebut, baik terhadap pergerakan dan ruang yang diperlukan, maupun terhadap kerusakan yang ditimbulkan pada perkerasan. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk meninjau kesesuaian tarif pada kondisi saat ini. Berdasarkan kondisi di atas dan mulai terakumulasinya pengalaman penerapan tarif selama ini, maka saat ini dirasakan perlu untuk meninjau kembali kebijakan dasar perhitungan tarif, terutama terkait dengan aspek pengembalian investasi di satu pihak, dengan kemampuan membayar masyarakat dihubungkan dengan keuntungan yang diperoleh dengan melewati jalan tol tersebut, agar pembangunan jalan tol yang dicanangkan pemerintah dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya. 2. Maksud dan Tujuan Seperti diuraikan sebelumnya, maksud tulisan ini pada dasarnya adalah untuk memberikan gambaran tentang dasar penentuan tarif dan kecocokan pemakaiannya untuk jalan tol di Indonesia, ditinjau dari segi pengembalian investasi dan kemampuan membayar masyarakat serta ditinjau dari aspek kebijakan, teoritis serta pelaksanaan penerapannya di lapangan. Rumusan dari kajian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pengembangan jalan tol selanjutnya di Indonesia. Secara spesifik tujuan dari kaji ulang ini adalah untuk memberikan dasar terhadap kesesuaian metoda penentuan tarif tol yang digunakan selama ini beserta klasifikasi jenis kendaraan yang digunakan dan merekomendasikan tindak lanjutnya. 3. Ruang Lingkup Pembahasan Kaji ulang ini pertama membahas metoda penetapan tarif tol yang berlaku saat ini sesuai dengan metodologi yang dianut, baik dari segi teoritis maupun kepraktisan pelaksanaan. Pembahasan terutama dikaitkan dengan kajian teoritis tentang dasar penentuan tarif dan kemudian dihubungkan dengan masalah kondisi beban dan perilaku lalu lintas terhadap kinerja perkerasan dan kapasitas jalan, daya beli masyarakat dan besar biaya operasi kendaraan maupun nilai waktu pengguna serta kinerja jalan tol yang ada sekarang. Selain itu, pembahasan dikaitkan dengan pengalaman dan dasar penerapan tarif, seperti cara penggolongan kelas lalu lintas di berbagai kasus dan masalah kesesuaiannya serta terkait dengan masalah daya beli/ kemampuan masyarakat, pelayanan yang diinginkan, serta formulasi perhitungannya. Pembahasan juga dikaitkan dengan masalah keadilan bagi semua pihak, baik secara teknis maupun secara ekonomis. 4. Dasar Penentuan Tarif Tol 4. 1 Tinjauan teoritis Menurut pengertian umum, tarif ialah biaya atau ongkos yang dibayarkan untuk mendapatkan barang atau jasa. Jadi dalam hal ini tarif tol adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jalan tol untuk membayar jasa pelayanan (dalam hal ini jasa pemakaian) jalan tol dan karenanya mendapatkan keuntungan akibat dari penerimaan jasa tersebut. Pada dasarnya, jalan tol dibangun dengan maksud untuk mengurangi Biaya Operasi Kendaraan yang disebabkan mungkin oleh panjang jalan lebih pendek serta kecepatan rata-rata kendaraan yang lebih tinggi sehingga terjadi penghematan waktu Dilain pihak, pendapatan tol digunakan untuk pengembalian investasi, operasi dan pemeliharaan, serta untuk pengembangan jalan tol lebih lanjut. Untuk itu maka dilakukan perhitungan tarif tol berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Pemberlakuan tarif tol ditetapkan bersamaan dengan penetapan pengoperasian jalan sebagai jalan tol. Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi sesuai dengan formula (UU No. 38/2004 pasal 48 ayat (3), PP 15/2005 pasal 68 ayat (1) Tarif Baru = tarif lama (1 + inflasi) (1) Inflasi dihitung berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) Regional yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik. Inflasi = [IHKi - IHKo] / IHKo (2) dimana : IHK = Indeks Harga Konsumen berdasarkan perhitungan BPS IHKi = Indeks harga konsumen saat pengusulan IHKo = Indeks harga konsumen tarif tol awal IHK meliputi 7 Kelompok 1. Makanan 2. Makanan jadi, Minuman 3. Perumahan 4. Sandang 5. Kesehatan 6. Pendidikan, rekreasi dan olahraga 7. Transportasi dan komunikasi 96 Jurnal Teknik Sipil

Hermawan Jumlah Komoditi yang diukur meliputi 281 Komoditi dan survey IHK ini biasanya dilakukan setiap bulan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Pemberlakuan tarif tol awal dan penyesuaian tarif tol ditetapkan oleh Menteri (UU No. 38/2004 pasal 48 ayat (4)) berdasarkan 3 pendekatan, yaitu: 1. Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) adalah selisih biaya operasi kendaraan dan nilai waktu pada jalan tol dan lintas alternatifnya (maksimum 70 %). 2. Kemampuan/Kemauan Bayar Pengguna Jalan (Ability/Willingness to Pay) adalah kemampuan atau kemauan calon pengguna jalan tol di wilayah jalan tol yg bersangkutan untuk menggunakan dan membayar tol. 3. Kelayakan Investasi dihitung berdasarkan pada taksiran transparan dan akurat dari semua biaya selama jangka waktu perjanjian pengusahaan, yang memungkinkan Badan usaha memperoleh keuntungan yang memadai atas investasinya. Biaya Operasi Kendaraan apabila melewati jalan tol akan lebih rendah dibandingkan melewati jalan non tol, karena panjang jalan tol mungkin dapat lebih pendek dibandingkan dengan jalan non tol dan kecepatan ratarata di jalan tol lebih cepat dibandingkan di jalan non tol atau waktu tempuh di jalan tol lebih sebentar dibandingkan dengan di jalan non tol Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dihitung dengan formula: BKBOK = [(BOKnt * Dnt) - (BOKt * Dt)] + [(Dnt/Vnt - Dt/Vt) * Tv] (3) dimana, BOKnt = Biaya operasi kendaraan di jalan non tol BOKt = Biaya operasi kendaraan di jalan tol Dnt = Panjang jalan non tol Dt = Panjang jalan tol Vnt = Kecepatan rata-rata di jalan non tol Vt = Kecepatan rata-rata di jalan tol Tv = Nilai waktu (Time value) BOK kendaraan sendiri dapat dihitung dengan model/ formula tertentu yang merupakan fungsi dari kecepatan kendaraan tersebut dikaitkan dengan konsumsi bahan bakar, kebutuhan suku cadang, pelumas, upah awak kendaraan. Sementara Kemampuan Membayar, atau Ability to Pay (ATP) ditentukan melalui kajian atas pola pengeluaran individu, khususnya pengguna, dalam mengkonsumsi pelayanan jalan tol. Dalam hal ini ATP akan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan, kebutuhan dan biaya transportasi, serta tujuan dan intensitas perjalanan dan juga pengeluaran lain dari pengguna tersebut. Selain ATP, parameter lain yang sering dijadikan dasar penentuan tarif ini adalah Kemauan Membayar, atau Willingness To Pay (WTP) yang ditentukan melalui kajian atas kesediaan individu, khususnya pengguna, membayar jasa pelayanan jalan tol. Idealnya besaran tarif ini sama dengan ATP dan sama juga dengan WTP, namun dapat juga ditemui kasus dimana tarif lebih kecil dari ATP atau WTP, sehingga sebenarnya tariff tersebut dapat dinaikkan. Dilain pihak, tarif juga dapat lebih tinggi dari ATP atau WTP dan dalam kasus ini maka harus dilakukan subsidi agar tarif tersebut dapat diturunkan. Akhirnya, parameter BKBOK dan ATP/WTP tadi, dikaitkan dengan biaya investasi beserta biaya operasi dan pemeliharaan serta lamanya periode konsesi yang diberikan dan volume lalu lintas yang akan menggunakan serta tingkat keuntungan yang wajar yang diberikan pada investor (dicerminkan dalam tingkat IRR yang diharapkan dan biasanya sekitar 2% diatas suku bunga bank) akan menghasilkan suatu besaran tarif tertentu. 4.2 Beberapa kemungkinan pertimbangan di masa depan Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, yang diantaranya terkait dengan tingkat kemacetan di beberapa ruas jalan tol tertentu yang semakin parah, maka mulai dipikirkan untuk menerapkan tarif yang bervariasi dan dikaitkan dengan waktu penggunaan jalan tol itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan insentif dan disinsentif pemakaian jalan tol, agar pemakaiannya bisa terdistribusi sedemikian rupa sehingga tidak membuat kemacetan pada saat tertentu. Contoh yang sederhana dari sistem pentarifan baru itu adalah dengan membedakan tarif penggunaan jalan tol di waktu sibuk dan tidak sibuk, misalnya waktu siang dengan malam. Hal ini sebenarnya sudah lazim digunakan di berbagai negara lain. Contoh yang lebih ekstrim adalah dengan memberlakukan tarif yang dinamis dan dapat berubah dari waktu ke waktu disesuaikan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang menggunakan jalan tol tersebut pada suatu waktu tertentu. Cara ini, yang sebenarnya merupakan metoda untuk mengelola tingkat kepadatan lalu lintas di suatu jalan, atau biasa dikenali sebagai congestion/road pricing, sejak lama di terapkan misalnya di Singapura. Namun demikian, penerapan sistem baru ini harus dikaji dan dipertimbangkan secara lebih menyeluruh, Vol. 16 No. 2 Agustus 2009 97

Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia... terutama dikaitkan dengan sistem sosial budaya bangsa dan juga kesiapan sistem dan teknologi yang diperlukan. 5. Penggolongan Kendaraan dan Pembobotan Tarif 5.1 Klasifikasi dan penggolongan kendaraan Pada dasarnya jenis kendaraan yang beroperasi di Indonesia dapat diklasifikasikan kedalam 12 golongan, termasuk sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor, seperti diperlihatkan dalam Tabel 1, yaitu : Kendaraan ringan, Truk/Bus Sedang, Bus Besar, Truk Berat, Truk dan Trailer dengan berbagai konfigurasi sumbu, serta Sepeda Motor dan Kendaraan tidak bermotor. Dalam penetapan tarif tol untuk kendaraan yang berbeda, dilakukan penggolongan kendaraan berdasarkan karakteristik kendaraan (kecuali Sepeda Motor dan Kendaraan Tidak Bermotor dikeluarkan dari klasifikasi tersebut, karena kendaraan jenis tersebut tidak diperkenankan lewat di jalan tol). Diwaktu yang lalu, penggolongan kendaraan ini didasarkan pada besarnya BKBOK untuk masing-masing kendaraan yang akhirnya disederhanakan dengan cara membagi golongan kendaraan tersebut kedalam 3 golongan, yaitu Gol. I, IIA dan IIB (lihat Gambar 1 untuk rincian masing-masing golongan kendaraan) dengan perbandingan atau komposisi tarif 1 : 1.5 : 2. Namun demikian, tidak di semua ruas jalan tol yang sudah beroperasi perbandingan tersebut diberlakukan. Hal ini terkait dengan penetapan tarif di masa lalu yang masih belum terlalu jelas proses dan metodologinya dan lebih berdasarkan pertimbangan atau kebijakan pemerintah saja. Tabel 1. Golongan dan kelompok jenis kendaraan Kendaraan Bermotor I Kendaraan Penumpang II A Kendaraan Angkutan Barang II B Bis Mikro Bemo dll Sedan dll Angkot dll (L - 300 dll) Pick Up Bis Truk 2 as 4 roda Truk 2 as 6 roda Truk 3 As Truk 4 As Trailer Gambar 1. Penggolongan kendaraan di jalan tol 98 Jurnal Teknik Sipil

Hermawan Akhir-akhir ini disadari bahwa untuk mendapatkan perbandingan yang lebih adil, seyogyanya perbandingan tersebut mengikut sertakan dampak kendaraan tersebut pada kebutuhan ruang yang diperlukan, serta kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan. Dampak kebutuhan ruang tersebut biasanya dinyatakan dengan ekivalensinya terhadap mobil penumpang (atau EMP), sementara kerusakan pada struktur perkerasan biasanya dinyatakan dengan Vehicle Damaging Factor (atau VDF). Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) besarnya angka EMP ini untuk Bus dan Truk Sedang di jalan tol dan daerah datar adalah berkisar antara 1.6 1.7, sementara untuk Truk Besar adalah 2.5. Sementara VDF biasanya dihitung dengan formula sbb : Untuk sumbu tunggal VDF = [P/8.16] 4 (4) Untuk sumbu ganda VDF = 0.086 [P/8.16] 4 (5) Untuk sumbu tripel VDF = 0.053 [P/8.16] 4 (6) Dimana P = Beban gandar kendaraan (ton) 5.2 Kajian Penggolongan dan pembobotan tarif kendaraan Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2006), dengan studi kasus di Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan kendaraan bus sebagai kendaraan acuan, maka pada kondisi beban rata-rata, beban normal dan beban berlebih, didapatkan bahwa pengaruh beban sumbu kendaraan pada kondisi beban rata-rata dan beban normal untuk Golongan IIA dan Golongan IIB adalah 1 : 2, sementara untuk kondisi beban berlebih perbandingannya adalah 2 : 4. Dilain pihak, hasil penelitian Kristianto (2006) dari PT Marga Mandala Sakti (MMS) dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum (Puslitbang PU) di tahun 2006 dengan studi kasus di Jalan Tol Tangerang Merak serta dengan mempertimbangkan faktor kerusakan jalan akibat beban (VDF), Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) dan Kemampuan Membayar (Ability To Pay) pengguna, mendapatkan hasil perbandingan untuk Golongan I : IIA : IIB sebesar 1 : 2 : 5.3 seperti terlihat pada Tabel 2. Penelitian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2007 dengan mempertimbangkan Beban Sumbu Kendaraan (Equivalent Standard Axle ESA), Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP), Beban, Kecepatan dan Efisiensi Ekonomi menghasilkan usulan untuk merevisi penggolongan kendaraan ini menjadi 5 golongan, dengan perbandingan atau komposisi tarif antara Gol. 1 : 2 : 3 : 4 : 5 ini adalah 1 : 1.5 : 2 : 2.5 : 3 seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Dibagian lain, Asosiasi Tol Indonesia (ATI) mengajukan usulan juga, berdasarkan laporan kajian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum, yang dilandasi oleh pertimbangan penggunaan ruang dan waktu jalan tol oleh kendaraan (dicerminkan oleh EMP) dan perusakan perkerasan akibat lintasan kendaraan (dicerminkan oleh VDF). Dalam hal ini EMP dikaitkan juga dengan Biaya Investasi Awal (Initial Cost), sementara VDP dikaitkan dengan Maintenance Cost. Sebagai hasilnya komposisi tarif untuk Golongan I s/d V yang diusulkan tersebut adalah 1 : 2.03 : 3.72 : 4.18 : 4.67 yang diperlihatkan pada Table 4. Tabel 2. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut PT. Marga Mandala Sakti Gol Asal Kendaraan Bobot Asal I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil penumpang,) Bus kecil, Truk Sedang Usulan PT Marga Mandala Sakti 1.0 1.0 IIA Bus besar, Truk besar 1.5 2.0 IIB Truk besar 3, 4 sumbu, Truk Gandeng dan Truk 2.0 5.3 trailer Tabel 3. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut Bina Marga Gol Asal Gol. Baru Kendaraan I I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil penumpang,) Bus Sedang Bobot Usulan BM Asal 1.0 1.0 IIA II Bus besar dan Truk Sedang 1.5 1.5 IIB III Truk 2 sumbu 2.0 2.0 IV Truk 3 & 4 sumbu 2.0 2.5 V Truk Gandeng, Trailer 1, 2 & 3 sumbu 2.0 3.0 Vol. 16 No. 2 Agustus 2009 99

Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia... Tabel 4. Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut ATI Gol Asal Gol. Kendaraan Bobot Usulan ATI Baru Asal I I Mobil Penumpang : Sedan, Jeep, Station 1.0 1.0 wagon, Opelet, Suburban, Kombi, Mini bus, pikup, mikro truk, mobil hantaran dan Bus kecil IIA II Bus besar 2 As dan 3 As, Truk 2 As 1.5 2.03 IIB III Truk 3 As (rigid & tempelan) 2.0 3.72 IV Truk 4 As (rigid, gandeng & tempelan) 2.0 4.18 V Truk 5 As (gandeng, tempelan) dan > 6 As 2.0 4.67 Tabel 5 Penggolongan kendaraan dan pembobotan tarif menurut BPJT Gol Asal Gol. Baru Kendaraan I I Kendaraan ringan (Sedan, Mobil penumpang,) Bus kecil dan Sedang Bobot Usulan BPJT Asal 1.0 1,0 IIA II Truk 2 As 1.5 1.68 IIB III Truk 3 As 2.0 2.38 IV Truk 4 As dan Gandengan 2.0 3.04 V Truk 5 As dan Trailer 2.0 3.31 Lebih lanjut lagi, Badan Pengatur Jalan Tol juga melakukan kajian serupa dengan berdasarkan pada pertimbangan EMP, Berat Total Kendaraan dan VDF serta menggunakan Bus besar sebagai pembanding, didapatkan komposisi tarif seperti yang diperlihatkan di Tabel 5 untuk Golongan I s/d V adalah 1 : 1.68 : 2.38 : 3.04 : 3.31. Kalau disarikan, maka usulan penggolongan kendaraan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 (dengan sedikit perubahan pada jenis-jenis kendaraannya). Terlepas dari metodologi berbagai kajian tersebut yang didasarkan pada studi kasus di ruas-ruas jalan tol yang berbeda dan kondisinya juga tidak sama sehingga hasilnya pasti tidak sama, maka terlihat bahwa hampir semua kajian sepakat untuk memecah dan memberi bobot yang lebih besar untuk Golongan IIB, menjadi Golongan III, IV dan V dengan bobot antara 3 sampai 5. Dari berbagai kajian dan usulan tersebut, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengadopsi usulan dari Bina Marga (dengan sedikit modifikasi yaitu menggolongkan Bus besar kedalam Golongan I ) yang terlihat dan dapat dianggap sebagai usulan yang relatif paling ringan dan mungkin bisa lebih diterima masyarakat karena tidak terlalu drastis perubahannya. Dalam hal ini modifikasi dilakukan dengan memasukkan kendaraan bus kedalam katagori Golongan I, mengingat dampaknya terhadap biaya penumpang dan dibandingkan terhadap efisiensi ruang pemakaian jalan, sekaligus untuk mendorong penggunaan angkutan umum yang bisa memuat banyak penumpang. 6. Kesimpulan Dalam penentuan tarif jalan tol, yang dimasa sekarang didasarkan pada BKBOK, ATP/WTP dan pengembalian investasi, maka untuk masa mendatang mungkin mulai perlu untuk mempertimbangkan variasi menurut waktu atau tingkat kemacetan lalu lintas di jalan tol yang bersangkutan. Dilain pihak, dalam penentuan penggolongan kendaraan, pada masa lalu faktor yang dipertimbangkan lebih banyak ditujukan pada aspek Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan (BKBOK) yang diperoleh oleh berbagai jenis kendaraan, sehingga ada beberapa faktor yang kelihatannya tidak terlalu diperhatikan, yaitu dampak dari ukuran dan manuver kendaraan dalam lalu lintas, serta besarnya kerusakan yang dialami struktur perkerasan akibat pembebanan yang berbeda. Untuk itu, peninjauan kembali terhadap hal tersebut menjadi diperlukan. Selanjutnya, dalam kajian-kajian yang dilakukan, maka faktor ekivalensi mobil penumpang dan dampak kerusakan terhadap perkerasan turut dipertimbangkan. Namun, ternyata dilihat dari dampaknya yang sangat kecil terhadap kerusakan jalan, maka kendaraan pembanding yang digunakan untuk faktor ini di beberapa studi adalah Bus. 100 Jurnal Teknik Sipil

Hermawan Dibagian lain, mengingat adanya ketidak konsistenan penentuan bobot golongan ini dimasa lalu, penerapan kebijakan baru yang mengaturnya sekarang tidak dapat dilakukan secara drastis karena akan mempengaruhi secara sosial dan psikologis masyarakat, khususnya pengguna yang akan terkena dampak perubahan tersebut. Berdasarkan kajian yang dilakukan berbagai studi, maka pemerintah akhirnya menentukan kebijakan penggolongan kendaraan yang baru. Namun demikian, pengajuan usulan kebijakan yang baru ini juga semuanya didasarkan pada studi kasus di ruas jalan tol tertentu, sehingga sebenarnya belum tentu mencerminkan semua kondisi jalan tol yang ada. Untuk itu, maka pengkajian ini mungkin harus dilakukan secara reguler dan lebih menyeluruh dan sebagai konsekuensinya dapat pula dilakukan revisi untuk penyempurnaan kebijakan yang terkait dengan sistem pentarifan dan penggolongan kendaraan tersebut. Daftar Pustaka Asosiasi Tol Indonesia (ATI), 2007, Laporan Kajian Penyesuaian Golongan Kendaraan untuk Pentarifan Jalan Tol. Bina Marga, 2007, Usulan Penyesuaian Tarif Tol Berdasarkan Kontribusi terhadap Kerusakan Jalan Badan Pengatur Jalan Tol, 2007, Kajian Pola Pentarifan dan Penggolongan Kendaraan Kristianto, 2006, Kerusakan dan Solusi Akibat Beban Lebih pada Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Tangerang-Merak), Makalah pada Workshop Nasional Departemen Pekerjaan Umum Wibowo, Aris, 2006, Penentuan Indeks Tarif Jalan Tol Akibat Pengaruh Beban Sumbu Kendaraan (Studi Kasus Jalan Tol Jakarta Cikampek, Ruas Cibitung-Cikampek), Tesis Program Studi Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, ITB. Vol. 16 No. 2 Agustus 2009 101

102 Jurnal Teknik Sipil Kaji Ulang Penentuan Tarif dan Sistem Penggolongan Kendaraan Jalan Tol di Indonesia...