BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. organisasi masing-masing untuk menyumbangkan konstribusi pelaksanaan

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

Lembar Observasi. : Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit pada dasarnya merupakan organisasi layanan (Service. Organization) bidang kesehatan, yang memerlukan manajemen untuk

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Perbedaan jenis pelayanan pada:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

Sanitasi Penyedia Makanan

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan

suatu unit pelayanan kesehatan,yaitu rumah sakit di wilayah Kotamatsum. Pada tanggal 26 Februari 2000 Rumah Sakit Islam AL UMMAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

SANITASI DAN KEAMANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISA KANDUNGAN MIKROORGANISME PADA RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN TAHUN

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

BAB I PENDAHULUAN. setingggi-tingginya. Menurut Depkes RI (2007), rumah sakit sebagai salah satu

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

KESEHATAN DAN SANITASI LINGKUNGAN TIM PEMBEKALAN KKN UNDIKSHA 2018

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Laporan Perancangan Arsitektur Akhir Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta Selatan BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dapat diselenggarakan dengan melakukan upaya

TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA - BEKASI

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. (motivasi), karakteristik pekerjaan (beban kerja), kinerja perawat dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Depkes RI, 2009). Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar, 2003). Menurut Azwar (2002), rumah sakit merupakan institusi yang integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap. Rumah sakit juga merupakan pusat latihan bagi tenaga profesi kesehatan dan sebagai pusat penelitian untuk riset kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang yang sehat. Kumpulan banyak orang ini akan dapat memungkinkan rumah sakit menjadi tempat penularan penyakit, gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghindari terjadinya resiko dan gangguan kesehatan maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004). 9

Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit yaitu rumah sakit berdasarkan kepemiliknnya, rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya dan rumah sakit berdasarkan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit, yaitu (1) rumah sakit pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI dan RS Swasta, (2) RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus, (3) RS kelas A, B, C dan RS kelas D. Namun, semua RS Kabupaten telah ditingkatkan statusnya menjadi RS Kelas C (Muninjaya, 2004). Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar dan spesialistik dan subspesialistik. Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik Pusat, ataupun Daerah. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar (Siregar, 2003). Sedangkan Muninjaya, (2005) menyatakan bahwa RS Kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). 2.1.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki rumah sakit untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan rumah sakit, dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya (Azwar, 2002). Pola organisasi rumah sakit pemerintah pada umumnya sesuai dengan yang tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 1045/MENKES/PER/XI/2006 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2002, tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah. Struktur organisasi merupakan

visualisasi kegiatan dan pelaksana kegiatan (personal) dalam suatu institusi. Berdasarkan kegiatan dan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang maka organisasi dibagi atas organisasi lini, organisasi staf dan organisasi lini beserta staf. Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik dan berbeda dengan organisasi lain, (Soedarmo, 2002). Pola organisasi rumah sakit di Indonesia, pada umumnya terdiri atas Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat, dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian dari instalasi. Tergantung pada besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil direktur. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan administrasi (Siregar, 2003). Susunan organisasi Rumah Sakit Kelas C lebih sederhana jika dibandingkan dengan kelas A atau Kelas B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang mengurusi administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap rumah sakit ini. Secara umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi (Muninjaya, 2004). Mengatur personal atau staf yang dikenal dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam suatu institusi agar semua kegiatan yang telah ditetapkan

dalam rencana dapat berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai dengan baik. Penguraian tugas (jobdescription) masing-masing staf pelaksana penting karena masing-masing orang yang terlibat dalam program tersebut harus mengetahui dan melaksanakan program sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi (Notoatmodjo, 2011). Struktur organisasi rumah sakit harus efektif, mudah beroperasi dan tidak banyak birokrasi. Penetapan struktur organisasi ini dimaksudkan untuk bisa membagi tugas pekerjaan, memberikan wewenang, melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban. Mengingat sifat rumah sakit yang berbeda dengan sifat umumnya suatu institusi. Suatu organisasi rumah sakit yang sukses mempunyai ciri antara lain struktur organisasinya tidak berbentuk piramid tapi datar. Jenjang hirarkinya pendek dan pengorganisasiannya berorientasi kepada tim yang mudah dibentuk dan mudah pula untuk dibubarkan kembali. Struktur organisasi matriks ada dua macam wewenang, yaitu wewenang yang mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang yang mengalir secara vertikal pada pimpinan struktur atau manajerial. Dua aliran wewenang ini membentuk kisi-kisi wewenang yang dinamakan matriks aliran wewenang atau matrix of authority flows. Struktur organisasi matriks ini mengutamakan teknologi penyelesaian, biaya dan kualitas. Struktur organisasi matriks menyadari adanya ketergantungan antara berbagai fungsi.

Azas-azas yang perlu diperhatikan dalam membentuk organisasi rumah sakit adalah azas kesatuan komando dan pendelegasian wewenang kekuasaan (Djojodibroto, 1997). Permasalahan dalam organisasi yang nantinya akan menyebabkan kegagalan rumah sakit, adalah (1) lemahnya rancangan struktur organisasi, (2) tidak tepat sasaran, tidak tepat waktu, tidak tepat nilai dalam sistem informasi manajemen, (3) tidak efektifnya dalam pengendalian pendapatan dan piutang, (4) sedikit atau tidak ada sama sekali perencanaan jangka panjang, (5) tidak realistikya standar produktivitas pegawai. Menurut Muninjaya (2005) dan Notoatmodjo (2011) sistem dalam organisasi adalah gabungan dari elemen-elemen atau subsistem di dalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau subsistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besarnya komponen suatu sistem terdiri dari: 1. Indikator masukan (input), yaitu sumber daya atau masukan yang dikonsumsikan oleh sistem. Sumber daya suatu sistem adalah manusia (man), uang (money), sarana (material), metode (method), waktu yang disediakan (minute), dan pasar (market). 2. Indikator proses (process) adalah semua kegiatan sistem. Melalui kegiatan proses akan diubah input menjadi output, yang terdiri dari perencanaan (planning), organisasi (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan dan evaluasi (controling).

3. Indikator keluaran (output) adalah hal yang dihasilkan oleh proses. 4. Indikator efek (Effect) adalah perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. 5. Indikator dampak (Impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya. 6. Indikator umpan balik (feed back) yaitu merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut. 7. Indikator lingkungan (Environment) yaitu lingkungan yang berada di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut. 2.2 Manajemen Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Menurut Adisasmito, (2008) bahwa pengelolaan lingkungan sebagai suatu sistem dengan unsur manajemen di dalamnya disebut sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Konsep ini lahir atas meningkatnya tuntutan masyarakat akan kesadaran lingkungan global, Sistem Manajemen Lingkungan diadopsi oleh International Organization for Standardization (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasional di bidang pengelolaan lingkungan. Sistem manajemen lingkungan rumah sakit merupakan bagian dari sistem manajemen terpadu yang meliputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan, pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktek menurut standar operasional, prosedur khusus, proses berkelanjutan dan pengembangan SDM untuk

mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji, mengevaluasi dan mensinergikan kebijakan lingkungan dengan tujuan rumah sakit. Sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah sistem pengelolaan lingkungan yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan manajemen di rumah sakit. Pengelolaan lingkungan rumah sakit sekarang ini bukan lagi satu bagian parsial yang konsumtif, tetapi merupakan satu rangkaian siklus dan strategi manajemen rumah sakit untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan lingkungan rumah sakit sehingga memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara menyeluruh. Implementasi Sistem Manajemen Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit oleh Adisasmito (2007) mempunyai manfaat antara lain: 1. Perlindungan terhadap Lingkungan Sistem manajemen lingkungan di rumah sakit diterapkan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan. Aktivitas rumah sakit yang berlangsung menyebabkan berbagai limbah yang dihasilkan, baik limbah yang berbentuk padat, cair dan gas. Untuk minimisasi limbah merupakan prioritas utama dalam pengelolaan limbah berbahaya. Pencegahan pencemaran juga dapat dilakukan dengan cara pendekatan pengurangan, penggunaan ulang, pendaur-ulangan dan pembelian kembali atau dikenal dengan prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Repurchase). 2. Manajemen Lingkungan Rumah Sakit yang Lebih Baik Sistem manajemen lingkungan merupakan bagian dari sistem manajemen terpadu yang meliputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan,

pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktik menurut standar operasional, prosedur khusus, proses berkelanjutan dan pengembangan sumber daya manusia untuk mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji, mengevaluasi dan mensinergikan kebijakan lingkungan dengan tujuan rumah sakit. Panduan sistem manajemen lingkungan rumah sakit sebagian besar mengikuti pedoman ISO. 3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit dapat membawa suatu perubahan kondisi kerja di rumah sakit. Oleh karena sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan pada peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan dan kesadaran dari semua SDM untuk terlibat dalam lingkungan kerja dalam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan di sekitarnya. 4. Kontinuitas Peningkatan Performa Lingkungan Rumah Sakit Sistem manajemen lingkungan di rumah sakit dilaksanakan untuk menjamin rumah sakit dapat mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan di rumah sakit diharapkan berjalan baik dan semakin baik. 5. Peraturan Perundang-undangan Implementasi sistem manajemen lingkungan di rumah sakit akan membuktikan kepatuhan rumah sakit terhadap peraturan perundang-undangan akan menunjukkan kepeduliannya terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Rumah sakit yang telah berdiri lebih lama berkemungkinan dapat menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Jika tidak, maka rumah sakit

tersebut tentu akan mendapatkan tuntutan hukum dan publisitas negatif. Peraturan lingkungan merupakan penggerak pelaksanaan dan perbaikan sistem manajemen lingkungan sehingga lingkungan dapat terpelihara dan secara potensial memperbaiki kinerja lingkungan. Sedangkan kebijakan harus mencerminkan komitmen manajemen puncak untuk taat pada peraturan dan perundang-undangan. Dengan memiliki sertifikat ISO untuk pengelolaan lingkungan maka kesempatan semakin besar untuk memperoleh dokumen tertulis yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut telah bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. 6. Bagian dari TQM (Total Quality Management) Total Quality Management adalah manajemen mutu terpadu yang merupakan strategi utama rumah sakit dalam mencapai tujuannya. Hal ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pendokumentasian. Sistem manajemen rumah sakit menggunakan pendekatan TQM, sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung mendukung pelaksanaan manajemen mutu terpadu. 7. Pengurangan dan Penghematan Biaya Implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit berkaitan erat dengan penghematan dan pengurangan biaya. Minimisasi limbah merupakan contoh pengurangan biaya operasional untuk penyimpanan bahan limbah berbahaya, transportasi dan pembuangan limbah. Selain itu juga berkurangnya bahan baku yang

digunakan dan berkurangnya tenaga yang dibutuhkan, mungkin juga akan didapat keuntungan dari pajak serta menurunnya biaya asuransi. 8. Meningkatkan Citra Rumah Sakit Pemenuhan standar yang saat ini berlaku global, khususnya di bidang lingkungan, secara internasional dikenal dengan pengelolaan lingkungan dengan nomor seri ISO 14001. Rumah sakit yang memiliki sertifikat ISO 14001 ini, menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut benar-benar peduli terhadap lingkungan. Dengan kata lain, rumah sakit yang peduli dengan lingkungan, akan meningkatkan hubungan baik rumah sakit dengan masyarakat dan membantu citra rumah sakit terutama dalam hal isu limbah berbahaya. Berdasarkan pasal 22 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah, radiasi dan kebisingan. 2.2.1 Manajemen Sanitasi Rumah Sakit Konsep sistem manajemen lingkungan rumah sakit di Indonesia telah dikenal sejak lama sebagai bagian dari rutinitas internal kegiatan rumah sakit. Konsep tersebut pada banyak rumah sakit dilaksanakan melalui praktek-praktek sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan rumah sakit mempunyai arti sebagai upaya menciptakan kesehatan lingkungan yang baik di rumah sakit melalui pelaksanaan programprogram yang berkaitan dengan semua aktivitas yang ada di rumah sakit. Sanitasi

lingkungan rumah sakit meliputi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi dan sosial psikologi di rumah sakit. Komponen manajemen sanitasi rumah sakit antara lain: 1. Aspek Input Aspek input di lingkungan rumah sakit yang terdiri dari petugas sanitarian atau petugas kesehatan lain yang telah dilatih, adanya biaya operasional (dana) yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan sanitasi rumah sakit dan adanya sarana dan prasarana yang seminimal mungkin dapat menunjang pelaksanaan Manajemen sanitasi untuk kegiatan promotif dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang oleh kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan pelaporan, serta pedoman buku yang digunakan sebagai petunjuk teknis sanitasi (Depkes RI, 1991/1992). 2. Proses Aspek lingkungan rumah sakit merupakan suatu aspek yang berdampak penting terhadap pelayanan rumah sakit atau masyarakat sekitar rumah sakit. Dimana Operasional kegiatan di rumah sakit merupakan suatu rangkaian proses berupa kegiatan yang direncanakan yang dimulai dari pelayanan medik (poliklinik dan rawat inap), pelayanan penunjang medik dan penunjang nonmedik. Selain itu, ada pula aktivitas dan pelayanan dalam beberapa kategori utama, seperti rawat jalan, rawat inap, produk limbah yang dihasilkan, kegiatan medik dan nonmedik, transportasi material (medik dan logistik), dan upaya pencegahan pencemaran. Dari masing-

masing uraian aktivitas tersebut, akan teridentifikasi bahan-bahan apa yang saja yang digunakan, baik dari obat-obatan, alat kesehatan, maupun bahan kimia lainnya. Aspek lingkungan rumah sakit sebenarnya mencakup lingkup yang luas ataupun tidak terbatas sehingga untuk lebih memudahkan akan disajikan beberapa contoh dari aspek lingkungan berikut: a. Pengelolaan limbah infeksius, patologis, dan nonmedik; b. Kejadian infeksi nosokomial; c. Pembuangan air limbah; d. Kegiatan yang menggunakan zat kimia e. Kegiatan yang menggunakan air; f. Kegiatan yang menggunakan energi; g. Penggunaan sumber daya alam; produk yang sudah lama; h. Pembuangan produk. Identifikasi aspek lingkungan merupakan proses yang berjalan untuk menentukan dampak positif atau negatif dari kegiatan rumah sakit. 3. Output Hasil yang diharapkan dari seluruh kegiatan oprasional rumah sakit yang berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tidak baik akan menjadi baik sehingga memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan rumah sakit dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup.

b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap yang ramah lingkungan. c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 2.2.2 Instalasi Sanitasi Rumah Sakit Menurut Permenkes 1045 tahun 2006 dalam pasal 20, bahwa: a. Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan. b. Pendidikan dan pelatihan rumah sakit. Pembentukan Instalasi ditentukan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. c. Instalasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit. d. Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga fungsional dan atau nonmedis (cleaning service). e. Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit dikelola oleh Instalasi Sanitasi. Instalasi sanitasi merupakan salah satu instalasi dari banyak instalasi yang ada di

rumah sakit. Berdasarkan tugas, pokok dan fungsinya dapat dilihat pada tupoksi petugas sanitasi rumah sakit. Pelayanan sanitasi rumah sakit diselenggarakan dalam kaitan untuk menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang bersih, nyaman, dan mengutamakan faktor keselamatan sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita, mencegah pemaparan terhadap bahaya-bahaya lingkungan rumah sakit termasuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, dan menghindarkan pencemaran ke lingkungan luar rumah sakit. Dalam rangka pengembangan rujukan upaya kesehatan khususnya rujukan medik, pemanfaatan berbagai disiplin ilmu merupakan suatu keharusan. Pemecahan masalah medik untuk penyembuhan dan pemulihan penderita tidak cukup hanya dengan pengobatan peralatan yang cermat saja, tetapi juga memerlukan ilmu-ilmu lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka sanitasi rumah sakit sebagai disiplin ilmu yang berinduk kepada ilmu teknik penyehatan diantara berbagai disiplin ilmu merupakan bagian integral dari upaya pelayanan rumah sakit. Pembagian instalasi dilakukan berdasarkan kelompok kegiatan, bukan berdasarkan penyakit. Dengan adanya konsep instalasi sebagai unit pelayanan strategis, diharapkan ada pemimpin yang mampu mengelola setiap unit pelayanan. Kesadaran ini akan memicu pengembangan ketrampilan manajemen dan kepemimpinan untuk para kepala unit pelayanan strategis (Trisnantoro, 2005).

Masyarakat pengguna SMF Obsgin Staf Perawat Fungsional Staf Anastesi Instalasi gawat darurat Instalasi rawat inap Instalasi laboratorium Instalasi Sanitasi dll Staf Perawat Fungsional SMF Kesehatan Anak Keuangan, TU, Pemasaran, dll KOMITE MEDIK DIREKSI Gambar 2.1. Hubungan Lintas Instalasi dan Unit Di Rumah Sakit Sumber : Trisnantoro, 2005 2.2.3 Program Sanitasi Rumah Sakit Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari pemenuhan kesehatan lingkungan rumah sakit yang mengacu pada Kepmenkes 1204, (Depkes RI, 2004). Program ini adalah penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi,

penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Adisasmito, 2008). Penyelenggaraan program sanitasi rumah sakit merupakan sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh petugas kesehatan lingkungan rumah sakit. Penanggung jawab rumah sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit dan pembinaan serta pengawasan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan. Kualifikasi tenaga kesehatan lingkungan rumah sakit adalah tenaga sanitarian, serendah-rendahnya adalah berkualifikasi diploma (D3) di bidang kesehatan lingkungan, atau tenaga lain yang telah mengikuti pelatihan khusus bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Depkes RI, 2004). 2.3 Komitmen dan Kepemimpinan di Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Komitmen Mengutip pendapat Kanter (1968) ; Porter dkk, (1974) dalam Trisnantoro, (2005) bahwa komitmen merupakan konsep perilaku perorangan yang sulit didefinisikan. Komitmen menggambarkan kesediaan pelaku sosial. Batasan mengenai komitmen organisasi yang merupakan besarnya kekuatan identifikasi seseorang terhadap sebuah organisasi dan keterlibatan di dalamnya. Komitmen dengan sifat tersebut dipengaruhi sedikitnya oleh tiga faktor yaitu: 1) Kepercayaan kuat terhadap

tujuan organisasi dan nilai-nilainya, 2) Kesediaan untuk memberikan tenaganya atas nama organisasi, 3) Keinginan mantap untuk tetap menjadi anggota lembaga. Menurut Subanegara (2005), komitmen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor personal (personal factor), seperti: a. Usia Umumnya orang dengan usia lebih muda memiliki katagori yang berbeda. Pada usia 35 tahunan orang akan mulai mencari kebutuhan akan keamanan, kemapanan sedangkan diatas usia 50 tahun mulai mencari kebutuhan aktualisasi diri. Cepat lambatnya akselerasi perpindahan kebutuhan ini sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan dari karyawan yang bersangkutan. Perbedaan kebutuhan menyebabkan tingkat komitmen yang berbeda-beda antar satu karyawan dengan karyawan yang lain. b. Perasaan dan Kecerdasan Emosi Karyawan dengan kecerdasan emosi tinggi, dimana ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosinya, biasanya memiliki komitmen yang tinggi, tidak mudah putus asa dan frustasi menghadapi tekanan yang cukup besar. Sebaliknya dengan karyawan yang kecerdasan emosinya rendah biasanya komitmen juga sangat rendah dan sangat sulit mengendalikan emosi. Umumnya mudah tersinggung, mementingkan diri sendiri dan selalu gelisah berada dalam

lingkungan yang ia tempati sekarang. Sehingga akan berakibat keluar dari organisasi ataupun tidak produktif dalam menjalankan tugas-tugasnya. c. Sifat Sifat atau kepribadian sebenarnya telah terbentuk dari usia nol tahun sampai tujuh tahun, setelah itu akan menetap sampai dewasa. Akibatnya seringkali terjadi benturan-benturan dalam organisasi yang berkaitan erat dengan nilai dasar seseorang sehingga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. 2. Faktor Organisasi a. Kepemimpinan Model kepemimpinan dari pemimpin puncak dan supervisior yang berbasis prinsip tentu akan lebih membangkitkan komitmen dibandingkan kepemimpinan yang bersifat bossy. b. Iklim Bekerja Keadaan tempat bekerja, hubungan antar karyawan, kepercayaan kepada sistem, keterbukaan dan sebagainya merupakan bagian dari iklim bekerja yang dapat meningkatkan komitmen. c. Kompensasi Kompensasi yang diberikan oleh lembaga untuk karyawannya dapat berupa kompensasi uang atau non uang. 2.3.2 Dimensi Komitmen Menurut Trisnantoro (2005) dan Subanegara (2005), yang mengutip pendapat Meyer dan Allen bahwa komitmen terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

a. Komitmen afektif (Affective Commitment) Komitmen yang melibatkan perasaan memiliki dan terlibat dalam organisasi. Penyusunan rencana strategis sangat membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, antara lain stakeholders kunci dalam perencanaan strategis. Dalam hal ini diperlukan kepercayaan kuat dari SDM terhadap tujuan organisasi dan nilainilainya dan memiliki kesediaan untuk memberikan tenaga atas nama organisasi. b. Komitmen Kontinuans (Continuance Commitment) Merupakan dimensi komitmen atas dasar biaya yang akan ditanggung oleh karyawan jika meninggalkan organisasi. Pada dimensi ini yang menentukan komitmen adalah faktor rasional bagi pertimbangan untung-rugi yang didapat anggota organisasi. c. Komitmen Normatif (Normative Commitment) Komitmen yang melibatkan perasaan karyawan untuk tinggal di sebuah organisasi. Dimensi ini melibatkan dedikasi seseorang untuk tinggal dalam sebuah organisasi. Berdasarkan berbagai definisi komitmen di atas, pada intinya komitmen merupakan kesetiaan para anggota dan pemimpin terhadap organisasinya. Komitmen merupakan proses yang berkelanjutan dengan para anggota organisasi masing-masing menyumbangkan kontribusi terhadap kemajuan organisasi mereka (Muninjaya, 2005). Keterlibatan berbagai stakeholders kunci sangat diperlukan untuk perencanaan strategis. Perencanaan dan penyusunan rencana strategis membutuhkan komitmen

dalam bentuk keterlibatan berbagai pihak, dimana problem yang menunjukkan pengembangan rumah sakit sangat tergantung pada komitmen. Munculnya komitmen ke berbagai lembaga akan mempengaruhi suasana bekerja. Keadaan yang paling sulit adalah mengatur waktu bagi para staf rumah sakit untuk bekerja bersama. Pada prinsipnya komitmen mempengaruhi kenyamanan kerja, meningkatkan produktivitas kerja dan mempertebal rasa memiliki lembaga. Hal-hal ini memberi hasil berupa kinerja rumah sakit yang prima (Trisnantoro, 2005). 2.3.3 Komitmen dan Kepemimpinan di Rumah Sakit Proses penyusunan rencana strategis merupakan usaha untuk memetakan jalan yang akan ditempuh oleh rumah sakit. Kegiatan ini tidak mudah dan membutuhkan pemikiran serta kerja keras seluruh SDM yang ada di rumah sakit, dimana unsur SDM rumah sakit yang terdiri dari berbagai macam profesi. Di samping itu, terdapat catatan mengenai adanya perbedaan antara maksud misi yang diemban rumah sakit dengan keinginan SDMnya. Untuk menyusun rencana strategis dibutuhkan komitmen SDM terhadap organisasi. Hal ini perlu ditekankan karena berbagai kasus menunjukkan bahwa penyusunan rencana strategis di rumah sakit lebih didorong oleh penyelesaian tugas dalam pelatihan atau syarat yang dibutuhkan dalam proses akreditasi rumah sakit. Kenyataan bahwa komitmen SDM mungkin berbeda-beda. Tanpa komitmen, pengaruh rencana strategis terhadap efektifitas organisasi menjadi kurang bermakna. Oleh karena itu, sebelum menyusun rencana strategis perlu diperhatikan pemahaman mengenai komitmen dan pemahaman kepemimpinan (Trisnantoro, 2005).

Rumah sakit mempunyai SDM yang sangat bervariasi, dari variasi pendidikan rendah hingga variasi pendidikan tertinggi dengan pengalaman internasional. Budaya organisasi rumah sakit harus mampu dibentuk untuk menggalang nilai-nilai kerja dan komitmen berbagai SDM di rumah sakit ((Trisnantoro, 2005). Secara khusus peran pemimpin dalam proses perencanaan strategis di rumah sakit adalah: 1. Menggerakkan komitmen seluruh kelompok SDM untuk memahami pentingnya perencanaan. 2. Merencanakan proses perencanaan strategis 3. Menjadi penanggung jawab utama proses perencanaan strategis termasuk perumusan strategisnya. 4. Memimpin pelaksanaan rencana strategis termasuk mengkoordinasi pelaksanaan berbagai subsistem di rumah sakit 5. Melakukan penilaian dan pengendalian kinerja. Kegagalan pemimpin untuk menggerakkan komitmen perencanaan, akan mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya, sehingga menjadi kurang bermakna. Kemampuan direktur menggalang komitmen merupakan hal penting sebelum meneruskan proses perencanaan strategis. Sebuah kasus pada sebuah rumah sakit yang menggambarkan bahwa proses penyusunan rencana strategis yang dibantu oleh seorang konsultan tiba-tiba dihentikan. Hal ini karena konsultan menilai bahwa direktur tidak mampu menggalang komitmen bahkan direktur itu sendiri menjadi bagian dari permasalahan. Untuk menghindari kegagalan penyusunan rencana

strategis, proses penyusunan dihentikan untuk menghindari pemborosan waktu dan sumber daya. Oleh konsultan disarankan agar direktur melakukan perbaikan kepemimpinan terlebih dahulu (Trisnantoro, 2005). Mengingat peranan yang berat seorang pemimpin dalam menyusun rencana strategis dan mengaplikasikan sistem manajemen strategis, diperlukan beberapa persyaratan untuk menjadi pemimpin, yaitu (1) menetapkan arah, (2) memobilisasi komitmen individu, (3) memicu kemampuan organisasi, (4) menunjukkan karakter pribadi. 2.4 Kinerja Manajemen Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit 2.4.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu (Payaman, 2005). Sedangkan menurut Sedarmayanti, (2004) kinerja merupakan hasil kerja seseorang yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur, tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut. Ilyas, (2001) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja

personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kinerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Menurut Payaman (2005) kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja yang dipengaruhi oleh pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerja. a. Pendidikan Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (Human Investment). Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan dan dengan demikian semakin tinggi kinerjanya (Payaman, 2005). Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004) pendidikan merupakan upaya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bekerja sehingga dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas kerja. b. Masa Kerja Menurut Rivai (2003) masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain. Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan

bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja. Menurut Payaman (2005) pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja. Robbins (2002), menyatakan bahwa tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Dengan demikian tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman yang rendah akan berdampak negatif pada kinerja pegawai. Sehingga pegawai pemerintah dituntut untuk memiliki kualifikasi tertentu, karena tidak semua orang memiliki keahlian yang dipersyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan. 2.4.2 Upaya Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Depkes RI, (1995) dan Depkes RI, (2004) bahwa sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit adalah segala upaya untuk menyehatkan dan memelihara lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Karena rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan. Untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan tersebut maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit. Penyelenggaraan sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan untuk menghindari kemungkinan pencemaran lingkungan, resiko dan gangguan kesehatan sesuai dengan persyaratan kesehatan. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004. Penyelenggara upaya kesehatan lingkungan rumah sakit adalah para petugas yang terlibat dalam alur atau mekanisme sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit. Para petugas tersebut adalah petugas yang telah disebutkan di atas yang telah diatur tugas, pokok dan fungsinya. Sedangkan penanggung-jawab kesehatan lingkungan rumah sakit kelas C adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian, serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) di bidang kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2004). Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit tersebut meliputi: 1. Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang atau unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit yang mencakup bangunan fisik dan kelengkapannya yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit. Seperti pencahayaan yang cukup dan memadai untuk keperluan pelaksanaan kegiatan secra efektif. Adanya pengawasan ruang bangunan seperti aliran udara di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan

penghuni ruangan, pengawasan kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman yang bebas dari bahaya dan resiko minimal untuk terjadinya infeksi silang dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. a. Penyehatan Lingkungan Bangunan Rumah Sakit Untuk persyaratan kesehatan lingkungan bangunan rumah sakit dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas. 2) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir. 3) Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir, jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya. 4) Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok. 5) Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup. 6) Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.

7) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah. 8) Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. 9) Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara berkualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya. b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit 1) Lantai a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan b) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan limbah. c) Pertemua lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan. 2) Dinding Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

3) Ventilasi a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik. b) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai. c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara yang baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis. d) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukan ruangan. 4) Atap a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. b) Atap lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir. 5) Langit-langit a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. b) Langit-langit tingginnya minimal 2,70 meter dari lantai. c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. 6) Konstruksi Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk aedes. 7) Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

8) Jaringan Instalasi a) Pemasangan Jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum. 9) Lalu Lintas Antar Ruangan a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi. b) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati. c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar.

10) Fasilitas Pemadam Kebakaran Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Ruang Bangunan Pemetaan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan pengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut : 1) Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/ pelatihan. a) Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang. b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. c) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. d) Lantai pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai

e) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan pengawasan mekanis (exhouster). f) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. 2) Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah. 3) Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut : a) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang 1) Dinding ruang laboratorium di buat dari porselin atau keramik setinggi 1, 50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang. 2) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette. b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus.

c) Langit-langit terbuat dari bahan multiplek atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. d) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai. e) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai. 4) Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko sangat tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl setinggi langit-langit, atau di cat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang. b) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai. c) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup. d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang. e) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langitlangit.

f) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai. g) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System. h) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara. i) Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka dan ditutup. j) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit-langit. k) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis. d. Kualitas Udara Ruang Kualitas udara dalam ruang tidak boleh berbau, dan kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 mikron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 µg/m 3 dan tidak mengandung debu asbes. Indeks angka kuman dalam ruang tidak melebihi konsentrasi maksimum mikroorganisme per m 2 Udara (CFU/m 3 ). Konsentrasi gas dalam udara juga tidak boleh melebihi konsentrasi maksimum yang dianjurkan.

e. Pencahayaan Pencahayaan, penerangan dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi indeks pencahayaan f. Pengawasan Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut:: 1) Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut. 2) Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain dirumah sakit. 3) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan standar menurut fungsi ruang dan unit. 4) Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku) g. Kebisingan Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit sesuai dengan indeks kebisingan menurut ruangan atau unit. h. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi sesuai dengan indeks perbandingan yang telah ditentukan, begitu juga jumlah karyawan sesuai dengan indeks perbandingan jumlah karyawan.

i. Jumlah Tempat Tidur Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut: 1) Ruang bayi : a) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur b) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur 2) Ruang dewasa : a) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur b) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur j. Lantai dan Dinding Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut: - Ruang Operasi : 0-5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangren - Ruang perawatan : 5 10 CFU/cm2 - Ruang isolasi : 0 5 CFU/cm2 - Ruang UGD : 5 10 CFU/cm2 Pemeliharaan Ruang Bangunan adalah sebagai berikut: a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari. b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/ merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan. c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat. e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar. 2. Hygiene dan Sanitasi Makanan Minuman Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan, makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan rumah sakit atau makanan yang dibawa dari luar rumah sakit. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci piring, membuang bagian makanan yang rusak. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain. a. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan 1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr sampel makanan dan pada minuman angka kuman Escherichia coli harus 0/100 ml sampel minuman. 2) Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyakbanyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman Escherichia coli 3) Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas lebih dari 65,5 atau dalam suhu dingin kurang dari 4 C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan suhu 5 C sampai -1 C.

4) Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10 C. 5) Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu yang sesuai menurut bahan bakunya. 6) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90 %. 7) Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut : a) Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm b) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm c) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm Pengawasan hygiene dan sanitasi makanan minumaman dilakukan secara : a. Internal 1) Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit. 2) Pemeriksaan parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap, air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah. 3) Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. 4) Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal 2 (dua) kali dalam setahun.

5) Bila terjadi keracunan makanan dan minuman d irumah sakit maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan minuman untuk diperiksakan ke laboratorium. b. Eksternal Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas. 3. Penyehatan Air Minum Air minum adalah yang dipergunakan untuk dikonsumsi melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sumber air dari penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air minum. Persyaratan air adalah sebagai berikut: a. Kualitas Air Minum Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus 1) Ruang Operasi Bagi rumah sakit yg menggunakan air yg sudah diolah seperti dari PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan