PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

PEWARISAN SIFAT PRODUKSI SUSU PEJANTAN FH IMPOR PADA ANAK BETINANYA DI BBPTU BATURRADEN

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

LOUNCHING PROVEN BULL SAPI PERAH INDONESIA

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SIFAT PRODUKSI SUSU PADA PEJANTAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN PURWOKERTO

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

KELEMBAGAAN SISTEM PERBIBITAN UNTUK MENGEMBANGKAN BIBIT SAPI PERAH FH NASIONAL

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

EVALUASI PRODUKSI SUSU BULANAN SAPI PERAH FRIES HOLLAND DAN KORELASINYA DENGAN PRODUKSI TOTAL SELAMA 305 HARI DI BBPTU-HPT BATURRADEN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

PENDUGAAN NILAI RIPITABILITAS DAN DAYA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS)

POTENSI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BETINA DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN, PURWOKERTO SKRIPSI ERNI SITI WAHYUNI

PENGGUNAAN TAKSIRAN PRODUKSI SUSU DENGAN TEST INTERVAL METHOD (TIM) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN

UJI PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIEN HOLSTEIN KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU-HPT BATURRADEN

EVALUASI PERFORMA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESHOLLAND (FH) KETURUNAN SAPI IMPOR (Studi Kasus di PT. UPBS, Pangalengan, Jawa Barat)

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

EFISIENSI SELEKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN LINGKAR DADA, BOBOT BADAN DAN UMUR. Dwi Wahyu Setyaningsih

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

UJI ZURIAT (PROGENY TEST) PADA SAPI PERAH ZUL FIKHIRAN BIN ASLI

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

Penyusunan Faktor Koreksi Produksi Susu Sapi Perah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

EVALUASI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN ANAK DARI JANTAN MUDA UJI PROGENI PADA KAMBING PE

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI ZURIAT SAPI PERAH NASIONAL TAHUN Farrel. Filmore. Fokker

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

Dudi, Dedi Rahmat dan Tidi Dhalika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

RENCANA KINERJA TAHUNAN

PENAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BALAI PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI PERAH CIKOLE, LEMBANG

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2006, VOL. 6 NO.1. Dudi, Dedi Rahmat dan Tidi Dhalika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PENDUGAAN NILAI PEJANTAN SAPI PERAH DI BBTU SAPI PERAH BATURRADEN ( THE PREDICTION OF STUD DIARY CATTLE AT BBTU DAIRY CATTLE BATURRADEN )

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

BREEDING VALUE OF MALE BRAHMAN COWS BASED ON BODY LENGTH IN BPTU-HPT SEMBAWA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

RENCANA KINERJA TAHUNAN

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

KATA PENGANTAR. kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul. Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Dugaan Produksi Susu 305 Hari pada Sapi Perah FH.Herman

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

MILK PRODUCTION CURVE MODEL ON FIRST AND SECOND LACTATION IN FRIESIAN HOLSTEIN COWS AT PT.ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN

Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh

Peran Usaha Perbibitan Dalam Pengembangan Ternak Sapi Perah di Indonesia (The Role of Breeding Farm on Dairy Cattle Development In Indonesia)

FIXED REGRESSION TEST DAY MODEL SEBAGAI SOLUSI PADA PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN SAPI PERAH. HENI INDRIJANI dan ASEP ANANG

EVALUASI PEJANTAN SAPI BALI BERDASARKAN SIFAT PERTUMBUHAN MENGGUNAKAN METODE ANIMAL MODEL

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

Fixed Regression Test Day Model Sebagai Solusi pada Pendugaan Nilai Pemuliaan Sapi Perah

Transkripsi:

PEMERIKSAAN INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN DARI DAYA PEWARISAN PRODUKSI SUSU PEJANTAN FRIESIAN-HOLSTEIN IMPOR YANG DIPAKAI SEBAGAI SUMBER BIBIT PADA PERKAWINAN IB Y. KAMAYANTI 1, A. ANGGRAENI 2 dan PALLAWARUKKA 1 1 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor 2 Balai Penelitian Ternak, PO. Box 221, Bogor, 16002 ABSTRAK Pemeriksaan kemungkinan adanya interaksi genetik dan lingkungan dari daya pewarisan produksi susu dilakukan pada sejumlah pejantan Friesian Holstein (FH) impor berdasarkan performan produksi susu keturunannya setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaannya, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Produksi susu harian yang dicatat sekali sebulan dari laktasi pertama sapi FH dikumpulkan sebanyak 431 catatan di BPTU Baturraden dan 85 catatan di peternakan binaan. Produksi susu laktasi lengkap diestimasi menggunakan test interval method (TIM). Nilai heritabilitas diduga dengan metode Paternal Half Sibs Correlation. Evaluasi pejantan menggunakan metode Cumulative Difference yang dimodifikasi. Dugaan nilai heritabilitas (h 2 ) berdasarkan tahun melahirkan dan periode laktasi memberikan hasil yang beragam. Pada evaluasi pejantan dipergunakan nilai heritabilitas 0,16. Evaluasi kemampuan genetik terhadap 47 ekor pejantan mendapatkan 29 pejantan bernilai positif dan 18 pejantan bernilai negatif. Nilai CD tertinggi dicapai pejantan P183 (+117,3), sedangkan nilai terendah pada pejantan 38653 (-260,8). Terjadi perubahan peringkat pejantan setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaan, yang menunjukkan adanya pengaruh interaksi genetik dan lingkungan pada performan produksi susu keturunannya khusunya di daerah tropis Banyumas, Jawa Tengah. Kata kunci: Interaksi genetik dan lingkungan, pejantan FH impor, produksi susu PENDAHULUAN Produksi susu segar domestik masih belum bisa mencukupi kebutuhan nasional, yang sampai saat ini hanya mampu memenuhi kurang dari 40% konsumsi susu di dalam negeri (BUKU STATISTIK PETERNAKAN, 2005). Berbagai upaya untuk memperbaiki produktivitas sapi perah domestik terus dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Perbaikan pemuliabiakan dengan menerapkan perkawinan outbreeding masih tetap menjadi prioritas. Hal ini dilakukan antara lain dengan terus mengimpor sejumlah pejantan (semen beku) FH unggul, disamping mulai pula dirintis upaya penyediaan sapi FH pejantan lokal unggul (HEDAH, 1996). Kalau ada hal yang perlu disambut gembira dalam era keterbukaan saat ini, adalah berkaitan dengan kelonggaran regulasi importasi pejantan (semen beku) FH (dan Holstein) oleh pemerintah kepada pihak swasta. Saat ini pihak swasta seperti GKSI dan perusahaan sapi perah diberi kemudahan untuk memasukkan secara langsung pejantan dari suatu negara sesuai dengan kapasitas genetik produksi susu yang diperlukan untuk memperbaiki produktivitas sapi perah betina di kawasan binaannya. Sebagai salah satu negara yang masih mengandalkan penyediaan pejantan impor untuk memperbaiki produktivitas sapi perah betina domestiknya, diperlukan kajian efektivitas penggunaan pejantan FH impor dalam mewariskan sifat produksi susu kepada keturunannya pada kondisi tropis di Indonesia. Hal ini bertolak dari pertimbangan bahwasanya keunggulan pejantan di daerah asalnya yang umumnya mempunyai iklim sedang/dingin dengan manajemen pemeliharaan intensif dapat memberikan hasil berbeda pada keturunannya yang dipelihara di Indonesia dengan kondisi iklim tropis dan manajemen pemeliharaan semi intensif. Sebagaimana ditegaskan oleh WIGGANS dan VAN VLECK (1978) pejantan unggul di suatu lingkungan tertentu dapat tidak unggul pada lingkungan yang berbeda, dikarenakan adanya faktor interaksi genetik 175

dan lingkungan dalam mempengaruhi sifat pewarisan produksi susu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan genetik sejumlah pejantan FH impor berdasarkan performan produksi susu keturunannya setelah digunakan pada lokasi BPTU Baturraden dan peternakan binaan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. MATERI DAN METODE Penelitian menggunakan catatan produksi susu harian sapi FH yang dicatat sekali sebulan, 1992 1999, dan catatan reproduksi yang mencakup tanggal beranak dan tanggal inseminasi, bersumber dari Balai Bibit Sapi Perah BPTU Baturraden dan peternakan binaannya, di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Catatan produksi susu yang dikumpulkan berjumlah 431 catatan di BPTU Baturraden dan 85 catatan laktasi pertama di peternakan binaan. Pada studi daya pewarisan genetik pejantan dipergunakan semua catatan yang ada di peternakan binaan, sedangkan pada BPTU Baturraden dipilih sebanyak 134 catatan laktasi pertama dari keturunan pejantan FH impor yang disertai dengan catatan silsilah secara lengkap. Estimasi produksi susu laktasi lengkap catatan produksi susu dari setiap ekor sapi perah menggunakan TIM dan distandarisasi kepada produksi susu 305 hari, dua kali pemerahan dan umur setara dewasa berdasarkan faktor koreksi DHIA-USDA (WARWICK dan LEGATES, 1979). Pendugaan nilai heritabilitas (h 2 ) produksi susu menggunakan metode korelasi saudara tiri sebapak (Paternal Half Sib Correlation) dengan jumlah anak per pejantan tidak sama (BECKER, 1975). Evaluasi pejantan dilakukan berdasarkan produksi laktasi pertama anak betinanya menggunakan metode Cumulative Difference (CD) (BAR-ANAN dan SACKS, 1974) yang dimodifikasi oleh DEMPFLE (1976). HASIL DAN PEMBAHASAN Performan produksi susu sapi FH Rataan produksi susu laktasi pertama sapi FH di BPTU Baturraden dan peternakan binaan selama kurun waktu pengamatan, memperlihatkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Rataan produksi susu laktasi pertama selama 1992-1997 di BPT Baturraden berurutan 5191; 4497; 4892; 4626; 4662 dan 4504 kg; sedangkan di peternakan binaan selama 1992-1999 berurutan 2920; 3359; 3206; 3030; 3260; 4392; 3262 dan 3459 kg. Lebih jauh diperoleh total rataan produksi susu laktasi pertama di BPTU Baturraden dan peternakan binaan masingmasing 4602 dan 3418 kg. Sapi FH di BPTU Baturraden menghasilkan susu lebih tinggi dikarenakan fungsinya sebagai balai bibit pemerintah relatif memiliki manajemen pemeliharaan lebih baik dibandingkan dengan kondisi di peternakan rakyat. Disamping itu BPTU Baturraden merupakan salah satu sumber penghasil bibit sapi perah FH yang sudah melakukan sertifikasi produksi susu secara jelas. Evaluasi pejantan FH impor Pejantan FH impor yang dipergunakan untuk evaluasi awal performan produksi susu keturunannya berasal dari BPTU Baturraden sebanyak 24 ekor dan dari peternakan binaan (tersebar di tiga kecamatan) sebanyak 30 ekor, seperti tertera pada Tabel 1. Pejantan-pejantan tersebut mempunyai anak betina yang tersebar tidak merata pada keempat lokasi pengujian. Hanya enam pejantan dengan anak betinanya terdapat pada dua kondisi manajemen di BPTU Baturraden dan peternakan rakyat, yakni pejantan dengan kode 3711; P142; P145; 15H297; 7H834 dan FB2998. Dapat dikatakan pelaksanaan evaluasi genetik pejantan FH impor dalam penelitian ini tidak berdasarkan pada tersedianya jumlah keturunan yang cukup banyak. Pada BPTU Baturraden jumlah anak per pejantan yang teridentifikasi pada laktasi pertama berkisar antara 1 sampai 37 ekor, di peternakan binaan berkisar antara 1 sampai 18 ekor, sedangkan jumlah anak terbanyak yang dimiliki per pejantan pada kedua lokasi berkisar antara 1 sampai 5 ekor. Tabel 1 mencantumkan pula rataan produksi susu laktasi pertama anak betina setiap pejantan yang digunakan dalam evaluasi awal. 176

Tabel 1. Performan produksi susu laktasi pertama anak setiap pejantan FH impor di BPTU Baturraden dan peternakan binaan Kode pejantan BPTU Baturraden Jumlah Rataan produksi susu anak (kg/ekor) (ekor) Kode pejantan Peternakan binaan Jumlah Rataan produksi susu anak (kg /ekor) (ekor) 3711 1 4785 14H103 2 3883 ± 1561 38320 1 2933 2823 1 3358 38413 1 5713 3711 1 3720 38518 5 4905 ± 544 32834 1 3370 38619 4 4418 ± 703 38323 1 4048 46548 5 4710 ± 660 38549 1 3195 15H297 15 4923 ± 1009 38653 1 3194 21H530 14 4416 ± 795 38656 18 3404 ± 852 7H1071 3 4925 ± 756 38657 3 3278 ± 888 7H834 3 5157 ± 1273 38658 1 4952 9H628 17 4736 ± 971 38759 4 3866 ± 782 9H745 1 4370 38937 3 3890 ± 1063 FB2998 2 3932 ± 460 44892 4 3632 ± 497 P142 1 4616 14H604 1 2473 P145 3 3620 ± 1066 14H633 1 2573 P183 37 4770 ± 1276 15H289 1 4925 P236 4 4946 ± 804 15H297 2 3571 ± 553 P237 3 4610 ± 852 15H387 5 2825 ± 336 P248 5 3775 ± 1277 46992 1 3909 P249 2 3798 ± 1426 7H834 2 2362 ± 237 P520 1 3316 7H837 1 4105 P521 4 4135 ± 990 9H1282 2 3835 ± 1001 P543 2 4262 ± 2138 9H614 1 4793 P1035 1 3730 9H630 3 3215 ± 979 FB2998 2 2969 ± 87 0510-92 2 3003 ± 285 P222 1 3939 P142 1 3883 P145 2 2411 ± 769 P239 3 3654 ± 412 Produksi susu laktasi pertama tertinggi di BPTU Baturraden dicapai oleh keturunan pejantan 38413 dengan produksi susu sebanyak 5713 kg, sementara untuk peternakan binaan dicapai oleh keturunan pejantan 38658 dengan produksi susu sebanyak 4952 kg. Namun prestasi kedua pejantan di kedua lokasi tersebut masing-masing hanya bersumber dari satu anak betina. Hal ini menunjukkan masih terbuka kemungkinan pejantan lain dapat menampilkan prestasi yang lebih baik apabila lebih banyak keturunan yang disertakan dalam evaluasi. Penelusuran mengenai informasi asal, silsilah, dan potensi genetik dari setiap ekor pejantan dicoba untuk dapat diperoleh dari keterangan katalog individual yang dikeluarkan negara asal dan katalog tersebut masih tersimpan di BPTU Baturraden. Sejumlah pejantan yang berhasil diketahui asal negara dan nilai pemuliannya dicantumkan dalam Tabel 2. Diketahui bahwasanya pejantan FH 177

yang dipergunakan untuk memperbaiki produktivitas sapi FH betina domestik melalui program perkawinan outbreeding antara lain berasal dari negara Jepang, Jerman, Kanada, Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Timur Tengah. Materi genetik tersebut sebagian besar didatangkan dari negara Jepang dalam bentuk semen beku, sedangkan untuk negara lainnya didatangkan langsung berupa pejantan kemudian diproduksi semen bekunya oleh BIB Lembang dan Singosari untuk disebarkan pada pihak pengguna. Sejumlah pejantan FH impor mempunyai potensi genetik unggul di daerah asalnya, yang ditunjukkan oleh tingginya nilai pemuliaan (NP) produksi susu yang sudah melebihi + 1000. Pejantan-pejantan tersebut antara lain P521; P183; P292 dan 58-18N yang semuanya berasal dari satu stasiun bibit di negara Jepang. Demikian pula pejantan FH impor dengan kode 38759; 38657; 38656 dan 38549 yang semuanya didatangkan dari Australia mempunyai nilai PTA sudah melebihi +702 (dengan NP melebihi + 1400). Tabel 2. Nilai pemuliaan dan asal negara dari pejantan FH impor No. Kode Nama pejantan Nilai pemuliaan Asal Keterangan 1 P521 Rancho jacobi hercules-et +1484 Jepang semen beku* 2 P183 Ruann tradition destiny-et +1444 Jepang semen beku* 3 P292 Birch-echo matt chief-et +1270 Jepang semen beku 4 58-18N Misono star-boots messenger +1084 Jepang semen beku 5 P543 Rothrock starbuck adam-et +990 Jepang semen beku* 6 P145 Nunesdale monitor salute +757 Jepang semen beku* 7 P142 Tmbb burke beau +747 Jepang semen beku* 8 P248 Big-start hattie astro win +631 Jepang semen beku* 9 P236 Rock u.b.b. mister portal +578 Jepang semen beku* 10 P131 Paragon snowboots telstar jan +577 Jepang semen beku 11 J 64 Sleepy-hallow astro golde +571 Jepang semen beku 12 P213 Fay-arkfayvor-et +553 Jepang semen beku 13 P239 World telstar king +524 Jepang semen beku* 14 P168 Saito captain lass +338 Jepang semen beku 15 P222 Seya-farm starlight rockman +333 Jepang semen beku* 16 P249 Longbeach telstar chief +212 Jepang semen beku* 17 P237 Tmbb copsy captain +205 Jepang semen beku* 18 P114 Sentriver skagvale telstar +62 Jepang semen beku 19 FB2998 Mmb astronout castor +220 Jerman semen beku 20 38937 T tetuko Kanada BIB Lembang 21 38759 Smurf ccs PTA+702 Australia BIB Lembang 22 38658 Shoden ksw Australia BIB Lembang 23 38657 Valour bvsf PTA+777 Australia BIB Lembang 24 38656 Barron bvhb PTA +826 Australia BIB Lembang 25 38549 R maker PTA +736 Australia BIB Lembang 26 38413 Badar Amerika Serikat BIB Singosari 27 38320 Besteng Timur Tengah BIBLembang 28 3711 Athol rs mayfain New Zealand BIB Lembang Keterangan: No. 1-18, semen beku dari Jepang * = digunakan dalam evaluasi daya pewarisan genetik produksi susu No. 20-28, Pejantan dipelihara di BIB dan di gunakan dalam evaluasi 178

Nilai cumulative difference pejantan FH impor Untuk memperoleh nilai cumulative difference (CD) dari setiap pejantan yang dievaluasi daya pewarisan genetik sifat produksi susunya, diperlukan pendugaan nilai heritabilitas (h 2 ) yang mencerminkan besarnya rataan keunggulan suatu sifat yang diturunkan tetua (pejantan) kepada anak-anaknya (DALTON, 1985). Nilai h 2 yang dihitung menggunakan metode korelasi saudara tiri sebapak (BECKER, 1975) diperoleh untuk setiap tahun beranak untuk BPTU Baturraden dan gabungan Baturraden dengan peternak binaan; juga untuk setiap periode laktasi di BPTU Baturraden. Nilai heritabilitas yang didapatkan tampak beragam dan sebagian besar sangat jauh dari kisaran nilai h 2 untuk produksi susu pada umumnya, yakni mulai dari 2,24 sampai 0,74. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa jumlah catatan serta jumlah penggunaan pejantan sangat berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Pada evaluasi pejantan digunakan nilai h 2 = 0,16 dengan alasan nilai tersebut paling mendekati nilai heritabilitas untuk produksi susu umumnya yaitu 0,25 (ENSMINGER, 1980). Evaluasi keunggulan genetik pejantan sapi FH impor menggunakan metode CD yang merupakan pengem-bangan dari metode Contemporary comparison kemudian dimodifikasi oleh DEMPFLE (1976). Pemakaian catatan laktasi pertama anak betina dalam evaluasi pejantan memiliki kelebihan karena produksi susu laktasi pertama belum dipengaruhi masa kosong dan masa kering (POWELL et al., 1973) serta produksi susu pada laktasi pertama berkorelasi positif dengan performan produksi susu selama hidupnya (JAIRATH et al., 1995). Disamping itu keuntungan metode CD antara lain dapat diketahui kemajuan genetik per tahun (DEMPFLE, 1976). Tabel 3. Nilai cumulative difference sapi pejantan FH impor No Pejantan Nilai CD Peringkat No Pejantan Nilai CD Peringkat 1 P543-11,499 34 25 15H387-9,665 32 2 P521 72,448 2 26 15H297 28,449 11 3 P520 51,172 4 27 15H289 35,093 7 4 P249-49,550 40 28 14H633-22,260 38 5 P248 11,562 20 29 14H604-26,297 39 6 P239 20,872 17 30 14H1033 0,971 28 7 P237 0,775 29 31 46992-7,723 30 8 P236 27,801 12 32 46548 7,391 23 9 P222 9,946 22 33 44892 38,337 5 10 P183 117,281 1 34 38937-14,630 35 11 P145-56,947 41 35 38759 36,534 6 12 P142 24,153 14 36 38658-189,261 45 13 P1035 31,833 9 37 38657-226,131 46 14 O51092 32,129 8 38 38656-178,257 44 15 FB2998-21,143 37 39 38653-260,826 47 16 9H745-10,257 33 40 38619-8,303 31 17 9H630 4,963 25 41 38549 2,662 26 18 9H628 21,845 15 42 38518 31,687 10 19 9H614 13,830 18 43 38413 21,166 16 20 9H1282 11,090 21 44 38323 27,088 13 21 7H837 56,079 3 45 38320-61,658 43 22 7H834-16,491 36 46 32834 12,836 19 23 7H1071 2,359 27 47 3711 6,225 24 24 21H530-59,299 42 179

Hasil perhitungan nilai CD pejantan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Periode pengamatan terhadap pejantan yang dievaluasi relatif berbeda, sebagian besar hanya berdasarkan pada satu tahun pengamatan. Pejantan yang dinilai hanya berdasarkan satu tahun pengamatan antara lain pejantan dengan kode 32834; 38323; 38413; 38549; 38619; 38653; 38658; 38759; 38937; 46992; 14H604; 14H633; 15H289; 7H1071; 7H837; 9H614; 9H630; 9H745; 051092; P1035; P222; P249; P520 dan P543. Pejantan lainnya dievaluasi berdasarkan dua dan tiga tahun pengamatan. Bila perhitungan berdasarkan hanya pada satu tahun pengamatan, maka nilai tersebut akan menunjukkan nilai akhir cumulative difference pejantan. Sedangan pejantan yang memiliki nilai CD lebih dari satu tahun pengamatan, maka nilai CD akhirnya merupakan hasil rataan dari seluruh nilai CD yang didapatkan. Berdasarkan hasil evaluasi dari 47 pejantan yang dinilai, 29 pejantan bernilai positif dan 18 bernilai negatif. Pejantan yang memiliki nilai CD tertinggi adalah pejantan dengan kode P183 yaitu sebesar +117,281, berdasarkan evaluasi pada dua periode pengujian yaitu tahun 1996 dan tahun 1997. Sedangkan yang memiliki nilai CD terendah adalah pejantan dengan kode 38653 sebesar 260,826 yang hanya berdasarkan evaluasi pada tahun 1999. Nilai CD yang didapatkan, kemungkinan belum menunjukan peringkat pejantan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh karena pejantan-pejantan tersebut dinilai dalam periode serta tahun yang tidak sama, bahkan sebagian besar pejantan yang diuji hanya berdasarkan satu tahun pengamatan. Pemeriksaan interaksi genetik dengan lingkungan Sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, sebagian besar pejantan FH yang didatangkan semen bekunya dari negara Jepang dibesarkan pada stasiun bibit yang sama serta informasi nilai pemuliaannya diperhitungkan pada tahun yang sama. Seperti tercantum pada Tabel 2, sepuluh ekor pejantan yang semen bekunya diperoleh dari BIB Lembang dan Singosari tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan pengaruh interaksi genetik dan lingkungan karena nilai pemuliaannya tidak didasarkan hasil uji Zuriat pada periode yang sama di negara asalnya. Dengan demikian untuk pemeriksaan pengaruh genetik dan lingkungan ini mempergunakan pejantan yang berasal dari Jepang, karena berdasarkan informasi nilai pemuliaan dari katalog yang tersedia, dapat dibuat peringkat dari masingmasing pejantan. Pemeriksaan pengaruh interaksi genetik dan lingkungan dalam pewarisan sifat produksi susu pejantan diketahui dengan cara menyusun peringkat pejantan berdasarkan nilai CD akhir, selanjutnya dibandingkan dengan urutan nilai pemuliaan yang terdapat dalam katalog (Tabel 4). Hal ini ditujukan agar dapat mengetahui perubahan peringkat yang terjadi setelah pejantan tersebut digunakan pada lokasi yang berbeda. Tabel 4. Kode pejantan dan peringkat pejantan asal Jepang setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaannya Kode pejantan Nilai CD Peringkat Nilai pemuliaan 1) Peringkat 1) P521 72,448 2 +1484 1 P183 117,281 1 +1444 2 P543-11,499 9 +990 3 P145-56,497 11 +757 4 P142 24,153 4 +747 5 P248 11,562 6 +631 6 P236 27,801 3 +578 7 P239 20,827 5 +524 8 P222 9,946 7 +333 9 P249-49,550 10 +212 10 P237 0,775 8 +205 11 Keterangan: 1) = Menunjukan nilai pemuliaan dan peringkat berdasarkan katalog semen beku sapi Holstein bantuan Jepang (1990) 180

Berdasarkan nilai CD akhir yang dibandingkan dengan peringkat berdasarkan nilai pemuliaan dalam katalog, memperlihatkan terjadi perubahan peringkat pejantan yang diimpor dari Jepang setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaan. Berdasarkan katalog pejantan, yang memiliki peringkat tertinggi adalah pejantan dengan kode P521, tetapi setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaan pejantan tersebut memiliki urutan kedua. Pejantan P543 dan P145 mengalami perubahan peringkat yang cukup tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pejantan dengan kode P543 mengalami perubahan dari peringkat ke tiga berdasarkan katalog menjadi peringkat ke sembilan berdasarkan hasil evaluasi, pejantan dengan kode P145 mengalami perubahan peringkat dari peringkat ke empat menjadi peringkat ke sebelas. Ditinjau dari nilai CD akhir dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan urutan pejantan setelah digunakan di BPTU Baturraden dan peternakan binaannya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan yang menyebabkan perubahan peringkat pejantan dalam mewariskan sifat produksi susu pada keturunannya di daerah tropis Indonesia, khusunya pada Kecamatan Banyumas, Jawa Tengah. Sesuai dengan penelitian SITORUS dan SUBANDRIO (1979) bahwa pejantan yang superioritasnya tertinggi di negara asalnya tidak dengan sendirinya menjadi pejantan yang memiliki superioritas tertinggi. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan serta manajemen dimana ternak berada sangat berbeda. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daya pewarisan sifat produksi susu sapi FH impor menggunakan metode CD dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan peringkat keunggulan genetik pejantan FH impor setelah digunakan pada lingkungan pemeliharaan berbeda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh interaksi genetik dan lingkungan dalam menampilkan performan produksi susu pada keturunan sapi FH impor. Disarankan melakukan pengujian keunggulan genetik pejantan (semen beku) FH impor dengan menggunakan jumlah anak yang memadai sebelum dilakukan penyebaran semen bekunya secara meluas untuk memperbaiki produktivitas sapi perah betina domestik. DAFTAR PUSTAKA BAR-ANAN, R. and J. M. SACKS. 1974. Sire Evaluation and Estimation of Genetic Gain in Israeli Dairy Herds. J. Dairy Sci. 18: 59. BECKER, W.A. 1975. Manual Quantitative Genetics. 4 th Edition. Academic Enterprises Pullman. Washington. BUKU STATISTIK PETERNAKAN. 2005. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. DALTON, D.C. 1985. An Introduction to Practical Animal Breeding. 2 nd Edition. The English Language Book Society and Granada. DEMPFLE, L. 1976. A Note on the Properties of the Cumulative Difference Method for Sire Evaluation. Anim. Prod. 23: 121. ENSMINGER, M.E. 1980. Dairy Cattle Science. 2 nd Edition. The Interstate Printers and Publishers. INC Danville. Illinois. HEDAH, D. 1996. Progeny Testing Sapi Perah di Indonesia. Prosiding Pertemuan Teknis (Workshop) Evaluasi Uji Zuriat Sapi Perah di Indonesia. Balai Inseminasi Buatan Singosari. Malang. JAIRATH, L.K., J.F. HAYES and R.I. CUE. 1995. Correlations Between First Lactation and Lifetime Performance Traits of Canadian Holstein. J. Dairy Sci. 78: 438. POWELL, R.L, P.W. SPIKE and C.E. MEADOWS. 1973. Characteristic of First Lactation. J. Dairy Sci. 56: 810. SITORUS, P. dan SUBANDRYO. 1979. Heritabilitas dan Transmisi Produksi Mani Beku Impor pada Sapi Perah Friesian di Daerah Lembang. Proc. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian Ternak. WARWICK, E. J. and J.E. LEGATES. 1979. Breeding and Improvement of Farm Animal. 7 th Edition. McGraw-Hill Book Co. New York. WIGGANS, G.R. and L.D. VAN VLECK. 1978. Evaluation of Sires in Herds Feeding Differing Proportions of Concentrates. J. Dairy Sci. 61: 246. 181