1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. intervensi pemerintah dalam pembayaran. Dokter, klinik, dan rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan rumah sakit untuk mengalami kerugian sangat besar dan. berpengaruh langsung pada keberlangsungan rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. mengutamakan kepentingan pasien. Rumah sakit sebagai institusi. pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang bermutu kepada

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

BAB VI KESIMPULAN PENELITIAN. Pelaksanaan kendali biaya di RSUD Kota Yogyakarta; sebagaimana

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

dalam pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Adapun salah satu upaya dilakukan melalui suatu sistem jaminan kesehatan.

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. medis lainnya. Sedangkan menurut American Hospital Assosiation rumah sakit

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional dan Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan dalam bidang kesehatan adalah salah satu bentuk kongkret

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

kesatuan yang tidak terpisahkan dari manajemen operasi RS. Manajemen operasi yang efisien (lean management) adalah manajemen operasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu dan memperoleh penghasilan yang cukup untuk dapat

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan program Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) sejak

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan

PERATURAN BUPATI BERAU

NOMOR : 10 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. miskin (Pasal 28H UUD 1945). Kesadaran tentang pentingnya. jaminan perlindungan sosial terus berkembang hingga perubahan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 ayat 3 adalah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

BAB II LANDASAN TEORI. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TENTANG BUPATI SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 1 Januari Jaminan Kesehatan Nasional ialah asuransi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai

KARAKTERISTIK PASIEN RUJUKAN MASUK RAWAT INAP PADA TAHUN 2010 DAN 2011 DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional) yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Pelaksanan Jaminan

BAB I. Sistem Manajemen Pelayanan Rumah Sakit dengan Sistem Manajemen. Pelayanan yang baik, harus memperhatikan keselamatan pasien, dapat

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi untuk memproses transaksi keuangan yang terjadi di rumah

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELLITUS DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan.

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan

PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. besarnya biaya yang dibutuhkan maka kebanyakan orang tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mencapai cita-cita awal dari pembentukan Sistem

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, meliputi promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. (Pemerintah Republik Indonesia. UU Nomor 44. 2009). Rumah sakit adalah salah satu organisasi sektor publik yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan yang mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara serasi dan terpadu oleh pihak rumah sakit sesuai dengan program pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan dan pencegahan penyakit serta upaya perbaikan. (Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. 983, 1992). Rumah sakit didefinisikan oleh Azwar dalam Febriawati (2013) sebagai pengorganisasian tenaga medis profesional dan sarana kedokteran secara permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang di derita oleh pasien, dengan lebih memperhatikan aspek kepuasan bagi para pasien rumah sakit Di Indonesia, berdasarkan kepemilikannya rumah sakit diklasifikasikan sebagai rumah sakit publik yang dikelola oleh pemerintah (termasuk pemerintah daerah) atau badan hukum dengan tujuan nirlaba dan rumah sakit privat yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit (Febriawati, 2013). Rumah sakit privat yang selanjutnya disebut sebagai rumah sakit swasta, pertumbuhannya merupakan alternatif solusi percepatan program pelayanan kesehatan bagi pemerintah. Selama 10 tahun terakhir pertumbuhan RS swasta di Indonesia lebih besar (2,91% rata-rata per tahun) dari RS pemerintah (1,25% rata-rata per tahun). Pada tahun 1998, jumlah RS pemerintah (589) lebih banyak dari RS swasta (491) dengan selisih 98 RS. Pesatnya perkembangan RS Swasta pada tahun 2008 yang meningkat menjadi 653 RS dan RS pemerintah menjadi 667 RS, menjadikan selisih RS semakin mengecil menjadi 14 RS (Trisnantoro 2009). RS PMI Bogor adalah salah satu unit pelaksana teknis dari perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI) dan merupakan RS swasta yang pengelolaannya secara mandiri oleh RS PMI Bogor termasuk memperoleh sumber pendanaan operasional, pemeliharaan sarana/prasarana penunjang operasional bahkan pendanaan investasi pengembangan rumah sakit. RS PMI Bogor bukan RS pemerintah, namun sejak keberadaannya telah menjadi mitra pemerintah dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan pemerintah di wilayah Bogor termasuk melaksanakan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jamkesmas dimulai sejak tahun 2008 yang sebelumnya bernama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (2005) adalah program kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dari pemerintah Republik Indonesia melalui program asuransi (PT Askes). Masyarakat miskin yang tidak termasuk dalam program Jamkesmas diatur ke dalam program Jamkesda dengan jaminan

2 dari Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota, termasuk jaminan persalinan (Jampersal) dan Thalasemia Mayor pada tahun 2011 sesuai ketentuan PerMenKes RI Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 (Subiyantara et al. 2013). Penyelenggaraan Jamkesmas memerlukan pengelolaan dana yang terencana, terkendali, dan memanfaatkan penggunaan dana semaksimal mungkin untuk santunan penduduk miskin yang sakit, darimanapun asal penduduk dan di manapun mereka berobat di Indonesia (Kartono dalam Budiarto dan Sugiharto 2013). RS PMI Bogor selama ini menjadi andalan lebih dari 90 (sembilan puluh) peserta asuransi termasuk PT Askes, baik untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap, maupun gawat darurat. Sebagai mitra pemerintah dalam melayani program Jamkesmas, tentunya RS melaksanakan syarat dan standar pelayanan yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk penetapan biaya atas pelayanan yang diberikan kepada pasien. Sebagai RS swasta yang menjunjung nama PMI sesuai misinya tidak berorientasi laba, namun sebagai suatu organisasi, RS PMI Bogor harus mempertahankan eksistensinya untuk tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu, RS PMI Bogor wajib mengendalikan biaya pengelolaan rumah sakit, melalui penetapan tarif pelayanan dan pengendalian biaya atas setiap aktivitas pelayanan sebagai upaya efisiensi biaya, tanpa mengurangi mutu pelayanan. Tarif adalah besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa pelayanan (Kula 2013) Penetapan tarif RS pada umumnya berbasis unit cost (cost based pricing) yang merupakan salah satu metode penentuan tarif, dengan prinsip bahwa tarif layanan per satuan dapat menutup semua biaya (Ambarriani 2012). Metode ini sesuai dengan ketentuan pola tarif rumah sakit bahwa unit cost dihitung melalui analisis biaya dengan metode distribusi ganda (Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No.582,1997). Metode distribusi ganda adalah salah satu metode analisis biaya yang paling sering digunakan, dengan cara membagi biaya dari unit penunjang ke unit produksi. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis biaya operasional rumah sakit sehingga didapatkan gambaran realistik biaya yang diperlukan untuk dijadikan bahan informasi dalam menetapkan besar tarif satuan unit pelayanan suatu rumah sakit. (Sulistiorini dan Moediarso 2012) RS PMI Bogor menetapkan tarif per satuan pelayanan mengacu pada pola tarif rumah sakit yang yang ditetapkan dengan menggunakan metode distribusi ganda yaitu memperhitungkan seluruh biaya digunakan dari seluruh unit penunjang ke unit produksi, meliputi biaya operasional, biaya investasi (sarana) termasuk biaya pemeliharaan (sarana) sebagaimana Keputusan yang ditetapkan Direktur RS PMI Bogor Nomor I0079/KPTS/I/2011 tentang biaya satuan pelayanan RS PMI Bogor Tahun 2011. Tarif tersebut secara berkala dilakukan revisi, kecuali dalam keadaan tertentu, diperlukan penetapan tarif khusus. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien Jamkesmas (Pemerintah), dan Jamkesda (Kabupaten/Kota), RS PMI Bogor membuat tagihan sesuai pelayanan yang diberikan (fee for service) yang menggunakan tarif satuan pelayanan yang ditetapkan. Nota/faktur bagi pasien merupakan akumulasi seluruh pelayanan rumah sakit (obat, alat, test, bahkan kamar/ruang operasi yang digunakan) berdasarkan data tersedia pada rekam medis (medical record) dengan tarif setiap pelayanan. Rekam medis, menurut Syafrudin (2011) adalah data medika dari pelaksana pelayanan medis, paramedis dan ahli kesehatan lain untuk

mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan pengobatan pasien. Rekam medis pasien rawat jalan (termasuk gawat darurat) umumnya berisi identitas pasien, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan dan diagnostik kerja, sedangkan rekam medis untuk pasien rawat inap, hampir sama dengan data rekam medis rawat jalan ditambah dengan persetujuan pengobatan/tindakan, catatan konsultasi, catatan perawat (perawat dan tenaga kesehatan lainnya), catatan observasi klinik, hasil pengobatan, resume terakhir dan evaluasi pengobatan. Untuk kemudahan mengakumulasi perhitungan biaya pelayanan yang diberikan, RS PMI Bogor menggunakan software untuk membuat nota/faktur (billing software), sehingga ketika data pelayanan pasien pada rekam medis di input ke dalam aplikasi tersebut, maka output berupa nota/faktur per pasien akan menggambarkan jenis dan jumlah pelayanan yang diberikan sesuai tarif RS. Proses pembuatan faktur/tagihan yang demikian berlaku untuk seluruh pasien, baik pasien umum dengan jaminan (asuransi) maupun tanpa jaminan (asuransi), termasuk pasien Jamkesmas yang dijamin Pemerintah melalui PT. Askes dan Jamkesda dengan jaminan Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota. Berdasarkan data dan penjelasan dari Kepala Seksi Pelayanan Jamkesmas/Jamkesda, nilai tagihan RS atas pelayanan pasien Jamkesda hampir seluruhnya dapat ditagihkan/diklaim kepada pihak Pemerintah Daerah sesuai nota/faktur RS, karena Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota melakukan verifikasi manual (Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota Bogor), sehingga perbedaan pelayanan yang diberikan dapat dijelaskan dan diterima oleh kedua pihak dan RS PMI Bogor tidak mengalami kerugian signifikan. Namun demikian terhadap pasien Jamkesmas, tidak seluruhnya dari nilai tagihan sesuai nota/faktur RS dapat diklaim kepada pemerintah (PT Askes), karena aplikasi INA-CBGs yang digunakan hanya menggunakan satu tarif untuk setiap bauran kasus sebagaimana tarif yang ditetapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah melalui proses verifikasi (PT. Askes). Tarif dimaksud adalah tarif yang ditetapkan per bauran kasus (diagnosis penyakit) dengan gejala yang homogen (case base group). Tarif ini disebut tarif Indonesia Case Base Groups yang disingkat menjadi INA-CBGs (sebelumnya disebut INA-DRG (Edaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No.586 dan 807, 2008a). DRG adalah suatu pengklasifikasian episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien dengan karakteristik sejenis (Basirun 2009). Tarif INA-CBGs adalah sistem pembayaran dengan sistem paket berdasarkan diagnosis penyakit pasien, dikaitkan dengan biaya perawatan dan dimasukkan ke dalam group, di mana setiap group mempunyai gejala klinis sama, pemakaian sumber daya sama (biaya perawatan sama), sehingga harus ada standar pelayanan yang ditetapkan oleh RS itu sendiri (Febrida 2013). Tarif INA-CBGs diberlakukan secara nasional sehingga dalam penerapannya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menetapkan aplikasi INA-CBGs sebagai alat pengendalian biaya dan proses persetujuan pembayaran klaim RS. Dengan demikian, setiap pasien Jamkesmas (pemerintah) yang telah mempunyai nota/faktur RS sesuai aplikasi billing RS PMI Bogor, tetap harus dilakukan input ke aplikasi INA-CBGs dengan output Laporan Individual Pasien. Proses pembuatan laporan individual pasien melalui aplikasi INA-CBGs didasarkan pada data rekam medis yang sama dengan proses input ke aplikasi 3

4 billing RS PMI Bogor oleh petugas Jamkesmas di RS PMI Bogor dan diverifikasi oleh petugas PT Askes yang ditempatkan di RS PMI Bogor. Laporan individual pasien yang merupakan output aplikasi INA-CBGs menjadi dasar otorisasi tagihan yang disetujui untuk di bayar kepada rumah sakit, berisi antara lain; nama kelompok diagnosis, dan besaran tarif (satu tarif) atas bauran kasus diagnosis tersebut. Hal ini berarti bahwa hanya sejumlah nilai/besaran yang ada laporan individual pasien dapat ditagih/diklaim kepada pemerintah melalui PT Askes. Berdasarkan rekapitulasi nota/faktur pasien Jamkesmas output aplikasi billing RS PMI Bogor dibandingkan dengan laporan individual pasien aplikasi INA-CBGs atas pelayanan rawat jalan dan rawat inap selama tahun 2012, diperoleh bahwa seluruh biaya pelayanan pasien Jamkesmas rawat jalan sudah dapat tertagih sepenuhnya (99,9%), sedangkan untuk pelayanan rawat inap hanya dapat ditagih sebesar 62%, sehingga dalam tahun 2012 RS PMI Bogor mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp 2 Milyar, sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan klaim layanan tahun 2012 No Jenis Layanan Tagihan Rumah Sakit Klaim Jamkesmas(Tarif INA-CBGs) % Tertagih Selisih(Rugi) 1 Rawat Jalan 2.766.309.761 2.765.195.404 99,9% (1.114.357) 2 Rawat Inap 6.438.953.612 3.991.270.979 62,0% (2.447.682.633) Sumber: Data laporan Jamkesmas RS PMI Bogor tahun 2012 (diolah) Dari beberapa kasus dari 10 (sepuluh) diagnosis terbanyak atas pasien rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI) dilakukan sampel terhadap tagihan (nota/faktur) RS PMI Bogor yang kemudian dibandingkan dengan Laporan Indidual Pasien (INA-CBGs), maka terdapat selisih (kerugian) cukup signifikan pada pelayanan rawat inap yaitu hanya dapat tertagih kurang dari 60 % dari nilai nota/faktur RS PMI Bogor, sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan klaim pasien (sampel) dari 10 diagnosis terbanyak No Jenis Layanan Tagihan Rumah Sakit Klaim Jamkesmas (Tarif INA-CBGs) % Tertagih Selisih Lebih(Kurang) 1 Thalasemia (RJ) 1.172.000 1.742.995 149% 570.000 2 3 4 5 Hemodialisa(RJ) BBLR (RI) BBLR (RI) Gagal Induksi (RI) 615.483 13.791.280 26.345.168 1.653.014 615.483 7.575.876 12.629.707 2.181.654 100% 55% 48% 132% - (6.215.404) (13.715.461) 528.640 6 7 Caesar Cito (RI) Caesar Renc. (RI) 14.261.269 6.770.006 3.124.760 3.124.760 22% 46 % Sumber: Data copy kwitansi pasien RS PMI Bogor tahun 2012 (diolah) (11.136.509) (3.645.246) Sesuai gambaran tabel di atas, kerugian signifikan terjadi pada bauran kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan bauran kasus persalinan melalui operasi (caesar), baik operasi yang direncanakan maupun mendesak (cito). Selama tahun 2012 kerugian pada kedua kasus ini sebesar Rp1.372.335.160 dari kerugian pelayanan rawat inap pasien Jamkesmas sebesar Rp2.447.682.633.-) Kedua jenis bauran kasus ini dalam program Jamkesmas dikelompokkan sebagai kasus Jaminan Persalinan (Jampersal), dengan bauran kasus persalinan (kode O ) dan bauran kasus BBLR (kode P ). Penyebab utama rendahnya nilai tagihan RS PMI Bogor yang dapat diklaim kepada pemerintah, karena pemerintah menetapkan tarif pelayanan per paket

5 paket pada setiap bauran kasus (casemix) yaitu dengan satu tarif (INA-CBG s), sementara rumah sakit menetapkan biaya pelayanan sesuai banyaknya tindakan/pelayanan yang diberikan atas suatu diagnosis sesuai tarif RS (fee for service), yang pada umumnya lebih tinggi dari tarif paket INA-CBG s. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ardianty (2012) bahwa tarif yang ditetapkan dalam INA-CBGs tidak setara dengan tarif RS PMI, sehingga setiap tahun RS PMI Bogor mengalami kerugian rugi sekitar 25 % sampai dengan 30%, khususnya pada pelayanan jampersal, bedah, pelayanan intensif lainnya dan rawat inap. Hasil penelitian ini sesuai tanggapan Direksi RS PMI Bogor dalam diskusi terbatas yang menyatakan bahwa tarif INA-CBGs belum mencerminkan pemenuhan biaya RS, khususnya RS swasta. Pola pembiayaan RS swasta dan RS pemerintah (RSUP/D) sangat berbeda karena biaya tetap (biaya tidak langsung) yang terdiri dari biaya investasi, biaya operasional (administrasi dan umum) serta biaya pemeliharaan pada RS Pemerintah umunya dibiayai APBN/APBD, bahkan beberapa RSUD biaya variabel (langsung) antara lain obat dan barang medis habis pakai (BMHP) pada beberapa RSUD masih dibiayai APBN/APBD. Sedangkan di RS non pemerintah termasuk RS PMI Bogor, seluruh pembiayaan pelayanan pasien, baik biaya tetap (tidak langsung) maupun biaya langsung (variabel) harus dipenuhi oleh RS itu sendiri. Dengan demikian, ketika RS swasta akan menetapkan tarif RS tentunya akan mengalokasiskan semua biaya tetap (biaya tidak langsung) ke dalam komponen tarif rumah sakit. Perumusan Masalah Pengelolaan rumah sakit harus efisien untuk dapat mengendalikan biaya pelayanan agar tetap berada di bawah tarif INA-CBGs. Selisih negatif (efisien) atas tarif INA-CBGs akan merupakan keuntungan bagi rumah sakit, dan jika rumah sakit tidak bisa efisien maka akan rugi terus menerus. Dengan adanya tarif INA-CBGs (per menuntut rumah sakit untuk melakukan pengendalian terhadap mutu, biaya dan akses, maksudnya rumah sakit dituntut efisien terhadap biaya perawatan yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi kualitas/mutu pelayanan.(taher dalam Ditjen Bina Upaya Kesehatan Subbagian Hubungan Masyarakat, 2013). Mengacu kepada data yang tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2 di atas, kerugian RS PMI Bogor akan berulang dan berkelanjutan bila tidak dilakukan upaya perbaikannya. Perbaikan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menganalis kembali komponen biaya untuk menghitung biaya satuan pelayanan, melakukan pengendalian biaya (meminimalisasi biaya) terhadap pelayanan yang diberikan biaya, dengan tetap mempertahankan kualitas hasil layanan. Selanjutnya, agar kualitas pelayanan kepada pasien tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan, perlu dilakukan evaluasi berkala terhadap alur klinis (clinical pathway) yang dapat ditetapkan sebagai standar pelayanan rumah sakit. Perbaikan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan setelah penyebab dan faktor/unsur biaya kerugian pada RS PMI Bogor atas penerapan tarif INA-CBGs, khususnya pelayanan pada rawat inap program jaminan persalinan (jampersal) tahun 2012, dengan perumusan permasalahan sebagai berikut:

6 1). Klasifikasi biaya apa saja yang digunakan RS PMI Bogor dalam menetapkan biaya pelayanan kepada pasien? Selanjutnya dilakukan penelitian pada masing-masing bauran kasus secara sampel mengenai prosedur/tindakan pelayanan RS pada bauran kasus (group) yang sama, sehingga terdapat perbedaan prosedur yang berdampak pada perbedaan biaya pelayanan RS, yang bila dibandingkan dengan tarif INA-CBGs mempunyai variasi selisih (negatif/positif) yang sangat beragam. 2). Faktor/biaya apa saja yang mempengaruhi biaya pelayanan (tarif RS) sehingga menyebabkan perbedaaan biaya dengan tarif INA-CBGs? Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan analisis biaya pelayanan rawat inap jaminan persalinan (jampersal-jamkesmas) tahun 2012, yaitu pada diagnosis kasus persalinan (kode O ) dan kasus BBLR (kode P ), berdasarkan prosedur klinis yang dilakukan, biaya yang dibebankan dan membandingkannya dengan paket tarif INA-CBGs. 2. Meneliti faktor/biaya yang mempengaruhi biaya pelayanan (tarif RS) sehingga menyebabkan perbedaan biaya dengan tarif INA-CBGs. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis, manfaat teoritis yang akan diberikan adalah: 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan perbendaharaan studi ilmiah dalam bidang layanan kesehatan terkait dengan efisiensi biaya pelayanan rumah sakit atas pelayanan jaminan persalinan (program jamkesmas). 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi penelitian sejenis untuk dikembangkan lebih lanjut dan lebih rinci pada masa yang akan datang. Manfaat praktik yang akan diberikan adalah: 1. Bagi RS PMI Bogor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam melakukan pengendalian terhadap aspek biaya yang lebih efisien dengan tetap memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik. 2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana pengembangan wawasan dan pengembangan kemampuan analitis terhadap masalah-masalah praktis yang ada.

7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh tagihan/faktur pasien peserta Jaminan Persalinan (Jamkesmas) pada tahun 2012, untuk kasus persalinan dengan kode O dan kasus BBLR dengan kode P, yang secara keseluruhan telah merugikan RS PMI Bogor karena klaim yang diterima hanya sebesar nilai berdasarkan tarif INA-CBGs dari pemerintah (PT Askes) yang tidak sesuai (lebih kecil) dari nilai yang ditagih oleh rumah sakit berdasarkan pelayanan dan tindakan yang diberikan kepada pasien. 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Biaya Biaya menurut Gondodiputro (2007) adalah nilai dari sejumlah faktor produksi (input) yang dipakai untuk menghasilkan produk (output). Sedangkan Mulyadi (2003) menyatakan bahwa biaya adalah nilai sumberdaya yang dikorbankan untuk mewujudkan tujuan tertentu. Misalnya, biaya layanan di rumah sakit pada unit layanan rawat jalan, sumberdaya yang dikorbankan adalah jasa medis/jasa perawat, obat dan alat kesehatan, termasuk layanan administrasi, sarana dan prasarana untuk melakukan layanan rawat jalan. Sementara menurut Hansen dan Mowen (2003) biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau masa mendatang bagi organisasi. Output layanan (produk) pada organisasi di bidang kesehatan, umumnya berupa pemberian pelayanan, misalnya penyuluhan, pemeriksaan medis, pemeriksaan komponen kebugaran jasmani, sedangkan input (sumberdaya yang digunakan) ada yang secara langsung diterima penerima layanan (jasa medis, alat kesehatan, obat-obatan) dan tidak secara langsung diterima penerima layanan namun harus ada dalam rangka memberikan pelayanan tersebut seperti; gedung, alat tulis kantor, mebeler, listrik, air, jaringan layanan kesehatan. Biaya pada umumnya diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis klasifikasi sesuai dengan tujuannya melalui suatu siklus akuntansi yaitu akuntansi biaya. Menurut Mulyadi (2003), akuntansi biaya mengalami perubahan paradigma karena pemanfaatan tehnologi informasi, yang semula berfokus kepada perhitungan harga pokok produk untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan, berubah menjadi akuntansi biaya yang berfokus pada penyediaan informasi untuk kebutuhan intern perusahaan. Akuntansi biaya adalah sistem informasi yang menghasilkaninformasi biaya dan informasi operasi untuk memberdayakan personel organisasi dalam pengelolaan operasional (aktivitas)

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB