BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

Transkripsi

1 1 BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Aneurisma aorta abdominalis adalah dilatasi aorta dengan ukuran lima puluh persen melebihi ukuran diameter pembuluh normal, ukuran diameter aneurisma 3 cm dianggap sebagai nilai ambang batas atas normal. Keadaan yang menimbulkan mortalitas dari aneurisma aorta abdominalis (AAA) jika terjadi ruptur. Prediktor yang paling dikenal dari ancaman ruptur adalah pembesaran ukuran aneurisma. Semakin besar ukuran aneurisma semakin besar kemungkinan terjadinya ruptur aorta. Walaupun ada sebagian ruptur bisa ditemukan juga pada aneurisma yang berukuran lebih kecil.( Szilagyi,1966). Menurut national center for injury prevention and control 2007 angka kematian yang disebabkan oleh aneurisma aorta abdominalis (AAA) di Amerika Serikat sekitar /tahun, angka pasti belum diketahui karena bisa saja kematian mendadak lainnya disebabkan oleh karena ruptur aneurisma. Aneurisma biasanya asimtomatik dengan gejala klinik yang akan nampak bila terjadi ruptur. Ruptur menyebabkan angka kematian sebanyak 85-90%. Dari data pasien yang bisa mencapai perawatan di rumah sakit, hanya 50-70% yang bertahan hidup.(powell, 2003) Dua pendekatan untuk memperbaiki aneurisma saat ini adalah dengan cara operasi open repair dan endovascular repair (EVAR). Tatalaksana EVAR untuk terapi AAA memberikan hasil yang lebih baik, lama rawat menjadi lebih pendek, penyembuhan lebih cepat, dibandingkan dengan metode open repair. (Zarins, 1999) Pemerintah sudah berusaha memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh warga negara, karena pemerintah mengerti bahwa faktor kesehatan sangat penting dalam menunjang proses pembangunan manusia Indonesia sepenuhnya. Menurut pasal 19 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dikatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi

2 2 sosial dan prinsip ekuitas. Rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai pusat rujukan nasional dan sebagai rumah sakit pendidikan, mengutamakan pelayanan sesuai dengan pengetahuan terkini dengan teknologi dan perkembangan keilmuan yang dinilai lebih aman untuk pasien. Sebanyak 95% pasien yang dirawat di RSCM adalah peserta jaminan kesehatan nasional dengan menggunakan tarif paket INA- CBGs (Indonesia Case Base Groups). RSCM sebagai pusat rujukan nasional mendapat banyak pasien rujukan dengan penyakit yang sulit dan kompleks, untuk diagnosis AAA RSCM sering mendapat rujukan dari RS lainnya untuk dilakukan operasi dengan metode EVAR. Tabel 1. Daftar Tarif Rawat Inap tindakan operasi endovascular sesuai INACBGs Tahun 2014 Kode No INA- Deskripsi (INA-CBG) Tarif kls 3 Tarif kls 2 Tarif kls 1 CBGs 1 I-1-20-I Prosedur endovascular implant in abdominal aorta ringan 2 I Prosedur endovascular II implant in abdominal aorta sedang 3 I Prosedur endovascular III implant in abdominal aorta berat Dari tabel 1. terlihat tarif EVAR sesuai dengan kelas perawatan sesuai dengan INA CBGs tahun 2014, dari data klaim BPJS bulan Januari 2014 Desember 2015 dibandingkan dengan tarif rawat inap INA CBGs RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan data seperti dalam tabel 2.

3 3 Tabel 2. Tarif tindakan operasi endovascular RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun Kode Total Tarif Total Tarif INA- Deskripsi RSCM INACBG NoCBGs % Selisih Negatif 1 I-1-20-I Prosedur endovascular implant in abdominal aorta ringan 2 I-1-20-II Prosedur endovascular implant in abdominal aorta sedang 3 I Prosedur III endovascular implant in abdominal aorta berat Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pembayaran yang diberikan BPJS selama tahun didapatkan adanya kesenjangan berupa selisih negatif tinggi tindakan EVAR yang jauh melebihi tarif paket INA-CBGs (seperti dapat dilihat pada tabel 2). Kesenjangan yang terlalu jauh ini jika tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan kerugian yang dapat menyebabkan terhambatnya tindakan operasi AAA dengan metode EVAR. Sistem pendanaan untuk membantu mengurangi selisih negatif tinggi untuk kasus berbiaya tinggi di Indonesia ini belum jelas. Siapakah yang akan membantu kekurangan tarif dan berapa besaran uang yang akan diberikan, oleh sebab itu penulis melakukan evaluasi pembiayaan ini serta membuat rencana rekomendasi untuk usaha mengurangi selisih negatif tinggi tersebut.

4 4 B. Perumusan Masalah Pembiayaan kesehatan yang dilakukan di RSCM sejak Januari Desember 2015 memakai tarif paket INA-CBGs. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh koder dari bagian rekam medik RSCM, kami melakukan evaluasi terhadap terhadap hasil billing yang ditagihkan dan pembayaran yang diberikan oleh BPJS. Untuk itu peneliti akan melakukan kajian mencakup evaluasi terhadap implementasi tarif INA-CBGs dibandingkan tarif RS. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum: Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan penyakit kompleks yang memerlukan tarif tinggi di RSCM 2. Tujuan khusus: a. Melakukan identifikasi jenis pelayanan yang menyebabkan tarif dengan selisih negatif tinggi di RSCM b. Melakukan analisis penyebab pelayanan tarif dengan selisih negatif tinggi di RSCM c. Mengidentifikasi sumber pendanaan /anggaran untuk mengurangi selisih negatif tinggi D.Manfaat penelitian Hasil akhir yang diperoleh dari peneitian ini bermanfaat untuk : 1. Bagi peneliti Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan dalam identifikasi dan evaluasi terhadap pelayanan berbiaya tinggi 2. Bagi institusi pendidikan Program studi akan memeroleh tambahan pengetahuan hasil penelitian yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan evaluasi tariff tinggi yang tidak sesuai dengan INA-CBGs.

5 5 3. Bagi Rumah Sakit a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan usaha mencari sumber dana agar tidak terjadi hambatan pelayanan pada kasus bertarif tinggi b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan di seluruh Unit atau Departemen penyelenggara pelayanan di RSCM untuk kasus bertarif tinggi lainnya. E. Keaslian Penelitian 1. Implementasi sistem INA-CBGs bagi pasien penyakit katastropik (jantung, kanker, stroke) peserta Jamkesmas di rumah sakit, memberikan konsekuensi disatu pihak bahwa penyakit katastropik merupakan ancaman terhadap membengkaknya pembiayaan Jamkesmas di masa datang, sedangkan di pihak lain, rumah sakit merasakan bahwa biaya penggantian klaim INA-CBGs lebih rendah dari tarif yang berlaku di rumah sakit. Tujuan : penelitian ini untuk memperoleh gambaran biaya pengobatan penyakit katastropik dan perbandingan pembiayaan klaim berdasarkan INA-DRGs dengan biaya pengobatan riil penyakit katastropik di rumah sakit. Hasil tarif RS kelas A lebih tinggi dibandingkan dengan kelas B dan kelas khusus. Penelitian ini akan melihat kelompok penyakit apa saja yang menyebabkan selisih tinggi di RSCM.( Budiarto, 2013) 2. Menghitung pembayaran outlier serta menghitung jumlah dan nilai outlier cost pada 158 RS di AS. Tujuan: menentukan pembayaran outlier cost melalui medicare, identifikasi RS yang mendapatkan pembayaran tertinggi, identifikasi diagnosis terbanyak yang dihubungkan dengan pembayaran outlier. (Levison, 2013) Penelitian ini membuat rekomendasi agar pelayanan berbiaya tinggi tetap bisa diberikan. 3. Membandingkan biaya persalinan dengan metode Sectio Caesarea di RS Tugurejo Semarang terhadap tarif INA-CBGs. (Kusumaningtyas dkk, 2013). Penelitian ini semua penyakit dievaluasi dibandingkan dengan hasil

6 6 klaim INA-CBGs. 4. Penelitian outlier mengenai pentingnya manajemen dan keuangan RS. Metode: retrospektif yang dilakukan tahun dengan penghitungan regresi logistik pengelompokan RS berdasarkan: administrasi, ekonomi, dan pendidikan. Hasil: RS pendidikan dengan tempat tidur > 1000 mempunyai pembiayaan outlier yang lebih tinggi dibandingkan dengan RS lainnya. ( Freitas, 2012). 5. Homogenitas aktivitas keperawatan dengan DRG kurang baik (CV antar 0,36 dan 1,54) dan dipengaruhi oleh aktivitas keperawatan outlier. Tingkat outlier bervariasi sesuai dengan variabel yang diteliti. Tingkat outlier tinggi lebih tinggi untuk kegiatan keperawatan dibandigkan dengan LOS. Penelitian ini tidak membandingkan jenis perawatan yang diberikan pada pasien. (Pirson et al., 2013)